Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, persiapan pernikahan Adrian dan Clara sudah dilakukan. Dengan bantuan jasa wedding organizer, membuat Adrian dan Clara lebih mudah dalam melakukan persiapan pernikahan, kebahagian terpancar di kedua mata mereka demikian juga Baskoro, Hanggoro dan Atik, menjelang pernikahan kedua belah pihak keluarga sering bertemu dan ini menambah keakraban kedua keluarga. “Ada yang kurang dalam keluarga kita, Kakek belum membuka hati untuk menerima Ayah, dan juga Mama Reka belum merestui pernikahan kita,” keluh Clara. “Jangan khawatir Clara, Papa akan bicara pada Mamanya Adrian dan Ki Darma. Bagaimana pun, kami sudah bersahabat sejak lama, dan impiannya adalah melihatmu menikah dengan Adrian. Papa pastikan Ki Darma akan datang di hari pernikahanmu,” ucap Baskoro mencoba menghibur Clara yang nampak sedih, karena hubungan Ayah Hanggoro dan Kakeknya belum membaik dan juga Reka mamanya Adrian, belum memberi restu. “Tuh ‘kan, Papa sudah janji, jangan be
Tok!..tok!... pintu kamar hotel di ketuk oleh seseorang, Adrian dan Clara saling pandang. “Apa kamu pesan sesuatu ?” tanya Adrian, pada Clara. “Tidak,” balas Clara, kepalanya menggeleng pelan “Sebentar, biar aku yang buka,” ucap Adrian, seraya bangkit dari sofa, dan menuju pintu. ”Siapa?” tanya Adrian pada seseorang di balik pintu. “Mama, Adrian.” Adrian langsung membuka pintu, begitu mendengar suara mamanya. “Mama,” sapa Adrian. Reka, memasuki kamar, tanpa di minta Adrian, terlihat Clara terkejut, tapi ia berusaha bersikap tenang, dan menghampiri Mama mertuanya. “Selamat malam Mama Reka,” sapa Clara pelan, sambil memeluk Reka. Untuk sesat Reka terdiam, lalu melangkahkan kakinya menuju sofa, dengan pelan ia menghempaskan tubuhnya di sofa. “Kebetulan Mama ada pameran lukisan di Labuan Bajo, dan Papamu bilang kamu bulan madu di sini, jadi Mama putuskan menemui kalian,” kata Reka, netranya menatap bergantian Clara dan Adrian yang duduk di tepi ranjang. “Kenapa Mama tidak datang
Clara terkejut, mendengar penawaran Reka. Lalu dengan pelan ia berbicara. “Tapi, jika Mama salah atas dugaan Ibu Nilam yang masih hidup dan bersama Papa Bas, apakah Mama akan merestui pernikahanku dengan Adrian,” balas Clara ragu. “Iya, aku akan memberi restu, bahkan, kamu akan aku hadiahi sebuah galeri lukisan yang ada di Jakarta sebagai hadiah pernikahan kalian, tapi jika Nilam ibumu terbukti masih hidup dan menjalin hubungan dengan Baskoro, kamu harus bersedia berpisah dari Adrian, karena aku tidak ingin mempunyai menantu anak seoarang pelakor seperti Nilam.” Reka berucap dengan nada tegas. Clara terdiam, cukup lama ia masih memikirkan tentang keingian Reka, pernikahannya dengan Adrian di pertaruhkan, tapi ia begitu penasaran atas ucapan Reka, dan Clara juga yakin, jika Ibunya telah meninggal. “Baik, Ma. Clara, menyetujui kesepakatan ini,” balas Clara masih ragu tapi menyanggupi persyaratan Reka. “Baguslah, aku harap kamu menepati janjimu itu,” timpal Reka. Reka bangkit dari
