Home / Horor / Rumah Angker Warisan Bapak / Bab 67. Ketakutan

Share

Bab 67. Ketakutan

Author: Eliyona
last update Last Updated: 2025-01-06 22:57:54
Pagi itu, Wulan berdiri gemetar di tengah kegelapan rumah suwung. Meski matahari bersinar terang di luar, suasana di dalam rumah terasa seperti malam pekat. Bau busuk menyengat hidung, hawa dingin menusuk hingga ke tulang. Tubuhnya seolah terkunci, matanya menatap sosok di depannya—Dyah, kakaknya yang telah berubah menjadi iblis.

“Ti…tidak…,” bisik Wulan, suaranya serak, nyaris tak terdengar. Ia mencoba mundur perlahan, namun kakinya seperti meja kayu usang.

Dyah tertawa, cekikikan menggema di seluruh ruangan. "Kau takut padaku, Wulan?" suara parau itu memenuhi udara. "Padahal, kita saudara. Kau adikku... yang menghancurkan kehidupan!"

"Apa maksudmu?" tanya Wulan, tubuhnya gemetar.

Dyah melangkah maju, wajahnya kini terlihat jelas di bawah redupnya cahaya yang menembus jendela pecah. Kulitnya kelabu, matanya merah menyala, dan bibirnya yang robek tersenyum lebar. "Gara-gara kau, aku tak pernah menikah. Gara-gara kau, aku terhina seumur hidup!"

"Itu... bukan salahku!" Wulan mencoba memb
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 68. Sosok Ayah

    "Dyah, ini tidak benar!" Suara Bambang menggema di lorong-lorong gelap, membawa aura dingin yang menusuk. Sosoknya melayang perlahan mendekati putrinya, dengan sorot mata tajam yang bercampur amarah dan kesedihan. "Kenapa kau gunakan tubuh adikmu sebagai alat balas dendam?" tanya Bambang dengan nada tegas, namun mengguratkan luka yang dalam. Sosok Wulan—atau lebih tepatnya Dyah dalam tubuh Wulan—menggeleng pelan, seakan berusaha membela dirinya sendiri. "Aku mau hidup kembali! Aku ingin balas dendam pada Alfian!" teriaknya, suara itu penuh dengan kemarahan dan kepedihan yang tak terkatakan.Bambang hanya menggeleng perlahan, wajahnya tampak putus asa. "Dendam ini hanya akan menghancurkanmu, Dyah. Jangan libatkan Wulan. Dia tidak pantas menanggung dosamu. Kembalikan jiwa Wulan, dia belum waktunya meninggalkan dunia."Namun, sosok Wulan seakan tidak mendengar. Dengan langkah cepat, ia berbalik dan berlari meninggalkan sosok ayahnya. Bambang hanya berdiri di tempatnya, tatapannya kosong

    Last Updated : 2025-01-08
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 69. Menemui Kartika

    Di tengah ruangan yang sunyi dan pengap, suara Bambang bergema penuh wibawa. "Wulan, dengarkan Ayah. Ayah akan membantumu kembali ke dalam ragamu, tapi dengan syarat." Sosok gaib Bambang melayang mendekati Wulan yang berdiri memudar, tubuhnya seperti asap yang hampir lenyap. "Kau harus meminta maaf pada ibumu. Dia tidak pantas menerima perlakuanmu. Juga, kembalikan rumah ini pada Kartika."Wulan menatap ayahnya dengan mata penuh air mata. "Tapi, Ayah, rumah ini sebagian besar hak waris dadi Mbak Dyah. Mbak Kartika sudah menerima uang, masa aku harus mengembalikannya?" Wulan mendengus kesal.Bambang menggeleng pelan, sorot matanya tegas. "Kartika itu orang baik. Bapakmu ini yakin, dia pasti akan mengembalikan 70% hak Dyah. Yang penting sekarang adalah kau bertanggung jawab atas kesalahanmu."Belum sempat Wulan menjawab, suara pintu yang berderit keras memotong percakapan mereka. Semua kepala menoleh, dan di sana, berdiri sosok Wulan lainnya—atau lebih tepat

