"Jadi, aku nggak boleh nambah?"
"Nggak!"
Mata bulat Ry melebar. Dia sangat mengenali suara yang terdengar sangat dekat dengan telinganya. Entah sejak kapan Ruu berada di dekatnya, dia tidak menyadari. Seingatnya tadi Ruu sedang sibuk melayani beberapa pelanggan yang tersebar di dua buah meja. Sekarang Ruu sudah berada di sini saja. Ry meringis. Jika Ruu yang sudah melarangnya maka dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti. Bukan karena dia takut Ruu akan memutuskan hubungan mereka, dia hanya tak ingin membantah dan tak ingin membuat Ruu marah. Dia baru tahu jika kemarahan Ruu sedikit berbahaya.
Dua minggu yang lalu, dia memakan terlalu banyak es krim. Katanya ada yang mentraktirnya, entah siapa dia tak peduli. Yang penting dia dapat memakan es krim sepuasnya tanpa harus membayar. Saat itu Ruu sedang sibuk, dia kedapatan tugas sebagai pelayan sehingga tak dapat mengawasinya. Merasa bebas, dia memesan es krim se
Atap gedung sekolah kali ini tidak seramai hari biasanya. Bukan karena anginnya yang bertiup lebih kencang dari hari-hari sebelumnya, anak-anak Charlie's Angels sudah terbiasa dengan angin seperti itu. Apalagi sekarang musim semi, meskipun angin berembus kencang seperti sekarang cuacanya cerah dan hangat. Cuaca yang sangat disukai setiap orang yang tinggal di negara dengan empat musim.Hari ini anak-anak Banzare Gakuen banyak yang melakukan kegiatan ekstrakurikuler, termasuk Ry dan sahabat-sahabatnya. Keiya bahkan sudah berada di lapangan baseball sejak pagi, kelasnya dan Shoun sedang ada jam pelajaran olahraga sehingga mereka berada di luar kelas sampai sekarang. Ry sibuk bersama klub musiknya. Sementara Rin, Sie, dan Go berada di klub basket masing-masing. Tak heran jika di atap gedung sekolah mereka hanya ada Mina dan Shoun. Klub memasak dan klub drama yang diikuti Mina sedang tidak ada kegiatan, begitu juga dengan perkumpulan siswa. Semua kegiatan Shou
Ry mengerjapkan matanya beberapa kali, kemudian tersenyum lebar. Mina dan Shoun melangkah ke arah mereka dengan bergandengan tangan. Kegiatan klub mereka sudah berakhir sekitar lima belas menit yang lalu. Mereka menghabiskan waktu istirahat mereka di taman samping sekolah. Rin dan Go duduk di bangku taman, sementara yang lain lebih memilih untuk duduk di atas rumput dengan berselonjor kaki.Kedatangan Mina dan Shoun dengan tangan yang saling bertaut menarik perhatian mereka. Bukan rahasia lagi di antara mereka semua jika hubungan kedua manusia pandai itu tengah renggang. Namun, sepertinya sekarang sudah tidak lagi. Mina dan Shoun sudah berbaikan."Ada yang udah baikan kayaknya, nih." Sie yang paling usil dan dikenal sebagai ember bocor alias tidak bisa menyimpan rahasia, bersiul menggoda keduanya. Jika kau ingin rahasia pribadimu menjadi rahasia umum, beritahu saja pada Sie. Tidak sampai satu minggu rahasiamu sudah jadi bukan rah
Sepasang alis Ry berkerut. Ada sebuah pesan dari nomor tak dikenal memasuki ponselnya. Rasanya tak ingin membuka pesan itu, tetapi dia penasaran. Apalagi pesan menyertakan beberapa buah foto. Ry menelengkan kepala, telunjuknya mengetuk-ngetuk dagu, berpikir. Namun, akhirnya dia kalah oleh rasa penasarannya sendiri. Ry menyentuh pesan itu untuk mengetahui dan membaca isi pesan secara keseluruhan.Alisnya semakin berkerut tajam. Kata-kata pada pesan membuat dadanya bergemuruh, rasanya ingat n meledak. Tak mungkin Ruu mengkhianatinya lagi, 'kan? Meskipun foto-foto itu menunjukkan kebersamaan Ruu bersama Ran –rekan kerja Ruu, tapi dia tidak memercayainya. Ini semua hanya perbuatan orang iseng. Iya, dia harus yakin, pasti seperti itu. Ruu sudah berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya yang dulu lagi jika dia memberikannya kesempatan sekali lagi, dan dia sudah memberikannya. Jika apa yang tertulis di pesan dan foto ini adalah sebuah kebenaran maka Ruu sudah melanggar
