Matahari bersinar dengan terang, memberikan kehangatan yang menyelimuti kota. Namun, suasana di perusahaan cabang Sangar terasa mencengkam. Pagi itu, Ruswanda, seorang pria paruh baya dengan rambut yang mulai memutih, berjalan dengan langkah mantap menuju kantor. Ia ingin bertemu dengan teman lamanya, Sudarta, yang kini menjadi salah satu petinggi di perusahaannya tersebut.Setibanya di kantor, Ruswanda disambut oleh resepsionis yang ramah. “Selamat pagi, Pak Ruswanda. Pak Sudarta sudah menunggu di ruang rapat,” katanya sambil tersenyum.Ruswanda mengangguk dan mengikuti arahan resepsionis menuju ruang rapat. Ketika pintu terbuka, ia melihat Sudarta duduk di ujung meja, terlihat sibuk dengan tumpukan dokumen di depannya. Wajah Sudarta tampak lelah, tetapi ia tersenyum lebar ketika melihat Ruswanda.“Pak Ruswanda! Sudah lama sekali kita tidak bertemu,” kata Sudarta sambil bangkit dari kursinya dan memeluk temannya.“Pak Sudarta, senang sekali bisa bertemu denganmu lagi,” jawab Ruswanda
Endah duduk di kamarnya, merencanakan langkah berikutnya dengan hati-hati. Dia tahu bahwa untuk menghancurkan kebahagiaan Marcel dan Rihana, dia harus melakukan sesuatu yang lebih drastis. Pikiran jahatnya berputar-putar, dan akhirnya dia menemukan cara yang kejam untuk mencapai tujuannya: membuat Rihana keguguran.Endah tahu bahwa Tommy, mantan kekasih Rihana, masih memiliki perasaan yang kuat terhadapnya. Dia memutuskan untuk memperalat Tommy tanpa memberitahunya bahwa Rihana sedang mengandung. Dengan cara ini, Tommy akan menjadi alat yang sempurna untuk melaksanakan rencananya tanpa menyadari dampak sebenarnya dari tindakannya.Endah menghubungi Tommy dan mengatur pertemuan di tempat yang sepi. Ketika mereka bertemu, Endah mulai berbicara dengan nada yang penuh simpati. “Tommy, aku tahu kamu masih mencintai Rihana. Aku juga tahu bahwa kamu ingin melihat Marcel menderita.”Tommy mengangguk, matanya penuh dengan kebencian. “Ya, aku ingin dia merasakan sakit yang sama seperti yang aku
Polisi datang ke rumah Endah untuk memberikan keterangan. Endah membuka pintu dengan wajah tenang, meskipun hatinya berdebar kencang. Dua polisi berpakaian dinas berdiri di depan pintu, salah satunya memperkenalkan diri sebagai Inspektur Rahman.“Selamat pagi, Bu Endah. Kami dari kepolisian. Kami ingin berbicara dengan Anda mengenai insiden yang terjadi di taman beberapa hari yang lalu,” kata Inspektur Rahman dengan suara tegas namun sopan.Endah mengangguk dan mempersilahkan mereka masuk. “Silakan masuk, Pak. Ada apa ini sebenarnya?”Setelah duduk di ruang tamu, Inspektur Rahman mulai menjelaskan. “Kami sedang menyelidiki insiden yang menyebabkan Rihana mengalami keguguran. Kami memiliki bukti CCTV yang menunjukkan bahwa Tommy, seorang kenalan Anda, meletakkan kulit pisang di jalur yang dilalui Rihana, menyebabkan dia jatuh.”Endah berpura-pura terkejut. “Tommy? Saya tidak mengenal siapapun bernama Tommy. Dan saya tidak tahu apa-apa tentang insiden itu.”Polisi lainnya, Sersan Budi,
