Home / Fantasi / Roh Dewa Perang / Kalung Rasi Bintang

Share

Kalung Rasi Bintang

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Mata tajam Arsa begitu awas melihat kedatangan empat orang dewa yang sama kuat seperti dirinya. Pun dengan Hara yang memegang erat tangan suaminya. Sangat mudah diprediksi jika sebentar lagi akan pecah pertarungan besar. Empat lawan satu, sudah jelas siapa yang akan menang. Sebab lawan Arsa sama tangguhnya.

“Suamiku, sudah, relakan saja kalau memang aku harus dicambuk. Sepertinya hukuman ini tidak akan pernah bisa aku elakkan, walau bukan aku pelakunya.” Tubuh Hara gemetar ketika melihat empat dewa besar itu mengeluarkan masing-masing pedangnya.

“Bagaimana kalau kita mati bersama saja, Istriku.” Arsa tersenyum.

Lalu dari tangan kanannya muncul sebuah pusaran energi berwarna biru dan lama-lama membentuk sebuah pedang dengan ukuran yang lebih besar. Pedang itu yang ia gunakan untuk menutup portal iblis.

“Tidak. Kau dewa perang, kau sangat penting bagi umat manusia. Tidak denganku yang hanya dewi kecil.” Tiba-tiba saja tubuh lembut Hara terbang dan mendarat di satu tempat.

Sang dewa perang mendorong istrinya menjauh, tak lupa sebuah perisai yang melindungi Dewi Hara. Puluhan prajurit langit yang ingin menangkap dewi kebaikan terpental begitu saja. Dewi Ambaramurnni menatap Hara dengan penuh rasa tidak suka serta cemburu. Seharusnya dia yang mendapatkan cinta Arsa sepenuh hati.

Hara menatap Arsa yang sedang menatap empat dewa besar lainnya. Sedangkan di kursi yang agung Raja dan Ratu langit menikmati sajian secangkir teh dari daun plum sambil tersenyum. Mereka menikmati pertunjukkan di depan mata.

Dewa penjaga gerbang langit maju dan mengeluarkan cambuk yang terbuat dari kilat murni. Arsa menangkisnya. Dua dewa itu saling serang dan dorong. Kemudian Dewa api mengeluarkan kekuatannya, masih bisa ditangkis Arsa dengan tangan kirinya.

“Sepertinya persahabatan kita berakhir sampai di sini,” ucap Arsa. Peluh menetes membasahi dahinya.

“Pertimbangakan lagi, Dewa Arsa. Kita sudah bersahabat ribuan tahun. Sedangkan kau dan Hara baru hidup bersama ratusan tahun. Relakan dia, masih ada dewi lain yang lebih layak mendampingimu.”

Kemudian tubuh dewa api masuk dalam pusaran angin kencang, berputar-putar, terpental dan terpelanting menghantam tiang langit hingga dadanya sakit dan memuntahkan darah. Kontan saja dewa api tidak sadarkan diri setelahnya.

“Barbar sekali,” ucap ratu langit sambil membersihkan bibirnya dari sisa teh.

“Tidak ada satu dewa atau orang pun yang boleh mengatur kehidupanku.” Dewa Arsa mundur sejenak. Barusan ia menggunakan kekuatan cukup besar untuk memukul mundur dewa api. Sedangkan ia sendiri baru saja pulang dari menutup portal iblis.

“Ringkus keduanya. Besok malam kita ada perayaan di aula depan. Aku tidak mau ada sisa-sisa keributan di sini.” Ratu Langit beranjak dari singgasananya ditemani empat orang dayang.

Sang raja masih memperhatikan. Sebenarnya raja langit begitu amat menyayangi Arsa, bahkan sudah dianggap anak sendiri. Sayangnya peraturan tetaplah peraturan.

Tiga dewa besar melawan Arsa, mereka sama-sama mengatur strategi dari dalam kepala. Dewa gunung melompat terlebih dahulu. Lalu setelah melompat ia berubah ke wujud aslinya, yaitu seekor macan kumbang. Arsa melompat dan berada tepat di depan Dewi Hara. Pedang petirnya ia gunakan untuk menahan tangan seekor macan kumbang yang ingin menghancurkan perisai tersebut.

Disusul dua dewa lainnya yang juga berubah ke dalam wujud asli, seekor serigala dan burung elang. Melihat ketiganya kembali dalam wujud agung, Arsa melakukan hal yang sama, ia kembali dalam bentuk harimau putih besar lengkap dengan zirah perangnya. Cakar dan taring Arsa siaga untuk membekuk tiga dewa yang menjadi lawannya.

Pertarungan besar tidak dapat lagi dielakkan. Seekor elang melompat dan mencakar kepala harimau putih itu. Lalu serigala pula datang mencabik dan mengoyak zirah perang dengan taringnya. Langit kembali bergemuruh karena pertempuran para dewa.