“Hah sudahlah, tidak ada gunanya berdebat dengan kalian, jika belum ada bukti,” ucap Reka, sambil berjalan menuju dapur mengabaikan Hanggoro, Atik dan Adrian serta Clara. ”Aku ke sini, minta air panas. Adrian besok suruh orang untuk pasang kompor di apartemen Mama,” pinta Reka, sambil menyalakan kompor, dan merebus air, setelah mendidih dituangkan di sebuah cangkir. “Iya Ma, besok Adrian, akan suruh orang untuk memasang kompor dan keperluan lainnya yang Mama butuhkan,” jawab Adrian. “Ya sudah, aku permisi dulu, silakan lanjutkan makan malamnya,” ucap Reka, sambil melangkah keluar apartemen. Hanggoro, Atik dan Clara serta Adrian melanjutkan makan malam mereka, susana begitu hening, hanya terdengar suara dentingan sendok, dan garpu yang beradu dengan piring, mereka tenggelam pada pikiran masing-masing, terutama Hanggoro, jauh di dalam hatinya, ia terusik dengan pernyataan Reka, tentang Nilam istrinya. Seusai makan malam Hangoro dan Atik duduk di sofa. “Adrian, Clara, ayah ingin bic
Tidak lama kemudian security kembali dengan membawa satu botol besar air, dan memberikannya pada Clara. “Ini air yang kamu butuhkan, cepatlah pergi, nanti bosku marah, jika melihat orang asing ke sini!” perintah security. “Memangnya siapa pemilik villa ini?” tanya Clara. “Sudah, jangan banyak tanya, cepat pergi!” perintah security kesal. “Oke, terima kasih,” balas Clara, sambil meraih botol. Clara kembali berjalan menuju mobil, terlihat Reka turun dari mobil. “Clara, apa kamu melihat sesuatu yang mencurigakan?” tanya Reka penasaran. “Tidak, Ma. Villa tampak sepi, juga tidak ada mobil terparkir di situ, tapi aku sempat melihat bayangan seorang wanita dari balik jendela kamar atas,” jelas Clara. Reka berdecak kesal, ”Baskoro memang lihai menyembunyikan Nilam, tapi aku yakin, kali ini pasti akan terbukti semua kecurigaanku, tapi kita tidak bisa seharian di sini,” ucap Reka, sambil mengedarkan pandangananya di sekeliling vila. “Ma, kita pulang yuk, hari sudah menjelang sore, Mam
Clara berusaha memejamkan matanya, sepulang dari rumah Baskoro, tapi ia terus berpikir tentang motor gede dalam foto, sama persis dengan motor gede yang ada villa Bogor, apalagi Baskoro menyebut villa Bogor. Clara mulai berpikir tentang semua ucapan Reka adalah benar, dan jika itu adalah villa yang di maksud. Siapa bayangan wanita yang ada di balik jendela? Pertanyaan itu terus berputar-putar di benak Clara, hingga membuatnya sulit memejamkan matanya. Sementara itu terlihat Adrian sudah tertidur lelap di sebelahnya, setelah beberapa jam lalu, berbagi peluh, penuh cinta dan gairah yang membuncah terlampiaskan. “Pagi sayang,” sapa Adrian, memeluk Clara dari belakang, di benamkannya kepalanya di ceruk leher istrinya. Clara yang saat itu berdiri di dapur dan sedang meyeduh teh terkejut. Tapi seketika tersenyum kecil di kala merasakan pelukan hangat Adrian. “Adrian, aku hari ada pekerjaan, menemui klien di Bogor, mungkin pulang agak malam,” izin Clara. Adrian, membalikan tubuh Clara,
“Papa Baskoro,” desis Clara dengan bibir bergetar, netranya terus mengamati jendela kamar. Baskoro menutup korden jendela, sehingga menyebabkan Clara, tidak bisa melihatnya lagi. Sementara itu Adrian yang mencemaskan Clara yang tidak bisa di hubungi, Adrian melacak ponsel Clara, yang menggunakan GPS. Mobil jeepnya berhenti mengikuti arah GPS. Adrian turun dari jeepnya, matanya tajam memandang sekeliling jalanan yang nampak gelap dan sepi. “Menurut GPS ponsel Clara berada di sini, lalu kemana dia? tidak ada hotel ataupun pekantoran di sini, hanya ada beberapa villa,” gerutu Adrian, mulai khawatir. Lalu ia mencoba menghubungi ponsel Clara. Tiba-tiba tidak jauh dari tempatnya berdiri terdengar nada dering. Di carinya sumber suara, tak jauh dari jalan, Adrian menemukan ponsel Clara, dengan cepat ponsel itu di ambilnya, kini perasaan khawatir tampak terlihat di wajahnya, dengan cepat Adrian menyusuri jalanan. Kini jeepnya berhenti di sebuah villa yang berjarak 30 meter. Dengan cepat Adria
