"Makasih, Ruu." Ry tersenyum lebar setelah mendaratkan bibirnya di pipi Ruu. Hari ini Ruu memperbolehkannya menambah satu porsi es krim lagi. Walaupun hanya porsi kecil saja, itu pun sudah membuatnya sangat senang. Satu minggu tidak ke Mobieus, satu minggu juga lidahnya tidak mencicipi rasa es krim. Rin memang selalu menyimpan persediaan es krim di dalam lemari pendingin, tetapi bukan es krim seperti itu yang diinginkannya. Dia ingin es krim sundae khas Mobieus yang sangat enak. Semua ornamen dalam es krim terasa meleleh di dalam mulutnya, termasuk buah cherry yang tidak disukainya. Apalagi jika kau langsung memakannya di tempat, rasanya akan dua kali lipat lebih enak. Beratus-ratus kali lebih enak jika Ruu yang menyuapinya. Sebenarnya dia ingin seperti itu. Ruu pasti tidak akan keberatan untuk menyuapinya selama cowok itu tidak sibuk. Hari ini Mobieus memang ramai, tapi Ruu selalu memiliki waktu untuknya. Bolak-balik dari meja pelanggan lain dan kembali ke mejanya. Sesungguhnya dia
Perang Yamazuki bersaudara akan terus berlanjut jika tidak ada yang mendamaikan. Mina dan Go sudah angkat tangan, tidak ingin ikut campur lagi daripada kena damprat dan jadi pelampiasan kedua bersaudara itu. Hal itu sudah sering terjadi, Mina sudah sering mengalaminya. Meskipun keduanya tidak sengaja melakukan, dan mereka langsung meminta maaf begitu menyadarinya, tetap saja Mina kapok. Mungkin merupakan suatu keberuntungan mereka sekarang berada di Mobieus yang ramai sehingga adu mulut itu tidak menjadi sesuatu yang dominan. Namun, tetap saja mereka menjadi pusat perhatian beberapa meja di dekat meja mereka. Shoun dan Sie juga sudah mengetahui perang itu, tetapi mereka lebih memilih untuk mengabaikan. Berpura-pura tidak melihat lebih baik daripada terseret dan menjadi pelampiasan kekesalan. Keiya juga berpikiran demikian, hanya saja cowok itu benar-benar tidak melihatnya. Keiya sedang asyik dengan permainannya. Ia tak ingin kehilangan kesempatan untuk meraih kemenangan di level beri
Perkelahian tidak akan dapat dihindari seandainya saja Keiya menanggapi perkataan tajam Ikki. Untungnya kapten tim baseball Banzare Gakuen itu tidak memedulikannya. Ia memutar topinya ke arah belakang kemudian membisiki Rin. Entah apa yang dibisikkannya, tidak ada yang tahu. Yang pasti kedua orang yang memiliki keusilan tingkat tinggi itu selalu terlihat berbisik-bisik sampai mereka pulang dari Mobieus. "Kalian tadi bisik-bisik apaan, sih, kayaknya seru banget?" tanya Go dalam perjalanan pulang. Mereka berada di stasiun, sedang menunggu kereta untuk pulang. "Rin sampe lupa sama aku."Tawa Keiya pecah. "Astaga, Go cemburu ternyata!" serunya menaik-turunkan alis menggoda. "Rin, kasih tau tadi kita bisikin apa!" Didorongnya Rin ke arah Go kuat sampai Rin terhuyung menimpa Go. Tawa Keiya makin menjadi melihat Rin memelototinya."Keiya, apaan, sih, nyebelin banget!" Rin membelalak galak. "Aku malas, ya, bisik-bisikin Go!""Dih, segitunya....""Ini rahasia kita, Keiya!" Rin memonyongkan mu
Semakin malam game center semakin ramai, kontras dengan kedai es krim yang semakin sepi. Orang-orang lebih tertarik untuk bermain game sampai tempat ini tutup ketimbang makan semangkuk es krim yang bisa membuatmu sakit perut. Bermain game tidak akan membuatmu sakit perut atau sakit lainnya, kau mungkin hanya kelelahan berdiri. Itu pun jika kau merasakannya. Biasanya mereka yang kecanduan pada sebuah permainan tidak akan merasakan efek apa-apa, akan tetap bermain meskipun kaki dan tangan mereka selemas jelly.Para karyawan Mobieus sudah tidak ada lagi yang berada di kedai es krim. Mereka berada di ruang ganti, sudah waktunya untuk pulang. Hanya karyawan yang kebagian tugas di game center saja yang akan tinggal. Ruu malam ini kebagian pulang lebih cepat seperti beberapa malam yang lewat. Hanya sedikit lebih malam, tapi tidak terlalu malam seperti saat ia kebagian berjaga di game center. Ruu sudah berganti pakaian, ia tidak lagi mengenakan seragam dan celemek yang bertuliskan Mobieus. To
