"Kenapa Ron? apa yang terjadi pada Zahra?" tanya Fatimah setelah Roni dan Zahra kini kembali kerumah.
"Zahra kecapean bu, dan kata dokter mulai sekarang Zahra ngga boleh lagi terlalu cape, dan harus banyak istirahat," Jelas Roni yang membuat Fatimah menatap tajam ke arah Zahra."Zahra, kamu hati hati ya, jaga kandungan kamu. udah yang jualan biar Roni aja, dan kamu istirahat dirumah.""Iya bu, makasih ya bu.""Yaudah bu, aku antar Zahra ke kamar dulu ya biar dia istirahat," ucap Roni yang membuat Fatimah mengangguk.•••Dua hari kemudian."Yaampun aku bosen banget, tiap hari cuma tiduran aja, ngga ngapa ngapain, rasanya malah capek banget," gumam Zahra yang kini beranjak dari tidurnya.Berjalan perlahan, keluar rumah. Ia pandangi Roni yang berjualan disana, warung esnya tampak sangat ramai, dan Roni yang hanya berjualan seorang diri pasti kewalahan.Berniat membantu sang suami, Zahra kini berjalan mende"Roni, aku bisa jelasin. aku akan jelasin semuanya sekarang," tambah Jesika yang terus mengejar langkah Roni.Mendengar keributan dari luar rumahnya membuat zahra dan fatimah kini keluar, melihat apa yang terjadi? hingga membuat kegaduhan.Mata Zahra dan Fatimah seketika terbelalak, saat mereka dapati Jesika yang mengikuti langkah Roni. Dengan cepat Zahra pun mendekat hingga membuat langkah sang suami terhenti."Ada apa mas? kenapa perempuan ini ada disini?" tanya Zahra melirik Jesika."Ternyata perempuan ini bener bener jahat Ra, aku ngga nyangka ada ya manusia berhati iblis kaya dia."Tertegun mendengar ucapan Roni, pasalnya semarah apa pun dia selama ini tak pernah terdengar kata kata kasar semacam ini, lalu apa yang membuatnya begini?"Ada aoa mas? jelasin ke aku.""Zahra, aku kesini aku mau minta maaf sama kamu dan Roni," sambar Jesika yang membuat Zahra mengerutkan dahi.Minta maaf? untuk apa? rasanya Zahr
Kembali lagi memikirkan akan terancamnya perusahaan milik Jesika. Jesika risau, gundah gulana dan tak tenang, bagaimana jika Roni menolak membantunya, habis sudah perusahaan yang ia perjuangkan selama ini.Kini Jesika meraih ponselnya dan menghubungi Rizki, entah ia akan berbicara apa pada Rizki saat ini?"Kenapa Jes?""Ki, gimana kalau Rizki ngga mau bantuin aku? aku ngga tau harus gimana lagi.""Kamu tenang aja Roni itu orang yang baik, dia ngga akan tega liat orang kain menderita, jadi terus lah merayu, sampai Roni mau membantu mu," jawab Rizki yang membuat Jesika terdiam.Mengikuti ucapan Rizki, Jesika yang kini beranjak dan hendak menemui Roni kembali. Sesampainya dirumah Roni, kembali Jesika memohon pertolongan pada Roni dan Zahra."Sudah berapa kali saya katakan, saya tidak mau Jes, saya ngga mau berurusan dengan kamu lagi.""Tapi Ron, aku mohon, bantu aku. Aku janji ngga akan pernah berbuat jahat lagi pada siapa
