Clara berusaha memejamkan matanya, sepulang dari rumah Baskoro, tapi ia terus berpikir tentang motor gede dalam foto, sama persis dengan motor gede yang ada villa Bogor, apalagi Baskoro menyebut villa Bogor. Clara mulai berpikir tentang semua ucapan Reka adalah benar, dan jika itu adalah villa yang di maksud. Siapa bayangan wanita yang ada di balik jendela? Pertanyaan itu terus berputar-putar di benak Clara, hingga membuatnya sulit memejamkan matanya. Sementara itu terlihat Adrian sudah tertidur lelap di sebelahnya, setelah beberapa jam lalu, berbagi peluh, penuh cinta dan gairah yang membuncah terlampiaskan. “Pagi sayang,” sapa Adrian, memeluk Clara dari belakang, di benamkannya kepalanya di ceruk leher istrinya. Clara yang saat itu berdiri di dapur dan sedang meyeduh teh terkejut. Tapi seketika tersenyum kecil di kala merasakan pelukan hangat Adrian. “Adrian, aku hari ada pekerjaan, menemui klien di Bogor, mungkin pulang agak malam,” izin Clara. Adrian, membalikan tubuh Clara,
“Papa Baskoro,” desis Clara dengan bibir bergetar, netranya terus mengamati jendela kamar. Baskoro menutup korden jendela, sehingga menyebabkan Clara, tidak bisa melihatnya lagi. Sementara itu Adrian yang mencemaskan Clara yang tidak bisa di hubungi, Adrian melacak ponsel Clara, yang menggunakan GPS. Mobil jeepnya berhenti mengikuti arah GPS. Adrian turun dari jeepnya, matanya tajam memandang sekeliling jalanan yang nampak gelap dan sepi. “Menurut GPS ponsel Clara berada di sini, lalu kemana dia? tidak ada hotel ataupun pekantoran di sini, hanya ada beberapa villa,” gerutu Adrian, mulai khawatir. Lalu ia mencoba menghubungi ponsel Clara. Tiba-tiba tidak jauh dari tempatnya berdiri terdengar nada dering. Di carinya sumber suara, tak jauh dari jalan, Adrian menemukan ponsel Clara, dengan cepat ponsel itu di ambilnya, kini perasaan khawatir tampak terlihat di wajahnya, dengan cepat Adrian menyusuri jalanan. Kini jeepnya berhenti di sebuah villa yang berjarak 30 meter. Dengan cepat Adria
“Baiklah, untuk memastikanya kita ke sana,” ajak Adrian. “Tidak, aku tidak setuju, itu mengganggu privasi Pak Baskoro. Aku yakin, wanita itu bukan Nilam, Aku mengenal Nilam, dia tidak mungkin mengkhianatiku,” timpal Hanggoro dengan sangat yakin. “Nilam, atau bukan, aku harus minta penjelasan Papa,” tukas Adrian, seraya bangkit dari duduknya. “Aku setuju dengan Adrian, kita sudah sampai di sini, dan harus tahu kebenarannya,” balas Clara seraya bengkit dari duduknya. ”Sebentar, aku akan berpamitan dulu pada Bram,” sambung Clara lagi, dengan melangkah menuju kamar Bram. “Clara, aku tunggu di mobil,” ucap Adrian, dengan melangkah menuju luar rumah, di ikuti Hanggoro. Clara mengetuk pintu kamar Bram, tak lama kemudian Bram membukakan pintu. “Bram, aku akan pergi, terima kasih atas pertolonganmu malam ini,” ucap Clara pelan, lalu berbalik, tapi langkahnya terhenti, karena pergelangan tangannya di pegang Bram, seketika Clara berbalik menatap Bram. “Clara, kapan kamu mengizinkan aku be
