Masih membahas masa lalu, malam pertama yang seharusnya menjadi malam terindah bagi pasangan mana pun, justru berubah menjadi malam paling menyakitkan bagi Tiara. Tiara sangat bingung dengan maksud ucapan Kevin.
"Apa? 25 miliar? Maksud kamu apa?" tanya Tiara.
Kevin melepas jas pernikahannya ke atas kursi, kemudian melepaskan kemejanya juga. Setelah itu, dia menjawab pertanyaan Tiara, "Orang tua kamu itu sudah memeras orang tuaku. Orang tua kamu sudah diberi 25 miliar oleh orang tuaku, pernikahan kita hanya pernikahan kilat. Mulai besok, kita tinggal masing-masing lagi."
Tiara makin bingung dengan perkataan Kevin. Jadi, maksud Kevin, orang tua Tiara menerima uang dan menyetujui pernikahan kilat ini? Orang tua biadab. Bukankah ini sama saja dengan menjual anak sendiri?
Mendengar itu, Tiara langsung bergegas untuk pergi dari hotel itu. Meskipun tidak tahu harus ke mana, yang paling penting dirinya bisa pergi dan terbebas dari orang-orang palsu itu. Namun, belum sempat berhasil pergi, Kevin langsung menahan Tiara.
"Kamu mau pergi ke mana? Seenaknya banget tiba-tiba pergi? Keluarga aku sudah bayar 25 miliar loh. Selain itu, waktu itu kamu 'kan cuma robek sedikit? Pasti masih sempit, hehe," ujar Kevin dengan tatapan mesum.
Refleks, Tiara langsung menampar Kevin dengan sangat keras. Hal ini membuat Kevin merasa sangat terhina, alhasil dia langsung menarik Tiara dan menjatuhkannya ke atas kasur.
Hal yang tak terduga bagi Kevin terjadi. Kevin pikir, Tiara akan memberontak diperlakukan oleh dirinya seperti ini. Akan tetapi, kenapa malah begitu pasrah? Tiara merespons ciuman Kevin dengan begitu panasnya.
'Cinta aku buat kamu nggak pernah palsu, nggak seperti cinta kamu buat aku. Malam ini lebih baik kita nikmati dengan baik, toh kita sudah sah suami istri. Jadikan malam pertama dan terakhir ini menjadi malam paling indah saja,' ujar Tiara dalam hati.
Meski kejadian itu sudah membuat area vital Tiara robek, ternyata untuk kedua kalinya pun masih begitu sempit.
"Hebat banget kamu, kamu satu-satunya cewek yang aku cobain, yang bisa sempit terus. Kalau gini, aku nanti sering-sering dateng ke tempat kamu, hehe," ujar Kevin sambil menciumi leher Tiara.
Tiara lagi-lagi dibuat terkejut oleh perkataan Kevin, cewek yang dicobain? Jadi selama ini, Kevin pernah tidur dengan wanita lain? Tiara sangat tidak menyangka.
Saat itu, Kevin sempat beristirahat sejenak untuk meminum wine. Setelah merasa kepalanya jauh lebih enak, dia pun melanjutkannya lagi dengan agresif.
Setelah beberapa saat, mereka pun tertidur lelap.
Dini hari saat itu, Kevin yang setengah mabuk dan sangat mengantuk merasakan pergerakan Tiara. Tiara seperti mengeluhkan sakit perutnya, lalu dia pergi ke toilet.
Itulah ingatan terakhir yang ada di kepala Kevin. Karena di pagi hari, Kevin melihat Tiara sudah pergi. Namun, ada satu hal yang membuat Kevin terkejut, dia melihat ada noda merah di atas seprai kamar hotel itu.
"Apa Tiara keguguran?" gumam Kevin.
Setelah berpikir sejenak, Kevin akhirnya malah merasa lega.
