Mendengar persyaratan Clara, Bram mendesah kesal, di pegangnya bahu Clara dengan kasar. “Kamu tahu ‘kan, Mamaku sangat egois, pasti Mama tidak mau merendahkan diri meminta maaf pada Pak Hanggoro!” bentak Bram. Clara, mengibaskan cengkraman tangan Bramastio dari bahunya, dengan tatapan tajam ia berucap, ”Kalau begitu, Bu Elin, akan masuk penjara,” ancam Clara. “Clara, kamu keterlaluan!” bentak Bram. “Mamamu yang keterlaluan, dia datang tiba-tiba di kantorku dan memukulku, selalu seperti itu, Bu Elin menghakimi orang seenaknya, apa salahku Bram, dari dulu dia selalu ingin menyingkirkanku. Tolong jangan lagi usik kehidupanku, sudah cukup kalian membuatku menderita,” ucap Clara. “Maafkan keluargaku Clara, aku tahu semua ini salah keluargaku,” balas Bram pelan, ada rasa penyesalan di sudut netra Bram. “Kalau begitu, kalian semua harus meminta maaf pada ayah Hanggoro, hanya itu persyaratanku,” jawab Clara, lalu bergegas pergi menjauh dari Bramastio. Clara menghampiri Adrian dan pen
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, persiapan pernikahan Adrian dan Clara sudah dilakukan. Dengan bantuan jasa wedding organizer, membuat Adrian dan Clara lebih mudah dalam melakukan persiapan pernikahan, kebahagian terpancar di kedua mata mereka demikian juga Baskoro, Hanggoro dan Atik, menjelang pernikahan kedua belah pihak keluarga sering bertemu dan ini menambah keakraban kedua keluarga. “Ada yang kurang dalam keluarga kita, Kakek belum membuka hati untuk menerima Ayah, dan juga Mama Reka belum merestui pernikahan kita,” keluh Clara. “Jangan khawatir Clara, Papa akan bicara pada Mamanya Adrian dan Ki Darma. Bagaimana pun, kami sudah bersahabat sejak lama, dan impiannya adalah melihatmu menikah dengan Adrian. Papa pastikan Ki Darma akan datang di hari pernikahanmu,” ucap Baskoro mencoba menghibur Clara yang nampak sedih, karena hubungan Ayah Hanggoro dan Kakeknya belum membaik dan juga Reka mamanya Adrian, belum memberi restu. “Tuh ‘kan, Papa sudah janji, jangan be
Tok!..tok!... pintu kamar hotel di ketuk oleh seseorang, Adrian dan Clara saling pandang. “Apa kamu pesan sesuatu ?” tanya Adrian, pada Clara. “Tidak,” balas Clara, kepalanya menggeleng pelan “Sebentar, biar aku yang buka,” ucap Adrian, seraya bangkit dari sofa, dan menuju pintu. ”Siapa?” tanya Adrian pada seseorang di balik pintu. “Mama, Adrian.” Adrian langsung membuka pintu, begitu mendengar suara mamanya. “Mama,” sapa Adrian. Reka, memasuki kamar, tanpa di minta Adrian, terlihat Clara terkejut, tapi ia berusaha bersikap tenang, dan menghampiri Mama mertuanya. “Selamat malam Mama Reka,” sapa Clara pelan, sambil memeluk Reka. Untuk sesat Reka terdiam, lalu melangkahkan kakinya menuju sofa, dengan pelan ia menghempaskan tubuhnya di sofa. “Kebetulan Mama ada pameran lukisan di Labuan Bajo, dan Papamu bilang kamu bulan madu di sini, jadi Mama putuskan menemui kalian,” kata Reka, netranya menatap bergantian Clara dan Adrian yang duduk di tepi ranjang. “Kenapa Mama tidak datang
Clara terkejut, mendengar penawaran Reka. Lalu dengan pelan ia berbicara. “Tapi, jika Mama salah atas dugaan Ibu Nilam yang masih hidup dan bersama Papa Bas, apakah Mama akan merestui pernikahanku dengan Adrian,” balas Clara ragu. “Iya, aku akan memberi restu, bahkan, kamu akan aku hadiahi sebuah galeri lukisan yang ada di Jakarta sebagai hadiah pernikahan kalian, tapi jika Nilam ibumu terbukti masih hidup dan menjalin hubungan dengan Baskoro, kamu harus bersedia berpisah dari Adrian, karena aku tidak ingin mempunyai menantu anak seoarang pelakor seperti Nilam.” Reka berucap dengan nada tegas. Clara terdiam, cukup lama ia masih memikirkan tentang keingian Reka, pernikahannya dengan Adrian di pertaruhkan, tapi ia begitu penasaran atas ucapan Reka, dan Clara juga yakin, jika Ibunya telah meninggal. “Baik, Ma. Clara, menyetujui kesepakatan ini,” balas Clara masih ragu tapi menyanggupi persyaratan Reka. “Baguslah, aku harap kamu menepati janjimu itu,” timpal Reka. Reka bangkit dari