“Maafkan Ibu, Clara,” bisik Nilam lirih. Clara mengurai pelukannya, dalam hatinya ingin sekali mencerca beribu pertanyaan pada wanita yangg telah melahirkannya, tapi ia urungkan, ketika melihat air mata tak hentinya luruh pipi Nilam dan mata penyesalan tergambar jelas di mata Nilam. “Clara tidak mau menyalahkan ibu, melihat ibu berdiri di sini, di depan Clara, itu adalah suatu keajaiban, yang patut Clara syukuri, tidak perduli dengan keputusan ibu di masa lalu, yang terpenting saat ini Clara bisa memeluk ibu,” balas Clara. “Kamu anak baik Clara, semoga kamu bahagia,” bisik Nilam lirih, memeluk erat putrinya yang belasan tahun, tanpa tersentuh tangannya. Nilam, meraih tangan Clara dan membawanya untuk duduk di sofa, kini ibu dan anak itu duduk saling berhadapan, dan saling menggenggam. “Clara, waktu ibu tahu ternyata kamu menjalin hubungan dengan Adrian, ibu bahagia. Baskoro memberikan restu atas hubungan kalian, Baskoro selalu mengabari ibu tentang keadaanmu, mengirimkan foto-fo
Clara terduduk di lantai, tangisnya terisak, membayangkan nasib pernikahannya. “Bu Clara, ponsel anda berdering,” ujar wati asisten rumah tangga Clara. Clara bangkit dari duduknya, mencoba tenang, lalu melangkah menuju kamarnya, di raihnya ponsel diatas nakas samping tempat tidur, panggilan nomor tak di kenal, lalu Clara mengangkat ponselnya. “Hallo siapa ini?” suara Clara terdengar parau, menyapa seseorang di seberang ponsel. “Clara, ini Ibu, Ibu mendapatkan nomermu dari Papa Bas. Ibu ingin bertemu denganmu dan Jose, apa kamu bersedia membawa Jose ke rumah Papa Baskoro, Ibu menunggumu sore ini di sana,” ucap pelan Nilam. “Iya Bu, Aku dan Jose, sore ini akan menemui Ibu.” “Terima kasih Clara, sampai jumpa sere nanti,” ucap Nilam, kemudian menutup pembicaran lewat ponsel. Clara teringat dengan Hanggoro, sejak kemarin malam ia belum menemui atau mengetahui kabar ayahnya, yang sedang kecewa. Lalu di carinya nama ayahnya di layar ponsel dan mencoba menghubunginya, tapi nada sambung
Clara dan Adrian sampai di rumah Baskoro, terlihat Nilam dan Baskoro sudah menunggunya, Nilam tersenyum, melihat kedatangan Clara dan Adrian, mereka berjalan bertiga di tengahnya Jose di gandeng Clara dan Adrian. “Clara,” sapa Nilam, seraya memeluk Clara. Kemudian berganti menatap Adrian, dan menjulurkan tangannya, ”Apa kabar Adrian,” sapa Nilam, dengan tersenyum kecil. “Baik Bu Nilam,” balas Adrian singkat. Lalu Nilam, berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh mungil Jose, ”Hallo Jose, kenalkan Ibu Nilam, nenekmu,” sapa Nilam, seraya memeluk Jose. Jose, menatap dan tersenyum kecil, begitulah bocah berumur 4 tahun itu, lebih memlih tersenyum, ketika bertemu orang yang baru di kenalnya. Semuanya masuk ke dalam rumah, dan duduk di sofa, di hadapan mereka sudah tersedia minuman dan camilan, tampak semuanya masih canggung dengan situasi dan pertemuan ini. Clara mencoba untuk memecah keheningan. “Papa Bas, bolehkah kami menginap malam ini?” izin Clara. “Boleh dong Clara, jika k
Bramastio melajukan mobil sedan hitamnya menembus gelapnya malam, setelah melihat video viral, antara Nilam dan Reka, kini Bram tahu harus ada di pihak mana untuk mendapatkan Clara dan Jose kembali. Dengan wajah tegang, ia menuju ke sebuah kafe, beberapa jam kemudian, sampailah Bram di tempat yang di tuju, sebuah kafe berkonsep out door di atas sebuah rooftop, tempatnya sangat privasi. Bram mengarahkan pendangannya mencari seseorang, setelah menangkap sosok seorang wanita yang duduk di kursi dengan ekpresi marah, Bram pun mendekatinya. “Selamat malam Nyonya Reka,” sapa Bram dengan mengulum senyum. “Malam, jadi kamu mantan suami Clara?” tanya Reka, dengan tatapan penuh selidik pada lelaki berwajah tampan, postur tinggi dan berkulit putih. “Iya, saya Bramastio Himawan, mantan suami Clara dan ayah kandung Jose,” jawab Bram, sambil menjabat tangan Reka. Mereka pun saling berjabat tangan. “Woow, Clara Putri, di perebutkan dua CEO dari perusahaan besar. Clara memang cantik, cerdas, d
