Jari-jari tangan seseorang bergerak, kemudian makin merambat hingga jempol kaki kiri dan jari kaki yang awalnya bertautan merenggang. Suara napas sedikit keras terdengar. Mata sang pria terbuka dengan pelan. Cukup lama dia hanya diam mengamati langit-langit kamar, sambil mencoba mengingat apa yang terjadi.
Akhirnya sang pria mengingat kejadian yang menyebabkan dirinya berada di rumah sakit. Cukup lama sang pria hanya diam sambil menatap langit-langit kamar. Dia kemudian menoleh ke kanannya, dia tertegun. Setetes air matanya jatuh.
"B-ba-gas," ucapnya tanpa suara.
Sementara lelaki yang ia panggil namanya hanya diam.
*****
Dokter yang menangani Budi dan Bagas sedang memeriksa keadaan Budi. Senyum merekah di bibirnya. Sang dokter segera ke luar ruangan.
"Alhamdulillah, saudara Budi sudah melewati masa kritisnya."
"Alhamdulillah," seru Wanto yang kini sedang bertugas menjaga Bagas dan Budi. Wanto segera menghubungi Maman dan Genta. <
Genta sedang duduk sambil mengamati kerja Tim Polantas. Mereka sedang mengupayakan mengambil tubuh Bisma yang berada di dalam mobil. Melihat posisi mobil yang rusak parah, Genta sudah bisa menyimpulkan hanya saja ia ungkapkan di dalam hati."Ta.""Pak."Genta berdiri menyambut Hendra, mereka kemudian memilih duduk kembali."Bagaimana keadaan Bagas, sandera sekaligus para perawat yang di sana Pak?""Sandera baik-baik saja, para perawat sudah siuman, Bagas masih koma, Budi tidak tertolong dan Binna pingsan. Setelah sadar seperti orang gila.""Ckckck. Benar-benar keluarga psikopat. Gak nyangka Bisma segila itu, sampai membunuh adik kandungnya sendiri lagi.""Nanti kita hubungi pengacara saudara Bagas. Rupanya ada hal mencurigakan pada surat wasiat saudara Bagas.""Apa yang mencurigakan?""Tanda tangannya sedikit berdeda.""Jangan-jangan Budi terlibat?""Saya juga berpikir ke arah sana. Sepertinya saudara
Genta menatap sebal pada dua orang di depannya. Sungguh dua orang tidak berperasaan dan tidak berperikejombloan. Bagaimana bisa di depan orang lain mereka begitu mesra. Lihatlah bagaimana sang wanita naik ke atas ranjang, meletakkan kepalanya di dada sang pria sementara kedua tangannya memeluk erat sang pria. Si pria pun tak kalah menyebalkan, sesekali dia memainkan rambut sang wanita, membawanya ke hidung dan menghirup dalam-dalam. Belum lagi sesekali suara kikikan sang wanita terdengar saat sang pria sesekali mencium pipinya. Astaga!"Bisa gak sih, kalian gak mesra-mesraan di depanku!" sinis Genta menatap sebal pada pasangan suami istri di ranjang ruang perawatan VIP."Suka-suka akulah, lagian udah tahu aku lagi kangen sama istriku, kenapa kamu malah di sini? Jadi iri, 'kan kamunya?""Ckckck. Ini orang. Gak nyadar apa sejak kamu sakit, aku yang nungguin kamu, menemani kamu bersama Wanto, Mbah Maman bahkan Ricky setiap sabtu dan minggu.""Terus ... aku h
Nawang membuka pintu kamarnya, dia tersenyum mendapati sang suami masih bergelung dengan sangat nyaman di kasur. Maklumlah, Bagas baru pulang setelah seminggu berada di Singapura guna urusan bisnis.Produk teh buatan pabrik Atmaja mengalami perkembangan pesat hingga mampu menembus pasar Asia Tenggara khususnya Singapura, Malaysia dan Brunei.Nawang segera menutup pintu kamar, menguncinya dan mendekati sang suami.Nawang duduk di tepi ranjang, dengan pelan ditepuknya pipi sang suami."Mas ... bangun, sudah siang.""Hem."Bagas hanya mengguman tidak jelas."Mas ... Mas Bagas, Bapaknya anak-anak ....""Hem."Nawang mengerucutkan bibirnya. Tiba-tiba sebuah ide jahil mampir di otaknya. Nawang mendekati pipi sang suami mengecupnya tipis berulang kali.CupCupCupCupKemudian menggigit-gigit kecil pipi Bagas. Bagas menggeliat, bibirnya melengkung indah meski matanya masih terpejam. Tang
