Clara melangkah pelan menuju kamar rawat Adrian, langkahnya ragu, ia mulai mencerna, apa yang dikatakan oleh Saras, memang Adrian mempunyai tanggung jawab pada Monika dan Saras, tapi haruskah Adrian akan mengorbankan pernikahannya.Ceklek! Clara membuka pintu, terlihat Adrian, mulai membuka matanya pelan, tangan kirinya masih terpasang alat infus, Adrian mendesah pelan.“Kenapa aku di sini lagi?” gerutu Adrian.“Kamu pingsan, ada pendarahan di bekas operasimu,” jelas Clara sembari mendekati Adrian, dan membenarkan letak selimut yang mulai berantakan.Tangan Adrian meraih tangan Clara. ”Duduklah aku ingin bicara,” ucap Adrian pelan.“Jika, kamu masih sakit, jangan di paksakan.”“Aku lebih sakit, jika kamu, tidak mempercayai aku, dengarkan semua akan aku ceritakan,” ucap Adrian, mulai terlihat kesal atas sikap Clara yang seakan cuek, tapi Adrian tahu Clara butuh penjelasan.Clara menghela napas panjang, dan ia menghempaskan pelan tubuhnya di kursi samping tempat tidur. Sementara Adrian
Clara melangkah pergi, hatinya masih di liputi kecemasan, sekaligus rasa kecewa yang menyusup ke dalam hati, Adrian, laki-laki yang di anggapnya sempurna, tapi ternyata menyimpan masa lalu yang sungguh mengejutkan, tapi Clara melihat ada kejujuran dan ketulusan di mata elang milik Adrian, tatapannya yang tajam, menyisakan penyesalan yang teramat dalam, akan suatu kesalahan di masa lalu.Clara menaiki taksi menuju apartemennya, ia mencoba untuk hidup normal kembali, menerima segala kekurangan dari suaminya, jika memang Monika akan tinggal bersamanya, ia akan menganggap Monika seperti putri kandungnya, seperti Adrian yang menganggap Jose anak kandungnya, bahkan sebelum Jose lahir, Adrian, sudah menjaganya dan mencurahkan kasih sayangnya.Clara berdiri di atas balkon kamarnya, menatap suasana siang yang begitu panas di pusat kota Jakarta, lamunannya membuyar, ketika suara ketukkan pintu terdengar dari pintu depan, dengan langkah lebar Clara, berjalan ke arah pintu, dan di bukanya, terli
Bagai petir yang menyambar berulang kali di telinga Adrian, permintaan Saras sungguh membuat Adrian geram.“Kamu, berpikir apa tidak hah! kamu tahu ‘kan, aku sudah menikah, permintaanmu itu mustahil,” gertak Adrian pelan, namun terdengar tajam di telinga Saras.“Apa kamu juga berpikir, 6 tahun yang lalu, kamu memperkosaku dan kamu menghilangkan warna dalam hidupku, memberi beban tak berunjung usai, dengan melahirkan anak tanpa ikatan pernikahan, apa kamu tidak memikirkan itu,” balas gertak Saras, kini terlihat matanya berkaca-kaca menahan tangis, mengingat penderitaannya selama 6 tahun terakhir.Adrian terdiam, ia merasa sangat bersalah pada wanita di hadapannya, bagaimanapun dia yang bersalah.“Tapi aku tidak bisa menikahimu,” sahut Adrian.“Kalau begitu, jangan ambil Monika dariku,” tukas Saras dengan geram.Adrian berdecak kesal, ia menatap tajam Saras, yang mengusap titik embun di sudut matanya. Lalu Saras menatap sepiring nasi rames yang ada di hadapannya, dengan pelan menyuap ke
Clara melangkah lebar menuju kamarnya, Adrian hanya berdecak kesal, ia kesal pada Saras dan Reka.Ck...“Saras, kenapa sih, kamu selalu bertindak semaumu, ini masalah besar, menyangkut pernikahanku,” ucap Adrian, dengan nada kesal.“Maaf Adrian, sebenar aku ke sini ingin memberitahukan padamu, jika besok pagi Monika diperbolehkan untuk pulang,” sahut Saras, kini raut wajahnya mengiba.“Iya, Adrian, jangan salahkan Saras, dia itu korban, apa kamu tidak punya hati memperlakukan Saras seperti itu. Dan selama 5 tahun kamu menelantarkan anak kandungmu sendiri, malah menyayangi Jose yang bukan darah dagingmu,” tukas Reka.“Cukup Ma, jangan libatkan Jose, baik Jose dan Monika bagiku mereka anakku,” sahut Adrian, dengan tegas.“Adrian, besok Monika akan aku bawa di apartemenku, aku dan tante Reka sudah menyiapkan kamar untuk Monika,” sela Saras.“Untuk sementara memang lebih baik Monika bersamamu dulu, kita akan tetap bersandiwara, jika kita baik-baik saja,” jelas Adrian.“Baiklah, tapi itu