Ini hari yang buruk bagi Ry. Di sekolah dia selalu menjat kesalahan. Mulai dari tidak memperhatikan pelajaran sampai bertengkar dengan temann sekelasnya. Pertengkaran konyol yang disebabkan oleh sebuah kesalahpahaman. Dalam kasus ini, dia yang salah paham. Mari Sizuna hanya bertanya dan dia menjawabnya dengan ketus. Astaga, begitu memalukan! Semua itu hanya karena pesan yang didapatkannya kemarin. Dia terlalu memikirkannya sehingga terus saja salah dalam melakukan semua hal. Sungguh, semua informasi sangat tidak menyenangkan. Dia harus melupakannya, ingin melupakannya. Seandainya saja bisa. Sayangnya, dia tidak bisa. Pesan dan foto-foto itu terus terbayang di kepalanya. "Ry, jadi ke Mobieus nggak pulang sekolah ntar?"Pertanyaan Rin hanya dijawab dengan gelengan kepala. Ry tak ingin mengeluarkan suara, dia takut akan membentak adiknya. "Masa nggak jadi?" tanya Rin lagi. Dia penasaran. Kemarin Ry masih menjadi yang paling bersemangat bila mendengar Mobieus disebut. "Udah nggak ditra
Mina diam, dia sedang memikirkan kata-kata Ruu. Apa yang dikatakan cowok itu memang benar, Ry terlihat sangat bersemangat seperti biasanya kemarin. Tak terlihat sedikit pun mendung di wajahnya seperti hari ini. Sebagai seorang sahabat, dan persahabatan mereka sudah terjalin cukup lama, tentu saja dia merasakannya. Ry sedang ada masalah hanya saja dia tak ingin berbagi. "Tapi, hari ini Ry beda." Rin menoleh pada Keiya yang duduk di meja di belakangnya. "Iya, 'kan, Keiya? Ry diam terus, 'kan, ya, seharian ini?" Keiya mengangguk, kemudian berdiri, dan ikut-ikutan Rin duduk di depan Ruu. Ia menarik kursi yang tadi didudukinya, membawanya ke depan meja kasir yang dijaga Ruu. Kedai es krim sedang tidak terlalu ramai, sehingga tidak masalah mereka duduk mengerubungi meja kasir, tok, tak ada orang yang ingin membayar. Para pengunjung kedai es krim biasanya akan berlama-lama di kedai jika keadaan sepi seperti sekarang. Biasanya mereka akan memandangi Ruu. Dari hasil pengamatannya selama ingi
Sangat menyebalkan. Seharian ini dia hanya berdiam diri tanpa melakukan apa pun. Dia yakin orang-orang terdekatnya pasti mencurigai karena ini sangat bukan dirinya sekali. Namun, mau bagaimana lagi, dia terlalu malas untuk beraktivitas. Seandainya saja bisa tidak masuk sekolah maka dia akan melakukannya. Sayangnya tidak bisa. Mama pasti akan mendendangkan omelannya yang sangat merdu sepanjang hari, kemudian dia akan mendapat hukuman tambahan berupa pemotongan uang saku. Sungguh, sangat manis sampai-sampai membuat menangis. Ry mendesah, menarik boneka beruang berwarna putih pemberian Ruu beberapa minggu yang lalu. Kata Ruu hasil gaji pertamanya. Gaji pertama, hadiah pertama, sangat manis, dan membuatnya sangat bahagia. Sayangnya, kebahagiannya sekarang ternodai dengan foto-foto kedekatan Ruu dan Ran. Entah siapa yang mengirimkan foto-foto itu padanya, tapi pesan yang menyertai membuat dadanya memanas. Benarkah Ruu tadi malam pergi berkencan dengan Ran? Jika tidak menanyakannya, dia t