    Last Updated : 2025-01-09
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 70. Jiwa Yang Pendendam

    Angin malam berhembus lembut, tetapi ada hawa dingin yang merayap di tengkuk Kartika saat ia berdiri sendirian di luar rumah. Rasya baru saja masuk ke dalam untuk memberitahu Anis dan Hendra kabar duka yang baru mereka terima. Kartika masih terpaku, pikirannya penuh gejolak, hingga sebuah suara yang familiar tiba-tiba terdengar."Kartika ...." suara itu lirih namun jelas, menyelinap di antara desiran angin.Kartika memutar kepala, tubuhnya menegang. "Ibu?" tanyanya dengan napas tercekat.Bayangan samar mulai terbentuk di hadapannya, berubah menjadi sosok yang sangat dikenalnya—Lasmini, ibunya. Kartika terisak kecil, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya."Takdir memang tak dapat dihindari. Mungkin memang sudah waktunya, Nak," ucap Lasmini dengan suara lembut, tetapi ada nada tegas di dalamnya. "Purwati sudah lama menderita stroke. Dia terpeleset di kamar mandi, dan sekarang ... dia telah pergi."Kartika terdiam, hatinya diliputi keraguan. "Apa aku harus pergi ke sana, Bu?" tanyanya

    Last Updated : 2025-01-09
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 71. Pagar Gaib Rumah Warisan Bapak

    Hendra mengangguk, tapi tak mampu berkata apa-apa. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Perlahan, ia berdiri dan menuju pintu depan dengan langkah berat. Tangan Hendra gemetar saat meraih gagang pintu, tapi ia mencoba memberanikan diri untuk membukanya.Ketika pintu terbuka, sosok Purwati tampak berdiri di luar pagar. Wajahnya menyeramkan—kulitnya pucat kehijauan seperti mayat yang membusuk, matanya melotot dengan bola mata hampir keluar dari rongganya, dan mulutnya menyeringai lebar hingga menampakkan deretan gigi yang hitam legam. Rambutnya yang panjang kusut menjuntai seperti tali jerat. Tatapannya penuh amarah, menembus pandangan siapa pun yang melihatnya."Keluar kamu!" suara Purwati terdengar parau, bercampur gema mistis yang membuat udara di sekitarnya terasa berat. "Kalian pikir pagar gaib ini bisa menghentikanku?! Aku akan masuk dan menghancurkan semuanya!"Hendra dan Anis saling pandang bingung. "Apa kau memasang pagar gaib, Pak?" tanya Anis. Hendra hanya menggeleng pelan,

    Last Updated : 2025-01-10
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 72. Rahasianya

    Mbah Kanjim mengangkat wajahnya, sorot matanya tajam namun penuh arti. "Nak Hendra," gumamnya pelan, "dendam seperti api, makin dibiarkan, makin membakar. Tapi terkadang, api hanya bisa padam jika yang membawanya bersedia menyerah. Dyah tak bisa pergi sebelum menerima bahwa hidupnya telah selesai... dan itu bukan perkara mudah."Hendra terdiam, merenungkan kata-kata itu. Di kejauhan, suara tawa Udin dan Pak Iman masih terdengar, tetapi di dalam hati Hendra, perasaan mencekam kembali menyelimuti.---Rasya berdiri mematung di tengah ruangan, matanya mengamati setiap sudut rumah yang tampak usang. Sorot matanya berhenti pada dinding penuh coretan, salah satunya bertuliskan: "Kartika ♥ Candra." Wajahnya berubah tegang, rahangnya mengatup. Nafasnya terdengar berat, terutama saat ia melihat lebih banyak nama "Candra" tertulis di sana, bercampur dengan nama Kartika."Mas," suara lirih Kartika memecah lamunannya. Rasya menoleh, tatapannya tajam, menyiratkan emosi yang sulit disembunyikan.Ka

