Home / Horor / Rumah Angker Warisan Bapak / Bab 30. Bertemu Kartika

Share

Bab 30. Bertemu Kartika

Author: Eliyona
last update Last Updated: 2024-11-30 07:47:49

Hendra melajukan mobilnya dengan pandangan lurus ke depan, sementara pikirannya sibuk dengan berbagai kemungkinan. Dalam suasana yang tegang itu, ia memecah keheningan dengan nada setengah bercanda.

"Kau terlihat begitu khawatir dengan Kartika," ucapnya sambil melirik Rasya di kursi samping. "Apa kau mulai menyukai wanita itu?"

Pertanyaan itu bagai petir di siang bolong bagi Rasya. Wajahnya memerah seketika, matanya sibuk mencari jawaban di luar jendela. Ia gugup, tak tahu harus menjawab apa.

"Sudah kuduga," celetuk Anis dari kursi belakang, membuat suasana semakin canggung. Ia tersenyum kecil sambil melipat tangannya. "Ibu setuju saja, kok. Ibu juga sudah menganggap Cakra seperti cucu sendiri. Kalian berdua sama-sama pernah disakiti. Mungkin ini jalan Tuhan untuk menyatukan dua hati yang terluka."

Rasya tetap bungkam, namun detak jantungnya terasa semakin keras. Kalimat ibunya seolah menyentuh luka lamanya yang belum sepenuhnya sembuh. Andai ia bisa berkata jujur, ia sudah menyukai K
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 31. Solusi Hendra

    "Kami tidak peduli! Yang jelas, kami tidak akan menempati rumah itu. Titik!" seru Bambang dengan suara tegas, penuh emosi yang tertahan. Anis merasakan hawa ruangan semakin berat. Ia melirik Hendra, memberi isyarat agar pembicaraan ini segera dihentikan."Begini saja," ucap Anis dengan nada menenangkan, mencoba menurunkan ketegangan. "Kami akan berbicara dulu dengan Kartika untuk mencari jalan tengah. Setelah itu, kami akan menemui Pak Bambang kembali."Anis meraih lengan Hendra, memaksanya untuk meninggalkan ruangan. Dia tidak ingin berlama-lama di sana, terutama karena ia mulai merasakan sesuatu yang janggal. Bayangan samar di sudut mata, suara angin yang seakan berbisik, semuanya membuat bulu kuduknya berdiri. Ada sesuatu di sini, sesuatu yang tidak kasat mata, mengintai mereka.Ketika mereka tiba di ruang keluarga, suasana berbeda terasa di sana. Hendra dan Anis melihat Kartika yang sedang tertawa kecil bersama Rasya. Bayi kecil di pangkuannya, Cakra, mengoc

    Last Updated : 2024-12-01
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 32. Rumah Angker Warisan Bapak Kartika

    Malam itu di RT 4 Kampung Sidodadi terasa lebih senyap dari biasanya. Garis polisi masih membentang di depan rumah warisan bapak tiri Kartika, mempertegas aura angker yang menyelimuti tempat itu. Dua pria, Amin dan Udin, berjalan pelan di jalan setapak sambil membawa senter kecil."Aku kok merinding ya, Min," bisik Udin sambil memegang tengkuknya."Kamu kayak baru kali ini ngeronda saja," balas Amin."Tapi ini beda, Min. Sejak kejadian itu, suasana kampung jadi gak enak, apalagi di depan rumah itu tuh." Tunjuk Udin. Cahaya senter di tangannya bergerak, menyapu ke arah rumah Kartika.Udin tiba-tiba menghentikan langkahnya. "Min... itu apa?"Amin menatap Udin dengan malas. Sementara Udin fokus pada jendela rumah. Di sana, samar-samar, ia melihat siluet seorang wanita berambut panjang sedang duduk tertunduk.Udin memberanikan diri, melangkah mendekat, tubuhnya tiba-tiba gemetar hebat."Ada apa, Din?" tanya Amin kesal sambil b

