"Mbak Nani tadi ke sini," Bimo menghampiri istrinya yang baru saja menyelesaikan mandinya malam itu. Linda baru saja pulang beberapa menit yang lalu dan langsung berpamitan untuk membersihkan diri.
"Ngapain?" tanya wanita itu sambil mulai mendudukkan diri di depan meja rias sambil mengeringkan rambut basahnya dengan handuk kecil. "Mau pinjem uang, Lin. Mbak Nani kan lagi kesulitan sekarang. "Pinjem uang?" Linda mengerutkan dahi ke arah suaminya. "Dari mana kakakmu itu tau sih kalau aku hari ini aku gajian? Langsung mau pinjem uang aja." Linda terkekeh ringan sembaru menggeleng-gelengkan kepalanya. "Memangnya hari ini kamu gajian?" tanya Bimo. "Iya. Ini kan udah sebulan aku kerja, Mas." "Oiya ya, nggak kerasa. Tapi aku tadi nggak bilang kalau mbak Nani mau pinjem uangnya sama kamu lho, Lin." Kali ini Bimo yang terkekeh. "Trus sama siapa?" Li"Mbak, kamu kenapa?" Nani panik saat melihat kakaknya turun dari motor dan langsung menangis sesenggukan masuk ke dalam rumahnya."Mbak." Nani berusaha mengajak bicara kakaknya yang mulai menangis lebih kencang setelah mendudukkan diri di sofa rumahnya itu.Dito, suaminya, yang hanya memperhatikan dua kakak beradik itu hanya mengedikkan bahu tak mengerti saat istrinya melemparkan pandangan penuh tanya ke arahnya.Karena kebingungan, beberapa saat lamanya Nani pun hanya bisa menepuk-nepuk punggung Norma lembut berusaha menenangkannya tanpa bisa berkata apa-apa lagi."Mbak Norma kenapa sih?" tanya Nani kemudian saat dilihatnya kakaknya sedikit lebih tenang."Mas Beni, Nan. Dia mau menceraikanku," ucapnya dengan terbata. Nani menutup mulut dengan telapak tangannya saking kagetnya."Lho tapi kenapa, Mbak?""Dia sudah berbuat serong,
Dengan perasaan kacau luar biasa, pagi itu Linda tetap berangkat ke kantor. Dia lebih takut dengan Rexy jika hari ini tak menampakkan diri di hadapan lelaki dengan hasrat tinggi itu dibanding dipertanyakan oleh suaminya kenapa dia tak datang ke rumah sakit untuk menjemputnya.Entah sudah berapa kali Rexy memperingatkannya sepagian lewat pesan agar dia tidak terlambat hari ini. Dalam hati kecilnya, sebenarnya Linda ingin sekali menemui sang suami di rumah sakit. Setidaknya dia harus tahu kabar dari uang yang diinvestasikan suaminya itu akhirnya. Tapi bagaimana caranya dia bisa menolak Rexy? Karena itu sama halnya dia akan kehilangan pekerjaannya. Dalam kondisi Bimo sedang kehilangan uang sebanyak itu, dipecat Rexy tentu bukan hal yang baik untuknya."Kamu kenapa, Sayang? Sejak datang tadi wajahmu nggak enak banget dilihat?" tegur Rexy saat mereka bertemu di ruangan boss besar Rex Coorp itu."Eeehm, nggak apa-apa, Re
Sore itu Linda pulang sedikit awal untuk melihat keadaan suaminya yang menurut kabar sudah pulang ke rumah. Namun dia sedikit kaget saat melihat kakak iparnya ternyata sedang ada di rumah ibu mertuanya. Sedikit aneh bagi Linda karena Norma berada di rumah itu dengan memakai pakaian rumahan."Lho, mbak Norma di sini?" sapa Linda saat melintasi ruang tamu. Sementara ibu mertuanya memandang kedatangannya sambil menghela nafas panjang."Mas Bimo dimana, Bu?" tanyanya lagi sambil melepas alas kakinya."Ada di kamar," jawab ibu mertuanya malas."Mbak Norma mau nginep sini ya?" tanya Linda lagi, karena merasa pertanyaannya tadi tak mendapat tanggapan dari kakak iparnya."Hmm," Norma menanggapinya dengan malas-malasan juga.Kemudian karena merasa diabaikan, Linda pun bergegas masuk ke dalam kamar. Seampainya di sana, dilihatnya suaminya sedang
"Rex, aku ada di apartemen sekarang. Bisakah aku nggak masuk dulu hari ini? Aku kacau." Suara Linda terdengar serak di telepon, membuat Rexy mengerutkan dahinya."Ada apa, Sayang? Apa ada masalah? Ya sudah nggak apa-apa. Kamu santai aja dulu di apartemen. Nanti kalau urusan kantor sudah selesai aku ke situ," kata lelaki itu."Makasih ya, Rex," ucap wanita itu."Nevermind, Sayang."Rexy meletakkan ponsel dimeja kerjanya setelah Linda menutup panggilan telepon.Beberapa menit yang lalu pimpinan Rex Coorp itu memang sudah kebingungan karena wanitanya itu belum menampakkan diri juga di ruangannya. Pagi hari dia memang selalu harus menyalurkan dulu hasratnya pada sekretarisnya itu sebelum memulai segala aktifitasnya. Amarahnya hampir saja meledak jika saja tak segera ada panggilan masuk dari Linda.Demi mendengar nada suara sedih Linda dari seberang telepon, kemarahan Rex pun