    Last Updated : 2025-01-11
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 73. Arwah Purwati

    Hendra menelan ludah. "Lalu bagaimana, Mbah? Apa cara menanganinya berbeda?" Mbah Kanjim menatap Hendra dalam. "Berdasarkan penerawanganku, jiwa Purwati masih tertahan di dunia. Sementara Lasmini sudah pergi dengan tenang. Mungkin karena tak puas, Purwati mengalihkan dendamnya kepada Kartika." Mbah Kanjim berdiri perlahan. "Kalau begitu, kita berangkat sekarang juga. Sebelum malam turun sepenuhnya, demit golongan apapun kalau malam hari memiliki energi yang kuat."Hendra mengangguk. Begitupun Kartika dan Rasya. Keduanya segera bergegas memberi tahu Anis yang sedang menidurkan Cakra di kamar.Perjalanan menuju desa Kenikir terasa sunyi. Lampu-lampu jalan yang minim hanya menyinari sebagian kecil jalan, menciptakan bayangan panjang di aspal. Rasya memegang kemudi dengan tenang, tapi pikirannya penuh dengan rencana besar yang baru saja ia mulai. Di jok belakang, Udin duduk dengan santai, sesekali melirik keluar jendela, sementara Mbah Kanjim terdiam dengan mata tertutup, seperti sedang me

    Last Updated : 2025-01-12
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 74. Tidak Ada Solusi

    Sepanjang perjalanan menuju rumah Purwati, jalanan desa terlihat senyap. Semua pintu rumah tampak tertutup. Setelah sampai di depan rumah milik Purwati. Mbah Kanjim mendorongkan energinya.“Pergilah ke tempatmu yang semestinya. Jangan kembali untuk mengganggu!”Sosok Purwati menghilang dalam kabut hitam. Mbah Kanjim terengah-engah melafalkan mantra untuk memberi pagar gaib.“Sudah selesai?” tanya Hendra, suaranya masih terdengar gemetar.Belum sempat mendapat jawaban, suara teriakan menggema dari dalam rumah Purwati. Suaranya memecah malam, penuh amarah dan kebencian, seperti ribuan paku yang menghantam telinga. "Kurang ajar! Pria tua sialan! Lepaskan aku! Bahkan aku tidak mengenalmu! Kenapa kau ikut campur dengan urusanku!" Suara itu bergetar, bergema seperti tidak berasal dari satu arah, melainkan dari seluruh penjuru.Mbah Kanjim berdiri tegak di depan rumah, wajahnya penuh konsentrasi. Ia telah menyelesaikan rapalan segelnya, dan tangan kanannya terangkat, memegang keris kecil yan

    Last Updated : 2025-01-13
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 75. Komunikasi

    Siang itu, di rumah Mbah Legi yang sunyi, suara gawai milik Udin berdering nyaring, memecah keheningan. Udin, yang tengah sibuk mengutak-atik mainan di meja, mengangkat telepon itu dengan nada santai. Namun, nada bicaranya segera berubah serius setelah mendengar suara di seberang. "Oh, mandor sudah datang? Baik, saya sampaikan ke Mas Rasya," ujarnya sambil menoleh ke arah Rasya, yang duduk tak jauh darinya."Mas, kabar dari Amin. Mandor sudah datang untuk merobohkan rumah warisan bapak Kartika," ucap Udin, nadanya datar tapi sedikit tergesa. Rasya mengangguk pelan, ekspresinya tak berubah. "Katakan ke Amin, untuk urus semuanya. Aku percaya padanya," jawab Rasya sambil menyesap teh hangatnya.Akan tetapi, obrolan itu tak berhenti di situ. Udin, yang terlihat ragu, tiba-tiba menambahkan dengan nada setengah berbisik, "Oh ya, Mas, Amin juga bilang... dia akan bertunangan dengan Rita, jadi dia minta Mas dan Mbak Kartika, juga pak Hendra untuk datang." Ucapannya langsung membuat suasana be

