"Ry nggak percaya bisa tanya Keiya atau Sie. 'Kan mereka pergi bertiga tadi malam." Rin kembali mendengkus kesal mengingat ketiga cowok tampan itu pergi tanpa dirinya. Tak apa dia menjadi satu-satunya cewek yang pergi bersama mereka, yang terpenting adalah permainan basketnya. Lagipula, dia tak keberatan menjadi yang tercantik Baiklah, lupakan! Rin tertawa dalam hati. "Katanya Minggu depan mau pergi lagi. Go juga mau ikut." Ry tidak menyahut atau memberikan tanggapan apa-apa. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri. Jika seandainya Rin berbohong, Keiya tak mungkin melakukannya. Keiya pernah mengatakan bahwa dia tidak akan memaafkan Ruu jika ketahuan cowok itu kembali berselingkuh. Jadi, siapa yang harus dia percaya, informasi dari pesan tanpa nama ataukah adik dan teman-temannya?"Ruu tadi galau banget, tau nggak, sih?" Rin meraih ponselnya kembali. Dia melewatkan beberapa pesan dari grup obrolan mereka, juga pesan dari dua orang cowok yang tengah bertukar pesan dengannya. Beberapa kali
Dengan senyum lebar Ry memasuki halaman rumah Ruu. Dia sudah terbiasa membuka pintu pagar rumah itu sehingga tidak ada kesulitan lagi meskipun hanya menggunakan sebelah tangan. Sementara tangan yang sebelahnya memegangi setumpuk buku komik yang dipinjamnya dari Mii tempo hari. Dia lupa mengembalikannya karena buku-buku komik tersebut tertutup buku-buku lainnya. Namun, dia jadi tertolong karenanya. Buku-buku komik ini membuatnya bisa keluar rumah sesaat sebelum makan malam. Tak kesulitan membuka pagar rumah Ruu bukan berarti dia juga mengalami hal yang sama saat mengetuk pintu. Entak kenapa dia tidak bisa melakukannya –mengetuk pintu menggunakan tangan kiri, padahal biasanya lebih mudah dilakukan. Ry meletakkan buku komik yang berjumlah delapan buah itu ke atas meja yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri, kemudian mengetuk pintu. Pintu terbuka pada ketukan kelima. Entah apa yang dilakukan oleh orang-orang penghuni rumah ini sehingga tidak mendengar pintu rumahnya ada yang menget
"Hah?" Mata bulat Ry membelalak. Tidak percaya pada apa yang baru saja didengarnya. Apakah Ruu bercanda? Namun, wajahnya terlihat serius. Ry menatapnya dengan mata memicing. Ruu mengangguk meyakinkan. "Beneran! Hubungan mereka sengaja dirahasiakan, nggak enak sama karyawan yang lain. Kak Sento juga nggak mau yang lainnya nggak enak, makanya nhgak ngasih tau siapa-siapa.""Tapi, kok, Ruu tau mereka pacaran?" mata Ry masih memicing menatap Ruu. Dia curiga. "Ya, tau lah." Ruu tersenyum. "Aku, 'kan, di sana waktu Kak Sento nembak Ran.""Kapan?" tanya Ry bersemangat. Ruu tertawa kecil. "Ry kepo tingkat dewa. Kalo mau tau, Ry tanya aja sama Ran besok.""Tapi, aku masih nggak mau ke Mobieus besok." Ry menggelengkan kepala. "Aku mau langsung pulang aja."Ruu menaikkan sepasang alisnya. "Aku ngambek, ya, Ruu!" Sinar mata Ry mengancam. "Ruu pergi main basket sama Keiya sama Sie masa nggak bilang-bilang?" Dia cemberut. Ruu mengusap pipi yang cemberut itu. "Aku kira Ry nggak apa-apa aku perg
"Makasih, Ruu." Ry tersenyum lebar setelah mendaratkan bibirnya di pipi Ruu. Hari ini Ruu memperbolehkannya menambah satu porsi es krim lagi. Walaupun hanya porsi kecil saja, itu pun sudah membuatnya sangat senang. Satu minggu tidak ke Mobieus, satu minggu juga lidahnya tidak mencicipi rasa es krim. Rin memang selalu menyimpan persediaan es krim di dalam lemari pendingin, tetapi bukan es krim seperti itu yang diinginkannya. Dia ingin es krim sundae khas Mobieus yang sangat enak. Semua ornamen dalam es krim terasa meleleh di dalam mulutnya, termasuk buah cherry yang tidak disukainya. Apalagi jika kau langsung memakannya di tempat, rasanya akan dua kali lipat lebih enak. Beratus-ratus kali lebih enak jika Ruu yang menyuapinya. Sebenarnya dia ingin seperti itu. Ruu pasti tidak akan keberatan untuk menyuapinya selama cowok itu tidak sibuk. Hari ini Mobieus memang ramai, tapi Ruu selalu memiliki waktu untuknya. Bolak-balik dari meja pelanggan lain dan kembali ke mejanya. Sesungguhnya dia