Angin malam berhembus lembut di sebuah kafe yang terletak di sudut kota. Abidin duduk di salah satu meja, ditemani oleh temannya, Rukyadi. Kafe itu cukup sepi, hanya ada beberapa pengunjung yang menikmati minuman mereka dalam keheningan. Abidin menatap cangkir kopinya dengan tatapan kosong, pikirannya melayang jauh.“Rukyadi, aku baru saja mendengar berita bahwa Rihana mengalami keguguran,” kata Abidin dengan suara rendah, hampir berbisik.Rukyadi, seorang konselor yang sudah lama mengenal Abidin, mengangguk pelan. “Aku juga mendengarnya. Itu berita yang sangat menyedihkan.”Abidin menghela nafas panjang. “Aku masih dendam dengan Marcel dan ayahnya sudarta, begitu juga dengan Ruswanda. Mereka telah menghancurkan hidup ayahku, Mustafa. Perusahaan yang seharusnya menjadi milik ayahku sekarang berada di tangan mereka.”Rukyadi menatap Abidin dengan penuh perhatian. Dia tahu betapa dalamnya ambisi Abidin untuk menguasai perusahaan Ruswanda. “Abidin, aku mengerti perasaanmu. Tapi dendam ti
Suatu hari, berita mengejutkan tersebar bahwa Ruswanda, CEO yang dihormati telah masuk ke rumah sakit. Kabar ini membuat banyak orang khawatir terutama Sudarta teman dekatnya dan Subroto iparnya. Mereka segera bergegas ke rumah sakit untuk menjenguk Ruswanda.Di rumah sakit, Sudarta dan Subroto disambut oleh perawat yang mengarahkan mereka ke kamar Ruswanda. Ketika mereka masuk, mereka melihat Ruswanda terbaring di tempat tidur, terlihat lemah namun tetap berusaha tersenyum.“Ruswanda, bagaimana keadaanmu?” tanya Sudarta dengan suara penuh kekhawatiran.Ruswanda menghela nafas panjang. “Aku sudah tua, Sudarta. Tubuhku tidak sekuat dulu lagi. Tapi aku masih berjuang,” jawabnya dengan suara serak.Subroto duduk di samping tempat tidur Ruswanda. “Kamu harus kuat, Ruswanda. Kami semua mendukungmu. Perusahaan ini tidak akan sama tanpamu,” katanya dengan penuh semangat.Ruswanda tersenyum tipis. “Terima kasih, Subroto. Aku tahu kalian selalu ada untukku. Aku hanya berharap bisa melihat peru
Endah sedang termenung di kamarnya, merenungi kejadian-kejadian yang telah berlalu. Ia merasa beruntung karena Rihana, istri Marcel, telah memaafkannya. Kesalahan besar yang hampir membuatnya masuk penjara kini hanya menjadi kenangan pahit. Meskipun Rihana mengalami keguguran akibat insiden tersebut, ia tetap memaafkan Endah dengan hati yang besar.Hari-hari berlalu, namun rasa bersalah dan marah masih menghantui Endah. Ia tahu bahwa kesalahannya telah menyebabkan banyak penderitaan, terutama bagi Rihana dan Marcel. Namun, ada satu orang yang tidak bisa ia maafkan yaitu Tommy. Tommy adalah orang yang telah mengkhianatinya, menyebabkan semua masalah ini terjadi.Suatu hari, Endah memutuskan untuk menghadapi Tommy. Ia tidak bisa lagi menahan amarahnya. Dengan tekad yang bulat, ia pergi ke rumah Tommy. Ketika tiba di sana, ia merasa gugup namun tetap berusaha tegar. Ia mengetuk pintu dengan keras, berharap bisa melabrak Tommy dan menuntut penjelasan atas penghianatannya.Tommy membuka pi
Pagi harinya, Endah merasa heran mengapa foto wanita cantik yang menggoda Marcel sudah viral terlebih dahulu, padahal dia belum mengirimnya kepada siapapun. Rasa penasaran dan kekhawatiran mulai menghantui pikirannya. Dia segera menghubungi Tommy untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Tommy, aku heran, kenapa foto Marcel dan wanita itu sudah viral duluan? Aku belum mengirimnya kepada siapapun,” tanya Endah dengan nada bingung.Tommy, yang juga terkejut mendengar kabar itu, mencoba menenangkan Endah. “Aku tidak tahu, Endah. Mungkin ada orang lain yang juga mengambil foto mereka. Kita harus mencari tahu siapa yang menyebarkannya,” jawab Tommy dengan suara tenang.Endah merasa semakin cemas. “Tapi siapa yang bisa melakukan itu? Aku sudah merencanakan semuanya dengan hati-hati. Tidak mungkin ada orang lain yang tahu,” katanya sambil menggigit bibirnya.Tommy berpikir sejenak. “Mungkin ada seseorang yang diam-diam mengamati kita. Kita harus berhati-hati dan mencari tahu siapa yan