“Hah sudahlah, tidak ada gunanya berdebat dengan kalian, jika belum ada bukti,” ucap Reka, sambil berjalan menuju dapur mengabaikan Hanggoro, Atik dan Adrian serta Clara. ”Aku ke sini, minta air panas. Adrian besok suruh orang untuk pasang kompor di apartemen Mama,” pinta Reka, sambil menyalakan kompor, dan merebus air, setelah mendidih dituangkan di sebuah cangkir. “Iya Ma, besok Adrian, akan suruh orang untuk memasang kompor dan keperluan lainnya yang Mama butuhkan,” jawab Adrian. “Ya sudah, aku permisi dulu, silakan lanjutkan makan malamnya,” ucap Reka, sambil melangkah keluar apartemen. Hanggoro, Atik dan Clara serta Adrian melanjutkan makan malam mereka, susana begitu hening, hanya terdengar suara dentingan sendok, dan garpu yang beradu dengan piring, mereka tenggelam pada pikiran masing-masing, terutama Hanggoro, jauh di dalam hatinya, ia terusik dengan pernyataan Reka, tentang Nilam istrinya. Seusai makan malam Hangoro dan Atik duduk di sofa. “Adrian, Clara, ayah ingin bic
Tidak lama kemudian security kembali dengan membawa satu botol besar air, dan memberikannya pada Clara. “Ini air yang kamu butuhkan, cepatlah pergi, nanti bosku marah, jika melihat orang asing ke sini!” perintah security. “Memangnya siapa pemilik villa ini?” tanya Clara. “Sudah, jangan banyak tanya, cepat pergi!” perintah security kesal. “Oke, terima kasih,” balas Clara, sambil meraih botol. Clara kembali berjalan menuju mobil, terlihat Reka turun dari mobil. “Clara, apa kamu melihat sesuatu yang mencurigakan?” tanya Reka penasaran. “Tidak, Ma. Villa tampak sepi, juga tidak ada mobil terparkir di situ, tapi aku sempat melihat bayangan seorang wanita dari balik jendela kamar atas,” jelas Clara. Reka berdecak kesal, ”Baskoro memang lihai menyembunyikan Nilam, tapi aku yakin, kali ini pasti akan terbukti semua kecurigaanku, tapi kita tidak bisa seharian di sini,” ucap Reka, sambil mengedarkan pandangananya di sekeliling vila. “Ma, kita pulang yuk, hari sudah menjelang sore, Mam
Clara berusaha memejamkan matanya, sepulang dari rumah Baskoro, tapi ia terus berpikir tentang motor gede dalam foto, sama persis dengan motor gede yang ada villa Bogor, apalagi Baskoro menyebut villa Bogor. Clara mulai berpikir tentang semua ucapan Reka adalah benar, dan jika itu adalah villa yang di maksud. Siapa bayangan wanita yang ada di balik jendela? Pertanyaan itu terus berputar-putar di benak Clara, hingga membuatnya sulit memejamkan matanya. Sementara itu terlihat Adrian sudah tertidur lelap di sebelahnya, setelah beberapa jam lalu, berbagi peluh, penuh cinta dan gairah yang membuncah terlampiaskan. “Pagi sayang,” sapa Adrian, memeluk Clara dari belakang, di benamkannya kepalanya di ceruk leher istrinya. Clara yang saat itu berdiri di dapur dan sedang meyeduh teh terkejut. Tapi seketika tersenyum kecil di kala merasakan pelukan hangat Adrian. “Adrian, aku hari ada pekerjaan, menemui klien di Bogor, mungkin pulang agak malam,” izin Clara. Adrian, membalikan tubuh Clara,
“Papa Baskoro,” desis Clara dengan bibir bergetar, netranya terus mengamati jendela kamar. Baskoro menutup korden jendela, sehingga menyebabkan Clara, tidak bisa melihatnya lagi. Sementara itu Adrian yang mencemaskan Clara yang tidak bisa di hubungi, Adrian melacak ponsel Clara, yang menggunakan GPS. Mobil jeepnya berhenti mengikuti arah GPS. Adrian turun dari jeepnya, matanya tajam memandang sekeliling jalanan yang nampak gelap dan sepi. “Menurut GPS ponsel Clara berada di sini, lalu kemana dia? tidak ada hotel ataupun pekantoran di sini, hanya ada beberapa villa,” gerutu Adrian, mulai khawatir. Lalu ia mencoba menghubungi ponsel Clara. Tiba-tiba tidak jauh dari tempatnya berdiri terdengar nada dering. Di carinya sumber suara, tak jauh dari jalan, Adrian menemukan ponsel Clara, dengan cepat ponsel itu di ambilnya, kini perasaan khawatir tampak terlihat di wajahnya, dengan cepat Adrian menyusuri jalanan. Kini jeepnya berhenti di sebuah villa yang berjarak 30 meter. Dengan cepat Adria