Sesampainya dirumah yang dituju. Roni pun menghentikan mobilnya tepat dihalaman depan rumahnya, rumah bertingkat dan berpagar ini mereka perhatikan dengan seksama.
Dan kemudian memasukinya dengan menarik koper berisi pakaian. Pandangannya tak berkedip memperhatikan tiap sudut rumah, meski ukurannya tak sebesar rumah mereka dulu, tapi ini sudah jauh lebih baik dari tempat tinggal sebelumnya."Alhamdulilah," gumam Zahra dengan bibir tersenyum."Akhirnya kita dapat tempat tinggal yang lebih baik," sambung Fatimah dengan pandangan yang terus memperhatikan sekelilingnya."Iya, alhamdulilah, Allah selalu memberi jalan pada kita yang kesusahan. Yaudah sekarang ibu masuk kamar ya, yang sebelah sana. dan kamar kita yang disana," ucap Roni dengan menunjuk.Mengikuti ucapan Roni, kini Fatimah pun melangkah dengan menarik sebuah koper dan memasuki kamarnya, begitu juga dengan Roni dan Zahra yang bergandengan tangan memasuki ruang kamarnya pula.Hari ini, Roni yang keluar dari unitnya, berjalan menuju restoran untuk mengisi perut nya terlebih dulu sebelum memulai pekerjaannya pagi ini.Sementara sang wanita asing, yang kini juga mengikuti langkah Roni. Melihat Roni yang terduduk seorang diri, membuatnya ingin sekali menghampiri.Perlahan langkahnya mendekat, dan tanpa permisi ia terduduk di hadapan Roni, laki laki yang sedang sibuk dengan layar ponselnya.Melihat kedatangan seseorang, pandangan Roni pun beralih dari layar benda pipih tersebut. Seketika matanya melebar kala kini ia melihat wajah wanita dihadapannya itu."Anggun," ucap bibirnya lirih.Tak berkata wanita yang ternyata bernama Anggun itu tersenyum memperhatikan wajah Roni yang terkejut."Hay Roni, apa kabar?" sapanya dengan mata yang terus memandang.Tak berkedip memperhatikan wajah tampan yang terlihat gugup dihadapannya itu."Ngapain kamu disini?" tanya Roni setelah memalingkan wajahnya.
Beberapa hari kemudian.Setelah kini pekerjaan Roni di Kalimantan selesai. seperti janji Roni pada Anggun, yang akan menjemput sang anak gadis di Bandung.Bersama Anggun, kini Roni mengendarai mobilnya menuju kediaman gadisnya tinggal. Tanpa ragu dan tanpa banyak beralasan, karena Roni pun penasaran dengan anak kandungnya.Beberapa jam dalam perjalanan, kini Roni dan Anggun telah memasuki wilayah kota Bandung, hanya tinggal melaju beberapa kilo lagi untuk Roni dapat bertemu anak kandungnya."Berhenti Ron," ucap Anggun kala berada di halaman sebuah rumah sederhana."Rina tinggal disini," tambahnya yang lalu dengan cepat beranjak.Sementara Roni yang perlahan mengikuti langkah Anggun, memasuki rumah dan bertemu Rina, gadis yang bilang anak kandungnya."Rina.. Ibu pulang," ucap Anggun seraya meletakan koper yang ia bawa.Dari belakang tampak seorang gadis bertubuh mungil, rambut terurai panjang berjalan menghampiri
Pagi itu kala Zahra sedang memasak di dapur. Rina yang tiba tiba datang dan berkata."Tante, boleh aku bantu?" ucapnya menawarkan diri.Mendengar ucapan itu membuat Zahra menoleh, tatapannya hangat dengan senyum yang ramah."Ngga usah Rin, lagian udah ada bibi kok," ucap Zahra yang membuat Rina mengangguk.Perlahan langkahnya berjalan menuju halaman belakang, pandangan Zahra kini tertuju pada remaja ayu itu. Tampaknya Rina meraih selang air berniat untuk menyiram tanaman.Melihat itu dengan cepat Zahra mendekat."Rina, kamu mau ngapain?""Ini tante aku mau siram tanaman.""Ngga usah, ada pak Bambang kok tukang kebun kita.""Tapi tante, aku ngga enak kalau ngga ngapa ngapain disini, ngga papa ya tante? aku udah biasa kok ngerjain kerjaan kaya gini."Belum menjawab tiba tiba Roni datang menghampiri."Rin, ngga usah ya, biar pak Bambang aja. Tugas kamu sekarang siap siap untuk pergi kuliah."
