Nani mengernyit menatap layar ponselnya. Tidak biasanya kakak perempuannya itu menolak panggilan telepon darinya. Bahkan seringnya Norma adalah orang yang paling antusias menjawab teleponnya selama ini.
'Ada apa dengan mbak Norma?' batinnya. Diletakkannya kembali ponsel ke meja di depannya saat melihat suaminya pulang siang itu dengan wajah kusut tak bersemangat seperti hari-hari sebelumnya. "Sudah pulang, Mas?" Dito, suaminya, hanya mengangguk lemah menanggapi pertanyaan sang istri. "Masih belum dapat kerjaan lagi?" tanya Nani lagi. "Belum, Nan. Tadi wawancara di satu perusahaan juga gagal. Banyak sekali saingannya dan rata-rata yang mereka butuhkan orang-orang yang fresh graduate." Nani menarik nafas berat. Memandang suaminya yang nampak kelelahan. Dia tahu mencari kerja di usia suaminya sekarang ini memang tidak akan mudah, karena"Mbak Nani tadi ke sini," Bimo menghampiri istrinya yang baru saja menyelesaikan mandinya malam itu. Linda baru saja pulang beberapa menit yang lalu dan langsung berpamitan untuk membersihkan diri."Ngapain?" tanya wanita itu sambil mulai mendudukkan diri di depan meja rias sambil mengeringkan rambut basahnya dengan handuk kecil."Mau pinjem uang, Lin. Mbak Nani kan lagi kesulitan sekarang."Pinjem uang?" Linda mengerutkan dahi ke arah suaminya. "Dari mana kakakmu itu tau sih kalau aku hari ini aku gajian? Langsung mau pinjem uang aja." Linda terkekeh ringan sembaru menggeleng-gelengkan kepalanya."Memangnya hari ini kamu gajian?" tanya Bimo."Iya. Ini kan udah sebulan aku kerja, Mas.""Oiya ya, nggak kerasa. Tapi aku tadi nggak bilang kalau mbak Nani mau pinjem uangnya sama kamu lho, Lin." Kali ini Bimo yang terkekeh."Trus sama siapa?" Li
"Mbak, kamu kenapa?" Nani panik saat melihat kakaknya turun dari motor dan langsung menangis sesenggukan masuk ke dalam rumahnya."Mbak." Nani berusaha mengajak bicara kakaknya yang mulai menangis lebih kencang setelah mendudukkan diri di sofa rumahnya itu.Dito, suaminya, yang hanya memperhatikan dua kakak beradik itu hanya mengedikkan bahu tak mengerti saat istrinya melemparkan pandangan penuh tanya ke arahnya.Karena kebingungan, beberapa saat lamanya Nani pun hanya bisa menepuk-nepuk punggung Norma lembut berusaha menenangkannya tanpa bisa berkata apa-apa lagi."Mbak Norma kenapa sih?" tanya Nani kemudian saat dilihatnya kakaknya sedikit lebih tenang."Mas Beni, Nan. Dia mau menceraikanku," ucapnya dengan terbata. Nani menutup mulut dengan telapak tangannya saking kagetnya."Lho tapi kenapa, Mbak?""Dia sudah berbuat serong,
Dengan perasaan kacau luar biasa, pagi itu Linda tetap berangkat ke kantor. Dia lebih takut dengan Rexy jika hari ini tak menampakkan diri di hadapan lelaki dengan hasrat tinggi itu dibanding dipertanyakan oleh suaminya kenapa dia tak datang ke rumah sakit untuk menjemputnya.Entah sudah berapa kali Rexy memperingatkannya sepagian lewat pesan agar dia tidak terlambat hari ini. Dalam hati kecilnya, sebenarnya Linda ingin sekali menemui sang suami di rumah sakit. Setidaknya dia harus tahu kabar dari uang yang diinvestasikan suaminya itu akhirnya. Tapi bagaimana caranya dia bisa menolak Rexy? Karena itu sama halnya dia akan kehilangan pekerjaannya. Dalam kondisi Bimo sedang kehilangan uang sebanyak itu, dipecat Rexy tentu bukan hal yang baik untuknya."Kamu kenapa, Sayang? Sejak datang tadi wajahmu nggak enak banget dilihat?" tegur Rexy saat mereka bertemu di ruangan boss besar Rex Coorp itu."Eeehm, nggak apa-apa, Re