Dampaknya petir saling meyambar dan hujan turun dengan lebat membasahi bumi. Belum ada tanda-tanda siapa yang akan menang. Meski Arsa sendirian, ia tidak mudah untuk dikalahkan.

“Dewi Hara, lihatlah, hanya karena ulahmu saja langit jadi porak-poranda. Dewi kecil sepertimu sungguh tidak tahu diri.” Dewi Ambar mendekat. Telapak tangannya menyentuh perisai yang melindungi dewi kebaikan, dan terasa sengatan yang menyakitkan.

“Aku tidak bersalah, Dewi Ambar. Suamiku hanya berusaha melindungiku saja,” jawab Dewi Hara.

Dewi kebaikan itu menutup mulutnya ketika harimau putih yang merupakan jelmaan suaminya terpelenting dan kembali dalam wujud manusia. Namun, Arsa masih kuat bertahan.

“Tidak bersalah? Jadi kau ingin mengatakan kalau Raja dan Ratu Langit yang salah mendugamu? Sudah jelas-jelas kau bersekongkol dengan Raja Iblis, yang di dalam portal itu suamimu, kau begitu tega, Dewi Hara.” Dewi Ambar ingin menolong lelaki yang ia cintai, tapi … masuk dalam pertempuran itu sama saja cari mati.

“Sampai mati pun aku tidak akan mengakui perbuatan itu. Tidak mungkin aku mencelakai suamiku sendiri sampai Arsa terkurug di dalam portal selama sepuluh tahun. Aku mencintai Arsa, lebih besar daripada cintamu padanya, Ambar.” Sang dewi kebaikan tahu apa isi hati dewi bunga. Sayangnya hubungan antara Hara dan Arsa dari dulu tidak berhasil pihak ketiga untuk datang.

“Kau, aku akan sangat bahagia melihatmu disambar petir seribu kali.” Dewi Ambar melayang dan menghindar ketika kilatan petir mengenai perisai yang melindungi Dewi Hara. Perisai tersebut hancur dan wajah Dewi Hara berdarah di bagian pipi.

Ketika pertarungan terus berlangsung dan belum juga ada yang kalah, salah satu dewa yang paling tua bahkan lebih tua daripada raja langit memperhatikan dari belakang pilar. Ia menggeleng melihat sang dewa perang dikeroyok teman-temannya sendiri.

“Mungkin ini saatnya.” Dewa tersebut memegang kalungnya yang berisikan simbol dari tujuh rasi bintang. Simbol itu ia genggam dan dari tangannya keluar sebuah titik-titik energi aneka warna. Titik energi itu menghantam Arsa lalu masuk ke dalam tubuh Dewi Hara.

“Hah, apa ini? Kenapa napasku tiba-tiba sesak.” Dewi kebaikan itu jatuh dan terduduk.

Hara nyaris tak bisa bernapas. Seolah-olah ada yang masuk dan memotong-motong arwahnya hingga pecah jadi tujuh. Lalu dewa paling tua itu menghilang. Ia menuju satu tempat di mana untuk menanti ke mana Arsa akan dilempar.

Melihat istrinya tak berdaya, konsentrasi Dewa Arsa langsung buyar. Pedangnya terpental begitu saja ketika disambar oleh kilat milik dewa penjaga gerbang langit . Tak lagi ia hiraukan pertarungan itu. Arsa mendekati Hara yang tergeletak tanpa sebab.

“Hara, bangun, sadarlah, kau tidak boleh mati.” Arsa menepuk pipi halus istrinya. Hara sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Tiga orang dewa yang ingin meringkus Arsa jadi menurunkan senjatanya.

Napas Dewi Hara tinggal satu demi satu. Arsa mencoba menarik benda asing yang masuk ke dalam tubuh istrinya. Namun, benda itu begitu kuno dan sakti, hingga ditarik oleh kekuatan apa pun tidak akan keluar.

“Apa yang kalian tunggu. Cepat jalankan hukuman!” Titah dari raja langit telah turun.

Dua dewa yang lain menangkap, mengikat dan menjatuhkan tubuh Arsa. Bahkan dewa gunung menginjak punggung dewa perang dengan kaki kirinya.

“Maafkan, kami hanya menjalankan perintah!” Dewa air dan dewa gunung mengabaikan persahabatan mereka selama ribuan tahun.

“Hara, bangun, cepat pergi dari sini!” Arsa sudah kehabisan energi. Walau sudah berkali-kali ia panggil, Hara tetap tidak membuka matanya.

“Hukuman tetaplah hukuman, Dewa Arsa. Setelah ini kami akan berbuat seribu kebajikan untuk menebus kesalahan kami.” Dewa penjaga gerbang langit menaikkan pedangnya tinggi-tinggi.

