Keesokan harinya, dimana Zahra sudah kembali ke rumah. Sementara Rina yang juga sudah kembali ke rumah. Diruang makan, yang telah berkumpul Fatimah, Roni, Zahra dan Rina.
"Tante Zahra udah baikan? aku denger kemarin tante masuk rumah sakit? tanya Rina ditengah tengah aktifitas makannya.Belum menjawab Zahra yang lebih dulu membuat Rina merasa tak nyaman. Namun akhirnya kini Zahra membuka mulut."Bunda, panggil tante bunda, karena kamu adalah anak bunda juga," ucap Zahra yang membuat semua mata terbelalak.Ucapan itu rasanya seperti mimpi, namun nyata nya ini benar benar terjadi."Bu-Bunda?""Ya, bunda. Karena kamu kan anak mas Roni, jadi bagaimana pun, kamu juga anak bunda."Seketika suasana menjadi bahagia. Senyuman yang bertaburan membuat pagi ini terasa indah, akhirnya ke salah pahaman yang selama ini terjadi berakhir juga."Makasih ya bun, akhirnya aku bisa panggil bunda, terimakasih banyak.""Sama"Apa? i-ibu."Praak!Ponsel Rina yang seketika terjatuh setelah menerima panggilan dari seseorang, tubuh yang tiba tiba tak berdaya dan kaki yang seakan tak sanggup menopang berat tubuhnya.Rina yang kini terduduk lemah, dengan air mata yang tampak mengalir, Zahra yang melihatnya pun dengan cepat mendekat."Rina, kamu kenapa nak?"Tak menjawab, Rina hanya terdiam dengan terus menangis. Sementara ponsel yang layarnya masih menyala itu dengan cepat diraih oleh Zahra, tampak sebuah panggilan masih terhubung disana."Hallo, ada apa ya?""Maaf bu, saya ingin mengabarkan bahwa bu Anggun telah meninggal dunia," ucap seorang wanita yang membuat Zahra tertegun.Anggun? bukankah itu nama ibunya Rina?"Inalilahi Wa Inalilahi rojiun. Ya saya akan segara urus jenazahnya."Tut tut tut!Panggilan pun terputus. Sementara pandangannya kini tertuju pada Rina yang masih terduduk lemah tanpa tenaga. Dengan cep
Beberapa bulan kemudian.Sejak kepergian sang ibu, entah apa yang membuat Rina berubah, hingga kini Zahra dan Roni sedikit kewalahan mendidiknya."Apa perbuatan semacam itu belum keterlaluan mas? dia kamu kuliahin untuk belajar, bukan untuk bolos dan keluyuran kesana kemari," ucap Zahra.Zahra tak habis fikir, tindakan yang dilakukan Rina, setelah mendapat telfon dari kampus bahwa sudah hampir satu bulan Rina tak masuk kuliah.Sementara dari rumah ia selalu izin berangkat kuliah, lalu kemana perginya? jika tak sampai kampus?"Ia sayang aku ngerti, tapi tolong yang sabar ya, mungkin dia seperti itu karena dia masih terpukul atas meninggalnya Anggun.""Belain aja terus anak kesayangan kamu itu mas, aku kaya gini bukan karena aku ngga sayang sama Rina mas, bukan karena dia bukan anak kandungku, tapi tindakan Rina yang udah keterlaluan. Percuma dong selama ini kamu kasih uang buat bayar kuliahnya, tapi nyatanya uang itu ngga tau kema
"Apa maksudmu Rin? kenapa kamu melakukan hal seperti itu? ayah bener bener kecewa sama kamu Rin, kenapa kamu jadi seperti ini? kamu bukan Rina yang ayah kenal.""Emang ayah kenal sama aku? bukanya cuma ibu yang besarin aku? ayah kenal sama aku baru yah, belum lama. Jadi wajar aja kalau ayah ngga tau sifat aku yang sebenarnya.""Lalu, apa kamu bangga jadi Rina yang seperti ini? ayah lebih suka Rina yang pertama kali ayah kenal, bukan Rina yang sekarang.""Ayah bener bener ya, ngga ngerti perasaan aku, aku lagi sedih yah, ibu yang udah besarin aku sampe sekarang, pergi dan ngga akan pernah kembali. Dan sekarang ayah bilang aku berubah, ayah mikir ngga sih betapa hancurnya hati ku.""Ayah ngerti Rin, ayah ngerti! tapi bukan seperti ini caranya. kamu fikir ini akan menyelesaikan rasa sakit yang kamu rasain? yang ada ibumu justru bersedih liat tingkah laku mu yang begini," ucap Roni yang membuat Rina terdiam.Ia menunduk, karena Roni menyebut