"Ry nggak percaya bisa tanya Keiya atau Sie. 'Kan mereka pergi bertiga tadi malam." Rin kembali mendengkus kesal mengingat ketiga cowok tampan itu pergi tanpa dirinya. Tak apa dia menjadi satu-satunya cewek yang pergi bersama mereka, yang terpenting adalah permainan basketnya. Lagipula, dia tak keberatan menjadi yang tercantik Baiklah, lupakan! Rin tertawa dalam hati. "Katanya Minggu depan mau pergi lagi. Go juga mau ikut." Ry tidak menyahut atau memberikan tanggapan apa-apa. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri. Jika seandainya Rin berbohong, Keiya tak mungkin melakukannya. Keiya pernah mengatakan bahwa dia tidak akan memaafkan Ruu jika ketahuan cowok itu kembali berselingkuh. Jadi, siapa yang harus dia percaya, informasi dari pesan tanpa nama ataukah adik dan teman-temannya?"Ruu tadi galau banget, tau nggak, sih?" Rin meraih ponselnya kembali. Dia melewatkan beberapa pesan dari grup obrolan mereka, juga pesan dari dua orang cowok yang tengah bertukar pesan dengannya. Beberapa kali
Dengan senyum lebar Ry memasuki halaman rumah Ruu. Dia sudah terbiasa membuka pintu pagar rumah itu sehingga tidak ada kesulitan lagi meskipun hanya menggunakan sebelah tangan. Sementara tangan yang sebelahnya memegangi setumpuk buku komik yang dipinjamnya dari Mii tempo hari. Dia lupa mengembalikannya karena buku-buku komik tersebut tertutup buku-buku lainnya. Namun, dia jadi tertolong karenanya. Buku-buku komik ini membuatnya bisa keluar rumah sesaat sebelum makan malam. Tak kesulitan membuka pagar rumah Ruu bukan berarti dia juga mengalami hal yang sama saat mengetuk pintu. Entak kenapa dia tidak bisa melakukannya –mengetuk pintu menggunakan tangan kiri, padahal biasanya lebih mudah dilakukan. Ry meletakkan buku komik yang berjumlah delapan buah itu ke atas meja yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri, kemudian mengetuk pintu. Pintu terbuka pada ketukan kelima. Entah apa yang dilakukan oleh orang-orang penghuni rumah ini sehingga tidak mendengar pintu rumahnya ada yang menget
Pagi datang lebih cepat dari biasanya bagi Ruu. Suara kicau sekumpulan burung yang bertengger di pagar balkon jendela kamarnya yang membangunkannya. Suara itu lebih dahsyat dari suara jam alarm yang dipasangnya tadi malam. Jam itu terus berbunyi nyaris selama dua jam, tidak berhenti jika ia tidak mematikannya, dengan mata yang masih terpejam. Tadi malam ia tidur lewat tengah malam. Bukan karena begadang, melainkan karena mengerjakan pekerjaan kantornya. Setelah mengantarkan Ry pulang pada pukul sepuluh malam, dan tiba kembali di apartemennya tiga puluh menit kemudian, ia langsung mengerjakannya. Ada beberapa pekerjaan yang belum sempat ia kerjakan. Ia baru mengingatnya setelah berbaring di atas tempat tidur tadi malam. Dengan malas Ruu bangun. Rasanya masih belum puas tidur meskipun sekarang sudah pukul delapan pagi. Ruu sadar jika ia terlambat, dan itu bukan merupakan contoh yang baik bagi bawahannya. Namun, mau bagaimana lagi, walaupun ia bersiap dengan tergesa tetap saja tidak
Ruu mengembuskan napas mendengar pertanyaan itu. Tangannya terangkat mengusap tengkuk, dan meneguk ludah susah payah. "Aku ... ancam dia biar nggak ganggu Ry lagi " Mata bulat Ry melebar. "Kok, Ruu gitu?" tanyanya memprotes. "Habisnya dia nyebelin!" Ruu membela diri. "Masa mau sama cewek aku?" Sepasang alis Ry terangkat. "Dia nggak nolak dijodohin sama Ry pas udah liat foto Ry. Dia sampai mutusin ceweknya yang satu fakultas sama aku. Ya, udah, aku hajar aja!" Ry mengerjapkan mata beberapa kali. Apa kata Ruu tadi, menghajar seseorang yang mau dijodohkan dengannya? Astaga! Ry memencet pangkal hidung. Meskipun kesal, tapi dia tidak bisa marah. Hati kecilnya justru menganggap apa yang dilakukan Ruu sangat manis. "Astaga!" Ry menutup mulut dengan kedua tangan. "Maaf, Ry!" kata Ruu cepat, ia tak ingin mendapatkan kemarahan dari ceweknya. Mereka baru saja bertemu sore tadi setelah enam tahun berpisah, akan sangat tidak lucu jika mereka kemudian langsung bertengkar. "Aku cuman berusaha