"Cuma dia satu satunya cara," gumam Roni yang lalu beranjak, dan menuju perusahaan Jesika.Laki laki berpenampilan santai itu, kini memasuki gedung bertingkat, namun langkahnya terhenti kala seorang sekuriti menghentikan."Maaf, mencari siapa?""Saya mau ketemu bu Jesika pak.""Apa sudah ada janji?""Belum pak, tapi dia tau siapa saya.""Maaf pak tidak bisa, jika ingin bertemu dengan CEO perusahaan ini harus membuat janji terlebih dahulu.""Yasudah pak tolong sampai pada beliau jika Roni datang, saya akan menunggunya disini.""Baik, sebentar."Kini Roni pun menunggu kedatangan Jesika di luar gedung, karena tak diperbolehkan masuk dengan alasan tak memiliki janji.Roni yang kini menunggu dengan tak tenang, risau dan cemas memikirkan keadaan sang istri yang sedang bertaruh nyawa saat ini.Beberapa menit kemudian."Roni."Suara wanita itu menyebut namanya, membuatnya sek
Keesokan harinya."Sayang, aku berangkat dulu ya, kamu istirahat aja dulu jangan banyak beraktifitas, dan ingat hati hati," ucap Roni dengan penampilan yang sudah rapi, kembali ia melihat Roni dengan setelan jas nya."Mas, kok rapi banget? mas ngga jualan es?"Apa yang terjadi Zahra belum mengetahuinya, jika Roni sudah menerima permintaan Jesika, untuk kembali bekerja di perusahaannya."Mulai sekarang aku kerja lagi di perusahaan Jesika Ra."Terdiam dan mengerutkan dahi kala mendengar jawaban yang baru saja Roni lontarkan, bukankah selama ini Roni kekeh untuk tidak menerima permintaan itu, lalu mengapa ia berubah fikiran?"Mas, kenapa kamu berubah fikiran? bukannya kamu ngga mau kerja disana lagi?"Mendengar pertanyaan itu membuat Roni menghela nafas, Dan perlahan menjelaskan semua yang terjadi."Mau bagaimana lagi Ra, saat itu aku bener bener bingung harus dapet uang dari mana, sementara operasi kamu yang harus
Pagi ini saat Zahra hendak melangkahkan kakinya menuju pasar. Langkahnya terhenti kala melihat Rizki melintas, dengan cepat Zahra pun memanggilnya dan mendekat.Ingin sekali meminta maaf dengan laki laki baik yang sudah sempat menerima kata kata kasar darinya."Mas Rizki, aku minta maaf ya, aku sempet ngga percaya dan kecewa sama kamu, tapi ternyata niat kamu baik banget.""Ngga papa ra, aku ngga papa. Oiya kamu kemana?""Ke pasar mas.""Mau aku antar?""Oh ngga usah, ngerepotin.""Ngga sih sebenernya sekalian ada sesuatu yang mau aku sampain ke kamu.""Sesuatu apa mas?""Naik mobil aku yuk, sambil jalan ke pasar sambil kita ngobrol," ajak Rizki yang membuat Zahra akhirnya mengangguk.Ditengah perjalanan."Mas Rizki tadi mau bicara apa?""Jadi gini Ra, kalau kamu mau, kamu bisa kok kelola Cahaya resto lagi," ucap Rizki yang membuat Zahra terdiam.Memikirkan ucapan Riz
Sesampainya dirumah yang dituju. Roni pun menghentikan mobilnya tepat dihalaman depan rumahnya, rumah bertingkat dan berpagar ini mereka perhatikan dengan seksama.Dan kemudian memasukinya dengan menarik koper berisi pakaian. Pandangannya tak berkedip memperhatikan tiap sudut rumah, meski ukurannya tak sebesar rumah mereka dulu, tapi ini sudah jauh lebih baik dari tempat tinggal sebelumnya."Alhamdulilah," gumam Zahra dengan bibir tersenyum."Akhirnya kita dapat tempat tinggal yang lebih baik," sambung Fatimah dengan pandangan yang terus memperhatikan sekelilingnya."Iya, alhamdulilah, Allah selalu memberi jalan pada kita yang kesusahan. Yaudah sekarang ibu masuk kamar ya, yang sebelah sana. dan kamar kita yang disana," ucap Roni dengan menunjuk.Mengikuti ucapan Roni, kini Fatimah pun melangkah dengan menarik sebuah koper dan memasuki kamarnya, begitu juga dengan Roni dan Zahra yang bergandengan tangan memasuki ruang kamarnya pula.
