Semakin malam game center semakin ramai, kontras dengan kedai es krim yang semakin sepi. Orang-orang lebih tertarik untuk bermain game sampai tempat ini tutup ketimbang makan semangkuk es krim yang bisa membuatmu sakit perut. Bermain game tidak akan membuatmu sakit perut atau sakit lainnya, kau mungkin hanya kelelahan berdiri. Itu pun jika kau merasakannya. Biasanya mereka yang kecanduan pada sebuah permainan tidak akan merasakan efek apa-apa, akan tetap bermain meskipun kaki dan tangan mereka selemas jelly.Para karyawan Mobieus sudah tidak ada lagi yang berada di kedai es krim. Mereka berada di ruang ganti, sudah waktunya untuk pulang. Hanya karyawan yang kebagian tugas di game center saja yang akan tinggal. Ruu malam ini kebagian pulang lebih cepat seperti beberapa malam yang lewat. Hanya sedikit lebih malam, tapi tidak terlalu malam seperti saat ia kebagian berjaga di game center. Ruu sudah berganti pakaian, ia tidak lagi mengenakan seragam dan celemek yang bertuliskan Mobieus. To
Memang bukan sesuatu yang aneh jika ada yang berkunjung ke rumahmu pada akhir pekan. Sudah menjadi kebiasaan orang-orang banyak yang melakukan kunjungan tak resmi pada dua hari itu, jadi seharusnya kedua orang tua Ry tidak perlu merasa heran dengan kunjungannya hari ini. Namun, realita memang selalu tidak sesuai dengan ekspektasi. Bukan wajah ceria kedua orang tua Ry yang menyambut kedatangannya –seperti dulu, melainkan wajah heran dengan alis menekuk. Rasanya sangat tidak nyaman berada satu ruangan dengan dua orang yang menatapmu dengan tatapan penuh kecurigaan, tapi ia memaksakan diri. Ia harus melakukan ini, menyampaikan sesuatu yang sangat penting bagi mereka. "Ikki Megami, bukan?" Pertanyaan dari Ten Yamazuki –Papa Ry– membuat Ikki menganggukkan kepala. Ia bersyukur calon Papa mertua masih mengingatnya. "Apa ada hal penting kamu kemari?" Suara itu tidak terdengar ramah. Ikki menelan ludah susah payah untuk membasahi kerongkongannya yang tiba-tiba saja terasa kering. Sesekali
Kedua sudut bibir Ikki terangkat tak kentara, ia puas. Kedua orang tua Ry bereaksi. Mata mereka melebar, meskipun hanya sedetik tetap saja tidak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka. Reputasi buruk Ruu masih diingat mereka, ia yakin hal itu. "Jangan bercanda kamu!" Ten Yamazuki menatapnya penuh ancaman. Namun, yang lebih menakutkan adalah tatapan Mama Ry. Rei Yamazuki menatapnya dengan tatapan membunuh. Ikki menelan ludah untuk kesekian kalinya. "Kamu sadar apa yang kamu katakan?" Rei Yamazuki bertanya dengan nada suara yang naik beberapa oktaf. Di sisinya, suaminya terlihat lebih sabar. Ten terlihat beberapa kali menghela napas. Berita ini mengejutkan mereka. Mereka tak yakin putri sulung mereka melanggar perkataan orang tuanya. "Kalo perkataan kamu nggak benar berarti kamu udah memfitnah anak saya!" Ikki menggeleng cepat. "Saya punya bukti, Bibi. Rin juga tau kalo Ry pacaran sama Ruu. Sekarang mereka di tempat Ruu bekerja, di Mobieus."Rei memutar bola mata. Dia sudah tahu
Di dalam kereta yang akan membawanya kembali ke tempatnya bekerja, kedua tangan Ikki terus mengepal. Ia masih saja tidak percaya dengan apa yang terjadi padanya. Niatnya baik untuk meminta maaf dan memberitahu kebenaran tentang Ry. Meskipun ada ada niat terselubung –kedua orang tua Ry akan berterima kasih padanya dan merestui kembali hubungannya dengan Ry– lagi di balik itu semua, tapi ia tulis memberitahu mereka. Percayalah!Sayangnya ketulusannya tidak dihargai. Kedua orang tua Ry sepertinya tidak memercayai perkataannya. Mereka sudah terlanjur membencinya, seolah apa yang dilakukannya jauh lebih buruk dari apa yang dilakukan Ruu. Oh, ayolah, semua orang juga tahu jika seorang playboy bukanlah sesuatu yang baik. Para Ibu pasti akan meminta anak-anak cewek mereka untuk menjauhi cowok dengan tipe seperti itu. Tidak ada satu pun orang tua yang menginginkan anak cewek mereka di permainkan. Ia yakin Mama Ry juga seperti itu. Hanya saja Rei Yamazuki terlalu angkuh untuk mengakui kekhawati