Sore itu Linda pulang sedikit awal untuk melihat keadaan suaminya yang menurut kabar sudah pulang ke rumah. Namun dia sedikit kaget saat melihat kakak iparnya ternyata sedang ada di rumah ibu mertuanya. Sedikit aneh bagi Linda karena Norma berada di rumah itu dengan memakai pakaian rumahan."Lho, mbak Norma di sini?" sapa Linda saat melintasi ruang tamu. Sementara ibu mertuanya memandang kedatangannya sambil menghela nafas panjang."Mas Bimo dimana, Bu?" tanyanya lagi sambil melepas alas kakinya."Ada di kamar," jawab ibu mertuanya malas."Mbak Norma mau nginep sini ya?" tanya Linda lagi, karena merasa pertanyaannya tadi tak mendapat tanggapan dari kakak iparnya."Hmm," Norma menanggapinya dengan malas-malasan juga.Kemudian karena merasa diabaikan, Linda pun bergegas masuk ke dalam kamar. Seampainya di sana, dilihatnya suaminya sedang
"Rex, aku ada di apartemen sekarang. Bisakah aku nggak masuk dulu hari ini? Aku kacau." Suara Linda terdengar serak di telepon, membuat Rexy mengerutkan dahinya."Ada apa, Sayang? Apa ada masalah? Ya sudah nggak apa-apa. Kamu santai aja dulu di apartemen. Nanti kalau urusan kantor sudah selesai aku ke situ," kata lelaki itu."Makasih ya, Rex," ucap wanita itu."Nevermind, Sayang."Rexy meletakkan ponsel dimeja kerjanya setelah Linda menutup panggilan telepon.Beberapa menit yang lalu pimpinan Rex Coorp itu memang sudah kebingungan karena wanitanya itu belum menampakkan diri juga di ruangannya. Pagi hari dia memang selalu harus menyalurkan dulu hasratnya pada sekretarisnya itu sebelum memulai segala aktifitasnya. Amarahnya hampir saja meledak jika saja tak segera ada panggilan masuk dari Linda.Demi mendengar nada suara sedih Linda dari seberang telepon, kemarahan Rex pun
P.O.V Metta "Lhoh, ini ibu sama mas Ibas mau kemana? Kok malem-malem udah pada rapi amat?"Bik Marsih menyapa saat melihat kami berdua tak sengaja keluar dari kamar masing-masing secara bersamaan. Ibas juga nampak sudah mengenakan pakaian tuxedo anak-anaknya yang membuatnya terlihat semakin tampan.'Semakin mirip saja sama papanya,' ucapku dalam hati."Oiya aku sampai lupa kasih tau bibi kalau malam ini ada temen sekolahnya Ibas yang ngadain pesta ulang tahun, Bik. Bibi di rumah sendirian dulu nggak apa-apa ya?""Ibu mau nganter mas Ibas aja atau sekalian nungguin di sana nanti?" tanya bik Marsih sambil mengerutkan kening."Ya nungguin lah, Bik. Ini kan malem. Undangannya sekalian sama orang tuanya juga kok," jelasku."Tapi tumben mas Ibasnya pake jas begitu, Bu? Biasanya kalau ada temennya ulang tahun cuma pake kaos sam