    Last Updated : 2024-12-02
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 33. Teman-Teman Rita

    Keesokan paginya, Rita kembali mendatangi rumah Pak RT, kali ini dengan dua orang temannya. Wajah mereka tampak ceria, namun Udin yang kebetulan berada di sana justru merasa gelisah tanpa sebab."Ini teman-teman saya, namanya Ayu dan Ira," kata Rita, memperkenalkan dua wanita itu."Lho, katanya ada empat orang?" sela Udin.Rita tersenyum tipis. "Iya, awalnya ada empat. Tapi teman kami yang satu terpaksa mundur karena ibunya sakit dan dia harus merawatnya."Belum sempat Udin merespons, Pak Iman sudah menepuk pundaknya dengan gemas. "Sudah, Din. Jangan kepo! Nanti kamu malah ditertawakan mereka. Sekarang, mari, Mbak-Mbak, saya antar ke rumah kontrakan."Iman melangkah dengan sigap, memberi isyarat kepada Rita dan kedua temannya untuk mengikutinya. Di belakang, Udin hanya bisa memutar bola matanya dengan malas. Ia berusaha menyembunyikan rasa kesal dengan menggerutu. 'Dasar buaya darat, sepertinya pak Iman sudah kehilangan iman,' batinnya sambil ngelo

    Last Updated : 2024-12-03
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 34. Pingsan

    Rita mendengar teriakan dari arah kamar mandi, tapi alih-alih cemas, ia malah menggerutu kesal. “Apa lagi sih, ribut terus!” gumamnya sambil berdiri. Ayu, yang lebih sigap, segera menarik tangan Rita.“Kita harus lihat! Itu suara Ira!” serunya panik.Mereka berdua bergegas ke arah kamar mandi, dan betapa terkejutnya mereka saat mendapati Ira tergeletak di lantai, tepat di depan pintu kamar mandi. Tubuhnya kaku, dengan wajah pucat pasi.“Ini lagi! Pakai acara pingsan segala!” Rita mendesis sambil memutar matanya.“Rit, bantu aku angkat dia! Ayo cepat!” Ayu memohon dengan nada mendesak, sudah setengah berjongkok untuk mengangkat tubuh Ira. Meski malas, Rita akhirnya membantu mengangkat bagian kaki sahabatnya. Mereka membopong Ira ke kamar dan merebahkannya di atas kasur.Ayu buru-buru mengambil minyak kayu putih, mengoleskannya ke hidung Ira yang masih lemas. Napas Ira tersentak, dan matanya perlahan terbuka. Tubuhnya langsung gemetar, matanya liar m

    Last Updated : 2024-12-04
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 35. Mimpi Dan Informasi

    "Ira! Lepaskan!" Ayu berteriak dengan napas tersengal, tangannya mencoba menepis cengkeraman Ira yang dingin dan penuh kekuatan. Lehernya terasa semakin tercekik, tapi dalam benaknya, sebuah kenangan melintas—tentang pengalaman bersama neneknya yang sering membantu orang kesurupan. Ayu segera bertindak. Dengan sisa tenaga, ia mendorong tubuh Ira, membuatnya terhuyung ke belakang dan jatuh ke lantai."Ira, maafkan aku," gumam Ayu pelan, lebih kepada dirinya sendiri. Ia mendekati tubuh Ira yang kini bergetar hebat, lalu dengan cepat menekan ibu jari kaki kiri Ira, sambil melafalkan doa yang diajarkan oleh neneknya."Bismillah..." bisiknya pelan namun mantap. Seketika tubuh Ira tersentak-sentak, seolah ada sesuatu yang tengah meronta dari dalam dirinya."Hentikan! Panas! Panas!" jerit Ira dengan suara serak dan memekakkan telinga. Namun, Ayu terus melafalkan doa itu, meski ketakutan merayapi hatinya."Sial! Aku salah berurusan dengan orang ini! Arghhh!" Suar