Di pagi hari yang tenang, Abidin membuka komputernya seperti biasa. Namun, ada sesuatu yang aneh. Beberapa file penting tampak telah diakses tanpa izin. Rasa curiga mulai merayapi pikirannya. Dengan cepat, Abidin memeriksa log aktivitas dan menemukan bahwa seseorang telah membobol komputernya.Dengan jantung berdebar, Abidin melacak jejak digital yang ditinggalkan oleh peretas tersebut. Setelah beberapa saat, ia menemukan bahwa Desi, seorang karyawan yang tampaknya tidak mencurigakan adalah pelakunya. Abidin merasa marah dan khawatir. Jika rencananya terbongkar, semua usahanya untuk menjatuhkan Marcel akan sia-sia.Abidin memutuskan untuk mengambil tindakan drastis. Ia mengirimkan pesan kepada Desi dengan nada yang sangat mengancam. “Desi, aku tahu apa yang telah kamu lakukan. Jika kamu berani membocorkan informasi ini, aku tidak akan ragu untuk menghabisimu. Ingat, aku bisa melakukan apa saja untuk melindungi rencanaku.”Desi, yang sedang duduk di mejanya, terkejut menerima pesan ter
Marcel mengikuti dokter ke ruang perawatan intensif. Di sana, ia melihat anak itu terbaring dengan berbagai alat medis yang terpasang di tubuhnya. Marcel merasa hatinya hancur melihat kondisi anak itu. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan melakukan apa saja untuk membantu anak itu pulih.Saat Marcel keluar dari ruang perawatan, ia bertemu dengan seorang wanita yang tampak sangat cemas. Namun, ia sangat terkejut saat melihat siapa wanita itu. “Mrs. Andrian?” Marcel sangat kaget atas kehadirannya di ruang perawatan itu. Matanya penuh air mata, dan di belakangnya berdiri dua orang bodyguard yang tampak siap siaga.Mrs. Andrian menatap Marcel dengan tatapan dingin. “Apa yang kamu lakukan di sini, Marcel?” tanyanya dengan suara yang penuh kemarahan.Marcel merasa tubuhnya gemetar. “Saya… saya hanya ingin memastikan anak itu baik-baik saja,” jawabnya dengan suara bergetar.Mrs. Andrian menggelengkan kepala. “Kamu sudah cukup membuat masalah, Marcel. Sekarang, keluar dari sini sebe
“Ka Ruswanda,” kata Sumarni, istri Subroto, dengan nada penuh keprihatinan. “Aku tahu apa yang sudah terjadi pada kalian.” Ruswanda hanya bisa mengangguk, tak ada daya dan upaya untuk membantah atau menjelaskan lebih lanjut.“Ini semua salahku, Sumarni,” kata Ruswanda dengan suara bergetar [pada adik kandungnya. “Mengapa dulu aku mengkhianati Ratna saat aku tahu bahwa aku mandul, sehingga aku selingkuh dengan Nayla. Dengan perbuatan kejam, aku pun tidur dengannya.”“Astaghfirullahaladzim! Teganya kamu, Kak Ruswanda,” kata Sumarni, matanya membelalak dengan kekecewaan dan kemarahan.“Tapi semua ini aku sudah bertaubat, sehingga aku mengusir Nayla saat dia hamil, dan sampai saat ini, aku tidak pernah berjumpa dengan anakku,” kata Ruswanda, suaranya penuh penyesalan.Istri Ruswanda, yang duduk di sampingnya, hanya bisa merasa cemburu mendengar pengakuan suaminya. Hatinya terasa perih, namun ia mencoba untuk tetap tenang.Sumarni menghela napas panjang. “Kak, aku tahu ini berat, tapi kamu