Hari demi hari berlalu, semakin lama Rina tinggal bersama Zahra dan Roni. Rina adalah gadis penuh perhatian yang juga sopan.Ia tak pernah tinggal diam kala melihat Zahra ataupun Fatimah bekerja, ia selalu ingin membantu dan menyelesaikan semuanya.Bangga dengan sifat remaja yang kini tinggal bersamanya itu, namun suatu ketika, sempat berfikir sesuatu yang tidak baik di hati Zahra. tentang adanya Rina yang seakan membuat warna baru dalam hidup Roni.Tampak dari kesehariannya dan tak jarang mereka bermain bersama. Seperti saat ini, Rina yang sedang mengerjakan tugas kuliahnya dikamar, dengan pintu yang tak tertutup rapat.Roni yang hendak melangkah menuju kamar, tiba tiba langkahnya terhenti kala melihat pintu itu sedikit terbuka, kini langkahnya pun memasuki ruang kamar tersebut.Melihat Rani yang sedang terduduk dengan beberapa buku dihadapannya."Rin. lagi ngapain?" tanya Roni mendekat yang membuat Rina kini mendongak.
Langkah kebut Roni kini keluar dari ruang kamarnya, namun tiba tiba langkahnya terhenti kala mendengar Rina memanggil."Om."Panggilan itu membuat Roni dengan cepat menoleh, ia dapati gadis mungil itu memperhatikannya dengan membawa beberapa buku digenggaman."Kenapa Rin?"Belum menjawab, Rina yang masih memperhatikan sekelilingnya untuk memastikan jika tak ada yang melihat."Ayah mau kemana? kok buru bur banget," tanya Rina lirih, agar panggilan ayah nya tak terdengar ditelinga Zahra ataupun Fatimah."Ayah ada meeting, kenapa? kamu belum berangkat ke kampus?""Justru itu yah, aku mau minta anter ayah.""Loh sopir yang biasa jemput kamu kemana?""Mendadak ngga bisa berangkat yah, katanya anaknya sakit. Anter aku sebentar ya yah, bisa ngga?" ucap Rina yang memperhatikan wajah sang ayah.Sejujurnya saat ini ia sedang terburu buru namun karena permintaan sang anak ia tak tega menolak, mau tak mau
Keesokan harinya.Diruang makan, suasana sepi tanpa suara, meski Zahra dan Roni sudah berada disana.Pagi ini suara mereka mahal, rasanya tak ingin mengeluarkannya saat ini, karena rasa kecewa dari satu sama lain.Fatimah yang melihat pemandangan tak terbiasa itu pun bingung, mengapa anak dan menantunya seperti tak bertegur sapa? bahkan duduknya pun berjauhan.Tak biasanya hal ini terjadi, Zahra dan Roni yang selalu romantis dan penuh canda, namun hari ini kedua kata itu seperti tak dapat ditemui."Kalian kenapa sih? dari tadi diem diem aja? lagi ada masalah?" tegur Fatimah yang tak direspon oleh Roni dan Zahra.Mereka yang tetap terfokus pada makanan dihadapannya masing masing. Tak lama kemudian, Rina yang kini muncul dengan perangai bahagia."Selamat pagi semua," sapanya dengan penuh senyum.Namun sayangnya keramahan itu tak dihiraukan oleh kedua orang yang sedang terdiam ditempat. Perlahan ekspresi wajah Rina beru