"Baguslah kalau memang keguguran, ke depannya nggak akan ribet-ribet lagi. Terserah kamu mau pergi ke mana pun, aku nggak peduli!" gumam Kevin lagi.
...
Pagi itu, perut Tiara memang terasa sangat sakit. Dengan terhuyung-huyung, dia pergi ke lantai bawah hotel untuk pergi ke klinik terdekat. Dia sangat takut terjadi sesuatu dengan janinnya.
Akan tetapi, sayang sekali, Tiara jatuh pingsan tepat saat sedang menunggu taksi. Ingatan terakhir di benak Tiara, ada seseorang yang turun dari mobil sedan datang untuk menggendongnya.
Dalam keadaan setengah sadar, Tiara benar-benar putus asa.
Apa lagi ini? Lepas dari satu nestapa, lalu masuk lagi ke nestapa lain? Setelah itu, dirinya benar-benar tidak ingat apa-apa lagi.
Di malam hari, Tiara terbangun di sebuah ruangan seperti ruangan di rumah sakit. Begitu tersadar, hal pertama yang Tiara pikirkan adalah janinnya. Dia sendirian di ruangan itu, jadi dia cepat-cepat menekan tombol panggilan untuk dokter.
"Dok, kehamilan saya baik-baik saja, 'kan? Siapa yang bawa saya ke sini?" tanya Tiara dengan sangat panik.
"Tenang saja, kehamilan Ibu masih aman. Hanya saja, beberapa hari ini perlu perawatan intensif. Tadi pagi, Ibu mengalami pendarahan hebat, kami kira Ibu akan keguguran. Syukurnya kandungan Ibu kuat, jadi kehamilan ini masih bisa dilanjutkan," ujar dokter itu.
Setelah itu, dokter tersebut melanjutkan perkataannya, "Soal orang yang bawa Ibu ke sini, kami juga nggak tahu siapa. Orang itu bawa Ibu ke sini dan langsung menyerahkan deposit sebanyak 50 juta untuk proses perawatan Ibu di sini."
Aneh, siapa orang itu? Kenapa dia bisa begitu baik hati menolong sembarang orang?
Tiara yang masih penasan, bertanya lagi mengenai orang itu, "Ciri-cirinya apa Dok?"
"Yang pasti orang itu laki-laki, tinggi sekitar 180 sentimeter. Orang baik seperti itu memang ada, hal yang lebih penting Ibu pikirkan sekarang adalah kesehatan dan janin Ibu. Jangan terlalu banyak pikiran. Saya masih ada pasien lain, boleh saya tinggal dulu?" tanya dokter itu.
Akhirnya Tiara tidak menanyakan sosok itu lagi. Dia hanya bisa berterima kasih dalam hati saja.
Malam itu Tiara tidak bisa tidur, dia terus terpikirkan semua masalah yang terjadi akhir-akhir ini. Dia sangat kecewa dengan sikap Kevin, lebih kecewa lagi pada kedua orang tuanya yang secara kasar sudah menjual anaknya sendiri.
Karena bosan, Tiara membuka tasnya dan membuka ponselnya. Dia melihat pesan menumpuk dari Andin. Harus diketahui, sejak mengetahui kehamilannya, Tiara benar-benar seperti orang depresi. Dia tidak mau memainkan ponselnya, tidak mau keluar rumah, bahkan nafsu makannya pun hilang.
Kebanyakan isi chat itu adalah menanyakan kabar dan keberadaan Tiara. Awalnya Tiara tidak ingin menceritakan semua ini pada Andin, dia tidak ingin merepotkan siapa pun. Namun, akhirnya dia memberitahukan keberadaan dirinya.
"Aku di Rumah Sakit Cendrawasih, ruang Anggur 1."
Tiara sedikit berharap Andin akan cepat-cepat menjawab pesannya, karena dia merasa butuh teman mengobrol. Namun, Andin hanya membaca pesannya saja.
