“Kak?”“Hm?” Hera menoleh. “Kenapa?”“Lo baik-baik saja, kan?” tanya Wafa tiba-tiba. “Akhir-akhir ini pasti berat banget buat lo, Kak. Makasih ya, karena lo udah bertahan.”“Lo ngelantur apa gimana sih, Waf?” Hera mendecak. “Gue baik-baik saja kok, Waf. Meskipun gue masih agak cemas dengan kondisinya Ikarus. Di depan gue, Bima memukulinya habis-habisan. Gue benar-benar nggak nyangka kalau Bima yang kita kenal akan sejahat itu sama kita.”Wafa menghela napas panjang. “Nggak nyangka juga kalau ternyata dia adalah anak kandungnya Mama dan lo… cuma anak adopsinya. Mama sekarang pasti merasa terpukul banget, Kak.”“Pasti. Tapi mau gimana lagi, Waf. Satu-satunya cara agar Mama bisa bertahan adalah support dari kita. Lo tahu kalau selama ini Mama banting tulang sendirian buat kita, kan? Bahkan Mama nggak pernah kepikiran untuk menikah lagi.”“Gue sempat marah tadinya, Kak.” Wafa tersenyum kecut juga mengingat apa yang telah dilaluinya akhir-akhir ini. “Entah kenapa gue kecewa banget sama Mam
“Rus, kamu—” Hera yang baru saja keluar dari kamar mandi, seketika membelalak. “YA AMPUN!” Cepat-cepat perempuan itu menghampiri Ikarus yang tengah membersihkan darah yang keluar di bagian perutnya. “Kan! Udah dibilangin jangan main dulu, bebal banget, sih! Lukanya jadi basah lagi, kan!”“Aku nggak apa-apa, Ra. Aku cuma—”“NGGAK APA-APA GIMANA?!” Hera mendesah pelan lalu mengambil alih kapas yang ada di tangan Ikarus. “Rebahan dulu! Biar aku bersihkan lukanya, sekalian aku ganti perbannya.”Beberapa menit yang lalu, mereka memang menghabiskan waktu kurang lebih satu jam lamanya bercinta di atas meja dapur. Seolah belum cukup dengan percintaan sebelumnya, percintaan panas itu berlanjut di atas ranjang tidur.Pun dengan Ikarus yang memilih untuk pasrah. Membiarkan Hera dengan cekatan membersihkan lukanya lalu mengganti perban yang terkena darah segar di sana.“Kenapa kamu bebal banget, sih? Gitu bilang nggak apa-apa! Nggak apa-apa gimana kalau kamu sampai berdarah-darah gini, hah?” omel
“Ada yang ketinggalan, nggak?”Pertanyaan itu meluncur bebas dari mulut Ikarus. Pria itu berdiri di ambang pintu kamar, sudah bersiap menyeret kopernya saat tatapannya tertuju pada Hera yang tengah bersiap-siap.Siang ini mereka akan bertolak ke Bandung. Mereka terpaksa membawa mobil sendiri mengingat bahwa mobil Ares sudah penuh karena Zeus dan Artemis yang ikut menumpang di mobil itu. Sementara Rhea dan Eros sudah lebih dulu mendarat dengan sempurna di Bandung. Mengingat bahwa mereka sengaja mengambil penerbangan langsung dari Bali.“Nggak ada, kok. Ares sama Eve gimana? Mereka udah berangkat duluan, ya?” ujar Hera sembari membenarkan poninya.“Iya. Mereka udah jalan sejak pagi tadi, deh. Soalnya Eros sama Rhea udah sampai di sana juga.”“Terus anak-anak pada ditinggal beneran?” Ikarus menjawabnya dengan anggukan dan Hera langsung mendecak. “Emang nggak mau rugi mereka, ya! Kasihan kalau anak-anak nggak diajak, tuh. Padahal ada Eros yang bakalan jagain mereka.”Ikarus terkekeh. “Bia