    Last Updated : 2024-12-05
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 36. Minta Pindah

    Ayu dan Ira mendengarkan cerita bulek Tatik dengan penuh perhatian, wajah mereka tampak pucat, dipenuhi rasa takut yang makin menebal. Ketika cerita selesai, keduanya saling berpandangan, tidak perlu kata-kata, mata mereka sudah berbicara. Kengerian yang dirasakan bersama membuat keduanya merasa semakin terperangkap dalam sebuah rahasia kelam."Sepertinya kita memang harus pindah, Ir, aku gak mau terlibat lebih jauh dengan demit itu," ucap Ayu, suaranya gemetar, tangan yang menggenggam sendok pun tampak bergetar."Sama, aku juga, Yu," balas Ira dengan suara bergetar, memeluk kedua lengan tubuhnya seolah ingin mengusir rasa dingin yang menyelusup ke dalam. "Apalagi, aku sampai bermimpi tentangnya... Rasanya aku nggak kuat lagi tinggal di sana," lanjutnya, tubuhnya sedikit gemetaran saat mengenang kejadian-kejadian aneh itu. "Aku bahkan trauma mandi di rumah kontrakan itu, lebih baik mandi di rumah sakit," tambahnya lagi, suara tegang terdengar jelas."Bukankah di

    Last Updated : 2024-12-06
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 37. Sosok Dyah

    "Rit—Rita!" teriak Ayu panik, ia berbalik dan mencoba membuka pintu. Namun, dari jendela sosok Dyah mulai menampakan dirinya.Pak Iman mundur selangkah. "Kita harus pergi sekarang!" desaknya dengan suara tegas. Namun, Ayu terpaku, menatap jendela itu dengan ketakutan. Ira meraih tangannya, mencoba menariknya menjauh. "Yu, ayo! Kita harus pergi!"Ayu bergeming, ia masih berdiri di depan rumah kontrakan, sekilas menyaksikan bayang punggung Pak Iman dan Udin yang berlari tunggang langgang menjauh. Dadanya bergemuruh. "Sialan, kenapa mereka malah kabur!" gumamnya sambil menggigit bibir. Tapi pikirannya tertuju pada Rita yang masih di dalam. Ia menggenggam gagang koper erat, merasa tak tega meninggalkan sahabatnya begitu saja. Sosok Dyah sudah menghilang dibalik bayang gelap.Langkah cepat terdengar dari belakang. "Yu..." suara Ira terdengar aneh, serak, dan berbeda.Ayu menoleh. "Ira, ayo kita harus pergi sekarang!" Ajak Ayu sambil menarik tangan Ira.

    Last Updated : 2024-12-07
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 38. Bertemu Alfian

    Esok Paginya yang Dipenuhi Ketegangan. Ayu terbangun dengan tubuh lelah, dengan pikiran terusik. Ia langsung teringat dengan shift pagi di tempat kerjanya. Ayu segera bangun dan mandi, ingatan tentang Dyah dan Alfian masih membebani pikirannya. Setelahnya, ia kembali ke kamar dan meraih ponsel di meja samping tempat tidur, diambilnya sebuah foto dari kotak yang diberikan Dyah, lalu memotret foto Alfian dan Dyah yang ditemukan semalam.“Aku harus menemukan Alfian,” gumamnya lirih, sembari menyembunyikan ponsel ke dalam tasnya. Tepat saat itu, pintu kamar terbuka mendadak.“Yu, aku ada janjian dengan seorang teman,” suara Rita memecah keheningan. Ayu tersentak, dengan cepat ia memasukkan foto ke dalam kotak.“Ke rumah teman?” Ayu bertanya, mencoba menyembunyikan kegelisahan.“Iya,” Rita mengangguk. “Nanti kuncinya titip ke Pak RT saja. Nanti yang pulang duluan, minta aja ke dia.”Selesai berbicara, Rita berlalu begitu saja. Ayu hanya bisa menatap kep