Malam itu, Marcel kembali ke ruang kerjanya. Ia merasa lega setelah berbicara dengan ayahnya, namun ia tahu bahwa perjuangannya belum selesai. Ia harus terus bekerja keras untuk mengungkap kebenaran dan menghancurkan Ruswanda.Saat Marcel pergi ke toilet, Sudarta yang merasa penasaran memutuskan untuk masuk ke kamar Marcel. Ia melihat laptop Marcel yang masih menyala dan dokumen-dokumen yang tersebar di meja. Dengan hati-hati, Sudarta mendekati meja dan mulai membaca dokumen-dokumen tersebut.Wajah Sudarta berubah pucat saat ia menyadari apa yang sedang direncanakan oleh putranya. “Marcel… apa yang kamu lakukan?” gumamnya dengan suara bergetar. Ia tidak percaya bahwa Marcel berencana untuk menghancurkan Ruswanda, teman dekatnya selama bertahun-tahun.Marcel kembali dari toilet dan terkejut melihat ayahnya di ruang kerjanya. “Pak, apa yang sedang Anda lakukan di sini?” tanya Marcel dengan nada cemas.Sudarta menatap Marcel dengan mata yang penuh kekecewaan. “Marcel, apa maksud semua in
Siang itu, suasana di perusahaan Ruswanda sangat kacau. Semua pekerja berdemo memenuhi halaman depan perusahaan. Mereka membawa spanduk dan berteriak menuntut keadilan. “Kami butuh gaji yang layak!” “Hentikan pemotongan upah!” “Ruswanda, dengarkan kami!” teriakan-teriakan itu menggema di seluruh area pabrik.Ruswanda duduk di kantornya, wajahnya tampak pucat dan penuh kebingungan. Perusahaan yang ia bangun dengan susah payah selama bertahun-tahun kini berada di ambang kebangkrutan. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Setiap hari, laporan keuangan yang masuk semakin memperlihatkan kondisi perusahaan yang semakin memburuk. Utang menumpuk, proyek-proyek tertunda, dan kepercayaan investor mulai goyah.Ruswanda tidak memiliki anak. Ia selalu fokus pada karir dan bisnisnya, sehingga tidak pernah berpikir untuk membangun keluarga. Kini, di saat-saat sulit seperti ini, ia merasa kesepian. Tidak ada satupun yang ingin mewarisi perusahaannya. Tidak ada yang peduli dengan nasibnya.Di luar kantor,
Sudarta kini telah kembali ke rumah, ditemani oleh istrinya, Ibu Ratih. Setelah menjalani operasi jantung yang cukup berat, Sudarta membutuhkan perawatan intensif agar kesehatannya tetap terjaga. Perjalanan pulang dari rumah sakit terasa panjang dan melelahkan, namun Sudarta merasa lega bisa kembali ke rumahnya yang nyaman.Setibanya di rumah, suasana terasa sepi. Tidak ada satupun yang menyambut kedatangan mereka, kecuali pembantu setia mereka, Siti. Sudarta merasa ada yang aneh, biasanya anaknya, Marcel, selalu ada di rumah untuk menyambutnya."Hari ini, aku tidak melihat anakku Marcel, kemanakah dia?" tanya Sudarta dengan nada khawatir."Tadi pagi katanya dia ke perusahaan pusat ingin menemui Pak Ruswanda, Pak," jawab Siti dengan sopan."Ke perusahaan pusat? Ada masalah apa ya, Bu?" tanya Sudarta lagi, kali ini dengan nada yang lebih serius.Ibu Ratih tampak bingung. Ia tahu bahwa ada masalah besar di perusahaan, namun ia tidak ingin membuat suaminya khawatir, terutama saat kondisi
“Alex?” sahut Abidin, suaranya penuh dengan kejutan dan ketidakpercayaan. Semua mata tertuju kepada seseorang yang berdiri di ambang pintu. Alex, keponakan dari Mustafa, ayahnya Abidin, baru saja keluar dari penjara. Skandal besar yang melibatkan perusahaan RSTI dan Mustafa telah membuatnya mendekam di balik jeruji besi selama bertahun-tahun.Kini, Alex hadir dengan wajah yang berbeda. Wajah yang dulu penuh dengan kesombongan dan ambisi kini tampak lebih tenang dan penuh penyesalan. Dia melangkah masuk ke rumah Abidin yang sedang berkabung, membawa aura yang berbeda dari sebelumnya.\“Alex, bagaimana kabarmu? Mengapa kau bisa bebas dari penjara?” tanya Abidin dengan nada penasaran. Matanya menatap tajam ke arah Alex, yang berdiri di ambang pintu dengan senyum tipis di wajahnya.Alex menatap Nayla yang berdiri di samping Abidin dan tersenyum. “Sebelumnya, saya turut berduka dengan kematian istrimu, Abidin,” jawabnya dengan suara rendah namun jelas. “Aku juga ingin mengucapkan terima ka
