Saras terlihat tersenyum kecil, ketika bertemu dengan Reka, di depan kamar rawat Monika.“Tante Reka, Clara sudah tahu tentang Monika dan Adrian, dia tadi menemui Adrian,” ucap Saras pelan.“Itu memang kemauanku, jadi sekarang kamu harus menekan Adrian, lewat Monika, jadikan Monika sebagai alasan kalian bersama,” balas Reka, senyum licik tersunging di sudut bibirnya, sambil matanya menatap ke arah jendela kamar Monika.“Aku akan melakukan, sesuai keinginan Tante,” sahut Saras. Ada sedikit rasa tenang di hati Saras, karena mendapat dukungan dari Reka, tapi ia tidak mengetahui, jika Dirga mulai mengancam hidupnya.Sementara itu Clara masih menyendiri di dalam kamar, ia merenungkan tentang segala yang terjadi dalam hidupnya, mulai dari pernikahannya dengan Bram yang gagal, dan berujung sakit hati, dan kini Clara berpikir apakah akan terulang lagi pada pernikahannya yang kedua, ia berpikir, Adrian adalah sosok yang sempurna yang mencintai dirinya apa adanya, menemani di masa-masa terburu
Bram masuk kedalam apartemen, di baringkannya tubuh Clara di tempat tidur, lalu Bram membuka blezer yang di kenakan Clara, blezer itu kotor bekas mutahan Clara, lalu Bram, menaruh blezer di keranjang cucian, yang berada di kamar mandi, sekalian dia mengambil handuk kecil dan sebaskom air yang di isi air hangat.Berlahan Bram, mendekati tubuh Clara, di tatap dalam tubuh yang pernah memberinya kenikmatan surgawi, tubuh itu masih tetap sama, putih bersih dan halus, berlahan di sekanya wajah Clara, dengan lembut, hingga desiran halus naik kejantung Bram, ia merindukan Clara, apalagi ketika melihat tubuh Clara hanya mengenakan tank top warna hitam, dengan belahan dada rendah, memperlihatkan bentuk dadanya.“Adrian, peluk aku, jangan tinggalkan aku,” racau Clara, sembari menarik leher Bram dalam pelukannya.Bram hanya terdiam, ketika tubuhnya menyatu dengan Clara, nafsunya kini menguasai akalnya, berlahan Bram mulai membelai helai rambut Clara, dan mengecup bibir Clara. Untuk sesaat, bibir B
Clara melangkah pelan menuju kamar rawat Adrian, langkahnya ragu, ia mulai mencerna, apa yang dikatakan oleh Saras, memang Adrian mempunyai tanggung jawab pada Monika dan Saras, tapi haruskah Adrian akan mengorbankan pernikahannya.Ceklek! Clara membuka pintu, terlihat Adrian, mulai membuka matanya pelan, tangan kirinya masih terpasang alat infus, Adrian mendesah pelan.“Kenapa aku di sini lagi?” gerutu Adrian.“Kamu pingsan, ada pendarahan di bekas operasimu,” jelas Clara sembari mendekati Adrian, dan membenarkan letak selimut yang mulai berantakan.Tangan Adrian meraih tangan Clara. ”Duduklah aku ingin bicara,” ucap Adrian pelan.“Jika, kamu masih sakit, jangan di paksakan.”“Aku lebih sakit, jika kamu, tidak mempercayai aku, dengarkan semua akan aku ceritakan,” ucap Adrian, mulai terlihat kesal atas sikap Clara yang seakan cuek, tapi Adrian tahu Clara butuh penjelasan.Clara menghela napas panjang, dan ia menghempaskan pelan tubuhnya di kursi samping tempat tidur. Sementara Adrian
Clara melangkah pergi, hatinya masih di liputi kecemasan, sekaligus rasa kecewa yang menyusup ke dalam hati, Adrian, laki-laki yang di anggapnya sempurna, tapi ternyata menyimpan masa lalu yang sungguh mengejutkan, tapi Clara melihat ada kejujuran dan ketulusan di mata elang milik Adrian, tatapannya yang tajam, menyisakan penyesalan yang teramat dalam, akan suatu kesalahan di masa lalu.Clara menaiki taksi menuju apartemennya, ia mencoba untuk hidup normal kembali, menerima segala kekurangan dari suaminya, jika memang Monika akan tinggal bersamanya, ia akan menganggap Monika seperti putri kandungnya, seperti Adrian yang menganggap Jose anak kandungnya, bahkan sebelum Jose lahir, Adrian, sudah menjaganya dan mencurahkan kasih sayangnya.Clara berdiri di atas balkon kamarnya, menatap suasana siang yang begitu panas di pusat kota Jakarta, lamunannya membuyar, ketika suara ketukkan pintu terdengar dari pintu depan, dengan langkah lebar Clara, berjalan ke arah pintu, dan di bukanya, terli