    Last Updated : 2024-12-08

Latest chapter

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 102. Finish

    "Sudah jangan bertanya. Tolong kalian urus jenazah ini. Semua sudah berakhir," ucap Mbah Kanjim santai. "Anakku! Seorang wanita tua histeris saat melihat salah satu jasad yang lengkap dengan pakaiannya, terbujur kaku diantara jasad yang lain. "Ini, Suci, Pak." Wanita tua itu mulai menangis. Mendengar nama ibunya disebut, Ratih mendekatkan diri. "Nenek," ucapnya lirih. Sepasang lansia itu mengalihkan pandangan kepada Ratih. Pandangan takjub dan haru menjadi satu. "Ini Ratih. Saya anak dari ibu Suci." Ucapan Ratih hampir membuat dua orang tua itu tidak percaya. Bagaimana mungkin anaknya yang sudah mati bisa melahirkan anak. Sampai Mbah Kanjim menceritakan semuanya. Wajah Ratih yang mirip dengan Suci, membuat dua lansia itu menangis tersedu sambil memeluk Ratih. Si wanita tua itu langsung percaya kalau Ratih adalah cucunya. "Berarti mimpi ibu selama ini benar, Pak." Wanita itu terus terisak. " Ratih menjadi tumbal susuk Bu Dewi, huu... huu...."Para warga mulai saling berbisik, merek

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 101. Hampir Finish

    Ratna mendadak terhuyung masuk ke dalam rumah, seperti ada kekuatan tak kasat mata yang menariknya. Melihat sang putri terdorong masuk, Dewi berteriak keras, ia berlari masuk ke dalam. "Lilis!!!!" Dewi berteriak sambil mengetuk pintu kasar. "Ratna tidak ada urusan denganmu, musuhmu adalah aku!"Tiba-tiba pintu terbuka, tak mau kecolongan Mbah Kanjim segera masuk, ia dan Dewi langsung terdorong masuk ke dalam. Sementara Hendra, Anis, dan Ratih hanya memandang dari jauh. Dalam kepanikannya, Anis mulai tersadar kalau Ayu tidak ada bersama mereka. "Ayu ke mana dia?" tanya Anis.Sementara itu di dalam rumah. Ayu terperangah melihat sosok wanita dengan tubuh yang menggerikan. "Kenapa kamu ikut masuk?" Suara Mbah Kanjim membuat Ayu tersentak. "Di sini berbahaya.""Iya, maaf, habisnya aku khawatir kalau ....""Sudah, kau tunggu saja di sini? Ingat apapun yang kau lihat, jangan kau ceritakan pada siapapun." Mbah Kanjim segera bergabung dengan Ratna dan Dewi yang ketakutan, apalagi sosok Lilis

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 100. Terpaksa

    Dewi menggeram, matanya menatap tajam penuh amarah. Ratih mencoba menenangkan ibunya, menyentuh lengannya dengan lembut, tetapi Dewi malah menepis tangan itu dengan kasar."Aku sudah muak dengan semua ini, Ratih! Kenapa kalian terus membahas Lilis? Apa tidak ada hal lain yang bisa dibicarakan?" bentaknya, suaranya bergetar dengan emosi.Ratih mundur selangkah, jelas merasa canggung dengan reaksi Dewi. Sementara itu, Hendra dan yang lainnya saling bertukar pandang, mulai menyadari ada sesuatu yang Dewi takutkan.Mbah Kanjim hanya mendesah pelan, matanya menatap Dewi seolah bisa menembus ketakutan wanita itu. "Kau tak perlu takut. Aku menjamin putrimu.""Apa kau bilang?" Dewi berjalan mendekat ke arah Mbah Kanjim, netranya menatap tajam seakan bersiap memangsa pria tua itu. "Aku tidak mengizinkan putriku ke sana, demit Lilis terkutuk itu bisa saja membuat putriku celaka!" Suara Dewi mulai meninggi. Dewi menatap Hendra dengan sinis, kedua tangannya terlipat di dada, seolah dia adalah se