“Gue sempat kaget sekaligus nggak nyangka banget kalau selama ini ternyata Bima ada maksud tertentu sama lo, Ra.”Artemis menoleh ke arah Hera yang tengah sibuk menyiapkan minuman hangat di sana. Perempuan itu mengulas senyuman kecil.“Gue juga nggak nyangka, Ar. Mana lo tahu sendiri gimana kondisi gue kemarin itu, kan?”“Lebih nggak nyangka lagi kalau Ikarus bucin banget sama lo.” Artemis tertawa. “Dia sampai mengorbankan nyawa buat lo, Ra.” Perempuan itu kemudian menoleh ke ruang tamu yang kini sudah dipenuhi obrolan-obrolan hangat di sana. “Ikarus beneran serius sama lo?”“Menurut lo?”Artemis mengedikkan bahu. “Entahlah. Tapi kalau gue lihat dari gelagatnya sih… udah bucin banget, Ra. Nggak kebayang gue. Mungkin kalau ini terjadi sama gue, belum tentu Zeus bakalan melakukan hal sama kayak yang dilakukan Ikarus sama lo.”“Lo lupa kalau yang cinta duluan itu siapa?” Hera terkekeh. “Gue yakin kalau Zeus pun bakalan melakukan hal sama kalau lo sedang dalam bahaya, Ar. Itu anak diem-di
Malam semakin larut, Hera, dan ketiga perempuan yang lainnya memutuskan untuk masuk ke kamar masing-masing mengingat bahwa hawa dingin mulai menyelinap dari balik pintu villa.Di depan ruang tengah, masih ada Ikarus, Ares, Zeus dan Eros yang bertahan di sana. Mereka tidak yakin bisa tidur cepat, mengingat bahwa sudah lama sekali mereka tidak berkumpul seperti ini.Lalu, “Nggak apa-apa kalau kalian mau nyusul bini masing-masing, Njay. Gue masih pengen nyebat bentaran.”“Gue temenin. Santai aja, elah. Lagian Hera juga masih mandi. Dia pengen berendam katanya,” ujar Ikarus menanggapi.“Kalau gue ke kamar, yang ada gue malah ngereog nantinya. Sumpah, suasana mendukung sekali untuk bercocok tanam. Sialan memang! Sayang banget gue mesti puasa. Jadi mending gue di sini nemenin yang lagi jones. Ya nggak ya?” sahut Ares langsung.“Taik memang!” Eros ingin sekali mencekik sahabat laknatnya yang satu ini. “Lo, Ze? Sana gih, nyusulin Bebeb Artemis. Lo nggak mau nyaingin Ares yang udah ngebobol ga
“Open your legs, and I’ll show you heaven.”Karena itu bukan hanya sekedar permintaan, kaki Hera refleks bergeser. Perempuan itu duduk di atas pangkuan dengan punggungnya yang melekat di dada Ikarus. Hera bisa merasakan panas mulai merambat di tengkuk lehernya. Bibir Ikarus yang terasa dingin menyentuh permukaan kulitnya, membuat tubuh perempuan itu seketika bergetar bersamaan dengan kesiap pelan yang meluncur dari bibirnya ketika jemari Ikarus tenggelam di bawah sana.“Akh, Rus…” Tubuh Hera mengejang hebat.Kepalanya bersandar di bahu Ikarus, tubuhnya menggelinjang hebat namun satu tangan Ikarus menahannya dengan melingkarkan tangannya di perut. Hera bisa merasakan tubuhnya memanas seiring dengan gerakan jemari Ikarus di bawah sana.“Rileks, Sayang,” bisik Ikarus sembari mengecupi tengkuk leher Hera.Pria itu menyeringai kecil saat segalanya mulai tak terkendali. Jemarinya bergerak liar, merasakan lembab, basah, sekaligus hampir membuat Ikarus menggila. Sementara satu tangan lainnya
“Rus… bangun. Udah pagi, nih?” Hera menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos hingga sebatas bahu. Hawa dingin yang menyeruak melalui celah jendela membuat perempuan itu sesekali menggigil kedinginan.“Mm…” Ikarus hanya bergumam pelan lalu ia justru mengeratkan dekapannya di perut Hera, seakan tidak rela jika perempuan itu pergi dari sisinya.“Rus…” “Masih ngantuk, Ra.” Ikarus bersuara dengan matanya yang memejam. “Kita baru tidur sejam yang lalu. Kali aja kamu lupa.”“Ya tapi kan nggak enak sama anak-anak. Mereka pasti udah pada di luar kamar. Masa iya kita nggak keluar kamar?” protes Hera dengan bibirnya yang mengerucut.“Mereka pasti tahu dan pasti memaklumi, kok. Namanya juga pengantin baru dan gagal ke Maldives, kan? Diem aja kenapa, sih? Aku masih pengen meluk kamu.”“Astaga! Sejak kapan sih kamu manja begini?” Hera terkekeh. “Nggak geli apa nikahin sahabat sendiri, terus manja kamu tuh… ala-ala cowok bucin gitu.”Ikarus kemudian membuka matanya lalu mengernyit. “Kamu