Mata bulat Ry masih berkaca-kaca, tak percaya jika dia benar-benar bertemu dengan cowok yang selama ini dirindukannya . Semua seperti mimpi saja, Ruu datang ke kedai es krim tempatnya bekerja, memesan es krim yang tidak ada dalam daftar menu. Tak ada kedai es krim yang menjual es krim dengan rasa yang tawar, dan Ruu memesannya karena tidak menyukai makanan manis. Konyol memang, tapi Ruu melakukannya hanya ingin dia mengetahui keberadaannya. "Maafin aku, Ry." Ruu menggenggam tangannya erat. "Harusnya sejak awal aku udah tau kalo Ikki pengen kisahin kita, tapi aku nggak tau kalo dia bisa selicik itu."Ry menggeleng. Dia masih belum dapat berbicara. "Aku nyari Ry ke mana-mana selama beberapa bulan awal itu, tapi nggak ketemu. Hampir seluruh Tokyo aku cari, tapi Ry nggak ada. Sampai Papa nawarin aku bantuan dengan satu syarat." Ruu menundukkan kepala. "Aku harus mau lanjutin pendidikan aku."Ry mengangguk. Dia percaya dengan semua yang dikatakan Ruu. Cowok yang duduk di sebelahnya, seda
Osaka sekarang sama berartinya dengan Tokyo bagi Ruu. Jika dulu ia hanya menganggap Tokyo yang terpenting karena keluarganya tinggal di sana, sejak Papa memberi tahu keberadaan Ry di Osaka, kota ini juga menjadi yang penting untuknya. Ruu bahkan tak menyangka jika ia akan menjadi bagian dari kota ini. Mulai besok ia akan memimpin perusahaan cabang yang berada di sini. Perusahaan cabang yang diberikan Papa padanya seratus persen. Jadi, mulai besok perusahaannya akan berdiri sendiri. Meskipun begitu, ia tetap menggunakan nama perusahaan yang lama. Toh, Papa tidak keberatan dengan itu, malah Papa yang memintanya untuk tidak mengubah nama agar tidak merepotkan. Ruu sedang duduk di sofa ruang tamu di apartemennya setelah menempuh perjalanan lebih dari setengah hari mengendarai mobil. Rencana ia akan beristirahat beberapa jam sebelum menemui Ry nanti sore di tempatnya bekerja. Menurut informasi dari Rin, Ry tidak mengambil cuti dan tetap bekerja meskipun di akhir pekan. Satu perubahan y
Satu bulan ternyata tidak selama yang dipikirkan Ruu, waktu tiga puluh hari justru berjalan sangat cepat. Apalagi diselingi dengan celotehan Rin melalui setiap pesan yang dikirimkannya. Terkadang cewek yang sekarang sudah dekat kembali dengan Go itu mengiriminya video Ry saat mereka sedang mengobrol berdua, terkadang hanya mengirimkan suara Ry saja. Tiga tahun lagi dilalui dan Ry tetap tak berubah. Wajahnya masih menggemaskan dengan pipi yang masih saja sebulat bakpao. Seandainya saja bisa –Ry berada di dekatnya– akan dicubitnya pipi itu. Mungkin ia akan melakukannya nanti saat mereka bertemu.Omong-omong soal pertemuan mereka, ia tidak memberi tahu siapa-siapa. Yang pasti ia akan menemui Ry saat masa tiga tahun terakhir, berakhir. Untuk tempat, ia masih belum menentukannya. Ia memang memiliki nomor ponsel Ry, Rin yang memberikannya. Awalnya cewek itu tidak mau memberitahunya, Rin malah meminta pertukaran, nomor ponsel Ry dengan alasan kenapa ia tak ingin Ry melihatnya. Namun, setel
