Keesokan paginya, Kevin bangun lebih awal dan langsung memeluk Tiara, "Sayang, maafin aku semalam, ya. Aku juga nggak tahu kenapa aku bisa kayak gitu."
Tiara langsung terbangun begitu mendengar suara Kevin. Dia menjawab, "Sakit banget."
Air mata seketika membasahi pipi Tiara, Kevin pun tak tega melihatnya.
"Maafin aku, kamu jangan risau, aku pasti tanggung jawab kalau ada apa-apa! Sekarang, kita pergi ke dokter ya, kita periksa keadaan kamu," ujar Kevin sambil membelai rambut Tiara.
Tiara kaget mendengarnya, ini sungguh tidak mungkin. Bagaimana anak SMA pergi ke dokter untuk memeriksakan diri setelah melakukan hal terlarang? Harus diketahui, Tiara selalu menjaga prinsip mempertahankan kesuciannya sampai pernikahan tiba nanti. Kejadian ini sudah terlanjur terjadi, cukup dirinya merasa malu karena sikapnya sendiri, tidak usah ditambah-tambah mempermalukan diri lagi di depan orang lain.
"Aku ke toilet dulu, harusnya nggak begitu parah."
Tiara mengecek kondisi tubuhnya, ternyata hanya ada robekan sedikit saja di area intimnya. Harusnya, luka ini akan pulih dalam beberapa hari saja.
"Aku baik-baik saja, ingat ya Kevin, ini pertama dan terakhir sebelum kita resmi menikah," ujar Tiara dengan tegas.
Setelah beres-beres barang, Tiara langsung memesan taksi dan pulang sendiri ke kota Cendrawasih. Kevin tak bisa apa-apa, tak bisa menahannya juga. Jadi, dia berencana untuk mengajak Tiara mengobrol lagi saat bertemu nanti.
Dua minggu setelah kejadian itu, perpisahan kelas 3 resmi dilaksanakan. Sepulang dari acara perpisahan itu, Tiara tiba-tiba jatuh pingsan di pintu gerbang sekolah. Teman-teman Tiara langsung panik, termasuk Andin.
"Tiara, kamu kenapa? Aduh, ini karena terlalu bahagia atau apa, ya ..." ujar Andin.
Tiara dinobatkan menjadi lulusan terbaik SMA Bakti saat itu, nilai ujian nasionalnya nyaris sempurna. Tak hanya itu, Tiara juga mendapat kabar sudah diterima di kampus ternama di ibu kota, kota Santana. Andin pikir, Tiara hanya bercanda saja. Namun, setelah melihat wajahnya yang sangat pucat, Andin baru sadar bahwa Tiara benar-benar jatuh pingsan. Alhasil, Tiara pun cepat-cepat dibawa pergi ke klinik sekolah untuk mendapatkan perawatan.
Sekitar satu jam kemudian, Tiara terbangun dan melihat Andin dan kedua orang tuanya berada di sampingnya.
Carla yang pertama bertanya pada Tiara, "Tiara, kamu kenapa? Kok bisa pingsan, kamu belum makan, ya?"
Vandam jauh lebih tenang dalam bersikap jika dibandingkan dengan Carla, dia langsung menenangkan istrinya, "Bu, anak baru pingsan, tanya dulu apa yang dia rasain. Kenapa kamu emosi, sih?"
Tiara belum bisa mendengar begitu jelas ucapan ibunya, dia hanya mendengar sedikit ucapan ayahnya.
"Kenapa ya, kepalaku berat sekali. Aduh ..." Tiara berusaha duduk, tetapi tidak kuat.
"Nak, kita pulang dulu, ya. Kita langsung ke dokter nanti," ujar Vandam.
Vandam dan Carla pun segera membawa Tiara ke dokter. Vandam merasa, putrinya jatuh pingsan mungkin karena kelelahan selama acara perpisahan ini.
Mereka membawa Tiara ke dokter langganan mereka, Dokter Indri. Hasil pemeriksaan mengatakan bahwa Tiara memang kelelahan saja, dia hanya perlu istirahat selama beberapa hari.