Hari yang cerah bersanding sang mega cyrus membuatku semangat melakukan rutinitas harian. Yups, mandi pagi lalu dandan, sarapan, manasin si Vario merah yang selalu setia menemani kemanapun aku pergi.Jangan tanya gandengan, gandengan setiaku ya cuma Vario yang ngintilin aku kemana aja. Kalau gandengan hidup masih ngumpet mungkin. karena hilalnya aja belum kelihatan.Lah’ mau kelihatan gimana, si surya aja masih asik nongkrong di ufuk timur.“Oke sip. Baju rapi, kerudung rapi, make up tipis, tas gendong lengkap dengan laptop. Siap berangkat,” gumamku.“Mama, Lily berangkat dulu, assalamu'alaikum,”“Eh, sebentar, Nduk. Sini, Mama mau ngomong dulu,” ajak mamaku yang cantiknya gak pernah luntur di makan waktu.“ Apaan sih, Ma? Serius amat,”“Mama nanti mau bantu-bantu Ibu Nur. Kamu tahu kan anaknya Sinta mau nikahan?“
Minggu pagi ini rumahku sedang ramai. Maklum, personelnya nambah satu, siapa lagi kalau bukan si bontot manja yang cerewetnya ngalahin emak-emak lagi nawar harga cabe. Hahaha.“Mbak,”“Hem,”“Mbaaak,”“Heemmmm,”“Ishh! Mbak Lily nih kok cuma hem, hem doang. Mau jadi Nisa sabyan apa gimana sih?” Si bontot mulai beraksi.“Lah, emangnya Mbak mesti jawab apa? Kamu aja cuma manggil 'Mbak'. Kalau kamu nanya ya Mbak jawab dong,” jawabku ketus.“Hehehe. Iya juga sih ya? Mbak, bagi wifi dong,” Pintanya sambil memasang wajah sok polos bak Cinderella yang minta ikut pesta dansa.“Hiih, Dasar enggak modal! Emang mau ngapain?” tanyaku penasaran.“Mau nonton konser BTS, hehehe,” jawab Lala sambil cengengesan.Nah, ngomongin adik aku. Dia paling demen sama oppa Korea. Dari Suju, TVXQ, Shine, BTS dan lain-
“Baiklah anak-anak. Sekarang Ibu mau bermain tanya jawab dengan kalian,” ucapku.“Apa yang kalian tahu tentang larutan asam?”Salah seorang siswa mengangkat telunjuknya.“Iya, Rahma, silahkan kamu kemukakan jawabanmu,” pintaku.“Asam adalah larutan yang memiliki rasa asam, pH<7, dalam air akan menghasilkan ion H+ (ion hidrogen), mengkorosi besi dan mengubah kertas lakmus biru menjadi merah,” terang Rahma.“Sip, bagus, Mbak Rahma. Coba sebutkan 5 contoh asam dalam kehidupan sehari-hari!” lanjutku.“Saya, Bu guru. Contohnya asam klorida, asam asetat, asam sulfat, asam nitrat, dan asam sulfida,” terang siswa bernama Ardi.“Kalau pada makanan, ada yang bisa menyebutkan contohnya?” Aku melanjutkan pertanyaanku.“Asam jawa, jeruk, mangga, hampir semua buah yang asam, Bu guru,” lanjut Ardi.“Iya pinter. Nah kalau
“Siamo...”“Siamo...”“Baik anak-anak semua. Halo Pigeon? Gimana kabar kalian?” tanyaku.“Baik, Bu guru, luar biasa,” jawab mereka kompak.“Oke. Mulai hari ini kita semua akan berjuang semaksimal mungkin untuk mendapat hasil terbaik. Ibu tidak menuntut apapun dari kalian. Hanya pinta Ibu, lakukan yang terbaik yang kalian bias,” Begitulah kata-kata yang kusampaikan kepada regu PMR Wira di sekolahku.Kami menyebut diri kami sebagai 'The Pigeon' yang artinya merpati. Yap, hari ini selama empat hari ke depan, kami akan mengikuti kegiatan Jumpa Bakti Gembira (JUMBARA) PMR Mula Madya dan Wira tingkat kabupaten di daerah.Khusus yang menginap dan mendirikan tenda adalah anggota PMR Madya (SMP) dan PMR Wira (SMA).Setiap kontingen sekolah yang mengikuti jumbara terdiri dari 20 peserta boleh campur atau sejenis.