Hari ini, Roni yang keluar dari unitnya, berjalan menuju restoran untuk mengisi perut nya terlebih dulu sebelum memulai pekerjaannya pagi ini.Sementara sang wanita asing, yang kini juga mengikuti langkah Roni. Melihat Roni yang terduduk seorang diri, membuatnya ingin sekali menghampiri.Perlahan langkahnya mendekat, dan tanpa permisi ia terduduk di hadapan Roni, laki laki yang sedang sibuk dengan layar ponselnya.Melihat kedatangan seseorang, pandangan Roni pun beralih dari layar benda pipih tersebut. Seketika matanya melebar kala kini ia melihat wajah wanita dihadapannya itu."Anggun," ucap bibirnya lirih.Tak berkata wanita yang ternyata bernama Anggun itu tersenyum memperhatikan wajah Roni yang terkejut."Hay Roni, apa kabar?" sapanya dengan mata yang terus memandang.Tak berkedip memperhatikan wajah tampan yang terlihat gugup dihadapannya itu."Ngapain kamu disini?" tanya Roni setelah memalingkan wajahnya.
Beberapa hari kemudian.Setelah kini pekerjaan Roni di Kalimantan selesai. seperti janji Roni pada Anggun, yang akan menjemput sang anak gadis di Bandung.Bersama Anggun, kini Roni mengendarai mobilnya menuju kediaman gadisnya tinggal. Tanpa ragu dan tanpa banyak beralasan, karena Roni pun penasaran dengan anak kandungnya.Beberapa jam dalam perjalanan, kini Roni dan Anggun telah memasuki wilayah kota Bandung, hanya tinggal melaju beberapa kilo lagi untuk Roni dapat bertemu anak kandungnya."Berhenti Ron," ucap Anggun kala berada di halaman sebuah rumah sederhana."Rina tinggal disini," tambahnya yang lalu dengan cepat beranjak.Sementara Roni yang perlahan mengikuti langkah Anggun, memasuki rumah dan bertemu Rina, gadis yang bilang anak kandungnya."Rina.. Ibu pulang," ucap Anggun seraya meletakan koper yang ia bawa.Dari belakang tampak seorang gadis bertubuh mungil, rambut terurai panjang berjalan menghampiri
Hari ini adalah hari bahagia yang dinanti Rina dan Rizki tiba, hari pernikahan yang hendak mengubah status mereka menjadi menikah.Pagi ini, Zahra yang telah bersiap dengan penampilan elegannya, penampilannya cantik namun wajahnya tak berhias senyuman.Matanya meremang, penuh air mata yang seketika dapat menghapus make up di wajahnya."Kalau ini memang takdir kita, aku akan terima mas," ucap Zahra yang berusaha tegar.Sementara Rina dan Roni yang kini telah bersiap dengan penampilannya masing masing, sebuah gaun berwarna putih menghiasi tubuh mungilnya dengan sangat cantik.Bibir nya tersenyum, dan merona. Ekspresi wajah bahagia itu tak hilang dari wajah ayu gadis mungil yang akan segera mendapat gelas istri tersebut.Masalah akan Zahra, sementara terlupakan. Belum lagi memikirkan kemana pergi nya Zahra setelah kembali ke Jakarta?Dan Roni yang kini sudah siap menyambut kedatangan calon menantu yang tidak lain adalah sahabatn