P.O.V Metta "Lhoh, ini ibu sama mas Ibas mau kemana? Kok malem-malem udah pada rapi amat?"Bik Marsih menyapa saat melihat kami berdua tak sengaja keluar dari kamar masing-masing secara bersamaan. Ibas juga nampak sudah mengenakan pakaian tuxedo anak-anaknya yang membuatnya terlihat semakin tampan.'Semakin mirip saja sama papanya,' ucapku dalam hati."Oiya aku sampai lupa kasih tau bibi kalau malam ini ada temen sekolahnya Ibas yang ngadain pesta ulang tahun, Bik. Bibi di rumah sendirian dulu nggak apa-apa ya?""Ibu mau nganter mas Ibas aja atau sekalian nungguin di sana nanti?" tanya bik Marsih sambil mengerutkan kening."Ya nungguin lah, Bik. Ini kan malem. Undangannya sekalian sama orang tuanya juga kok," jelasku."Tapi tumben mas Ibasnya pake jas begitu, Bu? Biasanya kalau ada temennya ulang tahun cuma pake kaos sam
"Mau kemana kamu, Bim? Bukannya badanmu katanya masih lemes?"Ibu mengikuti Bimo sampai di pelataran rumah saat melihat anak lelakinya itu mengeluarkan motor dan sudah bersiap untuk pergi."Aku mau mencari Linda, Bu. Tiara dari semalam nanyain dia terus."Sudah biarin aja dulu lah, Bim. Kalau kamu cariin dia, lama-lama dia bisa ngelunjak, makin nggak menghargai kamu," sahut Norma yang menyusul ibunya ke halaman."Tapi kasihan Tiara, Mbak. Sudahlah, ini urusan rumah tanggaku. Biar kuselesaikan sendiri, Mbak. Tolong jangan ikut campur dulu," tukas Bimo."Mbak bukannya mau ikut campur, Bim. Tapi kelakuan istrimu itu pada ibu sungguh keterlaluan. Kamu kalau masih mau ngajak dia pulang ke rumah ini harus bisa pastikan dong dia nggak akan semena-mena lagi sama ibu. Apa dia kira ibu ini pembantunya?" Norma meluapkan kekesalannya."Sudah, Nor, sudah. Biarkan adikmu selesaikan masalah rumah tangganya sendiri
Perlahan lelaki itu menurunkan majalah yang menutupi wajahnya yang sudah terlihat bersemu merah."Met-Metta? Kam-mu di sini?" tanyanya berusaha bersikap biasa saja. Namun suaranya tetap tak bisa berbohong jika dia gugup."Iya, Mas. Mas Bimo ngapain di sini? Oooh, nganter istri ya?" tebak Metta."Eng-nggaak, eh iya, eng-nggak, Met. Enggak kok." Bimo gugup setengah mati. Tapi entah kenapa hatinya justru menjadi tak rela jika harus membohongi mantan istrinya itu lagi saat ini."Kok? Iya enggak iya enggak? Iya apa enggak, Mas? Istrinya lagi perawatan di sini ya?" tanya Metta lagi karena penasaran. Walaupun sebenarnya dia tak yakin dengan pertanyaannya sendiri."Enggak kok, Met. Aku ... aku ke sini lagi nyari Linda," kata Bimo akhirnya.Mendengar kalimat Bimo yang serius, Metta pun perlahan mendudukkan diri di salah satu kursi ruang tunggu di dekat mantan suaminya
Dari Amanda akhirnya Metta tahu bahwa saat ini sepertinya Bimo telah mendapatkan karmanya. Linda, wanita yang lebih dipujanya karena kecantikannya hingga membuatnya lupa akan bahtera rumah tangga yang telah mereka bangun belasan tahun itu ternyata kini meninggalkannya dengan pria lain yang lebih kaya.Ke-enam wanita itu kini sedang duduk berhadapan di sebuah meja di restoran favorit keluarga Amanda. Selepas dari klinik Irfan, Amanda mengajak para sahabatnya itu untuk makan di restoran sambil membahas hal yang dia curigai saat berada di klinik Irfan tadi.Di tengah-tengah meja yang masih kosong saat ini tergeletak ponsel mahal Amanda dimana dikayarnya nampak foto suaminya sedang berjalan bergandengan menyusuri lorong apartemen dengan seorang wanita yang masih sangat Metta kenal. Dia adalah Linda.Beberapa saat lamanya ke-enam wanita itu hanya menatap ke satu arah, yaitu ponsel Amanda di tengah meja.