Rin mengernyit. Tatapannya mengarah pada meja di dekat pintu. Tadi sepertinya dia melihat seseorang yang dikenalnya, mamanya. Namun, dia tak yakin, tadi hanya melihatnya sekilas. Wanita itu langsung memutar tubuh sehingga dia tidak sempat mengenalinya secara sungguh-sungguh. Rin berharap dia salah lihat, bukan mamanya yang berdiri di sana mengamati mereka, melainkan orang lain. Akan sangat berbahaya jika Mama melihatnya, entah apa yang akan terjadi pada Ry sampai Mama mengetahui hubungannya dengan Ruu. Mereka pasti akan dipisahkan, kakaknya pasti akan hancur. Sebenarnya Rin ingin memberitahu Ry, tapi karena masih belum yakin dia mengurungkan niatnya itu. Bagaimana jika itu bukan Mama? Bagaimana jika dia hanya salah lihat? Dia tak ingin membuat Ry panik. Kehebohan yang ditimbulkan karena kepanikan Ry, dia tak ingin bertanggung jawab. Dia tak ingin melihat kakaknya bersedih. Jadi, dia memutuskan untuk diam, dan berharap jika dia hanya salah mengenali orang. Saat ini di rumah sedang ada
Baru kali ini Ry tidak menikmati perjalanan. Seluruh pikirannya tercurah pada apa yang akan terjadi di rumah nanti. Jika benar Mama yang dilihat Rin di Mobieus tadi maka dia harus menyiapkan alasan yang masuk akal atau hubungannya dan Ruu akan tamat. Dadanya terus berdegup kencang, keringat masih membasahi pelipis. Semakin dekat dengan stasiun tempat mereka akan turun, perutnya terasa semakin mual dan melilit, seolah asam lambungnya meningkat padahal dia tidak memiliki riwayat sakit maag. Ry menggigiti kuku-kuku jarinya, kedua lututnya terus bergerak seperti seseorang yang gemetar. Memang pada dasarnya dia merasakan gemetar, tapi tidak separah itu. Dia hanya menggerakkannya saja untuk mengalihkan perhatian. Dia harus memikirkan hal lain, tidak boleh berpikir yang tidak-tidak – kemungkinan terburuk, harus berpikir positif. Mari berharap orang yang dilihat Rin bukanlah Mama, melainkan wanita lain yang mengenakan gaun dengan model dan motif serta warna yang sama. Meskipun seorang anak p
Baru kali ini Ry tidak menikmati perjalanan. Seluruh pikirannya tercurah pada apa yang akan terjadi di rumah nanti. Jika benar Mama yang dilihat Rin di Mobieus tadi maka dia harus menyiapkan alasan yang masuk akal atau hubungannya dan Ruu akan tamat. Dadanya terus berdegup kencang, keringat masih membasahi pelipis. Semakin dekat dengan stasiun tempat mereka akan turun, perutnya terasa semakin mual dan melilit, seolah asam lambungnya meningkat padahal dia tidak memiliki riwayat sakit maag. Ry menggigiti kuku-kuku jarinya, kedua lututnya terus bergerak seperti seseorang yang gemetar. Memang pada dasarnya dia merasakan gemetar, tapi tidak separah itu. Dia hanya menggerakkannya saja untuk mengalihkan perhatian. Dia harus memikirkan hal lain, tidak boleh berpikir yang tidak-tidak – kemungkinan terburuk, harus berpikir positif. Mari berharap orang yang dilihat Rin bukanlah Mama, melainkan wanita lain yang mengenakan gaun dengan model dan motif serta warna yang sama. Meskipun seorang anak p
Seruan dengan nada tanya itu tak hanya keluar dari mulut Ry, tetapi Rin juga menanyakannya. Mereka akan pindah? Astaga! Ini pasti tidak benar, 'kan? Pasti hanya pendengaran mereka saja yang bermasalah, 'kan? Mama tidak mengatakan akan pindah, atau memang mengatakannya? "Pindah, Ma?" ulang Ry bertanya. Suaranya bergetar, seperti lututnya. Perutnya kembali mual. "Maksud Mama pindah rumah?" Ry tak ingin berpikir yang tidak-tidak, tapi melihat anggukan Mama membuatnya menahan napas. Dunianya seolah berhenti, udara di sekelilingnya seperti tersedot ke satu tempat, pada tubuh wanita dewasa yang berdiri dalam jarak dua meter di depannya. Ry mengepalkan kedua tangannya yang berkeringat, kepalanya mulia menggeleng. Awalnya gelengan pelan, kemudian berubah menjadi gelengan kuat. "Kenapa kita harus pindah, Mama?" tanyanya memprotes. "Kita juga nggak lama di sini, baru satu tahun, 'kan?"Tatapan Rei menajam. Ry berubah menjadi sosok yang membangkang, di matanya. Semua ini pasti karena pengaruh R