“Baiklah, untuk memastikanya kita ke sana,” ajak Adrian. “Tidak, aku tidak setuju, itu mengganggu privasi Pak Baskoro. Aku yakin, wanita itu bukan Nilam, Aku mengenal Nilam, dia tidak mungkin mengkhianatiku,” timpal Hanggoro dengan sangat yakin. “Nilam, atau bukan, aku harus minta penjelasan Papa,” tukas Adrian, seraya bangkit dari duduknya. “Aku setuju dengan Adrian, kita sudah sampai di sini, dan harus tahu kebenarannya,” balas Clara seraya bengkit dari duduknya. ”Sebentar, aku akan berpamitan dulu pada Bram,” sambung Clara lagi, dengan melangkah menuju kamar Bram. “Clara, aku tunggu di mobil,” ucap Adrian, dengan melangkah menuju luar rumah, di ikuti Hanggoro. Clara mengetuk pintu kamar Bram, tak lama kemudian Bram membukakan pintu. “Bram, aku akan pergi, terima kasih atas pertolonganmu malam ini,” ucap Clara pelan, lalu berbalik, tapi langkahnya terhenti, karena pergelangan tangannya di pegang Bram, seketika Clara berbalik menatap Bram. “Clara, kapan kamu mengizinkan aku be
Bram, sampai di depan ruangan Fandi, tanpa mengetuk pintu, ia langsung masuk, Fandi terkejut dengan kehadiran Bram yang tampak begitu cemas.“Kak Bram, duduklah,” pinta Fandi, ia tahu persis maksud Bram menemuinya.Bram pun duduk, menghela nafas berat dan kemudian berucap.“Apakah benar, Jose harus tranplantasi jantung?” tanya Bram dengan bibir gemetar.“Benar Kak Bram, Jose mengalami lubang di pembuluh darah aorta yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh. Dari hasil pemeriksaan, sakit jantung Jose sudah sangat parah, pengobatan dan operasi sudah tidak memungkinkan, dan jalan satu-satunya adalah tranplantasi jantung,” jelas Fandi.“Berapa lama Jose bertahan?” tanya Bram.“Kita punya waktu satu bulan sampai kita mendapat donor jantung yang sesuai, kami sudah menghubungi Rumah Sakit Jantung Singapura, untuk mendapatkan donor jantung,” balas Fandi dengan serius.“Jika dalam satu bulan, Jose tidak mendapatkan donor jantung, apa yang terjadi?” tanya Bram lagi, kali ini jantungnya
Kaki Clara terasa lemas, Jose akan di tangani lima dokter sekaligus, pertanyaan sakit apa Jose, membayangi pikiran Clara. Langkahnya pelan, keluar dari ruangan Dokter Ridwan. Nilam yang menunggu Jose, juga terlihat cemas, ketika melihat Clara, seperti orang linglung.“Clara, Jose, baik-baik saja ‘kan?” tanya Nilam, menatap putrinya dengan tatapan dalam.“Tidak Bu, Jose tidak baik-baik saja, cobaan apalagi ini Bu, kenapa masalah suka sekali menghampiriku,” balas Clara, terlihat putus asa, ia menghempaskan pantatnya di kursi tunggu, lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, dan berlahan terdengar isakan tangis. Suara tangisan Clara, begitu memilukan, membuat Nilam bersedih, dan cemas akan keadaan Jose. Nilam duduk di sebelah Clara, di usapnya punggung Clara dengan lembut, seraya menunggu pernyataan dari dari putrinya, tentang sakit yang di derita Jose.“Adrian dan Baskoro suruh pulang, jika memang ini serius,” ujar Nilam pelan.Clara mendesah pelan, dan menghentikan tangis