Bram, mengejar Clara yang terus berteriak minta tolong, beberapa staff dari resort juga ikut mengejar. Sekitar hampir lima belas menit, Bram berhasil mensejajarkan kudanya dengan kuda Clara. “Bram, tolong!” teriak Clara dengan cemas dan ketakutan. “Clara, sampai di hamparan rumput depan, melompatlah!” perintah Bram. “Tapi aku takut Bram.” “Jangan takut, lihatlah kudamu semakin tidak terkendali,” teriak Bram. Tapi Clara terus berteriak, dan memejamkan matanya, tanpa berpikir panjang, setelah sampai hamparan rerumputan, Bram melompat ke arah Clara, dan mereka berdua jatuh di hamparan rumput, sampai berguling-guling, dan akhirnya Bram bisa menghentikan tubuhnya seraya memeluk tubuh Clara. Kini tubuh Clara tepat di bawah tubuh Bram, untuk sesaat Bram menatap wajah cantik Clara, dan menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah Clara, wajah keduanya begitu dekat, Clara masih memejamkan mata, karena takut, tapi ketika menyadari bahwa tubuhnya di tindih Bram, ia pun segera memb
Bram, sampai di depan ruangan Fandi, tanpa mengetuk pintu, ia langsung masuk, Fandi terkejut dengan kehadiran Bram yang tampak begitu cemas.“Kak Bram, duduklah,” pinta Fandi, ia tahu persis maksud Bram menemuinya.Bram pun duduk, menghela nafas berat dan kemudian berucap.“Apakah benar, Jose harus tranplantasi jantung?” tanya Bram dengan bibir gemetar.“Benar Kak Bram, Jose mengalami lubang di pembuluh darah aorta yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh. Dari hasil pemeriksaan, sakit jantung Jose sudah sangat parah, pengobatan dan operasi sudah tidak memungkinkan, dan jalan satu-satunya adalah tranplantasi jantung,” jelas Fandi.“Berapa lama Jose bertahan?” tanya Bram.“Kita punya waktu satu bulan sampai kita mendapat donor jantung yang sesuai, kami sudah menghubungi Rumah Sakit Jantung Singapura, untuk mendapatkan donor jantung,” balas Fandi dengan serius.“Jika dalam satu bulan, Jose tidak mendapatkan donor jantung, apa yang terjadi?” tanya Bram lagi, kali ini jantungnya
Kaki Clara terasa lemas, Jose akan di tangani lima dokter sekaligus, pertanyaan sakit apa Jose, membayangi pikiran Clara. Langkahnya pelan, keluar dari ruangan Dokter Ridwan. Nilam yang menunggu Jose, juga terlihat cemas, ketika melihat Clara, seperti orang linglung.“Clara, Jose, baik-baik saja ‘kan?” tanya Nilam, menatap putrinya dengan tatapan dalam.“Tidak Bu, Jose tidak baik-baik saja, cobaan apalagi ini Bu, kenapa masalah suka sekali menghampiriku,” balas Clara, terlihat putus asa, ia menghempaskan pantatnya di kursi tunggu, lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, dan berlahan terdengar isakan tangis. Suara tangisan Clara, begitu memilukan, membuat Nilam bersedih, dan cemas akan keadaan Jose. Nilam duduk di sebelah Clara, di usapnya punggung Clara dengan lembut, seraya menunggu pernyataan dari dari putrinya, tentang sakit yang di derita Jose.“Adrian dan Baskoro suruh pulang, jika memang ini serius,” ujar Nilam pelan.Clara mendesah pelan, dan menghentikan tangis