Pikiran Tiara masih terfokus pada acara perpisahan tadi, ada hal yang menjanggal dalam benaknya. Kenapa dirinya jadi selemah ini dan kenapa Kevin begitu dingin pada dirinya? Kevin bahkan tidak mau foto bersama dengan Tiara, bahkan tidak menghampiri Tiara juga saat jatuh pingsan di klinik sekolah.
Keesokan paginya, Tiara tiba-tiba muntah. Suara muntah ini pun terdengar oleh Carla, jadi Carla cepat-cepat pergi ke kamar Tiara.
"Nak, kamu kenapa?" tanya Carla.
Tiara hanya menggelengkan kepalanya, lalu setelah beberapa saat dia berkata, "Aku mungkin benar-benar kelelahan kemarin, aku kurang oksigen karena ruangan kemarin begitu sesak."
Penjelasan ini sangat masuk akal di benak Carla, tetapi tidak dalam benak Tiara. Hanya ada satu hal yang terbesit di benak Tiara, mungkinkah dirinya?
Setelah Carla keluar dari kamarnya, Tiara buru-buru berganti pakaian dan pamit pada orang tuanya yang sedang sarapan.
"Bu, Yah, Tiara pergi lari dulu ya sama Kevin!" teriak Tiara.
"Nak, makan dulu kamu!" teriak Vandam tetapi sudah tidak terdengar oleh Tiara.
Tiara berbohong, dia sebenarnya pergi ke apotik untuk membeli alat tes kehamilan. Kata hati tidak boleh diabaikan, jadi Tiara harus memastikan kondisi tubuhnya ini.
Dengan rasa malu yang menghantam, Tiara berhasil membeli alat tes kehamilan. Dia sengaja tidak minum dan makan apa pun dulu agar bisa menggunakan alat itu hari ini juga.
Tiara pergi ke salah satu restoran yang menjual menu sarapan, dia memesan beberapa menu dan pergi ke toilet restoran itu. Dia jelas tidak ingin memeriksa ini di rumahnya karena takut ketahuan.
Setelah mengaplikasikan alat itu, Tiara memasukan alat tersebut ke dalam kotak musik yang sering dia bawa untuk dilihat di meja makan nanti.
Tiara sebisa mungkin menyembunyikan kepanikan dalam hatinya, dia berusaha mengalihkan fokusnya dengan memainkan ponselnya. Sampai suatu pergerakan membuatnya terkejut.
"Ah!"
"Maaf, Kak, ini pesanannya sudah siap. Selamat menikmati," ujar pelayan.
Tiara langsung terkekeh dan berkata, "Hehe, maaf, barusan saya kaget."
Saat melihat jam di ponsel, Tiara baru sadar sudah 10 menit berlalu. Artinya, hasil tes kehamilan itu seharusnya sudah muncul. Setelah itu, Tiara mencoba membuka kotak musiknya dengan mata setengah tertutup, dia benar-benar tidak siap melihat hasilnya.
Begitu dilihat, dua garis merah!
Langit Tiara runtuh, hancur lebur sudah masa depannya.
Tanpa berpikir panjang, Tiara langsung pergi ke kasir untuk membayar pesanannya tadi dan bergegas pergi.
Dalam keadaan pikiran yang kalut, Tiara kebingungan sendiri. Dia ingin pergi ke rumah Kevin, tetapi kenapa dirinya malah terus jalan kaki? Setelah tersadar, Tiara buru-buru menghentikan sebuah taksi dan pergi menuju rumah Kevin.
"Ting! Tong!"
"Ting! Tong!"
"Ting! Tong!"
Setelah tiga kali memencet bel, pembantu Kevin baru datang untuk membukakan gerbang.
"Eh Non Tiara, tumben pagi-pagi ke sini?" tanya Bi Rumi.
"Ada urusan penting, Bi Rumi, Kevinnya ada?" tanya Tiara dengan panik.
"Ada, Den Kevin lagi ...."
"Bruk!" Tiara langsung menerobos masuk ke dalam untuk menemui Kevin.
