Home / Horor / Rumah Angker Warisan Bapak / Bab 36. Minta Pindah

Share

Bab 36. Minta Pindah

Author: Eliyona
last update Last Updated: 2024-12-06 08:10:00

Ayu dan Ira mendengarkan cerita bulek Tatik dengan penuh perhatian, wajah mereka tampak pucat, dipenuhi rasa takut yang makin menebal. Ketika cerita selesai, keduanya saling berpandangan, tidak perlu kata-kata, mata mereka sudah berbicara. Kengerian yang dirasakan bersama membuat keduanya merasa semakin terperangkap dalam sebuah rahasia kelam.

"Sepertinya kita memang harus pindah, Ir, aku gak mau terlibat lebih jauh dengan demit itu," ucap Ayu, suaranya gemetar, tangan yang menggenggam sendok pun tampak bergetar.

"Sama, aku juga, Yu," balas Ira dengan suara bergetar, memeluk kedua lengan tubuhnya seolah ingin mengusir rasa dingin yang menyelusup ke dalam. "Apalagi, aku sampai bermimpi tentangnya... Rasanya aku nggak kuat lagi tinggal di sana," lanjutnya, tubuhnya sedikit gemetaran saat mengenang kejadian-kejadian aneh itu. "Aku bahkan trauma mandi di rumah kontrakan itu, lebih baik mandi di rumah sakit," tambahnya lagi, suara tegang terdengar jelas.

"Bukankah di

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 37. Sosok Dyah

    "Rit—Rita!" teriak Ayu panik, ia berbalik dan mencoba membuka pintu. Namun, dari jendela sosok Dyah mulai menampakan dirinya.Pak Iman mundur selangkah. "Kita harus pergi sekarang!" desaknya dengan suara tegas. Namun, Ayu terpaku, menatap jendela itu dengan ketakutan. Ira meraih tangannya, mencoba menariknya menjauh. "Yu, ayo! Kita harus pergi!"Ayu bergeming, ia masih berdiri di depan rumah kontrakan, sekilas menyaksikan bayang punggung Pak Iman dan Udin yang berlari tunggang langgang menjauh. Dadanya bergemuruh. "Sialan, kenapa mereka malah kabur!" gumamnya sambil menggigit bibir. Tapi pikirannya tertuju pada Rita yang masih di dalam. Ia menggenggam gagang koper erat, merasa tak tega meninggalkan sahabatnya begitu saja. Sosok Dyah sudah menghilang dibalik bayang gelap.Langkah cepat terdengar dari belakang. "Yu..." suara Ira terdengar aneh, serak, dan berbeda.Ayu menoleh. "Ira, ayo kita harus pergi sekarang!" Ajak Ayu sambil menarik tangan Ira.

    Last Updated : 2024-12-07
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 38. Bertemu Alfian

    Esok Paginya yang Dipenuhi Ketegangan. Ayu terbangun dengan tubuh lelah, dengan pikiran terusik. Ia langsung teringat dengan shift pagi di tempat kerjanya. Ayu segera bangun dan mandi, ingatan tentang Dyah dan Alfian masih membebani pikirannya. Setelahnya, ia kembali ke kamar dan meraih ponsel di meja samping tempat tidur, diambilnya sebuah foto dari kotak yang diberikan Dyah, lalu memotret foto Alfian dan Dyah yang ditemukan semalam.“Aku harus menemukan Alfian,” gumamnya lirih, sembari menyembunyikan ponsel ke dalam tasnya. Tepat saat itu, pintu kamar terbuka mendadak.“Yu, aku ada janjian dengan seorang teman,” suara Rita memecah keheningan. Ayu tersentak, dengan cepat ia memasukkan foto ke dalam kotak.“Ke rumah teman?” Ayu bertanya, mencoba menyembunyikan kegelisahan.“Iya,” Rita mengangguk. “Nanti kuncinya titip ke Pak RT saja. Nanti yang pulang duluan, minta aja ke dia.”Selesai berbicara, Rita berlalu begitu saja. Ayu hanya bisa menatap kep

    Last Updated : 2024-12-08
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 39. Amukan Dyah

