"Tunggu Zahra, dengerin aku dulu," ucap Roni yang mengejar langkah kebut Zahra.
Ia yang kembali akan tertidur pisah kamar untuk yang kedu kalinya, kini langkah Zahra memasuki kamar tamu, panggilan panggilan Roni tak dihiraukan.Daaar!Pintu itupun kini tertutup rapat, Roni yang ingin melangkah masuk terhalang sudah."Zahra, aku mohon buka pintunya, kita perlu bicara," pekik Roni dari luar ruangan."Ngga perlu mas, mau bicara apa lagi, buat kasih jawaban siapa Rina sebenarnya aja kamu ngga bisa, bicara yang gimana lagi yang kamu maksud?"Mendengar ucapan itu Roni terdiam. Entahlah mengapa rasanya sulit sekali berterus terang tentang siapa Rina sebenarnya."Jangan dulu mendekati ku mas, sebelum kamu bisa kasih penjelasan tantang hubungan apa yang terjadi antara kamu dan Rina," tambahnya yang terdengar ditelinga Roni.Kembali terdiam dan sedikit mematung didepan pintu ruangan itu, Roni kembali berfikir apakah memanBeberapa jam terdiam didalam kamar, hingga kini jam menunjukan pukul 12:00. Panggilan panggilan dari luar ruangan tak di hiraukan oleh Zahra, bahkan cacing yang sedari bertriak dalam perutnya pun tak digubris.Kali ini kembali terdengar suara Fatimah mengetuk pintu kamarnya."Zahra, keluar dong. Apa kamu ngga lapar? keluar ya kita makan siang bareng bareng yuk," ucap Fatimah yang terdengar ditelinga Zahra.Makan siang? menarik sekali untuk rasa perut yang lapar ini. Namun lagi lagi nafsunya menghilang kala mengingat wajah Rina, yang pasti akan kecentilan dengan Roni suaminya.Tak menjawab Zahra hanya diam, hingga membuat Fatimah yang kini meninggalkan tempat, ia mencoba mengambilkan sepiring nasi dan diantaranya kembali keruangan itu."Zahra, ini ibu bawa makan buat kamu, kalau kamu ngga mau keluar kamu bisa makan didalam sana," ucapnya yang membuat perut Zahra semakin terasa lapar.Namun niatnya untuk tidak keluar kamar tetap bu
"Mas," panggil Zahra dengan pandangan yang terus tertuju pada Roni yang sedang berbincang dan bercanda ria bersama Rina.Panggilan itu membuat Roni dan Rina seketika menoleh."Ra, ada apa?"Ada apa? kenapa sih Roni? ia seperti sedang berusaha tidak peduli dengan Zahra. Bahkan ia diacuhkan saat ia baru saja kembali dari rumah sakit."Kamu kenapa sih mas? kamu ngga peduli banget sama aku. aku sakit loh mas, tapi kamu malah ngobrol asik asikan sama dia," ucap Zahra melirik Rina.Mendengar itu membuat Roni dan Rina menunduk, Roni yang seakan tak ingin mendengar ocehan dari istrinya tersebut. Sementara Rina ia menunduk karena rasa takut melihat Zahra saat ini."Mas, kalau kaya gini lebih baik kamu pilih deh, kamu pilih aku atau dia?" tambah Zahra yang membuat Roni dan Rina terbelalak."Maksudmu?""Iya itu, kamu harus pilih antara aku atau dia kamu pilih siapa?" tambah Zahra kembali melirik Rina."Zahra janga