    Last Updated : 2025-01-13

Latest chapter

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 102. Finish

    "Sudah jangan bertanya. Tolong kalian urus jenazah ini. Semua sudah berakhir," ucap Mbah Kanjim santai. "Anakku! Seorang wanita tua histeris saat melihat salah satu jasad yang lengkap dengan pakaiannya, terbujur kaku diantara jasad yang lain. "Ini, Suci, Pak." Wanita tua itu mulai menangis. Mendengar nama ibunya disebut, Ratih mendekatkan diri. "Nenek," ucapnya lirih. Sepasang lansia itu mengalihkan pandangan kepada Ratih. Pandangan takjub dan haru menjadi satu. "Ini Ratih. Saya anak dari ibu Suci." Ucapan Ratih hampir membuat dua orang tua itu tidak percaya. Bagaimana mungkin anaknya yang sudah mati bisa melahirkan anak. Sampai Mbah Kanjim menceritakan semuanya. Wajah Ratih yang mirip dengan Suci, membuat dua lansia itu menangis tersedu sambil memeluk Ratih. Si wanita tua itu langsung percaya kalau Ratih adalah cucunya. "Berarti mimpi ibu selama ini benar, Pak." Wanita itu terus terisak. " Ratih menjadi tumbal susuk Bu Dewi, huu... huu...."Para warga mulai saling berbisik, merek

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 101. Hampir Finish

    Ratna mendadak terhuyung masuk ke dalam rumah, seperti ada kekuatan tak kasat mata yang menariknya. Melihat sang putri terdorong masuk, Dewi berteriak keras, ia berlari masuk ke dalam. "Lilis!!!!" Dewi berteriak sambil mengetuk pintu kasar. "Ratna tidak ada urusan denganmu, musuhmu adalah aku!"Tiba-tiba pintu terbuka, tak mau kecolongan Mbah Kanjim segera masuk, ia dan Dewi langsung terdorong masuk ke dalam. Sementara Hendra, Anis, dan Ratih hanya memandang dari jauh. Dalam kepanikannya, Anis mulai tersadar kalau Ayu tidak ada bersama mereka. "Ayu ke mana dia?" tanya Anis.Sementara itu di dalam rumah. Ayu terperangah melihat sosok wanita dengan tubuh yang menggerikan. "Kenapa kamu ikut masuk?" Suara Mbah Kanjim membuat Ayu tersentak. "Di sini berbahaya.""Iya, maaf, habisnya aku khawatir kalau ....""Sudah, kau tunggu saja di sini? Ingat apapun yang kau lihat, jangan kau ceritakan pada siapapun." Mbah Kanjim segera bergabung dengan Ratna dan Dewi yang ketakutan, apalagi sosok Lilis

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 100. Terpaksa

    Dewi menggeram, matanya menatap tajam penuh amarah. Ratih mencoba menenangkan ibunya, menyentuh lengannya dengan lembut, tetapi Dewi malah menepis tangan itu dengan kasar."Aku sudah muak dengan semua ini, Ratih! Kenapa kalian terus membahas Lilis? Apa tidak ada hal lain yang bisa dibicarakan?" bentaknya, suaranya bergetar dengan emosi.Ratih mundur selangkah, jelas merasa canggung dengan reaksi Dewi. Sementara itu, Hendra dan yang lainnya saling bertukar pandang, mulai menyadari ada sesuatu yang Dewi takutkan.Mbah Kanjim hanya mendesah pelan, matanya menatap Dewi seolah bisa menembus ketakutan wanita itu. "Kau tak perlu takut. Aku menjamin putrimu.""Apa kau bilang?" Dewi berjalan mendekat ke arah Mbah Kanjim, netranya menatap tajam seakan bersiap memangsa pria tua itu. "Aku tidak mengizinkan putriku ke sana, demit Lilis terkutuk itu bisa saja membuat putriku celaka!" Suara Dewi mulai meninggi. Dewi menatap Hendra dengan sinis, kedua tangannya terlipat di dada, seolah dia adalah se