Begitu masuk ke dalam ruang tamu rumah Kevin, Tiara melihat Kevin sedang melakukan panggilan video dengan seorang wanita. Entah siapa wanita itu, yang pasti Kevin langsung panik dan mematikan panggilan video itu.
"Kamu kenapa tiba-tiba dateng? Kenapa nggak bilang dulu?" tanya Kevin dengan gugup.
"Kevin, kita pergi ke atas dulu, aku mau ngobrol berdua." Tiara langsung menarik Kevin ke lantai atas.
"Tiara, ada apa sih?" tanya Kevin dengan nada yang agak tinggi.
Tiara pun terkejut, selama ini Kevin tidak pernah memanggil namanya. Kevin selalu memanggilnya dengan kata sayang atau baby.
Tiara langsung memberikan alat tes kehamilan pada Kevin dan berkata, "Lihat sendiri, aku hamil, aku hamil anak kamu. Sekarang gimana?"
"Jangan berisik! Jangan sampai kedengaran ibu dan ayah aku!" Kevin seketika menarik Tiara pergi ke kamarnya.
Sambil berjalan, Tiara berkata, "Cepat atau lambat, mereka harus tahu juga, Vin!"
Sesampainya di dalam kamar, Kevin langsung mendorong Tiara hingga terjatuh ke atas kasur, "Gugurin kandungan ini, jangan pernah berharap untuk menuntut aku menikahi kamu! Atau, aku bisa kasih uang bulanan untuk anak ini! Tapi, kamu harus pergi jauh-jauh dari aku."
Tiara tidak menyangka Kevin akan berubah drastis, tetapi Tiara tetap bersikeras meminta pertanggung jawaban Kevin, "Aku nggak mau tahu, keluarga kita harus bertemu untuk membahas pertanggung jawaban ini. Aku nggak mau anak ini lahir tanpa ayah!"
Kevin naik pitam, dia langsung menduduki tubuh Tiara dan berkata, "Sekali lagi kamu bahas soal tanggung jawab, aku habisin kamu!"
Akhirnya, Tiara memilih untuk pulang ke rumahnya dulu. Kata orang-orang, semarah-marahnya orang tua, ujung-ujungnya pasti memaafkan anak mereka juga, 'kan? Inilah yang ada di benak Tiara saat ini. Dia lebih baik pulang dulu ke rumah, lalu berterus-terang pada orang tuanya. Mungkin kebanyakan orang yang berada di posisi Tiara akan memilih untuk menyembunyikannya terlebih dahulu, tetapi Tiara lebih memilih langsung jujur. Semua ini agar dirinya bisa mendapatkan pendukung dalam menyelesaikan masalah ini. Toh, cepat atau lambat akan ketahuan juga. Tiara sudah siap menanggung caci dan maki kedua orang tuanya, tidak apa-apa, memang salah sendiri sudah merusak masa depan. Hari itu hari Minggu, Vandam tidak pergi ke kantor. Dia sedang duduk di teras dan melihat Tiara pulang dalam keadaan mata merah dan sembab. "Nak, kamu kenapa? Cerita sama Ayah." Vandam cepat-cepat menghampiri Tiara dan memeluknya. Tiara tak mampu menjawab pertanyaan Vandam. dengan suara penuh tangis, Tiara berkata kepad
Masih membahas masa lalu, malam pertama yang seharusnya menjadi malam terindah bagi pasangan mana pun, justru berubah menjadi malam paling menyakitkan bagi Tiara. Tiara sangat bingung dengan maksud ucapan Kevin."Apa? 25 miliar? Maksud kamu apa?" tanya Tiara.Kevin melepas jas pernikahannya ke atas kursi, kemudian melepaskan kemejanya juga. Setelah itu, dia menjawab pertanyaan Tiara, "Orang tua kamu itu sudah memeras orang tuaku. Orang tua kamu sudah diberi 25 miliar oleh orang tuaku, pernikahan kita hanya pernikahan kilat. Mulai besok, kita tinggal masing-masing lagi."Tiara makin bingung dengan perkataan Kevin. Jadi, maksud Kevin, orang tua Tiara menerima uang dan menyetujui pernikahan kilat ini? Orang tua biadab. Bukankah ini sama saja dengan menjual anak sendiri?Mendengar itu, Tiara langsung bergegas untuk pergi dari hotel itu. Meskipun tidak tahu harus ke mana, yang paling penting dirinya bisa pergi dan terbebas dari orang-orang palsu itu. Namun, belum sempat berhasil pergi, Kev