“Maaf ya saya jadi mengganggu liburan kalian.” Dokter Kiev tersenyum. “Tapi saya senang sih kalau akhirnya kamu happy gini, Ra. Kayaknya Ikarus harus sering-sering ngajak kamu healing.”“Apa sih, Dok.” Hera terkekeh. “Nggak apa-apa, kok. Lagian saya juga perlu ketemu sama dokter untuk memastikan bagaimana kondisi saya sekarang.”“Setelah melakukan CT scan tadi, saya berharap hasilnya akan segera keluar, Ra. Baru setelah itu kita akan tahu tindakan apa yang harus kita ambil agar kamu bisa segera pulih.”“Tapi itu nggak membahayakan kan, Dok?” sahut Ikarus langsung. “Maksudnya, Hera akan baik-baik saja kan meskipun dia masih sering kambuh sakitnya.”“Sejauh ini dia baik-baik saja, Rus. Tapi untuk lebih jelasnya kita harus menunggu hasil pemeriksaan hari ini. Saya akan berkabar segera jika hasil pemeriksaan itu keluar.”“Baik, Dok. Terima kasih.”Setelah berbincang dengan Dokter Kiev, Hera dan Ikarus memutuskan untuk meninggalkan rumah sakit. Keduanya berjalan menyusuri lorong yang tampa
“Rus? Suar mana?”Hera yang baru saja tiba di kediamannya lantas mengedar ke sekitar. Wajahnya terlihat lelah, ditambah dengan ia tidak menemukan putranya di sana.“Pulang-pulang tuh, kenapa bukan suaminya yang dicariin lebih dulu, sih? Kamu sengaja mau bikin aku cemburu atau gimana?” protes Ikarus saat itu.Hera menghela napas lalu melangkah mendekati Ikarus yang terlihat santai di sofa. Pria itu tengah mengambil cuti hari ini. “Iya, iya.” Hera mencium pipi Ikarus dengan pelan. “Suar sekarang di mana? Kamu kok kelihatan rapi gini? Mau ke mana?”Bayi mungil yang kini usianya baru menginjak tujuh bulan itu seakan jadi obat lelah Hera. Setiap kali perempuan itu menghabiskan waktu seharian dengan pekerjaannya yang menumpuk, setelah melihat Suar, lelahnya tiba-tiba menguap begitu saja.“Tadi Mama sama Papa mampir ke sini. Terus Suar sama Budhe Harni diangkut sekalian. Katanya biar papa sama mamanya ada waktu berduaan.”Hera terkekeh lalu berhambur memeluk Ikarus. “Emang selama ini kita ng
“Terima kasih untuk waktunya, Pak. Saya berharap kerjasama ini bisa berlangsung lama.”“Sama-sama, Pak Ikarus. Kalau begitu saya pamit dulu.”Setelah menyelesaikan pertemuannya dengan salah satu klien, Ikarus melenggang meninggalkan restoran. Tangannya merogoh saku celananya, lalu membelalak.‘32 missed called from Heraira Cassandra’‘10 missed called from Mama’Ikarus menghentikan langkahnya. Ia mendadak panik. Jemarinya kemudian bergulir, menekan tombol memanggil. Berharap tidak ada sesuatu yang terjadi.Lalu, “Ra! Kamu—”“Bang, ini Mama. Kamu di mana sih, Bang? Dari tadi Mama coba telepon, Hera juga udah telepon kamu puluhan kali. Kok nggak dijawab, sih?”Mendengar suara Bella yang panik, Ikarus ikut panik. “Maaf, Ma. Aku tadi lagi meeting. Ada apa?”“Buruan ke rumah sakit, Bang. Hera mau lahiran!”Ikarus membelalak. Lalu tanpa pikir panjang pria itu berlari meninggalkan restoran untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.“Mama temenin Hera dulu ya, Ma. Ini aku lan