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 99. Kembali Ke Rumah Dewi

    Ayu langsung bersemangat. "Apa aku boleh ikut? Mungkin aku bisa membantu, aku ingin mengasah kemampuan ku," katanya dengan antusias.Ira yang sedang menggendong Cakra langsung menoleh dengan wajah tak percaya. "Kamu yakin, Yu? Jangan sampai nyesel lho. Udah, mending di rumah aja, nemenin aku jagain bocah-bocah," bujuknya.Namun, Ayu tetap bersikeras. "Tidak! Aku harus membiasakan diriku dengan hal gaib, atau aku akan terus ketakutan setiap kali melihat sosok gaib," katanya penuh tekad.Anis yang mendengar percakapan mereka hanya tersenyum kecil. "Ya udah, kalau Ayu mau ikut, nggak masalah. Kebetulan juga Ira bisa bantu momong Sandra dan Cakra." katanya sambil melirik ke arah Ira yang hanya bisa menghela nafas pasrah. "Uti nanti yang akan menjaga Ayu, kau tak perlu khawatir." Anis memandang Ira yang khawatir dengan senyum."Terimakasih, Uti. Aku berharap bisa membantu," ucap Ayu penuh semangat.Anis lalu menatap Ayu dengan tatapan penuh arti. "Tapi kita akan ke kota dulu untuk meyakink

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 98. Mencari Cara

    Ayu dan Ira, meski masih syok, seakan bisa menangkap kode dari hendra. Ayu segera memacu motor, menyalip makhluk yang tengah bergelut dengan bayangan misterius. Sesaat sebelum mereka benar-benar meninggalkan area itu, Rasya melirik ke kaca spion, melihat genderuwo itu tersungkur ke tanah, lalu lenyap ditelan kegelapan.---Begitu keluar dari gapura hutan larangan, suasana mencekam perlahan mereda. Namun, ketegangan belum sepenuhnya hilang ketika gawai Hendra tiba-tiba bergetar di dashboard mobil."Rasya, tolong angkat telepon ayah," ujar Hendra tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan. Rasya dengan sigap meraih ponsel Hendra dan melihat layar yang menampilkan nomor tak dikenal."Halo?" Rasya menjawab dengan hati-hati.Di ujung telepon, terdengar suara berat dan dengan nada serius. "Halo, Nak."Dahi Rasya berkerut. "Ada apa Mbah? Tumben telepon ayah.Namun, sebelum bisa mendapatkan jawaban, suara itu berubah menjadi gumaman aneh, seperti seseorang yang berbicara dalam bahasa yang tida

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 97. Sosok Yang Belum Tenang

    Anis merinding. Ia tidak merasakan apa pun, tapi muncul dengan serius Ayu membuatnya mulai merasa tidak nyaman.Hendra melirik Anis, mencoba mencari tanda-tanda aneh. Sementara itu, Ira yang sejak tadi diam ikut bicara, "Ayu, jangan bicara sembarangan. Kamu memang bisa melihat sosok gaib, tapi ini bukan saat yang tepat."Ayu menggeleng kuat, "Tidak, Ra. Sosok itu seperti menempel padanya. Aku takut, nanti dia akan menguasai tubuh Uti. Ini tidak boleh, tidak boleh....!"Ketegangan makin terasa. Rasya yang masih duduk di sampingnya sambil tertawa, sementara Kartika mencengkeram tangan suaminya dengan cemas.Anis menggigit bibirnya, dengan gemetar ia mulai jika suara, "apa yang kau lihat adalah sosok hantu perempuan?""Bukan. Dia arwah seorang pria," ujar Ayu. Ia lalu menegakkan tubuhnya, mengumpulkan keberanian. Dengan suara pelan namun tegas, ia berkata, "Siapa kamu? Kenapa mengikuti Uti Anis?"Udara di dalam ruangan tiba-tiba terasa berat. Hening. Tak ada yang menjawab, tapi ekspresi