Perang Yamazuki bersaudara akan terus berlanjut jika tidak ada yang mendamaikan. Mina dan Go sudah angkat tangan, tidak ingin ikut campur lagi daripada kena damprat dan jadi pelampiasan kedua bersaudara itu. Hal itu sudah sering terjadi, Mina sudah sering mengalaminya. Meskipun keduanya tidak sengaja melakukan, dan mereka langsung meminta maaf begitu menyadarinya, tetap saja Mina kapok. Mungkin merupakan suatu keberuntungan mereka sekarang berada di Mobieus yang ramai sehingga adu mulut itu tidak menjadi sesuatu yang dominan. Namun, tetap saja mereka menjadi pusat perhatian beberapa meja di dekat meja mereka. Shoun dan Sie juga sudah mengetahui perang itu, tetapi mereka lebih memilih untuk mengabaikan. Berpura-pura tidak melihat lebih baik daripada terseret dan menjadi pelampiasan kekesalan. Keiya juga berpikiran demikian, hanya saja cowok itu benar-benar tidak melihatnya. Keiya sedang asyik dengan permainannya. Ia tak ingin kehilangan kesempatan untuk meraih kemenangan di level beri
Perkelahian tidak akan dapat dihindari seandainya saja Keiya menanggapi perkataan tajam Ikki. Untungnya kapten tim baseball Banzare Gakuen itu tidak memedulikannya. Ia memutar topinya ke arah belakang kemudian membisiki Rin. Entah apa yang dibisikkannya, tidak ada yang tahu. Yang pasti kedua orang yang memiliki keusilan tingkat tinggi itu selalu terlihat berbisik-bisik sampai mereka pulang dari Mobieus. "Kalian tadi bisik-bisik apaan, sih, kayaknya seru banget?" tanya Go dalam perjalanan pulang. Mereka berada di stasiun, sedang menunggu kereta untuk pulang. "Rin sampe lupa sama aku."Tawa Keiya pecah. "Astaga, Go cemburu ternyata!" serunya menaik-turunkan alis menggoda. "Rin, kasih tau tadi kita bisikin apa!" Didorongnya Rin ke arah Go kuat sampai Rin terhuyung menimpa Go. Tawa Keiya makin menjadi melihat Rin memelototinya."Keiya, apaan, sih, nyebelin banget!" Rin membelalak galak. "Aku malas, ya, bisik-bisikin Go!""Dih, segitunya....""Ini rahasia kita, Keiya!" Rin memonyongkan mu
Semakin malam game center semakin ramai, kontras dengan kedai es krim yang semakin sepi. Orang-orang lebih tertarik untuk bermain game sampai tempat ini tutup ketimbang makan semangkuk es krim yang bisa membuatmu sakit perut. Bermain game tidak akan membuatmu sakit perut atau sakit lainnya, kau mungkin hanya kelelahan berdiri. Itu pun jika kau merasakannya. Biasanya mereka yang kecanduan pada sebuah permainan tidak akan merasakan efek apa-apa, akan tetap bermain meskipun kaki dan tangan mereka selemas jelly.Para karyawan Mobieus sudah tidak ada lagi yang berada di kedai es krim. Mereka berada di ruang ganti, sudah waktunya untuk pulang. Hanya karyawan yang kebagian tugas di game center saja yang akan tinggal. Ruu malam ini kebagian pulang lebih cepat seperti beberapa malam yang lewat. Hanya sedikit lebih malam, tapi tidak terlalu malam seperti saat ia kebagian berjaga di game center. Ruu sudah berganti pakaian, ia tidak lagi mengenakan seragam dan celemek yang bertuliskan Mobieus. To
Memang bukan sesuatu yang aneh jika ada yang berkunjung ke rumahmu pada akhir pekan. Sudah menjadi kebiasaan orang-orang banyak yang melakukan kunjungan tak resmi pada dua hari itu, jadi seharusnya kedua orang tua Ry tidak perlu merasa heran dengan kunjungannya hari ini. Namun, realita memang selalu tidak sesuai dengan ekspektasi. Bukan wajah ceria kedua orang tua Ry yang menyambut kedatangannya –seperti dulu, melainkan wajah heran dengan alis menekuk. Rasanya sangat tidak nyaman berada satu ruangan dengan dua orang yang menatapmu dengan tatapan penuh kecurigaan, tapi ia memaksakan diri. Ia harus melakukan ini, menyampaikan sesuatu yang sangat penting bagi mereka. "Ikki Megami, bukan?" Pertanyaan dari Ten Yamazuki –Papa Ry– membuat Ikki menganggukkan kepala. Ia bersyukur calon Papa mertua masih mengingatnya. "Apa ada hal penting kamu kemari?" Suara itu tidak terdengar ramah. Ikki menelan ludah susah payah untuk membasahi kerongkongannya yang tiba-tiba saja terasa kering. Sesekali