Bagai petir yang menyambar berulang kali di telinga Adrian, permintaan Saras sungguh membuat Adrian geram.“Kamu, berpikir apa tidak hah! kamu tahu ‘kan, aku sudah menikah, permintaanmu itu mustahil,” gertak Adrian pelan, namun terdengar tajam di telinga Saras.“Apa kamu juga berpikir, 6 tahun yang lalu, kamu memperkosaku dan kamu menghilangkan warna dalam hidupku, memberi beban tak berunjung usai, dengan melahirkan anak tanpa ikatan pernikahan, apa kamu tidak memikirkan itu,” balas gertak Saras, kini terlihat matanya berkaca-kaca menahan tangis, mengingat penderitaannya selama 6 tahun terakhir.Adrian terdiam, ia merasa sangat bersalah pada wanita di hadapannya, bagaimanapun dia yang bersalah.“Tapi aku tidak bisa menikahimu,” sahut Adrian.“Kalau begitu, jangan ambil Monika dariku,” tukas Saras dengan geram.Adrian berdecak kesal, ia menatap tajam Saras, yang mengusap titik embun di sudut matanya. Lalu Saras menatap sepiring nasi rames yang ada di hadapannya, dengan pelan menyuap ke
Clara melangkah lebar menuju kamarnya, Adrian hanya berdecak kesal, ia kesal pada Saras dan Reka.Ck...“Saras, kenapa sih, kamu selalu bertindak semaumu, ini masalah besar, menyangkut pernikahanku,” ucap Adrian, dengan nada kesal.“Maaf Adrian, sebenar aku ke sini ingin memberitahukan padamu, jika besok pagi Monika diperbolehkan untuk pulang,” sahut Saras, kini raut wajahnya mengiba.“Iya, Adrian, jangan salahkan Saras, dia itu korban, apa kamu tidak punya hati memperlakukan Saras seperti itu. Dan selama 5 tahun kamu menelantarkan anak kandungmu sendiri, malah menyayangi Jose yang bukan darah dagingmu,” tukas Reka.“Cukup Ma, jangan libatkan Jose, baik Jose dan Monika bagiku mereka anakku,” sahut Adrian, dengan tegas.“Adrian, besok Monika akan aku bawa di apartemenku, aku dan tante Reka sudah menyiapkan kamar untuk Monika,” sela Saras.“Untuk sementara memang lebih baik Monika bersamamu dulu, kita akan tetap bersandiwara, jika kita baik-baik saja,” jelas Adrian.“Baiklah, tapi itu
Monika Gadis Kecil yang PolosAdrian kembali menghampiri Bram, yang terlihat sudah berdiri tegak, dan bersiap membalas pukulan Adrian.“Dasar suami tak berguna, main pukul saja, jika aku tidak menolong Clara, mungkin Clara sudah habis oleh laki-laki hidung belang di dalam sana,” bentak Bram, dengan mata nyalang.“Apa kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu inginkan, kamu menginginkan istriku Clara ‘kan!” gertak Adrian, dan seraya melayangkan pukulan, tapi dengan cepat Bram menangkisnya, dan memberikan pukulan pada Adrian, baku hantam dua pria tampan itu pun berlangsung sengit , hingga dua orang security melerainya.“Hentikan atau kami lapor polisi!” ancam seorang security, berbadan besar dengan memeggangi Bram, dan security satunya memegangi Adrian. Keduanya saling tatap nyalang, seakan ingin saling menerkam.“Lepaskan! Aku akan pergi,” sahut Adrian.Securty pun melepaskan Adrian. Lalu Adrian melangkah cepat menuju jeepnya, dan langsung tancap gas, keluar area parkir Bintang Night Cl
Masih di Jakarta dengan hiruk pikuk dan kemacetan lalu lintas. Thomas Himawan terlihat geram, ketika mendapat kiriman foto dari anak buahnya, yang kebetulan memergoki Bram bersama Clara di night club. Dengan langkah cepat, ia menuju kamar tidur Bram, yang masih tertutup rapat, menandakan Bram masih tertidur.Tok!... Tok!..suara pintu kamar di ketuk dengan keras, tidak lama kemudian, terlihat Bram membuka pintu, wajah memarnya masih terlihat jelas, akibat pukulan dari Adrian semalam.“Jadi sekarang kesibukanmu, mengurusi istri orang, bahkan berkelahi hanya untuk seorang wanita!” bentak Thomas, seraya mengepalkan telapak tangannya.“Pa, Bram sudah dewasa, jangan campuri urusan Bram,” balas Bram.“Dewasa, dengan terus mengejar wanita yang sudah bersuami,” tukas Thomas semakin geram.“Wanita itu mantan istriku, dan ibu dari anakku!” balas Bram dengan nada tinggi.Plak!...tamparan keras melayang di pipi Bramastio. Thomas dengan tatapan tajam ke arah putranya, sambil berucap, ”Jika kamu ti