"Mau kemana kamu, Bim? Bukannya badanmu katanya masih lemes?"Ibu mengikuti Bimo sampai di pelataran rumah saat melihat anak lelakinya itu mengeluarkan motor dan sudah bersiap untuk pergi."Aku mau mencari Linda, Bu. Tiara dari semalam nanyain dia terus."Sudah biarin aja dulu lah, Bim. Kalau kamu cariin dia, lama-lama dia bisa ngelunjak, makin nggak menghargai kamu," sahut Norma yang menyusul ibunya ke halaman."Tapi kasihan Tiara, Mbak. Sudahlah, ini urusan rumah tanggaku. Biar kuselesaikan sendiri, Mbak. Tolong jangan ikut campur dulu," tukas Bimo."Mbak bukannya mau ikut campur, Bim. Tapi kelakuan istrimu itu pada ibu sungguh keterlaluan. Kamu kalau masih mau ngajak dia pulang ke rumah ini harus bisa pastikan dong dia nggak akan semena-mena lagi sama ibu. Apa dia kira ibu ini pembantunya?" Norma meluapkan kekesalannya."Sudah, Nor, sudah. Biarkan adikmu selesaikan masalah rumah tangganya sendiri
Perlahan lelaki itu menurunkan majalah yang menutupi wajahnya yang sudah terlihat bersemu merah."Met-Metta? Kam-mu di sini?" tanyanya berusaha bersikap biasa saja. Namun suaranya tetap tak bisa berbohong jika dia gugup."Iya, Mas. Mas Bimo ngapain di sini? Oooh, nganter istri ya?" tebak Metta."Eng-nggaak, eh iya, eng-nggak, Met. Enggak kok." Bimo gugup setengah mati. Tapi entah kenapa hatinya justru menjadi tak rela jika harus membohongi mantan istrinya itu lagi saat ini."Kok? Iya enggak iya enggak? Iya apa enggak, Mas? Istrinya lagi perawatan di sini ya?" tanya Metta lagi karena penasaran. Walaupun sebenarnya dia tak yakin dengan pertanyaannya sendiri."Enggak kok, Met. Aku ... aku ke sini lagi nyari Linda," kata Bimo akhirnya.Mendengar kalimat Bimo yang serius, Metta pun perlahan mendudukkan diri di salah satu kursi ruang tunggu di dekat mantan suaminya
Hari itu rumah pengusaha Fabian Wiguno terlihat sangat ramai. Pesta kecil sengaja digelar khusus untuk menyambut kedatangan saudara perempuan serta dua anaknya yang rencananya akan kembali dari Amerika untuk berlibur.Amanda Wiguna dengan dua anaknya, Darryl dan Hannah memang telah lama menetap di America. Anak-anak Amanda meminta untuk dipindahkan sekolahnya ke luar negeri setelah ketok palu pengadilan memutuskan hukuman untuk ayah mereka. Amanda sendiri awalnya hanya bermaksud menemani dua buah hatinya menimba ilmu sekaligus ingin melupakan segala permasalahan yang terjadi di masa lalu mereka. Namun rupanya Amanda terlanjur nyaman berada di negeri paman Sam itu.Metta yang melakukan semua persiapan untuk menyambut kedatangan saudara perempuan suaminya. Dia sendiri juga begitu rindu ingin bertemu dengan sang ipar. Tak lupa, Metta juga mengundang ke empat sahabat mereka; Devita, Ayu, Rani, dan Revi. Bagi Metta, kepulangan Amanda kali in