Benda pipih persegi panjang itu sudah sejak beberapa menit yang lalu berada di tangan Ruu. Ia menggunakannya untuk berbalas pesan dengan Rin. Setelah makan malam dan sesi penjatuhan hukuman selesai, Ruu langsung masuk ke kamar tidurnya dan menghubungi Rin. Ia mengirimkannya pesan melalui sebuah aplikasi. Ruu tidak menggunakan laptop, ia menggunakan benda itu untuk kepentingan belajarnya. Untuk hal lain, ia selalu menggunakan ponsel, termasuk berkirim pesan dengan Rin. [Pokoknya Rin jangan kasih tau Ry dulu, atau aku akan kena masalah] - RuuBerulangkali Ruu memberikan alasan pada Rin agar tidak memberikan nomor ponselnya pada Ry. Cewek yang sekarang juga sudah kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Osaka itu ingin memberikan nomornya kepada kakaknya. Kata Rin, sampai sekarang Ry masih berusaha mencari informasi tentangnya. Kabar yang membuatnya nyaris melompat-lompat tadi saling senangnya. Ry masih mencintai dan masih mengharapkannya, perasaan mereka masih sama. Sekarang,
Ruu menundukkan kepala, pasrah dengan hukuman yang diberikan Papa. Ia ketahuan Rin, itu sudah cukup buruk baginya. Beruntung bukan Ry yang mengenalinya, bisa-bisa hukumannya jauh lebih berat dari sekarang. Ia tidak diperbolehkan lagi pergi ke Osaka, tidak sebelum ia lulus kuliah dan membuktikan jika dirinya mampu memimpin salah satu cabang perusahaan Papa yang berada di Tokyo sini. Jika berhasil maka Papa akan memberikan perusahaannya yang berada di Osaka, dan membiarkannya bertemu dengan Ry. Kedengarannya sangat tidak adil memang, tetapi ia tetap menerimanya. Semua memang salahnya yang menatap terlalu lama, tanpa sadar. Ia lupa jika Rin orangnya terlalu curiga, Rin bukan Ry yang tidak peka. Waktu tiga tahun bukanlah waktu yang lama, ia hanya harus lebih bersabar lagi. Ia bisa menggunakan waktu tiga tahun tambahan hukuman tanpa dapat melihat Ry secara langsung lagi, dengan lebih giat belajar. Ia yakin dapat melakukannya, ia harus lulus dengan nilai cumlaude terbaik sebagai pembukti
Paman gendut membawa nampan berisi dua buah mangkuk ramen ke meja Ry dan Rin. Sepertinya dia sangat tahu kapan kedua cewek itu datang sehingga membuatkan pesanan mereka bersamaan dengan miliknya. Diam-diam Ruu mengaguminya dalam hati."Untuk Ry tanpa narutomaki!" Paman gendut meletakkan mangkuk pertama di depan Ry. Mangkuk itu tanpa kue ikan yang tidak disukai Ry. Paman gendut sudah mengingatnya, seminggu ini ia selalu menyajikan ramen untuk Ry tanpa narutomaki. "Ini untuk Rin!" Ia meletakkan sebuah mangkuk lagi tepat di depan Rin. "Terima kasih, Paman!" Kedua cewek itu berkata bersamaan. Ruu tersenyum mendengarnya. Sengaja ia tidak melirik ataupun menatap mereka secara langsung lagi, ia tak ingin menimbulkan kecurigaan. Rin beberapa kali memergokinya tengah menatap mereka. Ia tak ingin ketahuan, atau semua akan semakin sulit. Ruu semakin menurunkan topinya, ia merasa sedang diawasi. Terpaksa ia mempercepat makannya, dan meninggalkan kedai lebih cepat dari minggu sebelumnya. Ia jug
Udara pagi memang lebih bersih bila dibandingkan pada siang hari. Sinar matahari yang hangat semakin menambah kesan sehat. Di dalam Shinkansen yang akan membawanya ke Osaka, Ruu memilih menghabiskan waktu untuk membaca. Bukan buku komik seperti yang biasa dibaca Ry, melainkan buku tentang bisnis. Ini adalah saran Papa agar ia tidak merasa bosan berada di dalam kereta cepat ini selama lebih dari dua jam. Bukan ide yang buruk karena waktu dua jam perjalanan seperti tak terasa, tahu-tahu kereta sudah berhenti di stasiun Shin-Osaka, tempat perhentiannya. Ruu turun bersama dengan para penumpang yang mempunyai tujuan yang sama.Ini adalah hari Minggu di pekan kedua ia diperbolehkan menemui Ry oleh Papa. Bukan menemui dalam artian sebenarnya, ia hanya diperbolehkan melihatnya dari jauh saja. Ia tidak boleh terlihat apalagi sampai bertegur sapa, sebagai salah satu syarat agar Papa tetap membantunya. Jika ia sampai melanggar sekali saja, maka Papa akan membiarkan laki-laki mana pun untuk mend