Share

Nekat

Author: YuRa
last update Last Updated: 2025-03-30 17:15:52

Kemudian meluncurlah kata demi kata dari mulut Erlin, yang terangkai dalam sebuah cerita. Cerita tentang kejadian kemarin, secara detail Erlin menceritakannya. Deni dan Umi syok mendengar cerita Erlin.

“Dari kemarin Mas Haris dihubungi nggak bisa, Mbak Esti juga. Kemarin sebelum pulang aku mampir ke rumahnya, tapi nggak ada orang, sepertinya mereka sedang pergi,” kata Erlin.

“Kamu tahu Haris kemana?” tanya Deni.

Erlin menggelengkan kepalanya.

“Dia dirawat di kamar sebelah, tadi malam Esti dan anak-anak menginap di rumah sakit.”

“Kok Mas Deni tahu?”

“Tadi pas kesini, aku melihat Mei dan Ais. Aku tanya mereka, dan mereka menjelaskannya.”

“Kasihan Mbak Esti ya? Pasti dia lelah jiwa raga karena ulah Mas Haris.”

“Ehem!” Semua yang di kamar itu kaget mendengar orang berdehem.

“Aku sudah mendengarkan semuanya,” kata Esti, kemudian berjalan masuk ke dalam. Dari tadi Esti memang berdiri di depan pintu, kebetulan pintu tidak tertutup rapat. Jadi pembicaraan orang di dalam kamar bisa terdengar d
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Penyesalan Tak Berarti

    “Bisa nggak kalau nanya itu pakai nada yang sedikit lembut? Kok akhir-akhir ini Mas selalu berkata ketus padaku. Kalau kamu masih kayak gitu juga, aku tinggal! Biar kamu sendirian disini.” Esti langsung ngomel panjang lebar. “Maaf,” kata Haris dengan pelan.“Aku dari kamar sebelah. Ibu dirawat karena serangan jantung.”“Ibu? Ibuku?”“Iya, tadi Mas Deni dan Mbak Umi kesini, tapi Mas sedang tidur. Sekarang mereka ada di kamar sebelah.”“Kok bisa serangan jantung?”“Gara-gara Indah!” Esti berkata sambil menatap tajam ke arah Haris.“Kamu jangan mengada-ada.” Haris seperti tidak terima dengan tuduhan Esti.“Kamu nggak percaya kan betapa nekatnya Indah? Dia datang ke rumah Mbak Dewi, ternyata Ibu dan Erlin kesana. Nah kesempatan itu dimanfaatkan oleh Indah. Ia mengadu sama Ibu kalau ia hamil. Tentu saja Ibu syok, dan langsung pingsan.” Esti menjelaskan.Haris terdiam mendengar cerita Esti.Tiba-tiba pintu terbuka, ternyata Erlin yang masuk ke dalam kamar.“Bagaimana kondisi Ibu?” tanya Ha

    Last Updated : 2025-03-31
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Merampas Kebahagiaan

    “Ngapain kamu kesini?” tanya Erlin.“Aku mau menjenguk Ibu,” sahut Indah dengan pelan, ia menoleh ke arah Haris dan Esti.“Ibu tidak perlu kamu jenguk.” Lagi-lagi Erlin yang menjawab, ia kesal melihat Indah.Indah berjalan mendekati Siti.“Bu, maafkan saya. Ibu sakit gara-gara saya,” kata Indah sambil berdiri di dekat tempat tidur Siti.“Kamu itu pura-pura menyesal, padahal waktu itu kamu memang sengaja mengatakannya, kan? Meminta dukungan supaya Haris menikahimu. Urus masalahmu sendiri. Aku tidak mau memikirkan masalahmu lagi. Aku mau sehat dan pulang ke rumah,” sahut Siti dengan ketus.“Mas, bagaimana dengan bayi ini?” tanya Indah sambil memegang perutnya.Haris tampak gelagapan, ia bingung mau berkata apa.“Kamu sengaja menghindar kan? Ponselmu tidak aktif, kamu juga tidak ada di rumah. Apa aku perlu ke kantor, menceritakan semua masalah ini pada atasan Mas Haris, supaya kamu mau bertanggung jawab dan menikahiku?” Indah mulai terisak-isak.“Datang saja ke kantornya, nanti biar masa