"Sudah siap?" Fabian melongok dari arah pintu kamar.Metta yang sedang menyelesaikan dandanannya di deoan meja rias pun menoleh."Bentar lagi, Mas. Sini deh, Mas." Dilambaikannya jari-jari lentiknya ke arah sang suami."Kenapa, Sayang?""Sebenarnya mas mau ajak aku kemana sih? Dati kemarin nggak mau cerita ih." Metta membalikkan badan menghadap sang suami. Namun Fabian hanya tersenyum penuh misteri, seolah membiarkan istrinya dihantui rasa penasarannya sendiri.Semalam tiba-tiba saja Fabian mengatakan ingin mengajak Metta ke suatu tempat. Anehnya lelaki itu tidak mau mengatakan akan kemana."Kalau kukasih tahu jadinya nggak surprise dong," selalu begitu jawab suaminya."Hmmm baiklah. Daripada penasaran, kita berangkat sekarang aja kalau gitu."Dengan raut pura-pura kesal, Metta pun bangkit dan berjalan ke luar kamar sembari menggandeng
Berhari-hari Bimo selalu teringat pertemuannya dengan Linda di penjara. Tentang bagaimana nampak tertekannya wanita itu, juga pertanyaan Linda tentang pernikahan.Di banding kondisi Linda sekarang, Bimo merasa jauh lebih beruntung. Linda memang telah salah langkah. Terpuruknya kehidupan mereka di masa lalu tak membuat Linda jadi insyaf dan mengambil hikmah dari semua itu. Justru wanita itu semakin gila dengan harta dan kemewahan.Seandainya saja dulu Linda tidak meninggalkannya untuk lelaki kaya bernama Rexiano itu karena silau dengan hartanya, mungkin saat ini mereka berdua masih menjadi sepasang suami istri meskipun hidup dalam kesederhanaan.Tapi nasi memang telah menjadi bubur. Semua yang telah dilakukan Linda harus dipertanggung jawabkan di dalam penjara.Entah kenapa, pertanyaan Linda tentang apakah dia sudah menikah adalah yang paling membekas di hati Bimo beberapa hari terakhir. Seolah i
"Papa pulang!" teriak Tiara seperti biasa saat melihat Bimo datang dengan menggunakan ojek online. Lelaki itu memang sengaja pergi dan pulang kantor menggunakan transportasi umum agar sepeda motornya tetap bisa dipakai oleh kakaknya berjualan.Norma yang sedang menyuapi Tiara sore itu pun ikut girang. Sudah dua bulan ini Bimo bekerja di kantor Wiguna Group dengan gaji yang lumayan menurut mereka."Kok sore gini udah pulang, Bim?" tanyanya seketika setelah melirik jam di dinding yang baru menunjuk pukul 4 sore."Iya, Mbak. Kebetulan hari ini kerjaannya yidak begitu banyak. Tapi mungkin besok malah lembur sampai malam.""Oooh gitu. Ya sudah sana bersihin badan kamu dulu. Habis itu makanlah, aku sudah masak tadi.""Pa, Tiara boleh minta sesuatu nggak?" Tiara yang melihat Bimo akan beranjak, tiba-tiba langsung meraih tangannya lelaki itu."Boleh dong. Tiara mau minta ap
"Kamu serius, Bim?" Norma membelalakkan mata usai mendengar cerita adiknya."Serius, Mbak. Aku juga kaget tadi waktu dia mengatakan itu."Norma menggeleng-gelangkan kepalanya dan berkali-kali berdecak."Kok ada ya Bim, orang sebaik pak Fabian itu. Metta benar-benar wanita yang sangat beruntung bisa jadi istri lelaki seperti itu. Trus ... trus, kamu jawab apa waktu dia nawarin itu? Kamu menerimanya kan?""Aku belum mengatakan apa-apa, Mbak. Aku masih bingung. Aku sudah lama sekali nggak kerja kantoran. Aku nggak yakin aku masih bisa.""Jadi kamu nolak tawaran pak Fabian? Ya ampun Bimoooo. Kamu itu gimana sih?""Belum, Mbak. Aku belum bilang menolak. Aku bilang masih bingung. Tapi besok kalau aku bersedia, aku disuruh datang langsung ke kantornya."