    Ayu menatap langit yang mulai gelap dengan rasa tidak tenang. Waktu sudah mendekati Maghrib ketika ia tiba di rumah teman Ira. Setelah mengetuk pintu, seorang wanita muda keluar dan tersenyum ramah.“Maaf, Kak. Ira sudah pulang tadi sore,” ucap wanita itu santai.Ayu terkejut. “Pulang? Tapi dia bilang mau tunggu saya di sini.”Wanita itu menggeleng. “Dia bilang ada urusan mendesak, makanya buru-buru pergi. Mungkin ada saudaranya yang berkunjung."Hati Ayu mulai gelisah. Segera ia mengirim pesan kepada Rita. Balasannya singkat: “Aku pulang jam 8 malam. Kunci masih sama pak RT, coba tanya dia."Ayu terhenyak. Mungkin Ira menunggu di rumah pak RT karena merasa tidak enak dengan temannya, atau mungkin benar kata temannya, ada saudara jauh yang berkunjung. Tak mau membuang waktu, Ayu melajukan motornya menuju ke rumah pak RT.Ia merasakan firasat buruk. Segera ia mempercepat laju motornya, saat rumah pak Iman mulai terlihat. Begitu tiba, ia langsung bertanya, “Pak, kunci rumah ada sama pak

    Last Updated : 2024-12-09
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 40. Ayu Dan Ira Pamit, Rita Bertahan

    Pagi yang seharusnya tenang berubah menjadi hiruk pikuk di depan kontrakan. Rita yang baru pulang, berdiri di ambang pintu dengan wajah merah padam. Matanya menyapu keadaan rumah yang berantakan, pintu yang terbuka lebar dan rumah yang dalam keadaan kosong, membuatnya tak bisa lagi menahan emosi.“INI APA-APAAN?!” bentaknya keras, menggema di ruang tamu. Rita mulai membersihkan rumah yang berserak dengan tali dan air yang menggenang.Beberapa menit kemudian, Ayu dan Ira muncul bersama Pak Iman dan dua hansip kampung Sidodadi. Wajah mereka tampak lelah, terutama Ayu yang masih terengah-engah. Begitu melihat Rita, mereka langsung menghentikan langkah."Kau dari mana saja?" Rita berkacak pinggang memandang Ayu dengan tatapan marah.

    Last Updated : 2024-12-10
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 41. Dihantui

    Rita berdiri kaku, lututnya hampir tak sanggup menopang tubuhnya yang gemetar hebat. Sosok menyeramkan di hadapannya perlahan menampakkan wujudnya. Rambut panjang acak-acakan menutupi sebagian wajahnya yang pucat pasi, dengan mata yang cekung dan menatap tajam ke arah Rita. Bibirnya menyeringai menyeramkan, memperlihatkan gigi yang tampak kusam, runcing dan hitam.“Hihihi... Kau tidak akan bisa pergi!" suara serak sosok menyeramkan itu, terdengar seperti berasal dari dua tempat sekaligus, memenuhi ruangan yang gelap.Rita memekik, tubuhnya bergetar. “Apa… apa mau Kamu?!” tanyanya dengan suara tersendat, hampir tak keluar dari tenggorokannya. Rita tiba-tiba, teringat cerita Ayu dan Ira tentang sosok 'Dyah' penghuni rumah angker warisan bapak, yang ia tempati."Dyah..," lirih Rita terperangah. Sosok itu menunjukan eksistensinya, beranjak melayang menuju ke arahnya.Sosok Dyah menunjuk ke arah sudut ruangan. Rita mengikuti arahannya dengan pandangan penuh teror, melihat tali tambang yang

    Last Updated : 2024-12-11
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 42. Tak Tahan Lagi

    Amin kembali ke teras dengan seorang pria tua berpakaian lurik jawa. Pak Iman mengenalkan dengan penuh hormat. “Ini Mbah Kanjim, sesepuh kampung. Dia orang yang paham soal hal-hal seperti ini.”Mbah Kanjim mengangguk pelan, lalu mendekati tubuh Rita yang terbaring lemas. Ia menatap pelipis yang memar dan darah yang mengering, lalu mendesah. “Bawa dia ke ruang yang lebih luas. Kita perlu tempat untuk ritual,” ucapnya dengan nada tenang.Amin dan Ayu segera mengangkat tubuh Rita ke ruang tengah rumah Pak Iman. Mbah Kanjim duduk bersila di lantai, mengeluarkan beberapa benda dari tas kainnya—kemenyan, botol kecil berisi air, dan bunga kamboja.“Rupanya arwah yang menghuni rumah itu tidak membiarkannya pergi,” jawab Mbah Kanjim sambil menyalakan kemenyan. Asap mulai memenuhi ruangan, menambah suasana mencekam. "Padahal sudah aku bilang kepada pemiliknya untuk merubuhkan saja rumah angker mlik Gatot itu." Mbah Kanjim menghela nafas.“Aku akan mencoba masuk ke dunia mereka, mengajak jiwanya