Sungguh tak disangka, seseorang tiba-tiba masuk ke ruang rawat Tiara. Ya, orang itu adalah Andin.
"Kamu kenapa?" tanya Andin yang terkejut melihat kondisi Tiara.
"Pertama-tama, aku mau minta maaf sama kamu, maaf beberapa waktu ini aku menghilang, dan maaf juga aku sudah kecewain kamu." Tiara menundukkan kepalanya.
"Kamu kenapa sih?" tanya Andin lagi dengan nada mendesak.
"Jadi, aku ...." Tiara menjelaskan semua yang sudah terjadi.
Andin tentu saja terkejut mendengarnya. Dia agak kecewa juga pada Tiara, dirinya sering menasihati Tiara agar jangan terlalu percaya dengan kata-kata manis Kevin, tapi cinta itu buta, Tiara selalu lebih memercayai Kevin.
"Aku mau marah atau kecewa juga percuma, waktu nggak bisa diulang kembali. Terus, rencana kamu ke depannya apa?" tanya Andin.
"Aku belum tahu," jawab Tiara dengan lesu.
Satu-satunya orang yang tulus menyayangi Tiara hanya Andin seorang. Malam itu, Tiara sangat bingung dengan masa depan dirinya dan anaknya kelak.
Setelah terdiam sejenak untuk berpikir, Andin menawarkan sesuatu, "Gimana kalau kamu ikut aku saja ke Kota Santana?"
....
"Kota Santana? Tapi ... aku nggak mungkin kuliah. Aku malu, aku nggak mau repotin kamu juga. Aku keluaran SMA, bukan SMK, aku nggak punya skill apa pun, Din." Tiara sangat berkecil hati dengan nasib masa depannya."Aduh kamu ini, selama ini kamu berprestasi, public speaking kamu juga bagus banget. Kebetulan ayah aku kasih 1 unit apartemen di sana. Kamu bisa tinggal dulu sama aku. Soal kerjaan, nanti aku bantu cari-cari," ujar Andin.Tiara tertegun. Dia benar-benar bingung dengan masa depannya. Kembali kepada Kevin dan orang tuanya bukanlah solusi.Setelah merenung sejenak, Tiara pun akhirnya mengambil keputusan mutlak, "Oke, aku ikut sama kamu. Kalau dokter sudah izinin aku pulang, aku mau diam-diam pulang ke rumah bawa semua dokumen penting aku. Sehabis itu, aku bisa ikut kamu ke Kota Santana. Tenang saja ya Din, aku nggak akan lama-lama repotin kamu."Satu minggu kemudian, Tiara mengikuti Andin pergi ke Kota Santana yang berjarak kurang-lebih 400 kilometer dari Kota Cendrawasih. Di
Tiara tidak berpikir negatif begitu mendengar ucapan Renan. Bagaimanapun juga, Kevin ayahnya Renan masih hidup.Jadi, Tiara pun berkata, "Kamu kangen banget sama papi, ya?"Selain dewasa, Renan adalah anak yang sensitif juga. Begitu mendengar ucapan Tiara, Renan tak kuasa menahan tangisnya lagi."Renan kangen papi, Renan kangen banget huhuhuhu ...."Air mata Tiara tanpa terasa mulai membasahi pipi, dia segera memeluk Renan dan berkata, "Sabar, ya, sayang. Mami juga kangen banget sama papi. Yang penting Mami selalu ada buat Renan, itu sudah cukup, 'kan?""Cukup Mami, maafin Renan ya Mami, Renan sudah membuat Mami menangis," ujar Renan sambil memeluk Tiara.Tiara mengelus kepala Renan sambil berkata, "Khusus malam ini, kamu boleh tidur sama Mami. Oh ya, lusa hari Sabtu, 'kan? Kamu mau jalan-jalan ke kebun binatang, nggak?"Mendengar itu, Renan pun langsung tersenyum lagi, "Mau Mami! Malam ini aku mau tidur sama Mami, lusa nanti Renan juga mau ke kebun binatang! Sekalian ajak Tante Andin