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 96. Keturunan Sakti

    Ira dan rekan perawatnya saling pandang. Keduanya tidak menyangka kalau Kartika juga seperti mereka. "Iya, Mbak," jawab Ira, setelah melakukan tugasnya, ia beranjak mendekat ke arah Kartika, lalu berbisik, "Mbak Kartika pura-pura gak dengar saja ya, sama jangan buka pintu kalau ada yang mengetuk sambil bilang kulo nuwun."Kartika mengernyit mendengar ucapan aneh Ira. "Jangan buka pintu, ada yang bilang ‘kulo nuwun’?" tanyanya, sedikit bingung.Ira hanya tersenyum tipis. "Iya, Mbak. Apalagi kalau sudah lewat jam sepuluh malam. Pokoknya jangan.""Memangnya kenapa?" Kartika masih belum mengerti, tetapi perasaan was-was merayapi hatinya.Ira tidak langsung menjawab, hanya melirik jam dinding sejenak sebelum akhirnya berkata, "Pokoknya nurut aja, Mbak. Kalau butuh sesuatu, hubungi aku ya."Sebelum Kartika sempat bertanya lebih jauh, Ira dan rekannya sudah melangkah keluar dari kamar, meninggalkannya dengan sejuta pertanyaan.Kartika menarik nafas dalam, menatap Rasya yang masih belum sada

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 95. Reuni

    Suasana di lokasi kecelakaan begitu riuh dan panik. Beberapa warga sekitar yang mendengar benturan keras segera berlari ke arah mobil Rasya yang ringsek di pinggir jalan. Kaca depan pecah, pintu penyok, dan darah terlihat menodai kemudi.“Cepat, bantu dia keluar!” teriak seseorang.Beberapa pria dengan sigap menarik pintu mobil yang sudah sulit dibuka. Nafas Rasya lemah, kepalanya bersandar di jok dengan luka di pelipis yang terus mengeluarkan darah.Sementara itu, sirene mobil polisi terdengar mendekat. Seorang petugas segera turun dan mengamati situasi. Dia berjalan mendekat, melihat kondisi Rasya, lalu segera menghubungi ambulans.Di sela-sela kepanikan, seorang polisi lainnya melihat sesuatu di lantai mobil. Sebuah ponsel tergeletak dengan layar yang masih menyala. Dia mengambilnya dan segera mengamankannya ke dalam kantongnya.“Ambulans datang! Cepat angkat dia!” teriak seorang pria yang berdiri di pinggir jalan.Beberapa orang dengan hati-hati mengangkat Rasya ke atas tandu. Dara

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 94. Kedatangan Sosok Lilis

    "Anis tolong saya ... saya sudah tidak kuat lagi ... tolong, demit peliharaan Dewi menyiksaku."Sosok Lilis mengulurkan tangan, sementara kepalanya menengadah ke atas."Aku tersiksa, Anis ...." Sosok Lilis mulai menampakan wajahnya yang menyeramkan. Kepalanya patah ke kanan dan dia berjalan dengan menyeret satu kakinya. "Anis ... Anis ... Bukankah suamimu adalah teman baik suamiku?" Sosok Lilis terus berjalan mendekat membuat Anis semakin ketakutan. "Mbak, Mas Hendra sudah berangkat ke rumah orang yang bisa menolongmu." Ucapan Anis berhasil membuat sosok Lilis menghentikan langkahnya. "Benarkah?" Lilis memutar kepalanya menghadap ke arah Anis. Kali ini wajahnya hanya pucat, ia tak terlihat semenyeramkan sebelumnya. "Terimakasih Anis, terimakasih." Tubuh Lilis perlahan memudar meninggalkan asap pekat.Anis akhirnya bisa menghela nafas lega. Sampai ia merasakan seseorang seperti menepuk pundaknya. "Bu ... bangun ... kenapa Ibu tidur di sofa begini?" Sayup-sayup Anis mulai membuka mata

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status