“Rus… lagi ngapain?”Pertanyaan itu meluncur bebas dari bibir Hera yang baru saja bangun dari tidurnya. Sejak pulang kerja tadi, Hera memang memilih untuk tidur lantaran tengah mengantuk.Ikarus menoleh lalu menurunkan laptop dari pangkuannya, merentangkan tangannya ke arah Hera agar segera menghampirinya.“Lagi ngerjain weekly report, Sayang. Kok bangun?”“Iya. Aku tadi mimpi buruk.” Hera lantas berhambur memeluk Ikarus, menyurukkan wajahnya di ceruk leher suaminya.Masih dengan mengenakan pakaian kerjanya, Ikarus mengusap punggung Hera dengan lembut, kemeja yang dikenakannya basah karena keringat. “It’s okay… mimpi kan cuma bunga tidur, Ra. Kamu baik-baik saja sekarang.”Lama Hera berdiam diri di dalam dekapan Ikarus. Perempuan itu kemudian menarik diri, lalu menatap Ikarus dengan lekat.“Rus…”“Hm?”“Kayaknya Dede kangen sama kamu, deh.”Ikarus tercenung selama beberapa saat. Pria itu kemudian menarik ujung bibirnya ke atas lalu mendaratkan kecupan singkat di bibir Hera. “Bentar ya
“Hai, Rhe… gue datang.” Hera menaruh sebuah buket bunga lily di atas pusara Rhea. Menatap lekat batu nisan yang bertuliskan ‘Sorhea Winona’ itu dengan perasaan berkecamuk. Satu tahun telah berlalu setelah kepergian Rhea. “Lo apa kabar? Lo baik-baik saja di sana, kan?”Hera menggigit bibirnya bagian dalam. Menahan desakan air di pelupuk matanya. Rasanya masih seperti mimpi. Baru kemarin Hera masih tertawa bersama Rhea, namun ia tidak menyangka jika Tuhan telah mengambil sahabatnya satu tahun yang lalu.“Rhe, bentar lagi lo bakalan banyak keponakan.” Hera mengusap sudut matanya dengan punggung tangan. Tak mampu menghalau air matanya yang jatuh begitu saja. “Eve bentar lagi lahiran, dan Eros… dia juga bahagia seperti pesan terakhir lo. Bentar lagi dia juga bakalan jadi seorang ayah.” Perempuan itu kemudian menoleh ke samping, menatap Ikarus yang sejak tadi berdiri di sisinya. “Ada banyak hal yang pengen gue ceritakan sama lo, Rhe. Minggu lalu gue dapat kejutan dari Ikarus, dia beli rumah
“Sayang? Masih lama?”Hera yang baru saja keluar dari kamar mandi lantas terkekeh geli. “Ini lho, masih handukan. Mau ke dokter handukan gini?”Ikarus meraup wajahnya dengan gusar. Senyumnya terbit di wajahnya begitu saja. Pria itu kemudian melangkah mendekati Hera yang kini perutnya sudah membola. Usia kandungannya sudah menginjak bulan ketujuh, membuat perempuan itu terlihat menggemaskan. “Aku nggak sabar pengen lihat perkembangan jagoan kita.” Ikarus melingkarkan tangannya ke pinggang Hera, memeluk perempuan itu dari belakang. “Wangi banget, sih?”“Awas dong, Papa. Mama mau ganti baju dulu, nih. Gimana bisa ganti kalau kamu peluk gini, coba? Katanya nggak sabar pengen lihat jagoannya.”Ikarus melepaskan diri lalu terkekeh. “Iya, iya. Aku tunggu di depan kalau gitu, ya? Tapi jangan lama-lama.”“Iya.”Setelah menunggu lima belas menit, akhirnya Hera selesai bersiap-siap. Keduanya berjalan meninggalkan unit mereka untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.Tepat saat
“WHAT?!? Riri hamil anaknya Eros?” Mendengar perkataan Ikarus barusan, membuat Hera seketika membelalak. “Kamu udah pastikan kebenarannya?”Ikarus mengangguk. “Aku juga sempat kaget tadi. Udah gitu Ares ngamuk di kafe sampai bikin Eros babak belur.”“Tapi Eros nggak apa-apa, kan?”“Nggak apa-apa, kok. Untungnya Riri keluar dari ruangan dan menenangkan Ares.”“Ini kayak bukan Eros banget nggak, sih?” Hera menghela napas pendek. “Kayaknya aku harus nemuin Eros sekarang, deh.”“Sekarang banget?” Ikarus melepas kemeja yang dikenakannya, “tapi udah malam, Sayang.”Hera kemudian turun dari ranjang tidurnya lalu bergerak mendekati lemari pakaian untuk mengambil baju ganti di sana. “Masih jam delapan, kok. Aku harus tahu kebenarannya. Kita tahu kalau selama ini Eros belum bisa ngelupain Rhea, kan? Dan kita tahu hal itu.” ujar Hera terlihat tidak percaya.Ikarus menghela napas. “Aku anterin, ya?”“Nggak usah, Rus. Kamu juga barusan pulang, kan? Kamu pasti capek juga.”“Nggak ada kata capek ka