Seperti Janji Roni pada Rina, yang akan mengantarnya menjenguk sang ibu setelah pekerjaannya selesai. Kini mereka pun berada ditengah tengah perjalanan menuju Bandung. Untuk menjenguk Anggun yang katanya sedang sakit."Yah, gimana kalau tante Zahra tau ayah pergi sama aku kaya gini? pasti akan jadi masalah lagi deh yah," ucap Rina yang membuat Roni menoleh kearahnya."Ngga lah, dia kan taunya ayah kerja, dan kamu kuliah. Jadi dia ngga akan tau kalau kita mau jenguk ibumu."Mendengar jawaban itu Rina terdiam mengangguk. Sebelum akhirnya kembali bertanya."Yah, kenapa sih tante Zahra ngga suka sama aku? emang aku pernah berbuat salah ya?""Bukan gitu Rin, tante Zahra cuma belum tau aja siapa kamu. dia itu taunya kamu selingkuhan ayah, makanya dia sensi begitu sama kamu," ucap Roni yang membuat Rina tertegun.Sampai akhirnya ia tertawa terbahak bahak."Aku selingkuhan ayah? astaga tante Zahra, kenapa bisa cemburu
"Rin, ayah harus balik ke Jakarta sekarang, karena tante Zahra masuk rumah sakit.""Tapi yah, kalau aku ikut ayah balik ke Jakarta ibu gimana?""Sementara kamu disini aja dulu jagain ibumu, besok ayah akan kembali jemput kamu," jawab Roni yang membuat Rina mengangguk."Yaudah ayah pulang dulu ya.""Iya yah, ayah hati hati ya."Mengangguk untuk menjawab ucapan sang anak, kini Roni pun meninggalkan tempat. Melaju kembali ke Jakarta untuk menjenguk Zahra yang sedang berada dirumah sakit."Apa yang terjadi pada Zahra, kenapa dia sampai masuk rumah sakit? dan apa hubungannya sama Jesika kenapa dia yang hubungin aku?" gumam Roni ditengah tengah perjalanannya.Kurang lebih dua jam perjalanan Jakarta-Bandung yang Roni tempuh. Hingga kini ia sudah berada dirumah sakit tempat dimana Zahra dirawat.Disana, Roni dapati Rizki yang terduduk didepan sebuah ruangan. Hingga membuatnya berfikir apa yang dilakukannya disana?
Keesokan harinya, dimana Zahra sudah kembali ke rumah. Sementara Rina yang juga sudah kembali ke rumah. Diruang makan, yang telah berkumpul Fatimah, Roni, Zahra dan Rina."Tante Zahra udah baikan? aku denger kemarin tante masuk rumah sakit? tanya Rina ditengah tengah aktifitas makannya.Belum menjawab Zahra yang lebih dulu membuat Rina merasa tak nyaman. Namun akhirnya kini Zahra membuka mulut."Bunda, panggil tante bunda, karena kamu adalah anak bunda juga," ucap Zahra yang membuat semua mata terbelalak.Ucapan itu rasanya seperti mimpi, namun nyata nya ini benar benar terjadi."Bu-Bunda?""Ya, bunda. Karena kamu kan anak mas Roni, jadi bagaimana pun, kamu juga anak bunda."Seketika suasana menjadi bahagia. Senyuman yang bertaburan membuat pagi ini terasa indah, akhirnya ke salah pahaman yang selama ini terjadi berakhir juga."Makasih ya bun, akhirnya aku bisa panggil bunda, terimakasih banyak.""Sama
"Apa? i-ibu."Praak!Ponsel Rina yang seketika terjatuh setelah menerima panggilan dari seseorang, tubuh yang tiba tiba tak berdaya dan kaki yang seakan tak sanggup menopang berat tubuhnya.Rina yang kini terduduk lemah, dengan air mata yang tampak mengalir, Zahra yang melihatnya pun dengan cepat mendekat."Rina, kamu kenapa nak?"Tak menjawab, Rina hanya terdiam dengan terus menangis. Sementara ponsel yang layarnya masih menyala itu dengan cepat diraih oleh Zahra, tampak sebuah panggilan masih terhubung disana."Hallo, ada apa ya?""Maaf bu, saya ingin mengabarkan bahwa bu Anggun telah meninggal dunia," ucap seorang wanita yang membuat Zahra tertegun.Anggun? bukankah itu nama ibunya Rina?"Inalilahi Wa Inalilahi rojiun. Ya saya akan segara urus jenazahnya."Tut tut tut!Panggilan pun terputus. Sementara pandangannya kini tertuju pada Rina yang masih terduduk lemah tanpa tenaga. Dengan cep