    Last Updated : 2025-04-01
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Sangat Menjijikkan

    Esti baru saja selesai mencuci pakaian kotor dari rumah sakit tadi, ketika terdengar suara bel berbunyi. Rumah tampak sepi karena anak-anak masih sekolah.“Siapa sih yang bertamu jam segini?” gerutu Esti, ia pun segera menuju ke pintu depan.Betapa terkejutnya Esti melihat siapa yang datang, Haris dan Indah.“Kamu nggak usah masuk,” kata Esti ketika melihat Indah mau masuk ke ruang bersama dengan Haris. Esti berusaha untuk menghadang Indah.“Mbak, aku berhak masuk ke rumah ini,” sahut Indah dengan angkuhnya sambil menggandeng tangan Haris.“Berhak? Apa hak kamu? Apa kamu istrinya?” Esti menjawab dengan tertawa mengejek.“Keluar! Sebelum aku berteriak!” ancam Esti.“Siapa takut?” tantang Indah.“Mas, kalau kamu mau masuk rumah, masuk sendirian. Kalau kamu mengajak pelakor itu, lebih baik kamu pergi.” Esti berkata dengan tegas, emosinya sudah di ubun-ubun. Haris tampak gusar mendengar ancaman Esti.“Kamu pulang saja, jangan bikin keributan disini,” kata Haris pada Indah. Haris melepaska

    Last Updated : 2025-04-02
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Pertanggungjawaban

    Esti menatap layar ponselnya dengan mata nanar. Pesan dari Indah terpampang jelas.[Kenapa nggak mau menemuiku? Takut ya?]Ia menghela napas panjang, jari-jarinya mencengkeram erat ponsel. Bukan takut. Lebih tepatnya, ia lelah. Indah selalu mencari celah untuk menerobos batas yang sudah ia tegaskan berkali-kali.Di kamar, Haris masih terlelap, nafasnya teratur. Sejenak, Esti menatap suaminya, laki-laki yang mengkhianatinya, bermain hati dengan Indah.Esti tetap tak bergeming. Ia tahu, membalas hanya akan memperburuk keadaan. Namun, ponselnya terus bergetar di atas meja. Satu pesan masuk. Lalu satu lagi. Dan lagi.[Kenapa diam? Aku tahu kamu baca pesanku.][Jangan pura-pura tidak peduli, Mbak.]Pesan terakhir membuat dadanya mencengkeram. Jemarinya mengepal erat di sisi meja. Indah tahu. Tapi dari mana?Tatapannya beralih ke Haris yang masih tertidur lelap. Ia terlihat begitu tenang, seolah tak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi Esti tahu, jika ini terus berlanjut, ketenangan yang sela

    Last Updated : 2025-04-03
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Perdebatan Panjang

    Indah masih tersedu, bahunya bergetar hebat menahan tangis. Ejekan Esti tadi menusuk hatinya seperti belati yang ditancapkan berkali-kali.“Nggak usah banyak drama, dasar murahan,” suara Esti terdengar tajam, dingin, dan tanpa belas kasihan.Haris yang sejak tadi menahan diri, akhirnya kehilangan kesabarannya. Matanya menyala, rahangnya mengeras, dan tangannya mengepal erat, siap meledak kapan saja."Kenapa, Mas? Nggak terima gundikmu aku panggil murahan?" Esti menyeringai penuh kebencian. "Kalau bukan murahan, apa? Perempuan baik-baik? Mana ada perempuan baik-baik yang mau dengan suami orang?"Indah menunduk, menggigit bibirnya sendiri, mencoba menahan gejolak di dadanya.Esti melangkah mendekat, matanya menatap Haris dengan tatapan penuh amarah dan penghinaan. "Mas, kalau kamu sudah kere, miskin, perempuan itu juga akan meninggalkanmu. Percaya aku, dia hanya mau hartamu!"Jari telunjuknya teracung ke arah Indah, seolah-olah menudingnya sebagai makhluk paling hina di dunia ini.Henin

