Sementara itu di lain tempat yaitu food court, Hanggoro dan Atik serta Adrian sedang duduk bertiga, wajah mereka tampak sedih dan murung. Apalagi Atik, sesekali ia mengusap air matanya yang terus saja mengalir tanpa bisa di hentikan. Beberapa kali ia mengambil tissu dan mengusapnya. Sedangkan Adrian hanya termenung, kedua tangannya memegang kepalanya, sesekali desahan terdengar, ada rasa kecewa yang menyayat hati, sementara Hanggoro hanya diam tak bersuara. “Adrian, kenapa kamu tidak berusaha membujuk Clara, supaya jangan menikah lagi dengan Bram,” ucap Bi Atik kesal. “Bi, Clara itu wanita dewasa punya keinginan dan perasaan, bukan anak kecil yang bisa di bujuk, rasa sayangnya pada Jose, yang membuat dia mengambil keputusan ini,” jawab Adrian. “Aku nggak rela, Clara bersama Bram lagi. Keluarga Bram telah banyak menyakiti kita,” gerutu Atik. “Sudahlah, kita tidak bisa berbuat apa-apa, aku berdoa semoga pernikahan Clara dan Bram batal,” ucap Hanggoro lirih. Sementara itu di dalam t
Jose sudah bersama dengan Clara dan Adrian lagi, malam itu di rumah Hanggoro semuanya berkumpul, dan mengadakan pesta sederhana untuk menyambut kembalinya Clara dan Jose. Tapi Clara sedikit murung, ia teringat dengan Ki Darma yang sendirian, tanpa keluarga. Bagaimana pun Ki Darma adalah kakeknya, walau beberapa bulan ini berusaha menjauhkan dirinya dengan Hanggoro, tapi Clara mengerti dengan maksud kakeknya itu, dan ia berniat mempertemukan Ayahnya dan Kakeknya. Clara memberanikan diri untuk berbicara dengan ayahnya. “Ayah, sebentar lagi Clara menikah, aku ingin sekali, Ayah berbaikan dengan Ki Darma,” ucap Clara dengan hat –hati. “Sebenarnya, Ayah sudah melupakan semua penghinaan yang dilakukan Ki Darma di masa lalu, tapi Ayah tidak yakin, kalau Ki Darma sudah memaafkan Ayah, apalagi Nilam sudah tiada,” jawab Hanggoro matanya nanar setiap kali mengenang masa lalu. Nilam, wanita yang sangat di cintainya itu harus pergi selama-lamanya, bahkan Hanggoro belum bisa membahagiakannya itu
Bramastio keluar dari penjara setelah menjalani masa tahan selama 3 bulan. Hatinya bukan hanya patah, karena Clara tidak lagi mencintainya, tapi juga ia sakit hati harus menerima kenyataan bahwa Clara lebih memilih bersama Adrian. Bramastio, melangkahkan kaki menuju ruang kerjanya. Raut mukanya terlihat kesal, dan memendam amarah. “Lina, cepat kumpulkan semua staff devisi untuk datang di ruang rapat!” perintah Bram pada sekretarisnya. “Baik, Pak,” jawab Lina. Lalu bergegas melaksanakan perintah Bram untuk mengumpulkan semua staff divisi di ruang rapat. Setelah semuanya terkumpul, Bramastio, CEO Swalayan Himawan Group meminpin rapat. “Aku ingin, mulai saat ini, kita memutuskan kerjasama dengan PT. Agro Darma Group,” kata Bram dengan tegas, raut mukanya terlihat menegang. Semua staff, juga terlihat terkejut, pasalnya kerjasama antara Swalayan Himawan dan Agro Darma sudah terjalin belasan tahun, hampir 100 persen suplay buah-buahnan di kirim dari Agro Darma. “Maaf Pak, sebaiknya k
“Bram, kamu keterlaluan, jangan libatkan Agro Darma, dengan masalah kita. Kamu tahu, aku sudah tidak lagi menjadi CEO Agro Darma Group, jadi jangan bawa Agro Darma Group dalam masalah pribadi kita!” bentak Clara, menahan amarah. “Aku sudah memutuskannya, dan hanya kamu yang dapat membatalkan keputusanku. Menikahlah denganku,” ujar Bramastio, dengan tangan menggenggam tangan Clara. Dengan cepat Clara menarik genggaman tangan Bram. ”Lepaskan!” bentak Clara. “Clara, kamu masih mencintailku ‘kan?” sela Bram. “Tidak, cintaku padamu sudah menghilang.” “Tapi aku masih mencintaimu.” “Hemmm cinta. Cinta seperti apa? Yang kamu tawarkan, cinta yang mudah rapuh, cinta yang mudah dikalahkan, cinta yang hancur dikala badai menerjang. Aku tidak butuh cinta seperti itu,” tukas Clara dengan tegas. “Clara, maafkan aku, beri aku kesempatan untuk membuktikan cintaku,” sela Bram. “Terlambat, cintaku padamu telah menghilang, ketika kamu meninggalkan aku dalam keadaan hamil, sekarang ada Adrian yan