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 99. Kembali Ke Rumah Dewi

    Ayu langsung bersemangat. "Apa aku boleh ikut? Mungkin aku bisa membantu, aku ingin mengasah kemampuan ku," katanya dengan antusias.Ira yang sedang menggendong Cakra langsung menoleh dengan wajah tak percaya. "Kamu yakin, Yu? Jangan sampai nyesel lho. Udah, mending di rumah aja, nemenin aku jagain bocah-bocah," bujuknya.Namun, Ayu tetap bersikeras. "Tidak! Aku harus membiasakan diriku dengan hal gaib, atau aku akan terus ketakutan setiap kali melihat sosok gaib," katanya penuh tekad.Anis yang mendengar percakapan mereka hanya tersenyum kecil. "Ya udah, kalau Ayu mau ikut, nggak masalah. Kebetulan juga Ira bisa bantu momong Sandra dan Cakra." katanya sambil melirik ke arah Ira yang hanya bisa menghela nafas pasrah. "Uti nanti yang akan menjaga Ayu, kau tak perlu khawatir." Anis memandang Ira yang khawatir dengan senyum."Terimakasih, Uti. Aku berharap bisa membantu," ucap Ayu penuh semangat.Anis lalu menatap Ayu dengan tatapan penuh arti. "Tapi kita akan ke kota dulu untuk meyakink

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 98. Mencari Cara

    Ayu dan Ira, meski masih syok, seakan bisa menangkap kode dari hendra. Ayu segera memacu motor, menyalip makhluk yang tengah bergelut dengan bayangan misterius. Sesaat sebelum mereka benar-benar meninggalkan area itu, Rasya melirik ke kaca spion, melihat genderuwo itu tersungkur ke tanah, lalu lenyap ditelan kegelapan.---Begitu keluar dari gapura hutan larangan, suasana mencekam perlahan mereda. Namun, ketegangan belum sepenuhnya hilang ketika gawai Hendra tiba-tiba bergetar di dashboard mobil."Rasya, tolong angkat telepon ayah," ujar Hendra tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan. Rasya dengan sigap meraih ponsel Hendra dan melihat layar yang menampilkan nomor tak dikenal."Halo?" Rasya menjawab dengan hati-hati.Di ujung telepon, terdengar suara berat dan dengan nada serius. "Halo, Nak."Dahi Rasya berkerut. "Ada apa Mbah? Tumben telepon ayah.Namun, sebelum bisa mendapatkan jawaban, suara itu berubah menjadi gumaman aneh, seperti seseorang yang berbicara dalam bahasa yang tida

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 97. Sosok Yang Belum Tenang

    Anis merinding. Ia tidak merasakan apa pun, tapi muncul dengan serius Ayu membuatnya mulai merasa tidak nyaman.Hendra melirik Anis, mencoba mencari tanda-tanda aneh. Sementara itu, Ira yang sejak tadi diam ikut bicara, "Ayu, jangan bicara sembarangan. Kamu memang bisa melihat sosok gaib, tapi ini bukan saat yang tepat."Ayu menggeleng kuat, "Tidak, Ra. Sosok itu seperti menempel padanya. Aku takut, nanti dia akan menguasai tubuh Uti. Ini tidak boleh, tidak boleh....!"Ketegangan makin terasa. Rasya yang masih duduk di sampingnya sambil tertawa, sementara Kartika mencengkeram tangan suaminya dengan cemas.Anis menggigit bibirnya, dengan gemetar ia mulai jika suara, "apa yang kau lihat adalah sosok hantu perempuan?""Bukan. Dia arwah seorang pria," ujar Ayu. Ia lalu menegakkan tubuhnya, mengumpulkan keberanian. Dengan suara pelan namun tegas, ia berkata, "Siapa kamu? Kenapa mengikuti Uti Anis?"Udara di dalam ruangan tiba-tiba terasa berat. Hening. Tak ada yang menjawab, tapi ekspresi