    Last Updated : 2024-12-12
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 43. Pertemuan Pertama Rita Kartika

    Matahari pagi belum sepenuhnya terbit ketika Rita tiba di Desa Kenikir. Perjalanannya yang panjang melelahkan tidak mampu meredakan rasa kesalnya. Dengan alamat yang diberikan oleh Pak Bambang, ia akhirnya menemukan sebuah rumah sederhana bercat putih kusam. Seorang wanita paruh baya, yang belakangan Rita ketahui bernama Anis, membuka pintu dengan ekspresi bingung."Saya mencari mbak Kartika!" ucap Rita lantang. Wanita tua itu, segera beranjak masuk ke ruang lebih dalam. Tak lama seorang wanita muda keluar dari kamar dan menatap Rita dengan kening mengkerut."Maaf, Anda siapa?" Wanita itu bertanya sambil menunjuk ke arah Rita dengan ekspresi bingung.Rita langsung menjelaskan tujuannya. “Saya Rita, penghuni rumah warisan milik mbak Kartika, yang ada di kota. Saya datang ke sini setalah saya berdiskusi dengan Pak Bambang. Katanya, Mbak Kartika ini adalah salah satu ahli warisnya. Juga karena uang kontrakan sudah diserahkan kepada Mbak."Kartika mempe

    Last Updated : 2024-12-13
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 44. Kampung Sidodadi

    Malam itu, Hendra duduk di ruang tamu sambil menyeruput teh hangat. Di hadapannya, Anis, istrinya, menatapnya dengan ekspresi ragu. Hendra baru saja mengungkapkan niatnya untuk mendiami rumah warisan Kartika di kota. Rumah itu, yang menurut cerita, dihuni oleh sosok gaib bernama Dyah."Jadi, kamu benar-benar mau ke sana, Pak?" tanya Anis dengan suara pelan. "Aku tidak yakin kalau itu adalah ide yang bagus."Hendra mengangguk mantap. "Aku cuma ingin membuktikan ucapan gadis bernama Rita itu, Bu. Semula kita juga mengira kalau rumah warisan bapakku ini angker, tapi ternyata demit yang kita kira ada, adalah Kartika, hehe. Aku ingin lihat sendiri, apa benar rumah warisan bapak Kartika itu angker seperti yang dibilang."Anis meremas ujung pakaiannya, gugup. "Aku tahu Kamu nggak percaya hal-hal begitu, tapi entah kenapa Aku merasa takut kalau yang dikatakan Rita itu benar. Kalau rumah ini kan pernah diberi pagar gaib, Pak. Kalau rumah warisan bapak Kartika

    Last Updated : 2024-12-14

Latest chapter

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 54. Durhaka

    Malam itu, suasana rumah Udin terasa mencekam. Langit mendung gelap, dan suara angin menerpa dinding rumah kayu, menambah suasana tegang. Astutik duduk di sudut ruangan dengan mata yang sembap karena tangis. Kartika mendekat, memberikan segelas teh hangat, namun tangan Astutik gemetar saat meraihnya.“Ibu tidak punya pilihan,” bisiknya dengan suara parau. “Ibu harus bicara dengan Wulan. Dia satu-satunya yang bisa membantu menyelesaikan masalah ini.”Kartika menatapnya dengan ragu. “Bu, Wulan... dia tidak akan mendengar. Apa Ibu yakin ini keputusan yang tepat?”Astutik tidak menjawab. Tangannya terulur meminta ponsel Kartika. Dengan berat hati, Kartika menyerahkannya. Astutik menekan nomor Wulan dengan tangan bergetar. Beberapa detik kemudian, sambungan tersambung.“Wulan, ini Ibu,” suara Astutik terdengar lirih, hampir seperti bisikan.Dari seberang, terdengar suara Wulan yang terdengar dingin. “Ada apa? Apa kau berhasil berbicara dengan Mbak Dyah? Ingat besok penyewa itu akan datang.