Pengamatan pun dimulai, Sore ini Roni yang melangkahkan kaki turun dari mobilnya, dan tentunya bersama Rina disana. Zahra dan Fatimah yang pandangannya kini tak berkedip memperhatikan layar labtop diruang kamar Fatimah.Tampak Rina yang kini menunggu Roni, setelah Roni menghampirinya, Rina menatap tajam pada wajah Roni."Ayah, sampai kapan sih kita sumput sumputan kaya gini, aku kan anak ayah, kenapa rasanya aku kaya selingkuhan ayah ya, mau ngobrol seakrab ini aja harus sembunyi dari tante Zahra," ucap Rina yang membuat Roni menatapnya.Tubuh gadis mungil yang bersandar pada mobil itu pun dikunci oleh Roni, hingga posisinya kini saling berhadapan dengan mata yang saling memandang.Kesal melihat apa yang Zahra dan Fatimah lihat, tanpa mengetahui percakapannya, posisi itu benar benar membuat Zahra kesal."Sabar ya sayang, bantu ayah sebentar lagi. Ayah butuh waktu untuk jujur sama Zahra, tapi kamu tenang aja ayah pasti bilang kok kalau kam
"Tunggu Zahra, dengerin aku dulu," ucap Roni yang mengejar langkah kebut Zahra.Ia yang kembali akan tertidur pisah kamar untuk yang kedu kalinya, kini langkah Zahra memasuki kamar tamu, panggilan panggilan Roni tak dihiraukan.Daaar!Pintu itupun kini tertutup rapat, Roni yang ingin melangkah masuk terhalang sudah."Zahra, aku mohon buka pintunya, kita perlu bicara," pekik Roni dari luar ruangan."Ngga perlu mas, mau bicara apa lagi, buat kasih jawaban siapa Rina sebenarnya aja kamu ngga bisa, bicara yang gimana lagi yang kamu maksud?"Mendengar ucapan itu Roni terdiam. Entahlah mengapa rasanya sulit sekali berterus terang tentang siapa Rina sebenarnya."Jangan dulu mendekati ku mas, sebelum kamu bisa kasih penjelasan tantang hubungan apa yang terjadi antara kamu dan Rina," tambahnya yang terdengar ditelinga Roni.Kembali terdiam dan sedikit mematung didepan pintu ruangan itu, Roni kembali berfikir apakah meman
Hari ini adalah hari bahagia yang dinanti Rina dan Rizki tiba, hari pernikahan yang hendak mengubah status mereka menjadi menikah.Pagi ini, Zahra yang telah bersiap dengan penampilan elegannya, penampilannya cantik namun wajahnya tak berhias senyuman.Matanya meremang, penuh air mata yang seketika dapat menghapus make up di wajahnya."Kalau ini memang takdir kita, aku akan terima mas," ucap Zahra yang berusaha tegar.Sementara Rina dan Roni yang kini telah bersiap dengan penampilannya masing masing, sebuah gaun berwarna putih menghiasi tubuh mungilnya dengan sangat cantik.Bibir nya tersenyum, dan merona. Ekspresi wajah bahagia itu tak hilang dari wajah ayu gadis mungil yang akan segera mendapat gelas istri tersebut.Masalah akan Zahra, sementara terlupakan. Belum lagi memikirkan kemana pergi nya Zahra setelah kembali ke Jakarta?Dan Roni yang kini sudah siap menyambut kedatangan calon menantu yang tidak lain adalah sahabatn
"Gimana Jes, udah jadi kan? undangannya juga udah disiapkan?""Udah Ron, ini udah aku siapin semuanya," ucap Jesika seraya memberikan sejumlah undangan pada Roni.Lagi lagi perkara sakit hati, Zahra tak dapat menahan air mata kala melihat keakraban yang terjadi kepada Jesika dan suaminya.Meski mulut sudah mencoba mengucap iklas namun hati rasanya masih belum bisa. Berat dan sulit adalah rasa untuk mengikhlaskan cintanya."Lusa hari pernikahannya, akan kah aku sanggup?" batin Zahra dengan air mata yang kembali menetes."Jes, setelah ini kita cek gaun nya ya, kalau sudah siap langsung saja dibawa pulang, waktunya kan udah ngga lama lagi.""Iya Ron, mungkin lebih baik begitu. biar kita jadi lebih santai nantinya," jawab Jesika yang membuat Roni mengangguk.Entahlah, pemandangan yang terjadi rasanya mengarahkan pikiran Zahra pada pernikahan mereka, meski sebenarnya tidak ada hubungannya.Ditengah tengah perbincanga