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 96. Keturunan Sakti

    Ira dan rekan perawatnya saling pandang. Keduanya tidak menyangka kalau Kartika juga seperti mereka. "Iya, Mbak," jawab Ira, setelah melakukan tugasnya, ia beranjak mendekat ke arah Kartika, lalu berbisik, "Mbak Kartika pura-pura gak dengar saja ya, sama jangan buka pintu kalau ada yang mengetuk sambil bilang kulo nuwun."Kartika mengernyit mendengar ucapan aneh Ira. "Jangan buka pintu, ada yang bilang ‘kulo nuwun’?" tanyanya, sedikit bingung.Ira hanya tersenyum tipis. "Iya, Mbak. Apalagi kalau sudah lewat jam sepuluh malam. Pokoknya jangan.""Memangnya kenapa?" Kartika masih belum mengerti, tetapi perasaan was-was merayapi hatinya.Ira tidak langsung menjawab, hanya melirik jam dinding sejenak sebelum akhirnya berkata, "Pokoknya nurut aja, Mbak. Kalau butuh sesuatu, hubungi aku ya."Sebelum Kartika sempat bertanya lebih jauh, Ira dan rekannya sudah melangkah keluar dari kamar, meninggalkannya dengan sejuta pertanyaan.Kartika menarik nafas dalam, menatap Rasya yang masih belum sada

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 95. Reuni

    Suasana di lokasi kecelakaan begitu riuh dan panik. Beberapa warga sekitar yang mendengar benturan keras segera berlari ke arah mobil Rasya yang ringsek di pinggir jalan. Kaca depan pecah, pintu penyok, dan darah terlihat menodai kemudi.“Cepat, bantu dia keluar!” teriak seseorang.Beberapa pria dengan sigap menarik pintu mobil yang sudah sulit dibuka. Nafas Rasya lemah, kepalanya bersandar di jok dengan luka di pelipis yang terus mengeluarkan darah.Sementara itu, sirene mobil polisi terdengar mendekat. Seorang petugas segera turun dan mengamati situasi. Dia berjalan mendekat, melihat kondisi Rasya, lalu segera menghubungi ambulans.Di sela-sela kepanikan, seorang polisi lainnya melihat sesuatu di lantai mobil. Sebuah ponsel tergeletak dengan layar yang masih menyala. Dia mengambilnya dan segera mengamankannya ke dalam kantongnya.“Ambulans datang! Cepat angkat dia!” teriak seorang pria yang berdiri di pinggir jalan.Beberapa orang dengan hati-hati mengangkat Rasya ke atas tandu. Dara

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 94. Kedatangan Sosok Lilis

    "Anis tolong saya ... saya sudah tidak kuat lagi ... tolong, demit peliharaan Dewi menyiksaku."Sosok Lilis mengulurkan tangan, sementara kepalanya menengadah ke atas."Aku tersiksa, Anis ...." Sosok Lilis mulai menampakan wajahnya yang menyeramkan. Kepalanya patah ke kanan dan dia berjalan dengan menyeret satu kakinya. "Anis ... Anis ... Bukankah suamimu adalah teman baik suamiku?" Sosok Lilis terus berjalan mendekat membuat Anis semakin ketakutan. "Mbak, Mas Hendra sudah berangkat ke rumah orang yang bisa menolongmu." Ucapan Anis berhasil membuat sosok Lilis menghentikan langkahnya. "Benarkah?" Lilis memutar kepalanya menghadap ke arah Anis. Kali ini wajahnya hanya pucat, ia tak terlihat semenyeramkan sebelumnya. "Terimakasih Anis, terimakasih." Tubuh Lilis perlahan memudar meninggalkan asap pekat.Anis akhirnya bisa menghela nafas lega. Sampai ia merasakan seseorang seperti menepuk pundaknya. "Bu ... bangun ... kenapa Ibu tidur di sofa begini?" Sayup-sayup Anis mulai membuka mata

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status