Beginikah nasib seorang janda di usia muda? Begitu direndahkan oleh teman kerja, bahkan sampai ada yang menawarkan dirinya untuk menjadi sugar baby?'Aku harus kuat, aku harus kuat demi Renan. Nggak apa-apa, semuanya pasti berlalu,' gumam Tiara dalam hati.Tiara masih berada di toilet, dia berusaha tegar dan menghapus air matanya.Saat kembali ke ruang kerjanya, Tiara mengubah sikapnya yang dulu. Dulu, dia selalu bersikap cuek saat ada orang yang membicarakannya. Namun, kini dirinya harus tegas, bagaimanapun dirinya adalah kepala Departemen Penjualan, dirinya memiliki wewenang lebih tinggi daripada mereka.Selama ini juga, kinerja rekan kerjanya sangat jauh dari kata maksimal, oleh karena itu, Tiara mempertegas semuanya, "Teman-teman, mulai sekarang, kalian harus mengikuti semua peraturan yang saya buat. Kalau sampai ada yang ketahuan bergosip di dalam kantor, baik itu jam kerja atau bukan akan langsung saya pecat. Kalau target bulanan tidak tercapai, orang tersebut akan dimutasikan k
Perusahaan Darma"Bu Tiara mau pulang dulu ke kantor?" tanya Reni.Tiara sedari tadi sangat sibuk, begitu melihat ponselnya, dia melihat waktu sudah menunjukan jam 4 sore."Ya ampun, ternyata sudah jam 4, saya harus jemput anak saya dulu. Kamu naik taksi saja, ya? Ini ongkosnya, saya pamit pergi duluan." Tiara cepat-cepat memberikan ongkos untuk Reni lalu mengendarai mobilnya menuju TK Tunas Mekar.Sesampainya di sekolah, hati Tiara seolah tercekit. Mobil siapa itu? Siapa pria berjas itu? Mungkinkah Kevin datang? Entah kenapa, Tiara sangat takut tiba-tiba Kevin datang dan mengambil Renan dari sisinya.Harus diketahui pula, Anton baru saja ganti mobil. Dia tidak pernah membawa mobil BMW hitam ini ke kantor, jadi wajar saja Tiara begitu terkejut melihatnya."Renan!" ujar Tiara dengan panik."Eh ...." Tiara langsung tertegun begitu melihat sosok itu dari dekat."Aduh Pak Anton, bikin saya kaget saja. Bapak kok bis
"Maksud kamu apa? Hubungan aku sama Pak Anton?" Tiara keheranan, kenapa Andin bisa mengajukan pertanyaan ini.Kemudian, Andin pun menceritakan apa yang sedang terjadi hari ini. "Yang pasti, aku nggak ada hubungan apa pun sama Pak Anton. Andin, aku titip Renan semalam ya. Aku harus dirawat, demamku tinggi sekali setelah pengambilan sampel tadi," ujar Tiara."Hah? Dirawat?" Andin kaget.Mendengar Andin kaget, Tiara buru-buru berkata, "Andin, jangan beri tahu Renan. Bilang saja urusanku belum selesai.""Oke, kamu jaga diri baik-baik."Andin menutup teleponnya. Dia sedih sekali, Tiara sudah biasa menghadapi semuanya sendiri selama 5 tahun ini. Makanya, dia bisa begitu santai dirawat di rumah sakit sendirian. Namun, Andin tidak akan tinggal diam saja.Andin segera menemui Anton dan berbisik, "Pak, hari ini Tiara melakukan pengambilan sampel untuk donor sumsum tulang belakang. Lalu dia demam tinggi setelah prosedur itu, dia harus dirawat dulu. Baiknya bagaimana ya? Tiara bilang jangan beri