    Last Updated : 2025-04-04
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Mencari Solusi

    Esti menatap Haris dengan mata penuh amarah. Dadanya naik turun menahan emosi yang sejak tadi membakar hatinya."Sudah aku bilang dari dulu, nggak usah punya orgen tunggal! Tapi kamu tetap ngeyel!" suaranya tajam, menusuk setiap kata dengan kemarahan yang tak terbendung.Haris menunduk, tak sanggup menatap istrinya.Esti mendekat, suaranya bergetar antara marah dan kecewa. "Lihatlah, Mas! Apa yang aku takutkan benar-benar terjadi! Sekarang rumah tangga kita hancur! Kamu puas?!”Hening sejenak. Hanya suara napas berat yang terdengar di antara mereka.Esti menghela napas panjang, mencoba menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. "Kalau kamu nggak puas dengan pelayananku, bilang sama aku! Aku akan memperbaiki semuanya!" suaranya sedikit melemah, tapi tetap penuh ketegasan.Haris masih diam, menggigit bibirnya sendiri."Jangan malah mencari kesenangan di luar, Mas!" lanjut Esti, suaranya mulai bergetar. "Ingat, anak kita perempuan semua!”Matanya menatap Haris dengan penuh luka

    Last Updated : 2025-04-05
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Memilih Jalan Sendiri

    Esti menghapus air matanya dengan cepat. Ia menarik nafas panjang, mencoba menetralkan emosinya yang masih bergemuruh di dada.Lalu, dengan suara yang dingin namun tegas, ia berkata, "Baiklah. Kalau itu keputusanmu."Haris mendongak, menatapnya dengan cemas, tapi Esti tidak lagi ingin melihat matanya. Ada luka yang terlalu dalam di sana, dan ia tidak ingin tenggelam lebih jauh dalam kesedihan."Aku akan menyiapkan semua pakaian dan barang-barangmu," lanjutnya, suaranya stabil, nyaris tanpa emosi. "Jangan tinggal di rumah ini. Kamu sudah memilih jalurmu sendiri."Ruangan terasa semakin sunyi, semua orang menahan napas mendengar kata-kata Esti yang begitu tegas."Esti, kamu nggak bisa begitu!" suara Dewi terdengar tegas, matanya menatap tajam ke arah Esti. "Ini rumah Haris juga. Dia berhak tinggal di sini."Esti, yang masih sibuk memasukkan pakaian Haris ke dalam koper, mendadak berhenti. Ia menarik napas dalam, mencoba menahan emosinya, lalu menoleh perlahan ke arah Dewi."Oh, jadi men

    Last Updated : 2025-04-06
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Tidak Mau Pulang

    "Jadi bagaimana, Mas?" suara Indah terdengar tenang, tapi penuh harapan.Haris menelan ludah. Ia tahu tak ada jalan keluar yang mudah. Dengan suara pelan, ia akhirnya menjawab, "Aku akan bertanggung jawab."Indah tersenyum puas. Senyum yang bagi Esti terasa seperti belati yang menusuk jantungnya. Dengan percaya diri, Indah melirik ke arahnya, tatapannya penuh kemenangan."Kapan akan menikahnya?" suara ayah Indah terdengar tegas, menuntut kepastian.Ibunya Indah mengangguk setuju. "Secepatnya." Lalu ia melanjutkan dengan nada yang lebih tenang, tapi tetap menusuk, "Nanti setelah menikah, Indah tinggal di sini, kan?"Belum sempat Haris menjawab, suara Esti langsung memotong, keras dan tajam seperti pisau."Enak saja!"Semua mata langsung tertuju pada Esti. Napasnya memburu, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "Kalian pikir aku akan membiarkan perempuan ini tinggal di rumahku?" Suaranya bergetar oleh kemarahan dan sakit hati. "Tidak akan pernah!"Haris menunduk, tak bisa membantah. Ind

