Setelah memberikan perintah itu, Valerio bergegas menuju pinggiran kota.Adrian duduk di kursi samping kemudi, merasa pusing karena mobil melaju terlalu cepat. Dia mencengkeram pegangan mobil dengan erat lalu menoleh ke arah Valerio."Rio, tenanglah. Kalau mobil melaju lebih cepat dari mobil sport, bannya akan terbakar!"Valerio tidak memedulikan perkataan Adrian. Dia hanya memikirkan satu hal, yaitu menemukan Briella sesegera mungkin. Dia harus menjelaskan kepada Briella semua kesalahpahaman yang terjadi sebelum semuanya terlambat.Ekspresi pria itu sangat dingin dan menunjukkan tekad yang kuat.Adrian menekan dadanya, mencoba menahan perasaan di tubuhnya yang ingin muntah. Tiba-tiba terdengar sirene di belakang. Dia melihat ke belakang melalui kaca mobil, di mana sudah ada petugas polisi lalu lintas yang mengikuti mobil mereka. Salah satu dari mereka terus mengatakan nomor mobil Valerio melalui pengeras suara, memerintahkannya untuk segera berhenti.Alih-alih berhenti, Valerio malah
"Rio, bicarakan baik-baik." Adrian menghentikan Valerio agar berhenti mencekik Klinton. "Kalau begini, kamu akan membunuhnya!"Adrian berdiri di antara kedua pria itu dan memeluk Valerio dengan erat. Ketiga pria itu basah kuyup, tetapi tidak terlihat ada tanda-tanda kalau mereka akan mundur. Hujan turun makin deras dan kedua pria yang berada dalam kebuntuan itu saling menatap penuh kebencian, seakan ingin membunuh satu sama lain."Masuk ke mobil." Valerio memerintahkan sambil mendorong Adrian. "Jangan sampai kamu terluka."Adrian mendesak, "Rio, bukannya kita mau cari Briella? Kenapa malah berkelahi sama Klinton? Jangan membuang waktu di sini. Kita saja masih nggak tahu Briella pergi ke mana!"Setelah mengatakan itu, Adrian menarik Valerio dan dengan susah payah membawanya ke mobil."Kita sudah memastikan kalau kamu itu ayah kandung Zayden. Ini berita bagus dan Briella itu seorang wanita dan seorang ibu. Dia pasti nggak akan membiarkan anaknya berpisah denganmu. Setelah menemukan Briel
Klinton mengutarakan pendapatnya dengan bijaksana. Dia tidak tega menyakiti Briella dan Zayden, tetapi dia juga menyayangi Davira. Setelah mengetahui kebenarannya, dia segera memberikan tanggapan terbaik."Saranku, anak itu harus kembali ke mari karena dia adalah keturunan Keluarga Regulus. Kita bisa memberikan jumlah yang besar untuk Briella agar bersedia memutuskan hubungannya dengan anak itu. Kita juga melakukan sikap yang sama terhadap bayi yang masih dikandungnya."Rieta mengerutkan kening dan mengutuk Briella jutaan kali dalam benaknya. Berita ini adalah salah satu kegagalan besar dalam rencananya yang sempurna. Bersamaan dengan itu, dia pun jadi sangat membenci Zayden.Ia menekan rasa benci di dalam hatinya dan mengatakan, "Kalau seperti itu, Davira yang akan dirugikan. Dia akan menjadi ibu dari dua anak setelah menikah nanti. Apa kamu pernah menanyakan kepadanya, apakah ini kehidupan yang dia inginkan?"Davira menatap Klinton dengan raut wajah pasrah.Memang benar kalau ini buk
Rieta mengangguk puas setelah mendengar jawaban Klinton. "Bagus. Bagaimanapun juga, Zayden adalah keturunan Keluarga Regulus. Seperti kata Klinton, anak-anak nggak bersalah. Setelah selesai mengurus masalah pernikahan Davira dan Rio, kita akan menjemputnya kembali ke Keluarga Regulus. Keluarga Regulus nggak mungkin membiarkan keturunannya berada di luar sana. Biarkan Briella menyebutkan berapa pun jumlah yang dia inginkan."Pikiran Rieta juga terus memikirkan rencana lain. Kalau bisa mengendalikan anak itu, bukankah akan lebih mudah baginya untuk mengendalikan Briella?Mungkin kehadiran anak itu bukanlah sesuatu yang buruk.Klinton dan Davira mengangguk, setuju dengan apa yang dikatakan Rieta.Itu memang cara terbaik untuk mengatasi masalah yang muncul saat ini.Klinton berdiri dan mengangguk hormat ke arah Rieta. "Baiklah, kita lakukan saja seperti ini."Rieta mengambil cangkir teh, lalu menuangkannya ke dalam gelas miliknya. Dia menyesapnya perlahan. "Klinton, apa kamu bisa memberita