Adrian, dan Clara berkemas. Lalu pergi ke Bandung, dilajukannya jeep Adrian dengan kecepatan tinggi, beberapa jam kemudian sampailah mereka di perkebunan sekaligus kantor Agro Darma Group, di sana sudah terlihat Ki Darma dan Mala, menunggunya. “Clara, Kakek senang kamu menyanggupi keinginan Kakek,“ ucap Ki Darma, seraya menghampiri cucu satu-satunya itu. “Iya Kakek, justru Clara ingin minta maaf pada Kakek, kerena kekacauan ini,” balas Clara. Lalu dipeluknya Ki Darma. Untuk beberapa saat melepas rindu, berlahan Clara mengurai pelukannya. “Aku akan melihat, stok buah di gudang penyimpanan,” sela Adrian. “Adrian, aku juga ingin ke sana,” sahut Ki Darma. Lalu Ki Darma dan Adrian, melangkah menuju gudang penyimpanan hasil perkebunanan. Sementara itu Clara dan Mala, mempersiapkan rapat. “Mala, apa kamu sudah mengumumkan pada semua divisi, untuk rapat siang ini?” tanya Clara, sembari menghempaskan tubuhnya di kursi kerja. “Sudah Bu Clara,” jawab Mala. “Mala. Bagaimana menurutmu d
Bramastio masih berdecak kesal, wajahnya mengeras, telapak tangan mengepal, bunyi ponsel membuyarkan kemarahannya, Thomas papanya meneleponnya. “Hallo, Pa,” sapa Bramastio. “Papa ingin bicara denganmu, ini masalah serius tentang perusahaan, Papa tunggu kamu di rumah!” perintah Thomas dengan nada tinggi. Bramastio semakin kesal, ia sudah mengira, jika Papanya sudah mengetahui laporan dari manager operasional, pelanggan yang komplain, dan berdampak pada penurunan penjualan. Bram segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Beberapa menit kemudian tibalah Bram di rumahnya, segera di langkahkan kakinya begitu keluar dari mobil menuju ruang kerja Thomas. “Duduklah, Papa ingin bicara serius denganmu!” perintah Thomas, ketika melihat Bram muncul dari balik pintu. Tanpa bicara Bram menuruti perintah Thomas, terlihat jelas wajah Thomas menegang, setelah Bram duduk di kursi depan meja kerja Thomas, tiba-tiba lembaran berkas di lempar di wajah Bram. “Keputusan apa yang kamu ambil, h
Clara mendesah pelan, ia bangkit berdiri dengan di bantu Adrian. Keduanya menuju mobil, beberapa staff dan security yang melihat kejadian juga ikut ke kantor polisi, untuk memberi kesaksian. Adrian juga memanggil seorang pengacara untuk membela kasusnya. Waktu menjelang malam, Clara dan rombongan tiba di kantor polisi, laporan Clara di catat, dan di lakukan visum, hasil kekerasan yang Elin lakukan pada Clara. “Semua laporan sudah kami catat, semua bukti, rekaman cctv dan hasil visum kami simpan, sebagai barang bukti, dan kesaksian para saksi juga sudah kami catat,” ucap polisi. “Baik Pak, terima kasih atas kerja sama Bapak,” balas Adrian. Adrian dan Clara kembali ke rumah Ki Darma. Terlihat Ki Darma cemas melihat wajah Clara yang memar dengan bibir yang berdarah. “Aku sudah dengar kejadian siang tadi di kantor, Kakek akan membalas perbuatan Elin,” ujar Ki Darma dengan nada tinggi, pria tua itu terlihat marah. “Kakek tidak usah membalas dendam, biar hukum yang berbicara, kita liha
Mendengar persyaratan Clara, Bram mendesah kesal, di pegangnya bahu Clara dengan kasar. “Kamu tahu ‘kan, Mamaku sangat egois, pasti Mama tidak mau merendahkan diri meminta maaf pada Pak Hanggoro!” bentak Bram. Clara, mengibaskan cengkraman tangan Bramastio dari bahunya, dengan tatapan tajam ia berucap, ”Kalau begitu, Bu Elin, akan masuk penjara,” ancam Clara. “Clara, kamu keterlaluan!” bentak Bram. “Mamamu yang keterlaluan, dia datang tiba-tiba di kantorku dan memukulku, selalu seperti itu, Bu Elin menghakimi orang seenaknya, apa salahku Bram, dari dulu dia selalu ingin menyingkirkanku. Tolong jangan lagi usik kehidupanku, sudah cukup kalian membuatku menderita,” ucap Clara. “Maafkan keluargaku Clara, aku tahu semua ini salah keluargaku,” balas Bram pelan, ada rasa penyesalan di sudut netra Bram. “Kalau begitu, kalian semua harus meminta maaf pada ayah Hanggoro, hanya itu persyaratanku,” jawab Clara, lalu bergegas pergi menjauh dari Bramastio. Clara menghampiri Adrian dan pen