    Last Updated : 2025-04-07

Latest chapter

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Bertanggung Jawab

    Ibunya Indah terlihat lega, sementara ayahnya menatapnya dengan tajam. "Indah, jangan mempermalukan diri sendiri. Kita sudah cukup dipermalukan."Indah menggeleng keras, lalu menatap Haris dengan mata memohon. "Mas Haris, aku nggak mau pergi. Aku mau tetap di sini bersamamu. Aku nggak peduli menikah siri atau resmi, aku cuma ingin kita tetap bersama!"Esti, yang sejak tadi menahan emosinya, akhirnya tertawa sinis. "Indah, kamu nggak punya malu, ya? Masih ngotot mau tinggal di rumah ini, setelah semua yang terjadi?”"Aku mengandung anaknya! Aku berhak tinggal di sini!" Indah berteriak.PLAK!Tiba-tiba, ayahnya Indah menampar pipi Indah dengan keras. Semua orang terkejut."Diam, Indah!" Ayahnya berseru, suaranya bergetar karena emosi. "Kamu sudah membuat kami malu! Jangan tambah lagi! Kamu pikir bisa datang ke rumah istri sah, merebut suaminya, lalu seenaknya menginjak harga diri orang lain?”Indah memegang pipinya yang memerah. Tangisnya semakin pecah, tapi kali ini bukan hanya karena

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Tidak Mau Pulang

    "Jadi bagaimana, Mas?" suara Indah terdengar tenang, tapi penuh harapan.Haris menelan ludah. Ia tahu tak ada jalan keluar yang mudah. Dengan suara pelan, ia akhirnya menjawab, "Aku akan bertanggung jawab."Indah tersenyum puas. Senyum yang bagi Esti terasa seperti belati yang menusuk jantungnya. Dengan percaya diri, Indah melirik ke arahnya, tatapannya penuh kemenangan."Kapan akan menikahnya?" suara ayah Indah terdengar tegas, menuntut kepastian.Ibunya Indah mengangguk setuju. "Secepatnya." Lalu ia melanjutkan dengan nada yang lebih tenang, tapi tetap menusuk, "Nanti setelah menikah, Indah tinggal di sini, kan?"Belum sempat Haris menjawab, suara Esti langsung memotong, keras dan tajam seperti pisau."Enak saja!"Semua mata langsung tertuju pada Esti. Napasnya memburu, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "Kalian pikir aku akan membiarkan perempuan ini tinggal di rumahku?" Suaranya bergetar oleh kemarahan dan sakit hati. "Tidak akan pernah!"Haris menunduk, tak bisa membantah. Ind

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Memilih Jalan Sendiri

    Esti menghapus air matanya dengan cepat. Ia menarik nafas panjang, mencoba menetralkan emosinya yang masih bergemuruh di dada.Lalu, dengan suara yang dingin namun tegas, ia berkata, "Baiklah. Kalau itu keputusanmu."Haris mendongak, menatapnya dengan cemas, tapi Esti tidak lagi ingin melihat matanya. Ada luka yang terlalu dalam di sana, dan ia tidak ingin tenggelam lebih jauh dalam kesedihan."Aku akan menyiapkan semua pakaian dan barang-barangmu," lanjutnya, suaranya stabil, nyaris tanpa emosi. "Jangan tinggal di rumah ini. Kamu sudah memilih jalurmu sendiri."Ruangan terasa semakin sunyi, semua orang menahan napas mendengar kata-kata Esti yang begitu tegas."Esti, kamu nggak bisa begitu!" suara Dewi terdengar tegas, matanya menatap tajam ke arah Esti. "Ini rumah Haris juga. Dia berhak tinggal di sini."Esti, yang masih sibuk memasukkan pakaian Haris ke dalam koper, mendadak berhenti. Ia menarik napas dalam, mencoba menahan emosinya, lalu menoleh perlahan ke arah Dewi."Oh, jadi men