Rina gadis mungil yang kini tersadar paska operasi, perlahan matanya terbuka. Penglihatannya tampak buram, orang pertama kali yang ia lihat tampak tersenyum padanya, namun entah siapa pemilik senyum manis itu.Berulang kali Rina mengerjap ngerjapkan matanya, agar penglihatannya tak lagi buram, setelah cukup jelas memandang, ternyata wajah manis itu milik Rizki.Laki laki yang tidak lain adalah calon suaminya. laki laki itu tersenyum membuat hati Rina tenang, dengan pandangan mata yang tertuju tajam menatapnya."Abang," ucapnya lemah.Alih alih menjawab, laki laki berkaca mata itu justru meneteskan air mata. Tanda bahagia karena melihat orang tersayangnya membuka mata.Tak berkata apa pun, Rizki yang seketika mendekap tubuh Rina, dengan sangat erat, berharap tak akan terjadi hal sama diantara mereka."Abang kenapa nangis?" tanya Rina setelah dekapan Rizki terlepas.Perlahan jari jari lentik itu mengusap air mata yang tamp
Kembali dengan aksi pengintaian nya, Zahra yang kembali ke rumah Roni untuk mengintai Roni yang sedang mengurus pernikahan. Pagi ini kembali ia melihat Roni memasuki mobilnya, Namun pandangan nya seketika tertuju pada Fatimah yang kini keluar dengan sebuah kursi roda. Matanya terbelalak, kala ia melihat sang mertua."Loh ibu kenapa? kenapa dia pake kursi Roda?" gumam Zahra dengan pandangan tak berkedip.Pandangannya terputus setelah melihat mobil Roni melaju, dengan cepat Zahra pun mengikutinya."Ikuti mobil didepan ya pak," ucap Zahra pada sopir taxy.Setelah diikuti, ternyata mobil Roni terhenti dihalaman perusahaan tempat nya bekerja."Ternyata mas Roni mau kerja," batinnya dengan pandangan tak berkedip memperhatikan tubuh Roni yang kini sudah memasuki gedung.Sementara Roni yang kini melangkah menuju ruangan Jesika. Mengetuk pintunya, dan lalu masuk."Ron, ada apa?""Jes, aku minta bantuan boleh?"
Keesokan harinya, Zahra yang kini sudah berpenampilan rapi, hendak kembali ke Jakarta dan bersua dengan keluarganya."Nek, nenek yakin mau disini sendiri? ikut aku aja yuk, biar aku rawat nenek dirumah ku.""Ngga usah nak, nenek lebih nyaman tinggal disini."Terdiam mendengar jawaban yang nenek Misni beri. Tak tega jika akan meninggalkan wanita tua itu sendiri, sementara sang suami yang sudah tak lagi ada disampingnya."Yaudah kalau gitu aku pamit ya nek. Makasih untuk semuanya atas kebaikan nenek dan almarhum kakek, nenek disini hati hati ya, jaga diri baik baik, dan jangan lupa jaga kesehatan," ucap Zahra menggenggam tangan keriput wanita tua dihadapannya tersebut."Iya nak, kamu juga hati hati ya, semoga sampai tujuan dengan selamat, sering sering main kesini ya, ke gubuk nenek ini.""Pasti nek, pasti, kebaikan nenek ngga akan pernah aku lupain. Yaudah kalau gitu aku berangkat ya, assalamualaikum.""Walaikum salam."