Siang itu, berganti menjadi gelap dan suasana di rumah sakit semakin sunyi. Abidin duduk di ruang tunggu dengan perasaan gundah gulana. Pikirannya terus-menerus memutar kejadian tragis yang baru saja terjadi. Melihat istrinya, Destia, ditabrak oleh sebuah mobil adalah pemandangan yang tidak akan pernah bisa dia lupakan. Rasa bersalah dan penyesalan menghantui setiap pikirannya.Di sudut ruangan, Rina sebagai selingkuhannya, berdiri dengan wajah penuh kecemasan. Dia merasa tidak nyaman berada di sana, mengetahui bahwa kehadirannya hanya akan memperburuk situasi. "Kang Mas, aku sungguh tak tahu jika kamu sudah menikah," katanya dengan suara pelan, hampir berbisik. "Aku akan pergi dari sini."Abidin menatap Rina dengan tatapan bingung. Dia merasa bimbang, tidak tahu harus bagaimana. Di satu sisi, dia merasa bersalah karena telah mengkhianati Destia, tetapi di sisi lain, dia juga merasa ada perasaan yang tidak bisa dia abaikan terhadap Rina. "Rina, tunggu," katanya dengan suara gemetar. "
Abidin merasa putus asa. Dia tahu bahwa dia harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki kesalahannya. "Sayang, aku akan berhenti mengunjungi mucikari. Aku akan melakukan apa saja untuk membuktikan bahwa aku benar-benar menyesal."Destia terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Abidin. "Kau benar-benar akan berhenti? Kau benar-benar akan berubah?"Abidin mengangguk dengan tegas. "Ya, Sayang. Aku berjanji. Aku akan berubah. Aku akan melakukan apa saja untuk mendapatkan kembali kepercayaan dari kamu."Destia menatap Abidin dengan tatapan penuh keraguan. "Baiklah, Mas. Aku akan memberimu satu kesempatan lagi. Tapi ingat, ini adalah kesempatan terakhirmu. Jika kau mengkhianatiku lagi, aku tidak akan pernah memaafkanmu."Abidin merasa lega mendengar kata-kata Destia. "Terima kasih, Sayang. Aku berjanji tidak akan mengecewakanmu lagi."Namun, di balik janji manisnya, Abidin menyembunyikan niat yang licik. Dia tidak pernah puas dengan istrinya dan selalu mencari wanita lain untuk memuaskan h
Ruswanda memasuki ruangan Sudarta dengan langkah cepat, merasa cemas tentang kondisi sahabat lamanya. Namun, langkahnya terhenti seketika saat melihat Nayla duduk di samping tempat tidur Sudarta. Wajahnya berubah kaget, dan dia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Nayla?" gumamnya dengan suara pelan, hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Nayla menoleh dan melihat Ruswanda berdiri di ambang pintu. Hatinya berdebar kencang dan berbagai perasaan bercampur aduk dalam dirinya. "Sialan, kenapa dia ada di sini," pikir Nayla dalam hati, merasa canggung dan tidak nyaman dengan situasi ini. Mereka berdua saling menatap dalam keheningan yang canggung. Kenangan masa lalu yang suram kembali menghantui pikiran mereka. Nayla teringat bagaimana Ruswanda telah mengkhianatinya dan meninggalkannya dalam keadaan hamil, sementara Ruswanda merasa bersalah atas apa yang telah dilakukannya kepada Nayla. Sudarta, yang terbaring lemah di tempat tidur, merasakan ketegangan di antara mereka