Satu bulan setelah penculikan Jose, Clara dan Adrian lebih memperhatikan Jose, pengawasan ketat dilakukan, Clara tidak mau lengah lagi, ia masih tak menyangka, kalau Dinda yang melakukan penculikan. Clara dan Adrian selalu mencurahkan kasih sayangnya pada Jose. Clara juga mengizinkan Bram, ayah kandung Jose untuk sesekali bertemu dengan Jose.Setiap malam Clara menyempatkan menemani dan membacakan buku cerita pada Jose, sampai Jose tertidur pulas, seperti malam ini, dengan manjanya Jose menarik tangan Clara sambil berucap manja.“Mommy, ayo bacakan cerita kancil ke cebur sumur, dan di tolong sama gajah,” rengek Jose sambil bergelayut manja.“Okey, sayang, Jose sikat gigi dulu, lalu naik ke tempat tidur, nanti Mommy bacakan cerita,” balas Clara sambil menggandeng tangan mungil Jose.Jose pun menuruti apa yang di perintahkan Clara, dengan berlari kecil ia masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, dan setelah itu berajak naik ke tempat tidur dan di sana Clara sudah duduk bersanda
Clara dan Adrian hampir putus asa, sudah satu minggu lamanya Jose tidak di ketemukan, Pagi itu Clara masih duduk di tempat tidur, matanya sembab, di peluknya foto Jose, sesekali di pandanginya foto bocah umur lima tahun yang lucu itu. Adrian yang melihat keadaan Clara turut sedih, tapi dia lebih menfokuskan mencari Jose, tiap satu jam sekali dia menghubungi anak buahnya untuk memgetahui perkembangan pencarian Jose, tapi lagi-lagi nihil.“Clara, aku bawakan sarapan, kamu harus tetap makan, satu minggu ini makanmu tidak teratur,” ucap Adrian dengan membawa nampan berisi semangkuk bubur, dan segelas susu lalu di letakan di meja samping tempat tidur.Clara menatap sendu dan berujar, ”Adrian aku tak sanggup, jika harus kehilangan Jose.”“Jose, baik-baik saja, percayalah, sebentar lagi kita akan menemukannya,” ucap Adrian tangannya mengusap bulir bening yang mengalir di pipi Clara. Lalu di raihnya semangkuk bubur dan suap demi suap dimasukannya ke mulut Clara. Hari menjelang siang, Polisi
Lima bulan berlalu, Clara dan Adrian dengan susah payah melupakan kesedihannya kehilangan janin dalam kandungan Clara. Sementara Bram telah membayar kesalahannya di balik jeruji besi.Di kediaman Thomas terjadi keributan, Bram yang baru saja bebas dari penjara, pulang ke rumah dengan keadaan mabuk, melihat itu Thomas geram.“Tampaknya aku sudah tidak bisa berharap lagi pada Bram, cintanya pada Clara merusak jiwanya, satu–satunya harapanku hanya pada Jose, cucu laki-lakiku, aku akan berusaha merebut Jose dari tangan Clara, dan akan kuwariskan semua bisnisku kelak pada Jose,” ucap ThomasElin hanya terdiam, penyesalan menyelimuti dirinya, perceraian Bram dengan Clara, justru menghancurkan kehidupan Bram. Sekarang Clara menjalani kehidupan bahagia dengan Adrian.Sementara itu di rumah Baskoro, Clara sedang memperhatikan Jose yang sedang bermain-main dengan Baskoro dan Nilam. Clara yang berdiri di atas balkon kamar tersenyum bahagia menyaksikan Jose begitu akrab dengan kakek tirinya, la
Setelah kasus kematian Ki Darma terpecahkan, Clara dan Adrian kembali ke Jakarta, hari menjelang malam, udara terasa dingin, beberapa kali Clara menguap, ia pun menyandarkan kepalanya di bahu Adrian dan terlelap tidur, sementara Adrian terus fokus menyetir, melajukan kendaraannya meninggalkan kota Bandung.Beberapa jam kemudian mereka sampai, Adrian membangunkan Clara.“Sayang, kita sudah sampai,” ucap pelan Adrian dengan lembut, sambil mengusap-usap pipi Clara. Sehingga membuat Clara terbangun dan mengerjab-ngerjabkan matanya, yang masih sedikit kabur.“Di mana ini?”“Di apartemen, besok kita ke rumah ayahmu, dan bertemu Jose, lalu kita akan jalan-jalan bertiga bersama Jose, kamu pasti sudah kangen ‘kan hampir dua minggu tidak ketemu Jose.”“Iya, Adrian aku kangen banget ingin cium pipi tembemnya,” sahut Clara sambil tersenyum, membayangkan wajah imut yang mengemaskan.Adrian dan Clara masuk ke dalam apartemen, setelah membersihkan diri, Adrian duduk di sofa depan televisi, matanya t
