Bagai petir yang menyambar berulang kali di telinga Adrian, permintaan Saras sungguh membuat Adrian geram.“Kamu, berpikir apa tidak hah! kamu tahu ‘kan, aku sudah menikah, permintaanmu itu mustahil,” gertak Adrian pelan, namun terdengar tajam di telinga Saras.“Apa kamu juga berpikir, 6 tahun yang lalu, kamu memperkosaku dan kamu menghilangkan warna dalam hidupku, memberi beban tak berunjung usai, dengan melahirkan anak tanpa ikatan pernikahan, apa kamu tidak memikirkan itu,” balas gertak Saras, kini terlihat matanya berkaca-kaca menahan tangis, mengingat penderitaannya selama 6 tahun terakhir.Adrian terdiam, ia merasa sangat bersalah pada wanita di hadapannya, bagaimanapun dia yang bersalah.“Tapi aku tidak bisa menikahimu,” sahut Adrian.“Kalau begitu, jangan ambil Monika dariku,” tukas Saras dengan geram.Adrian berdecak kesal, ia menatap tajam Saras, yang mengusap titik embun di sudut matanya. Lalu Saras menatap sepiring nasi rames yang ada di hadapannya, dengan pelan menyuap ke
Clara melangkah lebar menuju kamarnya, Adrian hanya berdecak kesal, ia kesal pada Saras dan Reka.Ck...“Saras, kenapa sih, kamu selalu bertindak semaumu, ini masalah besar, menyangkut pernikahanku,” ucap Adrian, dengan nada kesal.“Maaf Adrian, sebenar aku ke sini ingin memberitahukan padamu, jika besok pagi Monika diperbolehkan untuk pulang,” sahut Saras, kini raut wajahnya mengiba.“Iya, Adrian, jangan salahkan Saras, dia itu korban, apa kamu tidak punya hati memperlakukan Saras seperti itu. Dan selama 5 tahun kamu menelantarkan anak kandungmu sendiri, malah menyayangi Jose yang bukan darah dagingmu,” tukas Reka.“Cukup Ma, jangan libatkan Jose, baik Jose dan Monika bagiku mereka anakku,” sahut Adrian, dengan tegas.“Adrian, besok Monika akan aku bawa di apartemenku, aku dan tante Reka sudah menyiapkan kamar untuk Monika,” sela Saras.“Untuk sementara memang lebih baik Monika bersamamu dulu, kita akan tetap bersandiwara, jika kita baik-baik saja,” jelas Adrian.“Baiklah, tapi itu
Monika Gadis Kecil yang PolosAdrian kembali menghampiri Bram, yang terlihat sudah berdiri tegak, dan bersiap membalas pukulan Adrian.“Dasar suami tak berguna, main pukul saja, jika aku tidak menolong Clara, mungkin Clara sudah habis oleh laki-laki hidung belang di dalam sana,” bentak Bram, dengan mata nyalang.“Apa kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu inginkan, kamu menginginkan istriku Clara ‘kan!” gertak Adrian, dan seraya melayangkan pukulan, tapi dengan cepat Bram menangkisnya, dan memberikan pukulan pada Adrian, baku hantam dua pria tampan itu pun berlangsung sengit , hingga dua orang security melerainya.“Hentikan atau kami lapor polisi!” ancam seorang security, berbadan besar dengan memeggangi Bram, dan security satunya memegangi Adrian. Keduanya saling tatap nyalang, seakan ingin saling menerkam.“Lepaskan! Aku akan pergi,” sahut Adrian.Securty pun melepaskan Adrian. Lalu Adrian melangkah cepat menuju jeepnya, dan langsung tancap gas, keluar area parkir Bintang Night Cl
Masih di Jakarta dengan hiruk pikuk dan kemacetan lalu lintas. Thomas Himawan terlihat geram, ketika mendapat kiriman foto dari anak buahnya, yang kebetulan memergoki Bram bersama Clara di night club. Dengan langkah cepat, ia menuju kamar tidur Bram, yang masih tertutup rapat, menandakan Bram masih tertidur.Tok!... Tok!..suara pintu kamar di ketuk dengan keras, tidak lama kemudian, terlihat Bram membuka pintu, wajah memarnya masih terlihat jelas, akibat pukulan dari Adrian semalam.“Jadi sekarang kesibukanmu, mengurusi istri orang, bahkan berkelahi hanya untuk seorang wanita!” bentak Thomas, seraya mengepalkan telapak tangannya.“Pa, Bram sudah dewasa, jangan campuri urusan Bram,” balas Bram.“Dewasa, dengan terus mengejar wanita yang sudah bersuami,” tukas Thomas semakin geram.“Wanita itu mantan istriku, dan ibu dari anakku!” balas Bram dengan nada tinggi.Plak!...tamparan keras melayang di pipi Bramastio. Thomas dengan tatapan tajam ke arah putranya, sambil berucap, ”Jika kamu ti