Hari ini sekolah sedang sibuk mengurusi persiapan untuk perpisahan Pak Tono yang akan dilaksanakan besok, sekaligus acara penerimaan guru baru pengganti beliau. Aku kebagian tugas sebagai pembawa acara. Maklum kata Pak Kepsek itu, guru single harus dipasang di depan biar ada yang ngelirik.“Haduh Pak Kepsek, Anda kok selalu saja benar. Padahal aku tuh pingin banget jadi seksi wara wiri aja, aku masih sangat capek sehabis kegiatan jumbara minggu lalu sebenarnya. Belum lagi persiapan olimpiade Kimia yang akan dilaksanakan kurang dari satu bulan mendatang,” Gumamku dalam hati.Sebenarnya guru Kimia yang sudah PNS ada 2 orang, Pak Harjo dan Bu Sumi. Hanya saja menurut mereka, lebih baik aku saja yang mendampingi, hitung-hitung sebagai latihan juga.Aku bisa memaklumi karena aku adalah guru yang paling muda dari semuanya. Kasihan juga mereka berdua. Pak Harjo sudah lumayan tua dan beberapa tahun lagi akan pensiun sedangkan Bu Sumi, anak bungsunya
Aku hanya bisa menahan kekesalanku. Demi Allah, ingin rasanya meluapkan segala amarahku tetapi aku memilih diam. Aku tak mau mempermalukan diriku sendiri. Cukup dia yang tidak tahu malu, bukan aku.Saat ini sedang diadakan reuni angkatan matematika beberapa angkatan. Mas Ricky tentu saja datang bahkan dialah ketuanya. Aku, ikut datang tentu saja. Selain karena di rumah aku tidak ada kegiatan apa-apa, aku juga rindu sama ketiga anakku.Ina sekarang menjadi dosen di almamaterku. Iya, dia jadi dosen kimia. Sementara adiknya Ana, kini sedang menempuh S2 matematika. Sementara Gamma, dia kuliah di Undip ambil teknik kimia. Eh, aku lupa bilang ya, kalau aku udah jadi nenek-nenek. Udah punya cucu cowok satu usianya kini tiga tahun. Meski udah beruban dan kerutan dimana-mana tetep gerakanku masih gesit. Makanya cucuku manggil aku neli alias nenek lincah."Dek. Kok gak makan?" Sebuah suara terdengar dan sedikit mengagetkanku."Males.""Eh, itu so
Aku baru saja memarkirkan motorku di halaman rumah. Kulirik jam tanganku, pukul lima lewat lima menit. Segera saja aku masuk ke dalam rumah.Aku mengedarkan pandang mata. Tumben sepi, ngomong-ngomong duo krucilku mana? Mungkin sedang jalan-jalan dengan Eyang Kakung dan Eyang Putrinya. Jadi, aku memutuskan ke kamar dan segera mandi.“Bunda,”Aku tersenyum menatap ke arah dua gadis cilik, mereka langsung berlari ke arahku. Si sulung sampai lebih dulu, adiknya pun menyusul.“Bunda, Ina kangen,” ucap si sulung yang kini berusia tujuh tahun.“Ana juga kangen, bunda,” ucap si nomer dua. Alkana Betania Mehrunissa adalah nama yang kami berikan untuk putri kedua kami yang kini berusia tiga tahun.“Bunda juga kangen sama kalian,” ucapku dan memeluk keduanya.Kami bertiga masih berpelukan seperti Telletubies. Pelukan kami terhenti karena suara salam dari satu-satunya lelaki dalam keluarga ini.