Hari demi hari berlalu, Zahra yang masih menanti kedatangan Roni kembali, ia selalu menunggu kedatangan Roni atau pun orang suruhan suaminya itu, diwarung sate, mau pun dirumahnya.Bahkan ia mewanti wanti nenek Misni, jika bertemu beberapa orang tersebut ia harus menjawabnya dan memberi tahu dimana Zahra saat ini.Namun setelah beberapa hari menunggu, Roni, Rina, Rizki atau pun anak buah Roni tak lagi datang, hingga membuat Zahra kembali bersedih, rasa penantiannya seakan tak berujung."Apa kamu mulai lelah mencari aku mas? kenapa kamu ngga datang lagi? aku disini mas, datang lah," batin Zahra dengan aktifitas mencuci piringnya.Sementara Roni, yang saat ini belum ada waktu untuk mencari sang istri kembali, karena sibuk dengan Fatimah yang saat ini juga sedang sakit.Sebenarnya, Roni ingin kembali ke Desa itu, desa dimana Zahra berada. Namun, fikirannya terlalu penuh dengan masalah masalah yang datang silih berganti.Kali ini Ron
"Aaa..."Suara teriakan itu terdengar ditelinga Rina, suara yang berasal dari kamar Fatimah itu dengan cepat ia hampiri. Setelah membuka pintu kamarnya, Rina tak menemukan Fatimah disana, namun kini pandangannya tertuju pada pintu kamar mandi yang tak tertutup rapat.Dengan cepat Rina pun masuk, seketika mata nya terbelalak kala ia dapati Fatimah yang telah tergeletak tak sadarkan diri disana. "Astagfirullah oma, oma bangun oma," ucap Rina menggoyang goyangkan lengan Fatimah.Melihat Fatimah yang sudah tak berdaya, dengan cepat Rina meraih ponselnya, menghubungi Rizki karena siapa lagi dapat membantunya saat ini kalau bukan dia?"Iya Rin, ada apa?""Bang, tolong dong. Ini oma pingsan bang, jatuh dari kamar mandi," ucap Rina yang membuat Rizki terbelalak."Yaudah saya kesana sekarang, jaga oma sebentar," ucap Rizki yang lalu dengan cepat beranjak meninggalkan cahaya resto.Setelah beberapa menit kemudian, kini R
"Ada apa Jes?""Ron, ada kerjaan ke luar kota, kamu bisa kan hadir?" ucap Jesika yang membuat Roni sejenak terdiam.Lalu bagaimana dengan pencarian Zahra selanjutnya? jika Roni harus pergi keluar kota."Ron aku tau kamu sedang sibuk mencari istrimu, tapi klien ini sangat penting Ron, demi nama perusahaan," tambah Jesika yang membuat Roni terdiam.Ia tampak berfikir keras, ingin menolak namun itu artinya ia tak bertanggung jawab akan pekerjaannya."Bagaimana Ron, bisa kan?"Perlahan Roni pun mengangguk."Ya saya bisa."Tersenyum dan menghela nafas lega setelah mendapat anggukan dari Roni."Di kota mana Jes?""Di Malang Ron, kamu ngga sendiri, Seto akan menemani mu," jawab Jesika yang membuat Roni mengangguk.Tak menunggu lama, dengan cepat Roni mempersiapkan semua berkas nya dan semua materi yang akan ia sampaikan di Malang nanti.Seakan tak ingin membuang waktu, lebih cepat le
"Apa, ayah merestui?""Ya, saya sudah bilang semuanya, kalau saya menyukai kamu," jawab Rizki yang membuat Rina mengerjap ngerjapkan matanya.Tak menyangka akan seserius ini."Itu tandanya sekarang kamu udah resmi," ucap Rizki terpotong, dengan pandangan tajam memperhatikan wajah gadis mungil dihadapannya ini."Resmi apa?""Resmi jadi pacar saya, dan saya akan sesegera mungkin menikahi kamu."Deg!Ucapan itu membuat jantung Rina seakan ingin terlepas, membuatnya bergidik ngeri, tak menyangka akan semengerikan ini. Namun, bagaimana pun Rina harus menyadari bahwa lawan nya saat ini memanglah laki laki matang, yang sudah jelas akan membawanya kearah sana.Ia tidak akan lagi bermain main atau mengulur ngulur sebuah hubungan, karena bagi laki laki berusia matang, lebih cepat lebih baik.Bibir Rina tersenyum, namun senyumnya tak sedap, rasa bahagia bercampur tak menyangka, Rina membutuhkan sedikit waktu lagi