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Mencari Solusi

    Esti menatap Haris dengan mata penuh amarah. Dadanya naik turun menahan emosi yang sejak tadi membakar hatinya."Sudah aku bilang dari dulu, nggak usah punya orgen tunggal! Tapi kamu tetap ngeyel!" suaranya tajam, menusuk setiap kata dengan kemarahan yang tak terbendung.Haris menunduk, tak sanggup menatap istrinya.Esti mendekat, suaranya bergetar antara marah dan kecewa. "Lihatlah, Mas! Apa yang aku takutkan benar-benar terjadi! Sekarang rumah tangga kita hancur! Kamu puas?!”Hening sejenak. Hanya suara napas berat yang terdengar di antara mereka.Esti menghela napas panjang, mencoba menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. "Kalau kamu nggak puas dengan pelayananku, bilang sama aku! Aku akan memperbaiki semuanya!" suaranya sedikit melemah, tapi tetap penuh ketegasan.Haris masih diam, menggigit bibirnya sendiri."Jangan malah mencari kesenangan di luar, Mas!" lanjut Esti, suaranya mulai bergetar. "Ingat, anak kita perempuan semua!”Matanya menatap Haris dengan penuh luka

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Perdebatan Panjang

    Indah masih tersedu, bahunya bergetar hebat menahan tangis. Ejekan Esti tadi menusuk hatinya seperti belati yang ditancapkan berkali-kali.“Nggak usah banyak drama, dasar murahan,” suara Esti terdengar tajam, dingin, dan tanpa belas kasihan.Haris yang sejak tadi menahan diri, akhirnya kehilangan kesabarannya. Matanya menyala, rahangnya mengeras, dan tangannya mengepal erat, siap meledak kapan saja."Kenapa, Mas? Nggak terima gundikmu aku panggil murahan?" Esti menyeringai penuh kebencian. "Kalau bukan murahan, apa? Perempuan baik-baik? Mana ada perempuan baik-baik yang mau dengan suami orang?"Indah menunduk, menggigit bibirnya sendiri, mencoba menahan gejolak di dadanya.Esti melangkah mendekat, matanya menatap Haris dengan tatapan penuh amarah dan penghinaan. "Mas, kalau kamu sudah kere, miskin, perempuan itu juga akan meninggalkanmu. Percaya aku, dia hanya mau hartamu!"Jari telunjuknya teracung ke arah Indah, seolah-olah menudingnya sebagai makhluk paling hina di dunia ini.Henin

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Pertanggungjawaban

    Esti menatap layar ponselnya dengan mata nanar. Pesan dari Indah terpampang jelas.[Kenapa nggak mau menemuiku? Takut ya?]Ia menghela napas panjang, jari-jarinya mencengkeram erat ponsel. Bukan takut. Lebih tepatnya, ia lelah. Indah selalu mencari celah untuk menerobos batas yang sudah ia tegaskan berkali-kali.Di kamar, Haris masih terlelap, nafasnya teratur. Sejenak, Esti menatap suaminya, laki-laki yang mengkhianatinya, bermain hati dengan Indah.Esti tetap tak bergeming. Ia tahu, membalas hanya akan memperburuk keadaan. Namun, ponselnya terus bergetar di atas meja. Satu pesan masuk. Lalu satu lagi. Dan lagi.[Kenapa diam? Aku tahu kamu baca pesanku.][Jangan pura-pura tidak peduli, Mbak.]Pesan terakhir membuat dadanya mencengkeram. Jemarinya mengepal erat di sisi meja. Indah tahu. Tapi dari mana?Tatapannya beralih ke Haris yang masih tertidur lelap. Ia terlihat begitu tenang, seolah tak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi Esti tahu, jika ini terus berlanjut, ketenangan yang sela