"Gimana Jes, udah jadi kan? undangannya juga udah disiapkan?""Udah Ron, ini udah aku siapin semuanya," ucap Jesika seraya memberikan sejumlah undangan pada Roni.Lagi lagi perkara sakit hati, Zahra tak dapat menahan air mata kala melihat keakraban yang terjadi kepada Jesika dan suaminya.Meski mulut sudah mencoba mengucap iklas namun hati rasanya masih belum bisa. Berat dan sulit adalah rasa untuk mengikhlaskan cintanya."Lusa hari pernikahannya, akan kah aku sanggup?" batin Zahra dengan air mata yang kembali menetes."Jes, setelah ini kita cek gaun nya ya, kalau sudah siap langsung saja dibawa pulang, waktunya kan udah ngga lama lagi.""Iya Ron, mungkin lebih baik begitu. biar kita jadi lebih santai nantinya," jawab Jesika yang membuat Roni mengangguk.Entahlah, pemandangan yang terjadi rasanya mengarahkan pikiran Zahra pada pernikahan mereka, meski sebenarnya tidak ada hubungannya.Ditengah tengah perbincanga
Rina gadis mungil yang kini tersadar paska operasi, perlahan matanya terbuka. Penglihatannya tampak buram, orang pertama kali yang ia lihat tampak tersenyum padanya, namun entah siapa pemilik senyum manis itu.Berulang kali Rina mengerjap ngerjapkan matanya, agar penglihatannya tak lagi buram, setelah cukup jelas memandang, ternyata wajah manis itu milik Rizki.Laki laki yang tidak lain adalah calon suaminya. laki laki itu tersenyum membuat hati Rina tenang, dengan pandangan mata yang tertuju tajam menatapnya."Abang," ucapnya lemah.Alih alih menjawab, laki laki berkaca mata itu justru meneteskan air mata. Tanda bahagia karena melihat orang tersayangnya membuka mata.Tak berkata apa pun, Rizki yang seketika mendekap tubuh Rina, dengan sangat erat, berharap tak akan terjadi hal sama diantara mereka."Abang kenapa nangis?" tanya Rina setelah dekapan Rizki terlepas.Perlahan jari jari lentik itu mengusap air mata yang tamp
Kembali dengan aksi pengintaian nya, Zahra yang kembali ke rumah Roni untuk mengintai Roni yang sedang mengurus pernikahan. Pagi ini kembali ia melihat Roni memasuki mobilnya, Namun pandangan nya seketika tertuju pada Fatimah yang kini keluar dengan sebuah kursi roda. Matanya terbelalak, kala ia melihat sang mertua."Loh ibu kenapa? kenapa dia pake kursi Roda?" gumam Zahra dengan pandangan tak berkedip.Pandangannya terputus setelah melihat mobil Roni melaju, dengan cepat Zahra pun mengikutinya."Ikuti mobil didepan ya pak," ucap Zahra pada sopir taxy.Setelah diikuti, ternyata mobil Roni terhenti dihalaman perusahaan tempat nya bekerja."Ternyata mas Roni mau kerja," batinnya dengan pandangan tak berkedip memperhatikan tubuh Roni yang kini sudah memasuki gedung.Sementara Roni yang kini melangkah menuju ruangan Jesika. Mengetuk pintunya, dan lalu masuk."Ron, ada apa?""Jes, aku minta bantuan boleh?"
Keesokan harinya, Zahra yang kini sudah berpenampilan rapi, hendak kembali ke Jakarta dan bersua dengan keluarganya."Nek, nenek yakin mau disini sendiri? ikut aku aja yuk, biar aku rawat nenek dirumah ku.""Ngga usah nak, nenek lebih nyaman tinggal disini."Terdiam mendengar jawaban yang nenek Misni beri. Tak tega jika akan meninggalkan wanita tua itu sendiri, sementara sang suami yang sudah tak lagi ada disampingnya."Yaudah kalau gitu aku pamit ya nek. Makasih untuk semuanya atas kebaikan nenek dan almarhum kakek, nenek disini hati hati ya, jaga diri baik baik, dan jangan lupa jaga kesehatan," ucap Zahra menggenggam tangan keriput wanita tua dihadapannya tersebut."Iya nak, kamu juga hati hati ya, semoga sampai tujuan dengan selamat, sering sering main kesini ya, ke gubuk nenek ini.""Pasti nek, pasti, kebaikan nenek ngga akan pernah aku lupain. Yaudah kalau gitu aku berangkat ya, assalamualaikum.""Walaikum salam."