Hera hanya bisa menggelengkan kepalanya begitu tiba di Bali Galeria Mall. Suasana mall sore itu terlihat cukup ramai mengingat bahwa mereka berkunjung saat akhir pekan.“Emang kita mau nonton apa sih, Bang?” tanya Bella saat mereka sudah melangkah memasuki mall.Ikarus terkekeh. “Ada film Marvel, Ma. Bukan film horor, kok, jadi Mama nggak usah khawatir.”Bella menghela napas lega. “Sumpah, ya. Seumur-umur, Mama belum pernah double date begini, mana yang ngajak double date anak sendiri pula.”Ikarus kembali tertawa. “Kapan lagi bisa ngajak Mama sama Papa kencan barengan, kan?”Bella dan Kairav hanya menggelengkan kepalanya. Lalu mereka berjalan menaiki eskalator untuk menuju bioskop. Beruntungnya Ikarus sudah sempat membeli tiket nontonnya secara online, sehingga mereka tidak perlu mengantri lagi begitu mereka tiba di gedung bioskop.“Ra, kayaknya habis nonton nyalon bentaran seru deh, ya?” celetuk Bella saat itu.“Ah iya, Ma. Aku juga kayaknya pengen banget creambath, deh. Semenjak h
“Makan malam di luar, yuk? Sekalian aku pengen ngajak nonton kamu.” Ikarus menyurukkan wajahnya di ceruk leher Hera. Alih-alih menunggu tanggapan istrinya Ikarus kembali melanjutkan ucapannya. “Tapi kamu lagi mager banget, ya? Masih ngerasa mual?”Suara Ikarus sejenak membuat Hera yang tadinya masih terpejam kini membuka matanya.Ini hari Sabtu, dan mereka libur. Seharian ini Hera menghabiskan waktunya dengan bergelung di bawah selimut. Entah karena hormon kehamilannya, Hera benar-benar malas untuk melakukan sesuatu akhir-akhir ini.“Mau nonton apa? Tumben banget, sih?” tanya Hera dengan malas.“Kok tumben? Emangnya salah kalau aku ngajak kamu ‘pacaran’ istri sendiri? Udah lama banget kayaknya kita nggak jalan berdua, kecuali kalau lagi makan, Ra. Ya, kan?”Hera memutar matanya lalu terkekeh geli. “Kamu kenapa, sih? Aneh banget tahu, nggak.”“Aneh kenapa, coba?”“Ya aneh aja. Nggak kayak biasanya kamu begini.” Hera tersenyum kecil, lalu mendaratkan kecupan singkat di pipi Ikarus. “Tad
“Kamu emang sengaja sekongkolan sama Eros, kan? Makanya bisa tahu kalau aku di sini?”Ikarus terkekeh lalu menyelipkan anak rambut Hera ke belakang telinga. Dibandingkan dengan sebelumnya yang masih merasa kesal, Hera sudah terlihat lebih tenang sekarang.Ikarus menghela napas. “Kenapa pakai acara kabur-kaburan segala, coba? Kan aku jadi khawatir sama kamu, Ra.”“Siapa coba yang memulai? Salah siapa pakai acara ngambek-ngambek nggak jelas gitu.”“Ya kan aku nggak suka kalau ada cowok yang deket-deket sama kamu, Ra. Mana dia kelihatan banget kalau tertarik sama kamu pula. Siapa yang nggak kesal, coba?”“Aku nggak akan berpaling sama kamu, Rus. Jadi kamu nggak usah khawatir. Lagian siapa yang bakalan naksir kalau tahu aku udah bersuami dan sekarang aku lagi hamil muda gini, hm?”“Dia nggak tahu kalau kamu lagi hamil, by the way.” Ikarus mendecak, menoleh dan memperhatikan Eros yang tengah duduk di bibir pantai, menikmati matahari terbenam yang terasa sempurna seorang diri.“Kan! Mulai l