POV LilyTiga bulan sudah aku berstatus menjadi seorang istri dari Alfaricky Ramadhan. Alhamdulillah aku bahagia. Walaupun masalah rumah tangga selalu ada, tapi sampai saat ini kami masih bisa melewatinya.Kami dalam perjalanan ke Purwokerto, mau memeriksakan diri ke dokter. Seminggu ini Mas Ricky mengalami gejala mual-mual parah setiap pagi. Tak ada sesendok nasi pun yang bisa masuk. Kalau dipaksa pasti muntah. Bahkan bubur ayam yang biasanya menjadi sarapan favoritnya ditolak mentah-mentah.Akhirnya kami memaksanya ke dokter. Saat di bawa ke dokter yang praktek di Jatilawang, beliau malah menyarankan aku untuk diperiksa. Bahkan memberikan rujukan dokter siapa saja yang bisa aku hubungi. Karena menurut dugaan dokter Anwar, suamiku terkena gejala 'ngidam' alias aku hamil.Setelah itu, aku langsung memborong 5 testpeck dan paginya kucoba semua dan hasilnya dua garis semua. Alhamdulilah. Karena itulah hari ini kami dalam perjalanan ke dokter k
POV RickyDini hari aku terbangun. Kurasakan seseorang berada dalam dekapanku. Istri tercinta sekaligus cinta pertamaku. Seorang gadis istimewa yang membuatku jatuh cinta sampai gagal move on.Pikiranku berkelana ke masa lalu. Bagaimana pertemuan pertama kami, hingga kami bisa pacaran lalu akhirnya putus. Semua masih terekam jelas dalam memori ingatan.Kuingat hari-hari setelah putus dengannya adalah hari terberat bagiku. Salahku juga, kenapa aku lebih perhatian pada Mutia daripada pacarku sendiri. Ini semua karena permintaan Tante Fania. Seorang janda yang rumahnya masih satu kompleks dengan rumahku. Hanya karena rasa simpati yang berlebihan justru jadi bumerang untukku.Mutia sangat gencar menemuiku dan memintaku jadi pacarnya setelah aku putus dari Lily. Bahkan beberapa kali memohon sambil berurai air mata. Aku menolak dengan tegas bahkan menjauhinya. Apalagi setelah mengetahui sifat asli dari Tante Fani
Aku menggeliat mencoba membuka mata. Merasakan ada seseorang yang menyentuhkan tangannya pada pipiku.“Bangun, Sayang.”“Hem,” Aku menatap suamiku yang masih bertelanjang dada. Ya Tuhan nikmat-Mu sungguh luar biasa.“Bangun. Tuh denger suara ngaji di masjid sudah kedengaran. Bentar lagi subuh. Ayok mandi junub!” Dia membangunkanku sambil memainkan hidung mancungnya pada ujung hidungku. Geli sekali.Akhirnya aku bangun dan mencoba duduk, sedikit meringis. Kemudian menatap sekeliling kamar. Berantakan sekali, baju yang semalam kami pakai berantakan di lantai, kertas tissu yang menumpuk di tempat sampah bahkan ada sedikit yang bernoda merah, belum lagi rambutku yang awut-awutan. Ah, malu sekali.“Kenapa hem? Masih sakit?”Aku hanya menggeleng.“Mandi yuk! Mau bareng apa mau sendiri-sendiri?” tanyanya dengan seringai menggoda.“Sendiri aja, Mas.”“