Monika Gadis Kecil yang PolosAdrian kembali menghampiri Bram, yang terlihat sudah berdiri tegak, dan bersiap membalas pukulan Adrian.“Dasar suami tak berguna, main pukul saja, jika aku tidak menolong Clara, mungkin Clara sudah habis oleh laki-laki hidung belang di dalam sana,” bentak Bram, dengan mata nyalang.“Apa kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu inginkan, kamu menginginkan istriku Clara ‘kan!” gertak Adrian, dan seraya melayangkan pukulan, tapi dengan cepat Bram menangkisnya, dan memberikan pukulan pada Adrian, baku hantam dua pria tampan itu pun berlangsung sengit , hingga dua orang security melerainya.“Hentikan atau kami lapor polisi!” ancam seorang security, berbadan besar dengan memeggangi Bram, dan security satunya memegangi Adrian. Keduanya saling tatap nyalang, seakan ingin saling menerkam.“Lepaskan! Aku akan pergi,” sahut Adrian.Securty pun melepaskan Adrian. Lalu Adrian melangkah cepat menuju jeepnya, dan langsung tancap gas, keluar area parkir Bintang Night Cl
Masih di Jakarta dengan hiruk pikuk dan kemacetan lalu lintas. Thomas Himawan terlihat geram, ketika mendapat kiriman foto dari anak buahnya, yang kebetulan memergoki Bram bersama Clara di night club. Dengan langkah cepat, ia menuju kamar tidur Bram, yang masih tertutup rapat, menandakan Bram masih tertidur.Tok!... Tok!..suara pintu kamar di ketuk dengan keras, tidak lama kemudian, terlihat Bram membuka pintu, wajah memarnya masih terlihat jelas, akibat pukulan dari Adrian semalam.“Jadi sekarang kesibukanmu, mengurusi istri orang, bahkan berkelahi hanya untuk seorang wanita!” bentak Thomas, seraya mengepalkan telapak tangannya.“Pa, Bram sudah dewasa, jangan campuri urusan Bram,” balas Bram.“Dewasa, dengan terus mengejar wanita yang sudah bersuami,” tukas Thomas semakin geram.“Wanita itu mantan istriku, dan ibu dari anakku!” balas Bram dengan nada tinggi.Plak!...tamparan keras melayang di pipi Bramastio. Thomas dengan tatapan tajam ke arah putranya, sambil berucap, ”Jika kamu ti
Reka mondar-mandir di kamarnya, sambil sesekali jari telunjuknya ditempelkannya di dahi, seakan memutar otak, berpikir bagaimana membuat Adrian bersedia menikahi Saras, dan bercerai dengan Clara, cukup lama Reka berpikir, akhirnya ia mendapatkan ide, di raihnya ponselnya dan menekan nama Saras.“Saras, aku punya ide untuk menekan Adrian, besok datanglah ke villa yang ada puncak, akan aku siapkan kejutan untuk Adrian, nanti aku shareloc,” jelas Reka penuh dengan semangat.“Terus apa yang aku lakukan?” “Besok pagi, kamu kirim chat ke Adrian, bilang kamu ingin bertemu di villa yang ada di puncak.”“Oke Tante,” balas Saras, di seberang telepon, seraya tersenyum kecil.Pagi yang cerah. Clara duduk di balkon kamar bersama Adrian sambil menikmati secangkir kopi, keduanya tampak bahagia, hingga saat ini masih bersama.“Bagaimana dengan Saras, apa dia sudah berubah pikiran mengenai persyaratannya?” tanya Clara, seraya menoleh menatap Adrian.“Hemmm belum, Saras masih kekeh pada pendiriannya,
Beberapa menit kemudian, Clara terbangun dari pingsannya, ia terkejut melihat Saras sudah terbujur kaku, dengan luka tembakan, Clara menatap pistol yang tergeletak di tangannya, Clara terpaku, terdiam, dan ketakutan, jantungnya berpacu cepat, dan berdetak kencang.“Clara, kamu membunuh Saras,” teriak Reka, dengan wajah menegang.“Mama, aku....,” suara Clara terlihat gemetar.“Aku akan lapor polisi,” ucap Reka, lalu meraih ponsel dari dalam tas.Reka tampak gugup berbicara lewat ponsel, sementara Clara terduduk di lantai dengan memeluk kedua lututnya sambil menangis, ia tidak tahu apa yang terjadi. Tidak lama kemudian, dua buah mobil polisi datang, dan segera membawa Clara dan Reka ke kantor polisi, sedangkan sebagian polisi masih di tempat kejadian, memasang police line di sekitar kejadian.Kini Clara dan Reka sudah berada di rungan berbeda, Clara begitu shock, setelah menjalani pemeriksaan, Clara membersihkan diri dan berganti baju, kini ia dimintai keterangan.“Apakah Ibu Clara, yan