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 53. Tangisan Ibu

    "Dyah... Nak, ini ibu...!" Suara Astutik lirih dan penuh kerinduan. Ia mencoba berjalan tertatih, mendekati sosok gaib putrinya. "Bu Astutik, jangan!" teriak Kartika panik, mencoba menghentikan langkah Astutik. Rasya pun memegangi bahu wanita tua itu, mencoba menariknya mundur. "Bu, itu bukan Dyah yang Ibu kenal!"Namun Astutik meronta, menepis tangan Rasya dan Kartika. "Lepaskan aku! Dia anakku! Dia membutuhkanku!" teriaknya sambil terus menangis. Tubuh renta itu tetap bergerak maju, mendekati sosok Dyah.Saat Astutik hanya tinggal beberapa langkah dari pintu, sosok Dyah tiba-tiba mengangkat tangannya. Dengan satu gerakan cepat, ia menyerang, mengeluarkan energi hitam yang melesat ke arah Astutik. Tubuh tua itu terpental ke belakang, jatuh ke pelukan Rasya yang berlari menangkapnya tepat waktu."Astaga, Bu, Ibu baik-baik saja?" Rasya bertanya panik sambil memeriksa kondisi Astutik. Wanita itu hanya menangis, memegangi dadanya yang terasa sesak.Sosok Dyah kini beralih menatap Kartik

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 52. Ibu Dan Anak

    "Baiklah kalau itu keputusanmu, tapi resiko tanggung sendiri," dengus Hendra kesal.Kartika tersenyum, ke arah ayah mertuanya. "Terimakasih ya, Yah, Kartika berjanji hanya sebatas memastikan kalau bu Astutik baik-baik saja.""Terserah kamu, hanya saja Ayah ingin menegaskan sesuatu." Hendra menatap Kartika dengan tajam, nadanya penuh tekanan. "Jangan ikut campur terlalu jauh. Ayah terus terang tidak menyukai sikap putri Bu Astutik, yang bernama Wulan itu."Kartika mengangguk pelan, menyadari ketegangan di balik kata-kata ayah mertuanya. Ia tahu Hendra jarang berbicara setegas ini kecuali ia benar-benar merasa terganggu. Perlahan, Kartika menggandeng lengan Astutik, berusaha menenangkan wanita tua itu yang tampak begitu rapuh. "Baik, Pak. Saya mengerti. Saya akan segera bersiap," ujarnya, berusaha tetap tenang.Astutik menatap Kartika dengan mata berkaca-kaca. "Terima kasih, Nak Kartika. Ibu tahu ini merepotkan.""Saya akan mempersiapkan pakaian anak saya dulu. Kita naik angkot jam semb

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 51. Keluarga Hendra

    Pintu angkot terbuka sendiri dengan bunyi berdecit. Di luar, bayangan rumah itu terlihat semakin mencekam di bawah sinar rembulan. Dengan langkah gemetar Astutik mulai turun. Tak lama setelah ia menginjakkan kaki di tanah, angkot itu meluncur dengan cepat, menghilang di balik gelapnya malam.Astutik terkesiap mendengar suara dari arah belakang. "Saya sepertinya pernah melihat Anda?" Suaranya pelan, tapi cukup untuk membuat bulu kuduknya meremang.

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 50. Ibuku Sayang, Ibuku Malang

    Dengan wajah merah padam, Wulan kembali ke rumahnya, di Desa Cimelati. Mobil yang ditumpanginya melaju cepat. Sesampai di depan gapura desa, ia langkahnya semakin cepat, membangkitkan debu di jalan setapak yang ia lewati. Sesampainya di rumah, ia langsung masuk tanpa mengetuk pintu. Bahkan ia mengabaikan beberapa tamu yang baru selesai melakukan ritual tiga harian. Astutik, yang sedang menyusun buku doa meja, terkejut saat melihat anaknya datang dengan wajah kesal. "Kau sudah pulang, Mak?" tanyanya."Ibu, aku ingin bicara. Ikut aku!" Wulan menggiring sang ibu menuju ke sebuah ruangan lain. "Mbak Dyah telah menjadi sesuatu yang mengerikan!" seru Wulan dengan nada bicara lantang.Astutik mengambil duduk berhadapan dengan putrinya. "Apa maksudmu, Wulan?""Rumah itu, Bu! Rumah warisan Dyah! Aku sudah mencoba membersihkannya, tapi arwahnya ... Maksudku, Mbak Dyah tidak seperti dulu. Dia penuh kemarahan dan kebencian! Mbak Dyah sudah berubah menjadi sosok jahat, Bu!" Wulan mulai menangis.A