Clara memutuskan tinggal di rumah Ki Darma, yang sekarang menjadi miliknya, setelah polisi memberinya izin. Penyelidikan polisi masih berlanjut, tapi Clara juga tidak mau tinggal diam saja, apalagi petunjuk tentang kematian Kakeknya sudah jelas, satu-satunya orang yang Clara curigai adalah Mala dan ada kemungkinan bekerja sama dengan Pak Iwan.Clara hampir tak percaya, Mala sudah di anggap sahabatnya, dan Pak Iwan sudah puluhan tahun mengabdi pada Ki Darma mampu berkhianat. Clara menceritakan semuanya pada Adrian, dan Adrian berjanji akan menemani Clara dalam menyelesaikan kasus ini.“Sayang, aku akan Ke Bandung dua hari lagi, kamu harus hati-hati, ada kemungkinan pelaku juga akan menyakitimu,” pesan Adrian lewat telefon“Okey, aku akan hati-hati,” jawab Clara dan menutup pembicaraan lewat ponsel.Pagi itu Clara menunggu kedatangan Pak Satria yang berjanji akan memperlihatkan aset-aset Ki Darma. Akhirnya yang di tunggu pun datang.“ Pagi, Clara,” sapa Pak Satria pada Clara.“Pagi Pak
Dua minggu sudah, Clara dan Adrian pergi bulan madu yang kedua, kebahagian masih terpancar di mata mereka, Adrian lebih perhatian pada Clara, cintanya semakin kuat terpatri di hatinya, untuk satu-satunya wanita yang membuatnya berubah menjadi manusia yang lebih baik. Sepulang dari Eropa, mereka langsung menemui Jose.Clara langsung memeluk bocah kescil itu, kecupan dan ciuman sayang di daratkan di wajah mungilnya, demikian juga dengan Adrian di peluknya tubuh gendut dan pipi tembem Jose, dekapan seorang ayah diberikannya pada Jose. Tiba-tiba kebahagian mereka terusik dengan kabar duka. Clara mendapat telefon dari Bi Anah, bahwa Ki Darma meninggal dunia. Clara shock mendengar hal itu, ia teringat terakhir kali memeluk Kakeknya, sebelum Clara pergi ke Eropa. Clara tidak percaya kalau itu adalah pelukan terakhir untuk Kakeknya.Clara menangis histeris, di pelukan Adrian.“Sudah Clara, jangan bersedih, kita harus segera ke Bandung untuk pemakaman Ki Darma,” ucap Adrian dan memapah Clara k
Pagi menyapa, Adrian dan team pengacara datang ke kantor polisi, dan menyerahkan hasil rekaman. Setelah polisi memutar video rekaman di laptop dan meneliti keasliannya, maka segeralah di ambil keputusan untuk penyelidikan kembali dan membebaskan Clara.Pak Adrian, apa bapak memiliki musuh?” tanya polisi dengan tegas.“Tidak, pak. Selama ini saya menjalankan bisnis dengan baik, saya merasa tidak punya musuh,” jelas Adrian.“Baiklah, kami akan melakukan penyelidikan lagi, siapa dua orang bertopeng itu?” kata polisi dengan tegas dan serius.Kemudian, polisi membuatkan surat pernyataan pembebasan terhadap Clara, kurang dari satu jam, terlihat Clara dengan di kawal seorang polwan, menemui Adrian dan Yusuf.“Selamat Bu Clara. Anda di bebaskan, dan kasus di buka lagi, polisi akan memburu pelaku sebenarnya,” ucap Pak Yusuf dengan menjabat tangan ClaraClara membalas jabatan tangan Yusuf sembari berucap, ”Terima kasih Pak Yusuf.”Kemudian pandangannya beralih pada Adrian, dan langsung memelu