Sesampainya di rumah, Tiara merasa seolah mendapatkan kembali kebugaran sebelumnya. Tulang punggungnya tidak sesakit kemarin lagi, demamnya pun sudah turun.Saat Andin, Tiara dan Renan sedang asyik membahas laptop baru Renan, seseorang tiba-tiba mengetuk pintu rumah Tiara."Siapa, ya?" tanya Tiara."Ini saya," ucap orang itu."Eh, Bu Tina, ada apa Bu pagi-pagi kemari?" tanya Tiara pada Bu Tina yang merupakan tetangga rumahnya."Kemarin Mbak nggak di rumah ya?" ucap Bu Tina.Bu Tina adalah satu-satunya tetangga Tiara yang tidak pernah ikut campur urusan Tiara, seperti bertanya kapan bersuami lagi. Karena itulah, Tiara agak heran ada apa Bu Tina datang ke rumah pagi-pagi."Iya nih Bu," jawab Tiara singkat.Bu Tina memberikan satu set rantang berisikan makanan kepada Tiara sambil berkata, "Mbak, pagi ini saya masak sup ayam. Saya lihat mobil Mbak Tiara sudah ada, jadi saya datang. Takutnya Mbak Tiara belum sempat masak."Tiara langsung merasa bersalah mendengarnya, dia kira Bu Tina akan
Tiara menerima tissue itu, dia menghapus air mata yang tiada hentinya mengucur deras. Tok! Tok! Tok! Seorang suster masuk dan berbisik pada Dokter Tommy, "Dok, pasien selanjutnya sudah menunggu." Dokter Tommy hanya mengangguk pada suster itu lalu berkata pada Tiara, "Kita bisa bahas lebih dalam mengenai strategi pengobatan Renan ke depannya. Bu Tiara apa ada waktu malam nanti? Kita bisa bertemu di rumah sakit atau di luar pun boleh. Barangkali Bu Tiara butuh suasana baru." Tiara pun mengangguk dan menjawab, "Baik Dok, saya beri tahu pas saya pulang kerja nanti." .... Kota Cendrawasih Sudah enam tahun lamanya Tiara tidak pulang ke Kota Cendrawasih, sudah enam tahun pula Vandam dan Carla tidak bertemu dengan putri mereka, Tiara. Pagi itu, Vandam dan Carla sedang menonton TV sebelum pergi ke kantor. Saat hendak berangkat, seseorang mengetuk pintu dan menyerahkan sebuah surat. Carla membuka surat itu dan teriak, "Yah, cepat ke sini!" "Ayah, bukannya Ayah bilang jatuh tempo pinja
"Uhuk! Uhuk!" Tiara seketika batuk mendengarnya."Maksud Dokter?" tanya Tiara.Dokter Tommy mencoba mengalihkan pembicaraan dulu, "Pesan minum dulu sana, nanti saya kasih tahu semuanya."Tiara hanya mengangguk lalu buru-buru memesan secangkir teh earl grey untuk menenangkan dirinya.Setelah kembali ke tempat duduk, Dokter Tommy pun menjelaskan, "Iya, saya Omi. Dulu saya pindah ke luar negeri karena harus ikut ayah saya. Ayah saya dipindahtugaskan, oleh karena itu kami sekeluarga pindah."Tiara masih tidak menyangka, ternyata Dokter Tommy yang selama ini merawat Renan adalah kakak kelasnya dulu. Bagaimana Tiara bisa ingat, penampilan dan wajah Dokter Tommy tidak ada mirip-miripnya dengan kakak kelasnya dulu. Kak Omi, sapaan Tiara pada Dokter Tommy dulu, memiliki tubuh kurus, memakai kaca mata tebal, dan sangat pendiam. Sementara Dokter Tommy, bertubuh tinggi dan kekar, tidak memakai kaca mata, kulit terawat, dan cara penyampaian dalam menjelaskan penyakit pun begitu lancar dan mudah di