"Titip Ibas ya, Mas. Minggu siang nanti kita jemput," ucap Metta saat akhirnya dia dan suaminya berpamitan pada Bimo."Jangan siang, Ma. Sore aja," sahut Ibas. Metta agak melebarkan mata pada anak lelakinya mendengar itu. Namun bibirnya tetap saja harus menampakkan senyum."Kalau Ibas pulangnya kesorean nanti gak cukup istirahatnya, Sayang. Kan senin sudah harus masuk sekolah lagi. Mama jemput siang aja ya?""Iya deh kalau gitu, Ma.""Jangan khawatir, Met. Bimo nggak akan pergi kemana-mana kok hari ini. Nanti biar aku sendiri aja yang jualan. Biar Ibas bisa puas maen sama papanya." Norma seolah tahu kekhawatiran Metta."Iya, Met. Jangan khawatir. Ibas akan baik-baik saja di sini," lanjut Bimo."Ya udah. Makasih ya, mbak Norma, Mas Bimo. Kami pamit dulu kalau gitu. Ibas baik-baik ya. Jangan rewel dan ngrepoti
Kehidupan Metta bersama Fabian masih sangat hangat sebagai sepasang pengantin baru walaupun ini adalah pernikahan kedua bagi keduanya.Di hari-hari awal pernikahan mereka, Metta bahkan sedikit kaget karena ternyata keseharian Fabian agak jauh dari bayangannya. Fabian yang seorang pengusaha, dalam bayangan Metta adalah orang yang sangat sibuk dan mungkin tak akan bisa memiliki banyak waktu untuk dirinya dan Ibas. Namun ternyata, dugaan Metta keliru. Fabian bahkan jauh lebih perhatian dibanding dulu saat dirinya menjalani awal pernikahannya dengan Bimo.Fabian sangat jauh berbeda dengan Bimo. Rupanya statusnya sebagai pengusaha sukses tak lantas membuatnya menomorduakan keluarga. Metta dan Ibas tetap menjadi prioritas utama bagi pria itu saat ini.Hari demi hari mereka lalui dengan kehangatan sebuah keluarga. Mungkin kegagalan keduanya dalam pernikahan sebelumnya menjadi pelajaran ya
Usai hari pernikahan, Fabian memboyong Metta ke sebuah rumah besar nan mewah. Rupanya lelaki itu sudah menyiapkan sebuah istana untuk sang istri. Metta bahkan belum pernah menginjakkan kaki di rumah semegah itu sebelumnya, selain rumah sahabatnya yang sekarang jadi adik iparnya, Amanda. Bik Marsih yang ikut diboyong Metta ke rumah barunya sampai terbengong kala mobil yang membawa mereka memasuki gerbang yang baru saja dibukakan oleh seorang satpam. Halaman yang luas dengan taman indah, air mancur di tengah-tengah halaman, persis seperti rumah-rumah yang hanya pernah dilihatnya di dalam tayangan sinetron di televisi lokal. Berulang kali wanita baya itu berdecak kagum. Tak jauh beda dengan bik Marsih, Ibas pun nampak seperti sedang dibawa jalan-jalan ke nengeri dongeng. "Ini ru
Malam itu Bimo, Norma, Nani dan suaminya sudah bersiap untuk pergi ke pesta pernikahan Metta. Bimo telah menyewa sebuah mobil untuk membawa rombongan itu ke sana. Saat akhirnya mereka berangkat, Norma tiba-tiba menyuruh Bimo untuk membelokkan mobil ke arah yang tak seharusnya. "Lhoh, jalannya itu ke arah sana mbak, kok minta belok?" tanya Bimo keheranan. "Udah belok dulu, sebentar aja kok, Bim. Nggak lama," sahut Norma. Nani juga jadi mengerutkan dahi melihat tingkah kakak sulungnya itu. "Mau kemana dulu sih kita memangnya, Mbak?" tanyanya kemudian dari kursi belakang. "Udaah jangan pada cerewet. Nanti juga tau." Lagi-lagi norma menyuruh adik-adiknya untuk diam.&n