Satu bulan setelah penculikan Jose, Clara dan Adrian lebih memperhatikan Jose, pengawasan ketat dilakukan, Clara tidak mau lengah lagi, ia masih tak menyangka, kalau Dinda yang melakukan penculikan. Clara dan Adrian selalu mencurahkan kasih sayangnya pada Jose. Clara juga mengizinkan Bram, ayah kandung Jose untuk sesekali bertemu dengan Jose.Setiap malam Clara menyempatkan menemani dan membacakan buku cerita pada Jose, sampai Jose tertidur pulas, seperti malam ini, dengan manjanya Jose menarik tangan Clara sambil berucap manja.“Mommy, ayo bacakan cerita kancil ke cebur sumur, dan di tolong sama gajah,” rengek Jose sambil bergelayut manja.“Okey, sayang, Jose sikat gigi dulu, lalu naik ke tempat tidur, nanti Mommy bacakan cerita,” balas Clara sambil menggandeng tangan mungil Jose.Jose pun menuruti apa yang di perintahkan Clara, dengan berlari kecil ia masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, dan setelah itu berajak naik ke tempat tidur dan di sana Clara sudah duduk bersanda
Clara dan Adrian hampir putus asa, sudah satu minggu lamanya Jose tidak di ketemukan, Pagi itu Clara masih duduk di tempat tidur, matanya sembab, di peluknya foto Jose, sesekali di pandanginya foto bocah umur lima tahun yang lucu itu. Adrian yang melihat keadaan Clara turut sedih, tapi dia lebih menfokuskan mencari Jose, tiap satu jam sekali dia menghubungi anak buahnya untuk memgetahui perkembangan pencarian Jose, tapi lagi-lagi nihil.“Clara, aku bawakan sarapan, kamu harus tetap makan, satu minggu ini makanmu tidak teratur,” ucap Adrian dengan membawa nampan berisi semangkuk bubur, dan segelas susu lalu di letakan di meja samping tempat tidur.Clara menatap sendu dan berujar, ”Adrian aku tak sanggup, jika harus kehilangan Jose.”“Jose, baik-baik saja, percayalah, sebentar lagi kita akan menemukannya,” ucap Adrian tangannya mengusap bulir bening yang mengalir di pipi Clara. Lalu di raihnya semangkuk bubur dan suap demi suap dimasukannya ke mulut Clara. Hari menjelang siang, Polisi
Lima bulan berlalu, Clara dan Adrian dengan susah payah melupakan kesedihannya kehilangan janin dalam kandungan Clara. Sementara Bram telah membayar kesalahannya di balik jeruji besi.Di kediaman Thomas terjadi keributan, Bram yang baru saja bebas dari penjara, pulang ke rumah dengan keadaan mabuk, melihat itu Thomas geram.“Tampaknya aku sudah tidak bisa berharap lagi pada Bram, cintanya pada Clara merusak jiwanya, satu–satunya harapanku hanya pada Jose, cucu laki-lakiku, aku akan berusaha merebut Jose dari tangan Clara, dan akan kuwariskan semua bisnisku kelak pada Jose,” ucap ThomasElin hanya terdiam, penyesalan menyelimuti dirinya, perceraian Bram dengan Clara, justru menghancurkan kehidupan Bram. Sekarang Clara menjalani kehidupan bahagia dengan Adrian.Sementara itu di rumah Baskoro, Clara sedang memperhatikan Jose yang sedang bermain-main dengan Baskoro dan Nilam. Clara yang berdiri di atas balkon kamar tersenyum bahagia menyaksikan Jose begitu akrab dengan kakek tirinya, la
Setelah kasus kematian Ki Darma terpecahkan, Clara dan Adrian kembali ke Jakarta, hari menjelang malam, udara terasa dingin, beberapa kali Clara menguap, ia pun menyandarkan kepalanya di bahu Adrian dan terlelap tidur, sementara Adrian terus fokus menyetir, melajukan kendaraannya meninggalkan kota Bandung.Beberapa jam kemudian mereka sampai, Adrian membangunkan Clara.“Sayang, kita sudah sampai,” ucap pelan Adrian dengan lembut, sambil mengusap-usap pipi Clara. Sehingga membuat Clara terbangun dan mengerjab-ngerjabkan matanya, yang masih sedikit kabur.“Di mana ini?”“Di apartemen, besok kita ke rumah ayahmu, dan bertemu Jose, lalu kita akan jalan-jalan bertiga bersama Jose, kamu pasti sudah kangen ‘kan hampir dua minggu tidak ketemu Jose.”“Iya, Adrian aku kangen banget ingin cium pipi tembemnya,” sahut Clara sambil tersenyum, membayangkan wajah imut yang mengemaskan.Adrian dan Clara masuk ke dalam apartemen, setelah membersihkan diri, Adrian duduk di sofa depan televisi, matanya t