"Kota Santana? Tapi ... aku nggak mungkin kuliah. Aku malu, aku nggak mau repotin kamu juga. Aku keluaran SMA, bukan SMK, aku nggak punya skill apa pun, Din." Tiara sangat berkecil hati dengan nasib masa depannya."Aduh kamu ini, selama ini kamu berprestasi, public speaking kamu juga bagus banget. Kebetulan ayah aku kasih 1 unit apartemen di sana. Kamu bisa tinggal dulu sama aku. Soal kerjaan, nanti aku bantu cari-cari," ujar Andin.Tiara tertegun. Dia benar-benar bingung dengan masa depannya. Kembali kepada Kevin dan orang tuanya bukanlah solusi.Setelah merenung sejenak, Tiara pun akhirnya mengambil keputusan mutlak, "Oke, aku ikut sama kamu. Kalau dokter sudah izinin aku pulang, aku mau diam-diam pulang ke rumah bawa semua dokumen penting aku. Sehabis itu, aku bisa ikut kamu ke Kota Santana. Tenang saja ya Din, aku nggak akan lama-lama repotin kamu."Satu minggu kemudian, Tiara mengikuti Andin pergi ke Kota Santana yang berjarak kurang-lebih 400 kilometer dari Kota Cendrawasih. Di
Tiara tidak berpikir negatif begitu mendengar ucapan Renan. Bagaimanapun juga, Kevin ayahnya Renan masih hidup.Jadi, Tiara pun berkata, "Kamu kangen banget sama papi, ya?"Selain dewasa, Renan adalah anak yang sensitif juga. Begitu mendengar ucapan Tiara, Renan tak kuasa menahan tangisnya lagi."Renan kangen papi, Renan kangen banget huhuhuhu ...."Air mata Tiara tanpa terasa mulai membasahi pipi, dia segera memeluk Renan dan berkata, "Sabar, ya, sayang. Mami juga kangen banget sama papi. Yang penting Mami selalu ada buat Renan, itu sudah cukup, 'kan?""Cukup Mami, maafin Renan ya Mami, Renan sudah membuat Mami menangis," ujar Renan sambil memeluk Tiara.Tiara mengelus kepala Renan sambil berkata, "Khusus malam ini, kamu boleh tidur sama Mami. Oh ya, lusa hari Sabtu, 'kan? Kamu mau jalan-jalan ke kebun binatang, nggak?"Mendengar itu, Renan pun langsung tersenyum lagi, "Mau Mami! Malam ini aku mau tidur sama Mami, lusa nanti Renan juga mau ke kebun binatang! Sekalian ajak Tante Andin
Beginikah nasib seorang janda di usia muda? Begitu direndahkan oleh teman kerja, bahkan sampai ada yang menawarkan dirinya untuk menjadi sugar baby?'Aku harus kuat, aku harus kuat demi Renan. Nggak apa-apa, semuanya pasti berlalu,' gumam Tiara dalam hati.Tiara masih berada di toilet, dia berusaha tegar dan menghapus air matanya.Saat kembali ke ruang kerjanya, Tiara mengubah sikapnya yang dulu. Dulu, dia selalu bersikap cuek saat ada orang yang membicarakannya. Namun, kini dirinya harus tegas, bagaimanapun dirinya adalah kepala Departemen Penjualan, dirinya memiliki wewenang lebih tinggi daripada mereka.Selama ini juga, kinerja rekan kerjanya sangat jauh dari kata maksimal, oleh karena itu, Tiara mempertegas semuanya, "Teman-teman, mulai sekarang, kalian harus mengikuti semua peraturan yang saya buat. Kalau sampai ada yang ketahuan bergosip di dalam kantor, baik itu jam kerja atau bukan akan langsung saya pecat. Kalau target bulanan tidak tercapai, orang tersebut akan dimutasikan k