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Sangat Menjijikkan

    Esti baru saja selesai mencuci pakaian kotor dari rumah sakit tadi, ketika terdengar suara bel berbunyi. Rumah tampak sepi karena anak-anak masih sekolah.“Siapa sih yang bertamu jam segini?” gerutu Esti, ia pun segera menuju ke pintu depan.Betapa terkejutnya Esti melihat siapa yang datang, Haris dan Indah.“Kamu nggak usah masuk,” kata Esti ketika melihat Indah mau masuk ke ruang bersama dengan Haris. Esti berusaha untuk menghadang Indah.“Mbak, aku berhak masuk ke rumah ini,” sahut Indah dengan angkuhnya sambil menggandeng tangan Haris.“Berhak? Apa hak kamu? Apa kamu istrinya?” Esti menjawab dengan tertawa mengejek.“Keluar! Sebelum aku berteriak!” ancam Esti.“Siapa takut?” tantang Indah.“Mas, kalau kamu mau masuk rumah, masuk sendirian. Kalau kamu mengajak pelakor itu, lebih baik kamu pergi.” Esti berkata dengan tegas, emosinya sudah di ubun-ubun. Haris tampak gusar mendengar ancaman Esti.“Kamu pulang saja, jangan bikin keributan disini,” kata Haris pada Indah. Haris melepaska

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Merampas Kebahagiaan

    “Ngapain kamu kesini?” tanya Erlin.“Aku mau menjenguk Ibu,” sahut Indah dengan pelan, ia menoleh ke arah Haris dan Esti.“Ibu tidak perlu kamu jenguk.” Lagi-lagi Erlin yang menjawab, ia kesal melihat Indah.Indah berjalan mendekati Siti.“Bu, maafkan saya. Ibu sakit gara-gara saya,” kata Indah sambil berdiri di dekat tempat tidur Siti.“Kamu itu pura-pura menyesal, padahal waktu itu kamu memang sengaja mengatakannya, kan? Meminta dukungan supaya Haris menikahimu. Urus masalahmu sendiri. Aku tidak mau memikirkan masalahmu lagi. Aku mau sehat dan pulang ke rumah,” sahut Siti dengan ketus.“Mas, bagaimana dengan bayi ini?” tanya Indah sambil memegang perutnya.Haris tampak gelagapan, ia bingung mau berkata apa.“Kamu sengaja menghindar kan? Ponselmu tidak aktif, kamu juga tidak ada di rumah. Apa aku perlu ke kantor, menceritakan semua masalah ini pada atasan Mas Haris, supaya kamu mau bertanggung jawab dan menikahiku?” Indah mulai terisak-isak.“Datang saja ke kantornya, nanti biar masa

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Penyesalan Tak Berarti

    “Bisa nggak kalau nanya itu pakai nada yang sedikit lembut? Kok akhir-akhir ini Mas selalu berkata ketus padaku. Kalau kamu masih kayak gitu juga, aku tinggal! Biar kamu sendirian disini.” Esti langsung ngomel panjang lebar. “Maaf,” kata Haris dengan pelan.“Aku dari kamar sebelah. Ibu dirawat karena serangan jantung.”“Ibu? Ibuku?”“Iya, tadi Mas Deni dan Mbak Umi kesini, tapi Mas sedang tidur. Sekarang mereka ada di kamar sebelah.”“Kok bisa serangan jantung?”“Gara-gara Indah!” Esti berkata sambil menatap tajam ke arah Haris.“Kamu jangan mengada-ada.” Haris seperti tidak terima dengan tuduhan Esti.“Kamu nggak percaya kan betapa nekatnya Indah? Dia datang ke rumah Mbak Dewi, ternyata Ibu dan Erlin kesana. Nah kesempatan itu dimanfaatkan oleh Indah. Ia mengadu sama Ibu kalau ia hamil. Tentu saja Ibu syok, dan langsung pingsan.” Esti menjelaskan.Haris terdiam mendengar cerita Esti.Tiba-tiba pintu terbuka, ternyata Erlin yang masuk ke dalam kamar.“Bagaimana kondisi Ibu?” tanya Ha

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status