Clara memutuskan tinggal di rumah Ki Darma, yang sekarang menjadi miliknya, setelah polisi memberinya izin. Penyelidikan polisi masih berlanjut, tapi Clara juga tidak mau tinggal diam saja, apalagi petunjuk tentang kematian Kakeknya sudah jelas, satu-satunya orang yang Clara curigai adalah Mala dan ada kemungkinan bekerja sama dengan Pak Iwan.Clara hampir tak percaya, Mala sudah di anggap sahabatnya, dan Pak Iwan sudah puluhan tahun mengabdi pada Ki Darma mampu berkhianat. Clara menceritakan semuanya pada Adrian, dan Adrian berjanji akan menemani Clara dalam menyelesaikan kasus ini.“Sayang, aku akan Ke Bandung dua hari lagi, kamu harus hati-hati, ada kemungkinan pelaku juga akan menyakitimu,” pesan Adrian lewat telefon“Okey, aku akan hati-hati,” jawab Clara dan menutup pembicaraan lewat ponsel.Pagi itu Clara menunggu kedatangan Pak Satria yang berjanji akan memperlihatkan aset-aset Ki Darma. Akhirnya yang di tunggu pun datang.“ Pagi, Clara,” sapa Pak Satria pada Clara.“Pagi Pak
Dua minggu sudah, Clara dan Adrian pergi bulan madu yang kedua, kebahagian masih terpancar di mata mereka, Adrian lebih perhatian pada Clara, cintanya semakin kuat terpatri di hatinya, untuk satu-satunya wanita yang membuatnya berubah menjadi manusia yang lebih baik. Sepulang dari Eropa, mereka langsung menemui Jose.Clara langsung memeluk bocah kescil itu, kecupan dan ciuman sayang di daratkan di wajah mungilnya, demikian juga dengan Adrian di peluknya tubuh gendut dan pipi tembem Jose, dekapan seorang ayah diberikannya pada Jose. Tiba-tiba kebahagian mereka terusik dengan kabar duka. Clara mendapat telefon dari Bi Anah, bahwa Ki Darma meninggal dunia. Clara shock mendengar hal itu, ia teringat terakhir kali memeluk Kakeknya, sebelum Clara pergi ke Eropa. Clara tidak percaya kalau itu adalah pelukan terakhir untuk Kakeknya.Clara menangis histeris, di pelukan Adrian.“Sudah Clara, jangan bersedih, kita harus segera ke Bandung untuk pemakaman Ki Darma,” ucap Adrian dan memapah Clara k
Pagi menyapa, Adrian dan team pengacara datang ke kantor polisi, dan menyerahkan hasil rekaman. Setelah polisi memutar video rekaman di laptop dan meneliti keasliannya, maka segeralah di ambil keputusan untuk penyelidikan kembali dan membebaskan Clara.Pak Adrian, apa bapak memiliki musuh?” tanya polisi dengan tegas.“Tidak, pak. Selama ini saya menjalankan bisnis dengan baik, saya merasa tidak punya musuh,” jelas Adrian.“Baiklah, kami akan melakukan penyelidikan lagi, siapa dua orang bertopeng itu?” kata polisi dengan tegas dan serius.Kemudian, polisi membuatkan surat pernyataan pembebasan terhadap Clara, kurang dari satu jam, terlihat Clara dengan di kawal seorang polwan, menemui Adrian dan Yusuf.“Selamat Bu Clara. Anda di bebaskan, dan kasus di buka lagi, polisi akan memburu pelaku sebenarnya,” ucap Pak Yusuf dengan menjabat tangan ClaraClara membalas jabatan tangan Yusuf sembari berucap, ”Terima kasih Pak Yusuf.”Kemudian pandangannya beralih pada Adrian, dan langsung memelu