Langit yang mendung dengan awan pekat. Kilat yang bersahut-sahutan serta hujan lebat tadinya turun mendadak diam mendengar seruan sang dewa penjaga gerbang langit. Semuanya berputar menjadi satu dalam sebuah pusaran angin.

Mata indah Dewi Hara melihat kumpulan petir keluar dari pusaran angin tersebut. Ia sadar usianya tak akan lama lagi. Kumpulan petir itu telah genap sampai seribu. Dewa penjaga gerbang langit menggerakkan pedangnya. Badai tersebut mengeluaran kilatan yang membentuk akar pohon dan menyambar tubuh Dewi Hara yang tergeletak tak berdaya.

Bersambung

Related chapters

  • Roh Dewa Perang   Pecahan Jiwa

    Bagian 3Pecahan Jiwa Dewi Bunga Ambaramurni pergi karena tak sanggup melihat hukuman yang amat keji. Satu demi satu petir menyambar tubuh Dewi Hara hingga nantinya genap sampai seribu. Padahal tidak pernah ada sejarahnya yang berdaya menghadapi hukuman itu. Jelas sekali hanya sampai pada cambukan ke tiga puluh tubuh Dewi Hara telah berubah menjadi tembus pandang.Hara melihat tangannya sendiri, perlahan-lahan tubuhnya masih padat lalu lama-lama terasa ringan bahkan ia bisa melihat sehelai daun yang jatuh di atas perutnya. Hara melihat ke arah Arsa yang punggungnya ditusuk pedang. “Suamiku, jaga diri baik-baik. Aku pergi dulu, berbahagialah dalam hidupmu.” Dewi Hara melihat kilatan petir ke 31 yang datang meyambar perutnya. Kemudian tubuhnya menghilang dan berbaur menjadi bintang-bintang kecil di langit. Ada tujuh bintang dengan aneka warna yang ikut berpendar. Bintang itu tidak berkumpul di angkasa, melainkan turun ke bumi tanpa ada yang tahu. Jiwa Dewi Hara pecah menjadi tujuh be

  • Roh Dewa Perang   Tujuh Rasi Bintang

    Dewa Parasurama—dewa yang paling tua di kerajaan langit. Rambutnya sudah memutih semua, sekilas terlihat seperti orang tua lemah. Namun, nyatanya dia masihlah yang paling sakti bahkan mengalahkan raja langit. Dewa Rama, begitu dia kerap dipanggil oleh para dewa yang lain. Ia memang paling jarang menampakkan diri. Dewa Rama lebih suka bersemedi. Terakhir ia bertapa demi menyempurnakan kalung dengan tujuh rasi bintang yang paling kuat. Saat bangun ia dikejutkan oleh pertempuran antara dewa perang serta dewa yang lain. “Sebuah trik adu domba yang sangat dahysat,” ucap Dewa Rama di dalam kediamannya. Kalung tujuh rasi bintang itu ia pandang di atas mejanya. Yang ia lakukan tadi adalah menyelamatkan Dewi Hara. Agar hidup sang dewi tak hanya berakhir menjadi butiran bintang di langit. “Dewa Rama.” Seorang dewa pelayan datang dan membawakan lelaki itu beberapa kitab lama dari pustaka langit. Kitab yang sangat kuno dan usianya sudah ratusan ribu tahun. Memuat berbagai transkrip kejadian

  • Roh Dewa Perang   Bukan Hara

    “Lalu kau pikir setelah sampai di langit mereka akan membiarkan kalian hidup bahagia begitu saja? Dan tubuh istrimu itu terbagi menjadi tujuh. Bagaimana kiranya kau akan membawa ketujuhnya ke langit?” Ucapan Dewa Rama membuat Arsa terdiam dan menenangkan diri sejenak. Sang dewa perang merendahkan diri pada dewa kebijaksanaan. Ia memberi hormat tanda membutuhkan bantuan untuk membawa istrinya kembali ke langit. “Duduklah dulu agar kau tenang. Sekalipun ini neraka, tapi aku sudah meredamnya dengan esku.” Dewa Rama duduk begitu juga dengan Dewa Arsa. “Aku sangat mencintainya, Dewa Rama. Sejak dulu aku melihatnya dan menahan diri. Saat itu Hara masih sangat kecil dan belum cukup umur untuk menikah. Setelah besar aku membantunya naik menjadi dewi kebaikan karena dia memang baik dan layak, lalu kami menikah sampai jadi begini.” Arsa melihat tangannya yang akan digenggam Hara ketika tidur di malam hari, atau ketika membutuhkan pertolongan. “Aku tahu, karena itu aku ingin menolongmu. Kala