Perusahaan Darma"Bu Tiara mau pulang dulu ke kantor?" tanya Reni.Tiara sedari tadi sangat sibuk, begitu melihat ponselnya, dia melihat waktu sudah menunjukan jam 4 sore."Ya ampun, ternyata sudah jam 4, saya harus jemput anak saya dulu. Kamu naik taksi saja, ya? Ini ongkosnya, saya pamit pergi duluan." Tiara cepat-cepat memberikan ongkos untuk Reni lalu mengendarai mobilnya menuju TK Tunas Mekar.Sesampainya di sekolah, hati Tiara seolah tercekit. Mobil siapa itu? Siapa pria berjas itu? Mungkinkah Kevin datang? Entah kenapa, Tiara sangat takut tiba-tiba Kevin datang dan mengambil Renan dari sisinya.Harus diketahui pula, Anton baru saja ganti mobil. Dia tidak pernah membawa mobil BMW hitam ini ke kantor, jadi wajar saja Tiara begitu terkejut melihatnya."Renan!" ujar Tiara dengan panik."Eh ...." Tiara langsung tertegun begitu melihat sosok itu dari dekat."Aduh Pak Anton, bikin saya kaget saja. Bapak kok bis
"Maksud kamu apa? Hubungan aku sama Pak Anton?" Tiara keheranan, kenapa Andin bisa mengajukan pertanyaan ini.Kemudian, Andin pun menceritakan apa yang sedang terjadi hari ini. "Yang pasti, aku nggak ada hubungan apa pun sama Pak Anton. Andin, aku titip Renan semalam ya. Aku harus dirawat, demamku tinggi sekali setelah pengambilan sampel tadi," ujar Tiara."Hah? Dirawat?" Andin kaget.Mendengar Andin kaget, Tiara buru-buru berkata, "Andin, jangan beri tahu Renan. Bilang saja urusanku belum selesai.""Oke, kamu jaga diri baik-baik."Andin menutup teleponnya. Dia sedih sekali, Tiara sudah biasa menghadapi semuanya sendiri selama 5 tahun ini. Makanya, dia bisa begitu santai dirawat di rumah sakit sendirian. Namun, Andin tidak akan tinggal diam saja.Andin segera menemui Anton dan berbisik, "Pak, hari ini Tiara melakukan pengambilan sampel untuk donor sumsum tulang belakang. Lalu dia demam tinggi setelah prosedur itu, dia harus dirawat dulu. Baiknya bagaimana ya? Tiara bilang jangan beri
Sesampainya di rumah, Tiara merasa seolah mendapatkan kembali kebugaran sebelumnya. Tulang punggungnya tidak sesakit kemarin lagi, demamnya pun sudah turun.Saat Andin, Tiara dan Renan sedang asyik membahas laptop baru Renan, seseorang tiba-tiba mengetuk pintu rumah Tiara."Siapa, ya?" tanya Tiara."Ini saya," ucap orang itu."Eh, Bu Tina, ada apa Bu pagi-pagi kemari?" tanya Tiara pada Bu Tina yang merupakan tetangga rumahnya."Kemarin Mbak nggak di rumah ya?" ucap Bu Tina.Bu Tina adalah satu-satunya tetangga Tiara yang tidak pernah ikut campur urusan Tiara, seperti bertanya kapan bersuami lagi. Karena itulah, Tiara agak heran ada apa Bu Tina datang ke rumah pagi-pagi."Iya nih Bu," jawab Tiara singkat.Bu Tina memberikan satu set rantang berisikan makanan kepada Tiara sambil berkata, "Mbak, pagi ini saya masak sup ayam. Saya lihat mobil Mbak Tiara sudah ada, jadi saya datang. Takutnya Mbak Tiara belum sempat masak."Tiara langsung merasa bersalah mendengarnya, dia kira Bu Tina akan