Reka mondar-mandir di kamarnya, sambil sesekali jari telunjuknya ditempelkannya di dahi, seakan memutar otak, berpikir bagaimana membuat Adrian bersedia menikahi Saras, dan bercerai dengan Clara, cukup lama Reka berpikir, akhirnya ia mendapatkan ide, di raihnya ponselnya dan menekan nama Saras.“Saras, aku punya ide untuk menekan Adrian, besok datanglah ke villa yang ada puncak, akan aku siapkan kejutan untuk Adrian, nanti aku shareloc,” jelas Reka penuh dengan semangat.“Terus apa yang aku lakukan?” “Besok pagi, kamu kirim chat ke Adrian, bilang kamu ingin bertemu di villa yang ada di puncak.”“Oke Tante,” balas Saras, di seberang telepon, seraya tersenyum kecil.Pagi yang cerah. Clara duduk di balkon kamar bersama Adrian sambil menikmati secangkir kopi, keduanya tampak bahagia, hingga saat ini masih bersama.“Bagaimana dengan Saras, apa dia sudah berubah pikiran mengenai persyaratannya?” tanya Clara, seraya menoleh menatap Adrian.“Hemmm belum, Saras masih kekeh pada pendiriannya,
Beberapa menit kemudian, Clara terbangun dari pingsannya, ia terkejut melihat Saras sudah terbujur kaku, dengan luka tembakan, Clara menatap pistol yang tergeletak di tangannya, Clara terpaku, terdiam, dan ketakutan, jantungnya berpacu cepat, dan berdetak kencang.“Clara, kamu membunuh Saras,” teriak Reka, dengan wajah menegang.“Mama, aku....,” suara Clara terlihat gemetar.“Aku akan lapor polisi,” ucap Reka, lalu meraih ponsel dari dalam tas.Reka tampak gugup berbicara lewat ponsel, sementara Clara terduduk di lantai dengan memeluk kedua lututnya sambil menangis, ia tidak tahu apa yang terjadi. Tidak lama kemudian, dua buah mobil polisi datang, dan segera membawa Clara dan Reka ke kantor polisi, sedangkan sebagian polisi masih di tempat kejadian, memasang police line di sekitar kejadian.Kini Clara dan Reka sudah berada di rungan berbeda, Clara begitu shock, setelah menjalani pemeriksaan, Clara membersihkan diri dan berganti baju, kini ia dimintai keterangan.“Apakah Ibu Clara, yan
Sementara itu Adrian kembali ke Kota Jakarta, pikirannya kacau, ia sangat percaya pada Clara, istrinya itu tidak mungkin, melakukan pembuhuhan yang di bilang sangat keji, tapi siapa yang membunuh Saras dan melimpahkan kesalahan itu pada Clara. Dengan melajukan mobilnya, Adrian terus berpikir.Seharusnya aku yang datang ke villa itu, apakah peristiwa penembakan Saras akan terjadi dan aku yang akan disalahkan? pertanyaan dalam hati terus menyelimuti hati Adrian. Beberapa jam kemudian, sampailah Adrian di kantor PT. Baskoro Group. Terlihat di sana Baskoro dan Nilam juga Pak Yusuf seorang pengacara, sudah menunggu di ruang rapat. Adrian duduk, semua mata menuju kepadanya, berharap memperoleh informasi dari Adrian. “Adrian, bagaimana keadaan Clara?” tanya Nilam, tidak bisa menahan kesedihannya, kabar Clara menjadi tersangka, pembunuhan Saraswati sungguh sangat mengejutkan dan membuat shock Nilam.“Keadaannya sangat buruk, semua bukti mengarah pada Clara,” balas Adrian.“Tapi Reka, ada di
Tok!..tok!..pintu diketuk oleh seseorang dengan keras, membuat Reka terjingkat, karena kaget, tidak lama kemudian, asisten rumah tangga Reka datang dan memberitahu, jika ada tamu. Dengan langkah lebar Reka menuju ruang tamu, terlihat Nilam sudah duduk di sofa, melihat Nilam datang ke rumahnya, amarah Reka memuncak.“Aku sudah bilang, jangan kamu menginjakan kaki di rumahku!” bentak Reka“Reka, tolong jangan memberi kesaksian yang memberat posisi Clara, putriku itu tidak mungkin melakukan kejahatan sebesar itu,” pinta Nilam sambil berderai air mata.Reka tersenyum sinis, ia sangat puas melihat Nilam, wanita yang sangat di bencinya memohon-mohon dan berderai air mata.“Apa kamu yakin, Clara tidak menembak Saras! Kecemburuan, dan takut kehilangan Adrian, membuatnya buta, Clara yang menembak Saras,” tegas Reka.Nilam masih menangis, ”Kamu melihat setelah satu jam kejadian, kenapa kamu beramsumsi seperti itu,” tukas Nilam dengan nada kesal.“Karena, waktu itu hanya ada Saras dan Clara, d