Beberapa bulan kemudian.Sejak kepergian sang ibu, entah apa yang membuat Rina berubah, hingga kini Zahra dan Roni sedikit kewalahan mendidiknya."Apa perbuatan semacam itu belum keterlaluan mas? dia kamu kuliahin untuk belajar, bukan untuk bolos dan keluyuran kesana kemari," ucap Zahra.Zahra tak habis fikir, tindakan yang dilakukan Rina, setelah mendapat telfon dari kampus bahwa sudah hampir satu bulan Rina tak masuk kuliah.Sementara dari rumah ia selalu izin berangkat kuliah, lalu kemana perginya? jika tak sampai kampus?"Ia sayang aku ngerti, tapi tolong yang sabar ya, mungkin dia seperti itu karena dia masih terpukul atas meninggalnya Anggun.""Belain aja terus anak kesayangan kamu itu mas, aku kaya gini bukan karena aku ngga sayang sama Rina mas, bukan karena dia bukan anak kandungku, tapi tindakan Rina yang udah keterlaluan. Percuma dong selama ini kamu kasih uang buat bayar kuliahnya, tapi nyatanya uang itu ngga tau kema
"Apa maksudmu Rin? kenapa kamu melakukan hal seperti itu? ayah bener bener kecewa sama kamu Rin, kenapa kamu jadi seperti ini? kamu bukan Rina yang ayah kenal.""Emang ayah kenal sama aku? bukanya cuma ibu yang besarin aku? ayah kenal sama aku baru yah, belum lama. Jadi wajar aja kalau ayah ngga tau sifat aku yang sebenarnya.""Lalu, apa kamu bangga jadi Rina yang seperti ini? ayah lebih suka Rina yang pertama kali ayah kenal, bukan Rina yang sekarang.""Ayah bener bener ya, ngga ngerti perasaan aku, aku lagi sedih yah, ibu yang udah besarin aku sampe sekarang, pergi dan ngga akan pernah kembali. Dan sekarang ayah bilang aku berubah, ayah mikir ngga sih betapa hancurnya hati ku.""Ayah ngerti Rin, ayah ngerti! tapi bukan seperti ini caranya. kamu fikir ini akan menyelesaikan rasa sakit yang kamu rasain? yang ada ibumu justru bersedih liat tingkah laku mu yang begini," ucap Roni yang membuat Rina terdiam.Ia menunduk, karena Roni menyebut
Hari ini adalah hari bahagia yang dinanti Rina dan Rizki tiba, hari pernikahan yang hendak mengubah status mereka menjadi menikah.Pagi ini, Zahra yang telah bersiap dengan penampilan elegannya, penampilannya cantik namun wajahnya tak berhias senyuman.Matanya meremang, penuh air mata yang seketika dapat menghapus make up di wajahnya."Kalau ini memang takdir kita, aku akan terima mas," ucap Zahra yang berusaha tegar.Sementara Rina dan Roni yang kini telah bersiap dengan penampilannya masing masing, sebuah gaun berwarna putih menghiasi tubuh mungilnya dengan sangat cantik.Bibir nya tersenyum, dan merona. Ekspresi wajah bahagia itu tak hilang dari wajah ayu gadis mungil yang akan segera mendapat gelas istri tersebut.Masalah akan Zahra, sementara terlupakan. Belum lagi memikirkan kemana pergi nya Zahra setelah kembali ke Jakarta?Dan Roni yang kini sudah siap menyambut kedatangan calon menantu yang tidak lain adalah sahabatn