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 49. Beralih Kepemilikan

    Kartika mencoba tetap tenang meski dadanya bergemuruh. Dengan wajah datar, ia akhirnya mengiyakan permintaan Wulan. Namun, ketika Wulan dengan nada tinggi meminta agar proses pengalihan nama dipercepat, Kartika merasa seperti dilempar ke jurang ketidakadilan.“Aku akan memanggil notaris,” ujar Wulan sambil beranjak, ia keluar pintu dan kembali dengan dua orang pria memakai kemeja hitam, yang sepertinya baru saja selesai mengikuti pengajian di rumah mereka. “Kita langsung urus sekarang, supaya tidak ada lagi alasan kalian untuk datang," ucap Wulan, "dan satu hal lagi ... aku tidak takut dengan segala cerita ‘angker’ yang kalian karang tentang rumah itu! Bilang saja kalau Kau butuh uang jadi menghubungi ibuku kembali."Kata-kata Wulan yang tajam menusuk hati Kartika. Sementara Hendra hanya menatap dengan dingin dan menahan kesal.“Kami angkat tangan jika terjadi sesuatu di rumah warisan bapak Kartika, nanti,” ucap Hendra dengan nada tegas.“Itu rumah milikku sekarang!” balas Wulan deng

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 48. Perdebatan Panas

    Hendra menatap Kartika melalui kaca spion, ekspresinya serius. "Hubungi Astutik. Suruh dia share lokasi rumahnya," ucapnya, suaranya tegas namun bergetar samar.Kartika langsung menurut. Dia mengambil ponsel dan segera menelepon Astutik. Tak lama, sebuah notifikasi masuk, menunjukkan lokasi rumah Bambang. "Sudah, Yah. Ini alamatnya," ujar Kartika sambil menyerahkan ponselnya kepada Hendra.Hendra hanya mengangguk ia memegang kendali setirnya, sambil sesekali melihat ke arah google map yang ditunjukan oleh Kartika. Namun, tiba-tiba, dia merasakan sesuatu yang dingin menyentuh tengkuknya. Seperti hembusan napas seseorang.Hendra terdiam, matanya menatap lurus ke jalan yang mulai gelap. Hutan kecil di sisi jalan terasa seperti mengawasi mereka. Dia membaca doa dalam hati, berusaha mengabaikan sensasi mengerikan itu.“Apa kau baik-baik saja?” tanya Anis dari kursi depan, memperhatikan suaminya yang tampak lebih tegang dari biasanya.“Tidak apa-apa,” jawab Hendra cepat, namun nada suarany

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 47. Solusi Hendra (Part 2)

    Pagi itu, udara terasa berat dan dingin, meski matahari sudah mulai naik perlahan di langit. Anis menghampiri Hendra yang sedang duduk di beranda, menyesap kopi hangat buatan istrinya. Ekspresi Hendra tampak lelah, alisnya berkerut dalam, seperti ada beban berat yang terus mengganggu pikirannya."Apa kita jadi berangkat ke rumah Bambang hari ini?" tanya Anis perlahan. Ia mengambil duduk di samping suaminya.Hendra menghela napas panjang. "Aku sedang memikirkan itu," jawabnya sambil menatap gelas kopi di tangannya. "Tapi entah kenapa aku merasa... Bambang tidak akan percaya begitu saja. Lagi pula, membawa boneka itu—memiliki resiko. Ada arwah Dyah yang bersiap mengamuk sewaktu-waktu.., kecuali, kalau lasmini bisa kita ajak sekalian."Anis menggigit bibirnya, merasa cemas. "Kau benar, ucapnya, "tapi menurutku, sebaiknya kita tidak menunggu lama. Kalau kita ragu terus, situasi ini hanya akan semakin buruk," katanya sambil melirik ke arah rumah, di mana boneka Cantika tergeletak di meja d

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 46. Pertarungan Dua Dunia: Lasmini vs Dyah

    Hawa dingin semakin menusuk, membuat semua orang di ruangan itu seperti membeku. Sosok Dyah yang penuh dendam melayang di udara, matanya merah menyala. Namun, dari tubuh Anis, sosok lain perlahan muncul. Tubuh Anis terguncang hebat, hingga akhirnya bayangan seperti kabut putih keluar dan berdiri kokoh di hadapan Dyah. Itu adalah Lasmini, sosok gaib yang selama ini bersemayam dalam diri Anis."jadi kau Lasmini?" Hendra terperengah sama seperti Kartika yang takjub dengan kecantikan sang ibu.Lasmini mengangguk tersenyum, lalu ia kembali mengalihkan pandangan kepada Dyah, yang hampir saja berhasil membuat Anis beralih dunia."Dyah, aku sudah memperingatkanmu," suara Lasmini menggema, tegas dan penuh wibawa. "Pergi dari sini, atau kau akan binasa!"Dyah tertawa sinis, suaranya parau dan menggema di seluruh ruangan. "Kau pikir aku takut padamu, Lasmini? Aku tidak akan pergi! Karena aku tidak bisa pergi! Rumah ini seakan mengurungku! Maka dari itu, sekalian saja aku jadikan milikku!" Sosok

DMCA.com Protection Status