Aku menghembuskan nafas lelah. Hari ini capek sekali. Tamu yang datang benar-benar tak ada henti-hentinya.Selepas ashar, banyak teman SD, SMP dan SMA-ku yang datang. Termasuk Fida dengan membawa gandengan baru. Syok aku dibuatnya. Waktu itu dia datang ke rumah dan curhat kalau mau pisah dengan suaminya, padahal mereka sudah punya anak berusia 2 tahun. Alasannya karena tidak ada kecocokan.Selepas isya, kami pun masih kedatangan tamu. Sekarang malah kebanyakan tamunya Mas Ricky. Ada salah satu tamunya yang sangat ganteng. Sama gantengnya dengan suamiku. Bedanya kalau suamiku kulitnya eksotis tapi kelihatan macho, kalau yang ini putih bersih kaya Lee Min Ho, ahohoho.“Bukan muhrim. Enggak usah kayak gitu mandangnya!” Pak suami mulai cemburu.“Habisnya dia ganteng, Mas. Kayak Lee min Ho,” bisikku.Dia menatapku tajam. Aku meringis. Aduh salah ngomong nih.“Oh ya, Ky. Aku rencana mau balik juga ke kampung,” k
Suara berisik di dapur rumah menandakan penghuninya sedang sibuk. Ya, hari ini keadaan di rumahku sibuk sekali. Semua orang nampaknya begitu sibuk.Mama sibuk memberikan instruksi sedangkan Papa menyambut tamu. Bahkan Lala pun sibuk. Iya, sibuk selfi dan pasang segala aktivitas di rumah ke akun sosmednya.Lalu aku? Aku sedang duduk cantik menikmati elusan terampil si ahli henna pada kedua telapak tangan. Ya, besok aku akan menikah. Akhirnya jodohku fixed ketemu di usiaku yang genap ke-26 sebulan yang lalu.Ternyata jodoh memang seunik itu. Aku dan Mas Ricky. Uhuk... Setelah kejadian di pantai beberapa bulan yang lalu dimana tanpa sadar aku memanggilnya 'Mas' jadinya keterusan hingga sekarang.Kalau diingat-ingat konyol sekali. Aku mengenalnya saat usia 15 tahun, pacaran diusia 17 tahun lalu putus setelah 3 tahun pacaran gara-gara kesalah pahaman yang disengaja. Iya disengaja oleh Mutia. Sebel aku kalau ingat sama dia. T
“Uh, seger banget anginnya ya, Ly?”“Heem,” ucapku sambil sesekali mencium pipinya gemas.“Wah, kamu kayaknya seneng banget, Ly? pakai acara cium-cium juga,”“Hehe, habis dianya lucu. Pipinya gembul lagi,”“Ya iyalah, anak aku gitu. Ya kan, Aurora?” Resa mencubit gemas putrinya yang sudah berusia delapan bulan.Saat ini kami sedang menikmati semilir angin di Jetis. Pulang sekolah, aku langsung menuju ke Jetis. Sebelumnya aku ke rumah Resa untuk meminjam bajunya. Malas soalnya kalau harus pakai seragam keki ke pantai.“Noh, lihat,” bisik Resa.“Apa?” Aku pun ikut berbisik.“Ada orang yang kesel rupanya. Kayak pengin nyemprot orang,”“Iya. Kamu yang bakalan disemprot,” Kami terkikik.Aku sesekali melirik Ricky yang memilih duduk sangat jauh dari kami berdua. Jangan lupakan muka kesalnya. Ya. Akhi
Saat ini aku sedang berkutat di dapur, mencoba membersihkan cumi-cumi dari tintanya. Setiap libur, aku sering bereksperimen. Mencoba memasak hal yang aneh-aneh dan agak rumit. Minggu kemarin aku mencoba memasak rica-rica ayam, kali ini aku mencoba memasak cumi saus tiram. Mama sudah tahu kebiasaanku ini.“Nah, gitu. Wanita mau punya jabatan apapun tetep harus bisa masak. Biar suaminya betah,” Mama selalu ngomong begitu, tapi tidak berlaku untuk Lala, karena itu anak selalu punya argumen.Sambil memasak, aku berdendang lagu Caka milik Novi Ayla. Oh, jangan lupakan gerakan seluruh badan, goyang sana-goyang sini. Aseeekkkk. Mama sering menegurku. Katanya ora ilok atau pamali masak sambil nyanyi tapi tak kugubris.Aku pun mematikan kompor setelah yakin rasa masakanku sudah pas, sip. Tinggal eksekusi dan minta saran dari sang koki utama yaitu Mama. Aku pun memasukkan hasil masakanku ke dalam mangkok, berbalik badan dan tara ....