"Rina kemana sih mas? kenapa udah malam gini belum pulang juga? jangan bilang dia ke bar lagi, pulang pulang mabuk lagi, kaya anak ngga di didik," cerocos Zahra ditengah tengah kegundahannya.Menanti Rina yang pergi sejak siang hari, hingga malam pukul 21:00 ia belum juga kembali."Yaudah, aku cari dulu ya," ucap Roni yang kemudian beranjak.Namun langkahnya kembali terhenti kala kini Rina sudah berjalan memasuki rumah, pandangan keduanya tak terhenti memperhatikan gadis remaja yang tengah berjalan mendekat itu."Dari mana kamu Rin?" tanya Roni."Ini jam berapa Rin? kamu pergi dari siang loh, kenapa baru pulang?" sambar Zahra.Belum menjawab Rina yang masih terdiam dan memperhatikan wajah Roni dan Zahra, yang kemudian berkata."Maaf yah, bun. tadi Aku ngga bisa pulang, aku capek jalan kaki, mau naik taxy aku lupa ngga bawa uang, untung ada om.." ucapannya seketika terhenti kala ia hendak menyebut nama Rizki."Ad
"Ayah, tunggu yah. Aku mau bicara sebentar, bisa?" ucap Rina menghentikan langkah Roni."Ada apa Rin? ayah lagi buru buru banget nih.""Ini soal bunda yah.""Bunda? ada apa?""Jadi kemarin aku ngga sengaja liat bunda sama..."Dreet dreet..Tiba tiba terdengar ponsel Roni berdering, hingga memutuskan ucapan Rina."Iya iya, saya kesana sekarang," ucap Roni pada seseorang disebrang teleponnya.Tanpa menghiraukan Rina lagi, Roni yang kini melanjutkan langkahnya. Niat Rina untuk memberi tahu Roni tentang Zahra yang jalan berdua dengan Rizki pun gagal."Bu, aku berangkat dulu ya."Terdengar ucapan itu ditelinga Rina, hingga membuatnya memutarkan tubuh. Zahra yang terlihat sedang berpamitan dengan Fatimah, hendak pergi ke Cahaya resto."Bunda mau kemana lagi? jangan jangan bunda mau ketemu sama om ganteng itu lagi," batin Rina yang pandangannya terus tertuju pada kepergian Zahra."Ng
Hari ini, jam menunjukan pukul 13:00 Roni dan Zahra berada dalam satu mobil yang sama hendak pergi kesuatu tempat.Didalam sana, Roni dan Zahra saling bercanda, suka dan tawa yang terjadi saat ini. Entah apa yang akan terjadi setelah ini, rasanya Zahra sulit sekali memalingkan wajahnya dari wajah tampan sang suami.Seakan saat ini adalah saat terakhir kalinya ia melihat wajah itu. Sadar sedang diperhatikan, Roni yang kini menoleh dan berkata."Kenapa sih kok ngeliatin nya gitu?" tanya Roni melirik Zahra yang masih bertahan dengan pandangannya."Ngga papa, sayang aja kalau wajah ganteng kaya gini ngga diliatin," candanya yang membuat Roni terkekeh.Ditengah tengah perbincangannya, tiba tiba..Dreet drret!Sebuah panggilan masuk di ponsel Roni, dengan cepat ia pun meraih ponsel dalam saku celananya, saat hendak menjawab panggilan itu tiba tiba ponselnya terjatuh.Dan membuat Roni harus mengambilnya, tubuhnya kini
Keesokan harinya.Setelah beberapa hari pencarian Zahra dilakukan, kini kembali Roni bergegas untuk mencari sang istri. besar harapannya untuk dapat menemukan Zahra hari ini, terbiasa hidup bersama Zahra, seketika ditinggal rasanya membuatnya tak nyaman."Kamu hati hati ya Ron, jangan gegabah tetap fikirkan kesehatan mu juga," ucap Fatimah setelah Roni berpamitan hendak mencari Zahra."Iya yah, ayah hati hati ya, aku sama oma nunggu kabarnya dari rumah," sambar Rina, yang membuat Roni mengangguk.Langkahnya kini pergi meninggalkan rumah.Tak lama dari kepergian Roni, Rizki yang kini datang membuat Fatimah dan Rina seketika memutar tubuhnya kembali.Melihat kedatangan Rizki wajah Rina seketika berbinar, yang kemudian mendekat dan memperhatikan wajahnya dengan ekspresi kecentilan."Eh om Rizki, ada apa om? mau nyariin aku ya?" tanya Rina dengan gaya manja.Tak menghiraukan rayuan Rina, Rizki yang kini mendekati Fatimah
Hari demi hari berlalu. Zahra yang kini keadaannya sudah mulai membaik. Dengan penuh kasih sayang kedua orang tua itu merawat Zahra.Ditengah tengah renungannya, kini ingatan Zahra tertuju pada sang suami, wajah Roni yang sedari tadi terbayang bayang dalam ingatannya, rasa rindu tak bertepi, ingin sekali bertemu, namun kini mereka sedang jauh."Mas Roni, aku kangen," batin Zahra dengan mata memerah."Gimana caranya aku bisa keluar dari desa ini? bagaimana caranya aku bisa kembali ke Jakarta? aku kan ngga punya uang," tambahnya dengan pandangan yang terus merenung.Tiba tiba.. nenek Misni yang kini melintas, dengan cepat Zahra memanggilnya."Nek."Mendengar panggilan itu dengan cepat Misni mendekat."Ada apa nak?""Nek, aku kangen sama keluarga ku nek, aku kangen suamiku, anakku juga ibu mertua ku, mereka semua ada di Jakarta nek," ucap Zahra yang membuat nenek terdiam."Lalu?""Nek, gimana cara