Hari demi hari berlalu, Zahra yang masih menanti kedatangan Roni kembali, ia selalu menunggu kedatangan Roni atau pun orang suruhan suaminya itu, diwarung sate, mau pun dirumahnya.Bahkan ia mewanti wanti nenek Misni, jika bertemu beberapa orang tersebut ia harus menjawabnya dan memberi tahu dimana Zahra saat ini.Namun setelah beberapa hari menunggu, Roni, Rina, Rizki atau pun anak buah Roni tak lagi datang, hingga membuat Zahra kembali bersedih, rasa penantiannya seakan tak berujung."Apa kamu mulai lelah mencari aku mas? kenapa kamu ngga datang lagi? aku disini mas, datang lah," batin Zahra dengan aktifitas mencuci piringnya.Sementara Roni, yang saat ini belum ada waktu untuk mencari sang istri kembali, karena sibuk dengan Fatimah yang saat ini juga sedang sakit.Sebenarnya, Roni ingin kembali ke Desa itu, desa dimana Zahra berada. Namun, fikirannya terlalu penuh dengan masalah masalah yang datang silih berganti.Kali ini Ron
"Aaa..."Suara teriakan itu terdengar ditelinga Rina, suara yang berasal dari kamar Fatimah itu dengan cepat ia hampiri. Setelah membuka pintu kamarnya, Rina tak menemukan Fatimah disana, namun kini pandangannya tertuju pada pintu kamar mandi yang tak tertutup rapat.Dengan cepat Rina pun masuk, seketika mata nya terbelalak kala ia dapati Fatimah yang telah tergeletak tak sadarkan diri disana. "Astagfirullah oma, oma bangun oma," ucap Rina menggoyang goyangkan lengan Fatimah.Melihat Fatimah yang sudah tak berdaya, dengan cepat Rina meraih ponselnya, menghubungi Rizki karena siapa lagi dapat membantunya saat ini kalau bukan dia?"Iya Rin, ada apa?""Bang, tolong dong. Ini oma pingsan bang, jatuh dari kamar mandi," ucap Rina yang membuat Rizki terbelalak."Yaudah saya kesana sekarang, jaga oma sebentar," ucap Rizki yang lalu dengan cepat beranjak meninggalkan cahaya resto.Setelah beberapa menit kemudian, kini R
"Ada apa Jes?""Ron, ada kerjaan ke luar kota, kamu bisa kan hadir?" ucap Jesika yang membuat Roni sejenak terdiam.Lalu bagaimana dengan pencarian Zahra selanjutnya? jika Roni harus pergi keluar kota."Ron aku tau kamu sedang sibuk mencari istrimu, tapi klien ini sangat penting Ron, demi nama perusahaan," tambah Jesika yang membuat Roni terdiam.Ia tampak berfikir keras, ingin menolak namun itu artinya ia tak bertanggung jawab akan pekerjaannya."Bagaimana Ron, bisa kan?"Perlahan Roni pun mengangguk."Ya saya bisa."Tersenyum dan menghela nafas lega setelah mendapat anggukan dari Roni."Di kota mana Jes?""Di Malang Ron, kamu ngga sendiri, Seto akan menemani mu," jawab Jesika yang membuat Roni mengangguk.Tak menunggu lama, dengan cepat Roni mempersiapkan semua berkas nya dan semua materi yang akan ia sampaikan di Malang nanti.Seakan tak ingin membuang waktu, lebih cepat le
"Apa, ayah merestui?""Ya, saya sudah bilang semuanya, kalau saya menyukai kamu," jawab Rizki yang membuat Rina mengerjap ngerjapkan matanya.Tak menyangka akan seserius ini."Itu tandanya sekarang kamu udah resmi," ucap Rizki terpotong, dengan pandangan tajam memperhatikan wajah gadis mungil dihadapannya ini."Resmi apa?""Resmi jadi pacar saya, dan saya akan sesegera mungkin menikahi kamu."Deg!Ucapan itu membuat jantung Rina seakan ingin terlepas, membuatnya bergidik ngeri, tak menyangka akan semengerikan ini. Namun, bagaimana pun Rina harus menyadari bahwa lawan nya saat ini memanglah laki laki matang, yang sudah jelas akan membawanya kearah sana.Ia tidak akan lagi bermain main atau mengulur ngulur sebuah hubungan, karena bagi laki laki berusia matang, lebih cepat lebih baik.Bibir Rina tersenyum, namun senyumnya tak sedap, rasa bahagia bercampur tak menyangka, Rina membutuhkan sedikit waktu lagi