Share

PART 6

P.O.V Metta

 Sore itu entah kenapa aku begitu lelah. Biasanya saat-saat sedang seperti ini, dulu aku akan akan pergi ke rumah orang tuaku untuk sekedar melepaskan kepenatanku di sana. 

 

 Namun sejak bapak meninggal lima tahun yang lalu, kemudian disusul ibu 3 tahun setelahnya, praktis aku tak punya lagi sandaran untuk kelu kesahku. Aku yang anak tunggal ini juga tak terlalu banyak punya teman, apalagi setelah menjadi istri mas Bimo. Kehidupanku sepenuhnya kuhabiskan untuk mengabdi pada suami dan mengurus anak semata wayang kami, Ibas, yang kini telah duduk di kelas 5 SD.

 

 Dipersunting mas Bimo adalah impianku sejak baru masuk kuliah, karena mas Bimo adalah laki-laki yang dulu membuatku jatuh hati pada pandangan pertama saat kami sama-sama memasuki bangku kuliah. Walaupun kemudian kami baru dekat dua tahun menjelang kami lulus, namun mas Bimo langsung melamarku usai acara wisuda kami. 

 

 Dari nol kami berdua menjalani kehidupan berumah tangga. Kami pernah menjalani menjadi karyawan kantor yang pergi pagi pulang sore dan hanya bertemu saat menjelang malam. Hingga kemudian akhirnya aku putuskan resign saat aku hamil Ibas. Dan saat itulah mas Bimo mulai berpikir untuk merintis usaha sendiri. 

 

 Dengan bantuan modal dari kedua orang tuaku  waktu itu, kami berhasil mendirikan sebuah  toko perlengkapan ibu dan bayi di kota kami. Karena belum banyak pesaing, akhirnya usaha kami berjalan sangat pesat hingga menjadi sebesar sekarang dengan 6 orang karyawan. 

 

 Dulu waktu awal, aku masih sering membantu mas Bimo di toko. Tapi melihatnya sudah sangat pandai mengelola toko sendiri, aku pun memilih fokus untuk membesarkan Ibas. Aku mengurusi segala keperluan anak semata wayang kami itu sendirian tanpa pengasuh. 

 

 Kami adalah pasangan yang sempurna menurut banyak orang. Kompak dan selalu terlihat harmonis saat tampil dimanapun. Bahkan ibu mertua dan dua kakak ipar perempuanku pun selalu menjuluki kami "Panti asuhan couple", saking seringnya kami bertiga berpakaian sama.

 

 Namun nampaknya semua itu hanya tinggal kenangan sekarang. Sejak sebulan yang lalu aku mengetahui pengkhianatan yang dilakukan oleh suamiku, hidupku rasanya hancur. Meskipun semua masih bisa kutahan sampai saat ini. 

 

 Dari awal pernikahan kami, aku sudah bilang pada mas bimo bahwa perselingkuhan adalah hal yang tidak bisa kutolerir. Seharusnya aku memang langsung meninggalkannya saat mengetahui bahwa dia telah berkhianat. Namun mengingat Ibas, megingat bahwa aku tidak punya apa-apa saat ini, aku mencoba untuk berpikir lebih waras. Aku memang telah salah langkah selama ini, selalu saja mengandalkannya dalam segala hal dan tidak pernah mau mandiri. 

 

 Jika saja aku tahu suatu hari suamiku akan mengkhianatiku, tentu aku tak akan  begitu terlena hanya menjadi istri yang selalu mengiyakan apa kata suami. 

 

 "Metta, kamu kenapa? Kok dateng-dateng nangis?"

 

Rima langsung memelukku usai aku turun dari motor dan langsung menubruknya yang sedang menyambutku di teras. 

 

 Setelah mengantar Ibas ke tempat lesnya sore ini, aku memang langsung menuju rumah Rima, sahabatku. Rasanya lelah hatiku ini sudah tak sanggup lagi kutanggung sndirian.

 

 "Jadi, maksud kamu, waktu kamu bilang kalau kamu mau belajar mandiri akhir-akhir ini ternyata karena kamu sudah tahu bahwa Bimo selingkuh?" Mata Rima langsung membelalak usai kuceritakan semua yang terjadi padaku. 

 

Selama ini dia hanya tahu bahwa aku memang ingin mulai belajar mandiri, tanpa tahu alasanku.

 

 "Ya Allah, Met. Kenapa kamu nggak cerita?" Dia mendekatkan tubuhnya padaku yang duduk di sebelahnya. Lalu perlahan mengusap air mata yang sedari datang tadi tak berhenti mengalir dari mataku. 

 

 "Aku pikir aku bisa menyimpannya sendiri, Rim. Nyatanya aku terlalu rapuh. Aku nggak kuat lagi," ucapku sambil terus terisak. 

 

Kulihat dia terdiam sejenak. Menghembuskan nafas panjang dan memejamkan mata. 

 

 "Met, dengarkan aku ya!" Tiba-tiba dia membalikkan badannya menghadapiku, lalu memegang kedua pundakku dan menatap dalam ke mataku. 

 

 "Kamu harus kuat, Met. Jangan sekali-kali menampakkan kelemahanmu pada suamimu. Jika memang benar Bimo sudah berkhianat, kini waktunya kamu tunjukkan bahwa kamu terlalu berharga untuk dia campakkan. Buktikan padanya dan buat dia menyesal telah melakukan ini sama kamu. Semua yang kamu lakukan selama ini sudah sangat benar, Met. Kamu harus bangkit. Kamu harus mandiri. Kamu harus kuat untuk Ibas."

 

 "Tapi sampai kapan aku bisa bertahan seperti ini, Rim? Melihat wajah mas Bimo akhir-akhir ini saja rasanya aku sudah sangat muak. Walaupun aku masih bisa berusaha perpura-pura."

 

 "Apa ibu mertua.dan ipar-iparmu tahu suamimu mengkhianatimu?"

 

 "Entahlah. Aku belum mengunjungi mereka lagi setelah kejadian ini. Aku belum sempat, Rim."

 

 "Temuilah mertua dan para iparmu! Cari tau apakah mereka mengetahui masalah ini apa tidak. Dengan begitu, kamu bisa tentukan apa yang seharusnya kamu lakukan, Met."

 

 "Apa menurutmu mereka itu tahu, Rim?"

 

 "Aku tidak mau berpikir negatif. Tapi bisa saja iya dan mereka menutupinya dari kamu."

 

 Mulutku membulat seketika. Aku benar-benar tak pernah berpikir ke arah itu. Benarkah ibu mertua dan para iparku sebenarnya mengetahui hal ini seperti apa yang dikatakan Rima? Jika memang benar, betapa jahatnya meraka semua. 

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
percuma kamu kuliah klu hanya berakhir jadi orang pasif. terlalu mendalami peran jadi babu ya
goodnovel comment avatar
Mira damayanti
Sama kaya aku mertua dan ipar ipar ku menutupiny Hingga 4 tahun lama ny Dia menikah lagi dan mmpunyai anak ...Hingga akhirnya kuputuskan brpisah dari laki laki brengsek itu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status