"Gimana Jes, udah jadi kan? undangannya juga udah disiapkan?""Udah Ron, ini udah aku siapin semuanya," ucap Jesika seraya memberikan sejumlah undangan pada Roni.Lagi lagi perkara sakit hati, Zahra tak dapat menahan air mata kala melihat keakraban yang terjadi kepada Jesika dan suaminya.Meski mulut sudah mencoba mengucap iklas namun hati rasanya masih belum bisa. Berat dan sulit adalah rasa untuk mengikhlaskan cintanya."Lusa hari pernikahannya, akan kah aku sanggup?" batin Zahra dengan air mata yang kembali menetes."Jes, setelah ini kita cek gaun nya ya, kalau sudah siap langsung saja dibawa pulang, waktunya kan udah ngga lama lagi.""Iya Ron, mungkin lebih baik begitu. biar kita jadi lebih santai nantinya," jawab Jesika yang membuat Roni mengangguk.Entahlah, pemandangan yang terjadi rasanya mengarahkan pikiran Zahra pada pernikahan mereka, meski sebenarnya tidak ada hubungannya.Ditengah tengah perbincanga
Rina gadis mungil yang kini tersadar paska operasi, perlahan matanya terbuka. Penglihatannya tampak buram, orang pertama kali yang ia lihat tampak tersenyum padanya, namun entah siapa pemilik senyum manis itu.Berulang kali Rina mengerjap ngerjapkan matanya, agar penglihatannya tak lagi buram, setelah cukup jelas memandang, ternyata wajah manis itu milik Rizki.Laki laki yang tidak lain adalah calon suaminya. laki laki itu tersenyum membuat hati Rina tenang, dengan pandangan mata yang tertuju tajam menatapnya."Abang," ucapnya lemah.Alih alih menjawab, laki laki berkaca mata itu justru meneteskan air mata. Tanda bahagia karena melihat orang tersayangnya membuka mata.Tak berkata apa pun, Rizki yang seketika mendekap tubuh Rina, dengan sangat erat, berharap tak akan terjadi hal sama diantara mereka."Abang kenapa nangis?" tanya Rina setelah dekapan Rizki terlepas.Perlahan jari jari lentik itu mengusap air mata yang tamp
Kembali dengan aksi pengintaian nya, Zahra yang kembali ke rumah Roni untuk mengintai Roni yang sedang mengurus pernikahan. Pagi ini kembali ia melihat Roni memasuki mobilnya, Namun pandangan nya seketika tertuju pada Fatimah yang kini keluar dengan sebuah kursi roda. Matanya terbelalak, kala ia melihat sang mertua."Loh ibu kenapa? kenapa dia pake kursi Roda?" gumam Zahra dengan pandangan tak berkedip.Pandangannya terputus setelah melihat mobil Roni melaju, dengan cepat Zahra pun mengikutinya."Ikuti mobil didepan ya pak," ucap Zahra pada sopir taxy.Setelah diikuti, ternyata mobil Roni terhenti dihalaman perusahaan tempat nya bekerja."Ternyata mas Roni mau kerja," batinnya dengan pandangan tak berkedip memperhatikan tubuh Roni yang kini sudah memasuki gedung.Sementara Roni yang kini melangkah menuju ruangan Jesika. Mengetuk pintunya, dan lalu masuk."Ron, ada apa?""Jes, aku minta bantuan boleh?"
Keesokan harinya, Zahra yang kini sudah berpenampilan rapi, hendak kembali ke Jakarta dan bersua dengan keluarganya."Nek, nenek yakin mau disini sendiri? ikut aku aja yuk, biar aku rawat nenek dirumah ku.""Ngga usah nak, nenek lebih nyaman tinggal disini."Terdiam mendengar jawaban yang nenek Misni beri. Tak tega jika akan meninggalkan wanita tua itu sendiri, sementara sang suami yang sudah tak lagi ada disampingnya."Yaudah kalau gitu aku pamit ya nek. Makasih untuk semuanya atas kebaikan nenek dan almarhum kakek, nenek disini hati hati ya, jaga diri baik baik, dan jangan lupa jaga kesehatan," ucap Zahra menggenggam tangan keriput wanita tua dihadapannya tersebut."Iya nak, kamu juga hati hati ya, semoga sampai tujuan dengan selamat, sering sering main kesini ya, ke gubuk nenek ini.""Pasti nek, pasti, kebaikan nenek ngga akan pernah aku lupain. Yaudah kalau gitu aku berangkat ya, assalamualaikum.""Walaikum salam."