Memang bukan sesuatu yang aneh jika ada yang berkunjung ke rumahmu pada akhir pekan. Sudah menjadi kebiasaan orang-orang banyak yang melakukan kunjungan tak resmi pada dua hari itu, jadi seharusnya kedua orang tua Ry tidak perlu merasa heran dengan kunjungannya hari ini. Namun, realita memang selalu tidak sesuai dengan ekspektasi. Bukan wajah ceria kedua orang tua Ry yang menyambut kedatangannya –seperti dulu, melainkan wajah heran dengan alis menekuk. Rasanya sangat tidak nyaman berada satu ruangan dengan dua orang yang menatapmu dengan tatapan penuh kecurigaan, tapi ia memaksakan diri. Ia harus melakukan ini, menyampaikan sesuatu yang sangat penting bagi mereka. "Ikki Megami, bukan?" Pertanyaan dari Ten Yamazuki –Papa Ry– membuat Ikki menganggukkan kepala. Ia bersyukur calon Papa mertua masih mengingatnya. "Apa ada hal penting kamu kemari?" Suara itu tidak terdengar ramah. Ikki menelan ludah susah payah untuk membasahi kerongkongannya yang tiba-tiba saja terasa kering. Sesekali
Kedua sudut bibir Ikki terangkat tak kentara, ia puas. Kedua orang tua Ry bereaksi. Mata mereka melebar, meskipun hanya sedetik tetap saja tidak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka. Reputasi buruk Ruu masih diingat mereka, ia yakin hal itu. "Jangan bercanda kamu!" Ten Yamazuki menatapnya penuh ancaman. Namun, yang lebih menakutkan adalah tatapan Mama Ry. Rei Yamazuki menatapnya dengan tatapan membunuh. Ikki menelan ludah untuk kesekian kalinya. "Kamu sadar apa yang kamu katakan?" Rei Yamazuki bertanya dengan nada suara yang naik beberapa oktaf. Di sisinya, suaminya terlihat lebih sabar. Ten terlihat beberapa kali menghela napas. Berita ini mengejutkan mereka. Mereka tak yakin putri sulung mereka melanggar perkataan orang tuanya. "Kalo perkataan kamu nggak benar berarti kamu udah memfitnah anak saya!" Ikki menggeleng cepat. "Saya punya bukti, Bibi. Rin juga tau kalo Ry pacaran sama Ruu. Sekarang mereka di tempat Ruu bekerja, di Mobieus."Rei memutar bola mata. Dia sudah tahu
Di dalam kereta yang akan membawanya kembali ke tempatnya bekerja, kedua tangan Ikki terus mengepal. Ia masih saja tidak percaya dengan apa yang terjadi padanya. Niatnya baik untuk meminta maaf dan memberitahu kebenaran tentang Ry. Meskipun ada ada niat terselubung –kedua orang tua Ry akan berterima kasih padanya dan merestui kembali hubungannya dengan Ry– lagi di balik itu semua, tapi ia tulis memberitahu mereka. Percayalah!Sayangnya ketulusannya tidak dihargai. Kedua orang tua Ry sepertinya tidak memercayai perkataannya. Mereka sudah terlanjur membencinya, seolah apa yang dilakukannya jauh lebih buruk dari apa yang dilakukan Ruu. Oh, ayolah, semua orang juga tahu jika seorang playboy bukanlah sesuatu yang baik. Para Ibu pasti akan meminta anak-anak cewek mereka untuk menjauhi cowok dengan tipe seperti itu. Tidak ada satu pun orang tua yang menginginkan anak cewek mereka di permainkan. Ia yakin Mama Ry juga seperti itu. Hanya saja Rei Yamazuki terlalu angkuh untuk mengakui kekhawati
Rin mengernyit. Tatapannya mengarah pada meja di dekat pintu. Tadi sepertinya dia melihat seseorang yang dikenalnya, mamanya. Namun, dia tak yakin, tadi hanya melihatnya sekilas. Wanita itu langsung memutar tubuh sehingga dia tidak sempat mengenalinya secara sungguh-sungguh. Rin berharap dia salah lihat, bukan mamanya yang berdiri di sana mengamati mereka, melainkan orang lain. Akan sangat berbahaya jika Mama melihatnya, entah apa yang akan terjadi pada Ry sampai Mama mengetahui hubungannya dengan Ruu. Mereka pasti akan dipisahkan, kakaknya pasti akan hancur. Sebenarnya Rin ingin memberitahu Ry, tapi karena masih belum yakin dia mengurungkan niatnya itu. Bagaimana jika itu bukan Mama? Bagaimana jika dia hanya salah lihat? Dia tak ingin membuat Ry panik. Kehebohan yang ditimbulkan karena kepanikan Ry, dia tak ingin bertanggung jawab. Dia tak ingin melihat kakaknya bersedih. Jadi, dia memutuskan untuk diam, dan berharap jika dia hanya salah mengenali orang. Saat ini di rumah sedang ada