Pintu kamar terbuka dan Gita pun mengintip siapa yang ada di luar. Dia merasa sangat senang saat melihat Briella dan Zayden. Dia pun menarik mereka untuk masuk ke dalam."Lala, akhirnya kamu muncul juga. Kami mencarimu selama beberapa hari ini. Apa yang terjadi sebenarnya?"Briella terlihat sedikit lelah, menjawab sambil mengelus kepala Zayden, "Sayang, masuk ke kamarmu dulu. Ada yang ingin Mama dan Ibu bicarakan, ya?"Zayden mengangguk mengerti. Dia memberi pesan pada Gita, "Ibu, tolong bantu Lala menjernihkan pikiran. Sepertinya dia mengalami sedikit masalah. Apa pun yang terjadi, kita akan tetap menyayanginya. Bukankah begitu?"Setelah mendengar apa yang dikatakan Zayden, Gita bahkan hampir menangis, merasa ini pertama kalinya dia menangis karena mendengar perkataan seorang anak kecil."Tentu saja. Zayden, kamu tahu nggak? Mama kamu adalah wanita super dan hidupnya diberkahi oleh Tuhan! Jadi, jangan khawatir dengan Mama mu, ya?"Zayden mengangguk dan menoleh ke arah Briella. Dia bar
"Apa katamu? Nathan anak dari ibu tirinya Valerio? Astaga, pantas saja mereka berdua nggak pernah akur dan selalu bermusuhan."Mata Gita membelalak kaget, seolah-olah dia baru saja mengetahui berita yang sangat menggemparkan.Briella mengangguk dan menjawab, "Makanya aku memutuskan buat meninggalkan mereka. Mungkin aku harus menghadapi semuanya sendiri dan belajar menyelesaikan masalah sendiri. Ketika aku sudah benar-benar kuat dan mampu, aku nggak akan diganggu siapa pun lagi."Gita menganggukkan kepala, setuju dengan pemikiran Briella. "Tapi Lala, apa kamu sudah benar-benar memikirkannya? Kamu harus tahu, dengan meninggalkan tempat ini, kamu meninggalkan pendukung dan sandaran yang kuat. Apa pun yang terjadi, Valerio tetap bersedia membantumu saat kamu dalam kesulitan."Briella menggelengkan kepalanya. "Aku nggak bisa terus mengandalkan orang lain. Selama ini aku selalu mengandalkan Valerio untuk menjagaku dan memberiku uang. Anak dan ibuku bahkan harus mengandalkan bantuan orang lai
Zayden menoleh ke arah Klinton dan menarik pakaian luar Briella untuk bersembunyi."Mama, ini di mana? Kenapa kita datang ke mari?"Briella menggenggam tangan Zayden dan berkata dengan lembut, "Sayang, ini rumah Om Klinton. Ini juga tempat tinggal sementara kita. Kita tinggal di sini dulu, ya?"Zayden memeluk Briella dan berhambur ke dalam pelukannya, "Di mana pun Mama berada, Zayden akan selalu bersama Mama."Mendengar itu, hidung Briella terasa masam. Dia pun mengusap kepala Zayden dengan penuh kasih sayang.Sejak kecil, Zayden memang selalu tinggal secara berpindah-pindah bersama Briella. Briella sampai berada pada situasi semacam ini, jadi Zayden ingin terus menjadi orang yang selalu menemani Briella. Kalau Briella tidak berusaha untuk menjadi lebih kuat, dia hanya akan makin merasa bersalah kepada Zayden.Briella sangat berterima kasih kepada Zayden karena sudah memilih untuk menjadi anaknya.Hati Briella terasa hangat saat memikirkan semua ini di dalam benaknya. Ini adalah satu-s
Klinton meraih pergelangan tangan Briella dan membantu menenangkannya.Briella terdiam sejenak. Apa memang begitu? Valerio hanya memiliki rasa bersalah kepadanya. Kebaikannya kepada Briella karena ingin menebus rasa bersalah di dalam hatinya, agar Briella memiliki penilaian yang baik kepadanya?"Briella, ini saatnya kamu sadar. Masa depanmu cerah. Tetap tinggal di sisi pria yang sudah punya pasangan hanya akan menguras tenaga dan pikiranmu."Klinton bergumam pelan dengan sikap tenang. Sepertinya perkataannya cukup berguna, karena mengalirkan kekuatan yang mampu menenangkan Briella.Briella terus mengobati luka di wajah Klinton. Tatapannya setenang air, seperti danau di bawah cahaya bintang malam yang terang, terlihat begitu menawan.Klinton menatap matanya sejenak dan merasakan ada sesuatu yang menggetarkan.Briella memang berbeda, sampai bisa membuat Valerio berjuang untuk melindunginya. Briella memang memiliki semacam sihir yang mampu membuat setiap pria ingin mendekat padanya.Briel