Hari demi hari berlalu, Zahra yang masih menanti kedatangan Roni kembali, ia selalu menunggu kedatangan Roni atau pun orang suruhan suaminya itu, diwarung sate, mau pun dirumahnya.Bahkan ia mewanti wanti nenek Misni, jika bertemu beberapa orang tersebut ia harus menjawabnya dan memberi tahu dimana Zahra saat ini.Namun setelah beberapa hari menunggu, Roni, Rina, Rizki atau pun anak buah Roni tak lagi datang, hingga membuat Zahra kembali bersedih, rasa penantiannya seakan tak berujung."Apa kamu mulai lelah mencari aku mas? kenapa kamu ngga datang lagi? aku disini mas, datang lah," batin Zahra dengan aktifitas mencuci piringnya.Sementara Roni, yang saat ini belum ada waktu untuk mencari sang istri kembali, karena sibuk dengan Fatimah yang saat ini juga sedang sakit.Sebenarnya, Roni ingin kembali ke Desa itu, desa dimana Zahra berada. Namun, fikirannya terlalu penuh dengan masalah masalah yang datang silih berganti.Kali ini Ron
"Aaa..."Suara teriakan itu terdengar ditelinga Rina, suara yang berasal dari kamar Fatimah itu dengan cepat ia hampiri. Setelah membuka pintu kamarnya, Rina tak menemukan Fatimah disana, namun kini pandangannya tertuju pada pintu kamar mandi yang tak tertutup rapat.Dengan cepat Rina pun masuk, seketika mata nya terbelalak kala ia dapati Fatimah yang telah tergeletak tak sadarkan diri disana. "Astagfirullah oma, oma bangun oma," ucap Rina menggoyang goyangkan lengan Fatimah.Melihat Fatimah yang sudah tak berdaya, dengan cepat Rina meraih ponselnya, menghubungi Rizki karena siapa lagi dapat membantunya saat ini kalau bukan dia?"Iya Rin, ada apa?""Bang, tolong dong. Ini oma pingsan bang, jatuh dari kamar mandi," ucap Rina yang membuat Rizki terbelalak."Yaudah saya kesana sekarang, jaga oma sebentar," ucap Rizki yang lalu dengan cepat beranjak meninggalkan cahaya resto.Setelah beberapa menit kemudian, kini R
"Ada apa Jes?""Ron, ada kerjaan ke luar kota, kamu bisa kan hadir?" ucap Jesika yang membuat Roni sejenak terdiam.Lalu bagaimana dengan pencarian Zahra selanjutnya? jika Roni harus pergi keluar kota."Ron aku tau kamu sedang sibuk mencari istrimu, tapi klien ini sangat penting Ron, demi nama perusahaan," tambah Jesika yang membuat Roni terdiam.Ia tampak berfikir keras, ingin menolak namun itu artinya ia tak bertanggung jawab akan pekerjaannya."Bagaimana Ron, bisa kan?"Perlahan Roni pun mengangguk."Ya saya bisa."Tersenyum dan menghela nafas lega setelah mendapat anggukan dari Roni."Di kota mana Jes?""Di Malang Ron, kamu ngga sendiri, Seto akan menemani mu," jawab Jesika yang membuat Roni mengangguk.Tak menunggu lama, dengan cepat Roni mempersiapkan semua berkas nya dan semua materi yang akan ia sampaikan di Malang nanti.Seakan tak ingin membuang waktu, lebih cepat le
"Apa, ayah merestui?""Ya, saya sudah bilang semuanya, kalau saya menyukai kamu," jawab Rizki yang membuat Rina mengerjap ngerjapkan matanya.Tak menyangka akan seserius ini."Itu tandanya sekarang kamu udah resmi," ucap Rizki terpotong, dengan pandangan tajam memperhatikan wajah gadis mungil dihadapannya ini."Resmi apa?""Resmi jadi pacar saya, dan saya akan sesegera mungkin menikahi kamu."Deg!Ucapan itu membuat jantung Rina seakan ingin terlepas, membuatnya bergidik ngeri, tak menyangka akan semengerikan ini. Namun, bagaimana pun Rina harus menyadari bahwa lawan nya saat ini memanglah laki laki matang, yang sudah jelas akan membawanya kearah sana.Ia tidak akan lagi bermain main atau mengulur ngulur sebuah hubungan, karena bagi laki laki berusia matang, lebih cepat lebih baik.Bibir Rina tersenyum, namun senyumnya tak sedap, rasa bahagia bercampur tak menyangka, Rina membutuhkan sedikit waktu lagi