  • Roh Dewa Perang   Turun ke Bumi

    “Gadis ini tahu bernegosiasi. Dengarkan saja dia dulu, Dewa Arsa. Kalau ketahuan kau tidak akan bisa turun ke langit dengan mudah.” Dewa Rama menenangkan pihak yang hampir berseteru. Lelaki berambut putih itu tahu Dewi Ambar mencintai Dewa Arsa, dan perasaannya tidak terbalas. Jadi kesempatan yang baik selagi Dewi Bunga memegang rahasia sang dewa perang. “Kalian duduk dulu, jangan saling memandang. Kau berikan mereka minum. Nampaknya kedu dewa ini sama-sama keras.” Dewa Rama meminta pelayanya—Rogu, untuk memberikan teh dari bunga lili. “Tidak perlu, aku sudah minum teh tadi. Kita langsung sanja. Kanda Rama, pikirkan lagi aku ada di sini, untuk apa kau mencari Dewi Hara yang sudah musnah, bukankah itu tindakan sia-sia saja.” Dewi Ambar memegang tangan Dewa Arsa, tapi langsung ditepisnya. Dari dulu Arsa tak pernah punya perasaan apa-apa. Kalau memang ada tentu sudah ia pinang Dewi Ambar yang sudah lebih dulu ada di langit. Tapi biasa saja, cantik dan indah memang semua ada pada Dew

  • Roh Dewa Perang   Pembasmi Bajak Laut

    Dua orang dewa dari langit turun di bumi. Awalnya mereka pikir jatuh di salah satu tanah atau benda yang keras. Tetapi keduanya langsung tenggelam begitu saja. “Kenapa kita jatuh ke dalam laut?” Dewa Arsa tidak tenggelam, tapi beda dengan Rogu yang ilmunya belum seberapa. Kemudian dewa perang itu menyelamatkan pelayan dewa kebijaksaan. Ia berenang dan menangkap Rogu lalu membawa pemuda itu berenang dengan cepat ke salah satu pulau terpencil yang terdekat. Rogu terbatuk, dan ia muntahkan air asin yang tak sengaja diminum. “Asinnya, bajuku jadi berat.” Rogu melihat jubahnya yang berantakan. “Katakan padaku kenapa kita turun ke tengah laut, bukan bumi?” Dewa Arsa memandang dengan mata dewanya yang sakti. Sepanjang laut itu tidak ada daratan tempat bersandar. Hanya dua buah kapal yang saling berperang saja. “Gunakan kalung tujuh rasi bintang, Dewa Arsa. Cari tahu zodiak apa yang menaungi arwah pertama istrimu, lalu kau harus memahami karakternya seperti apa,” ucap Rogu sambil duduk b

  • Roh Dewa Perang   Putri Lautan

    Genggaman tangan Arsa sayangnya terlepas. Adara melemparkan tali dari pinggangnya. Ia berniat untuk menyangkutkan tautan pada salah satu tiang kapal. Tali itu melilit. Sayangnya, kapal perang kembali oleng karena empasan angin dan gelombang dari lautan. Alhasil Adara jatuh lagi. Arsa yang melihat istrinya jatuh terus ke dalam laut sebenarnya bisa saja langsung menghilang, tetapi ia ingat pesan Dewa Rama. “Semuanya harus berjalan alami dan apa adanya, biarkan pecahan arwah istrimu jatuh cinta padamu hingga membuat mereka lebih mudah menyatu. Saat semua berhasil kau taklukkan, percayalah ketika kembali ke langit, tak akan ada yang mampu memisahkan kalian.” Begitu pesan Dewa Rama saat Arsa dan Rogu turun di antara hujan dan kilatan petir. “Baikah, saatnya menyamar menjadi manusia bumi yang lemah dan apa adanya.” Arsa turut menceburkan diri ketika Adara telah jatuh ke laut. Ia sampai ke dalam laut dan terus mencari pecahan arwah istrinya yang berzodiak taurus. Dapat, Arsa dengan muda

  • Roh Dewa Perang   Secawan Anggur

    Adara masuk dalam bak mandi yang berbusa dan sudah diberi lilin aroma terapi. Kebanyakan perhiasan, wewangian, dan apa pun yang ia dapatkan hasil menjarah dari kapal bajak laut. Jika Adara menyukainya maka akan ia ambil. Sebab tak mungkin mengembalikannya lagi ke pemukiman warga. Gadis bermata hijau rumput laut itu melepas kain tipis yang membalut tubuhnya. Dalam bak mandi itu ia berendam. Pelayannya ingin membantu tapi ia minta keluar. “Aku sedang ingin sendirian. Kau boleh beristirahat,” ucap sang pembasmi bajak laut. “Baik, Nona, makan malam sudah aku siapkan, juga anggur terbaik. Kalau begitu aku permisi dulu.” Riwa menutup pintu kamar mandi sang nona. Adara memejamkan mata setelah ia menenggelamkan kepalanya. Ia terbayang lagi bagaimana lelaki bernama Arsa yang seperti kata Riwa telah menolongnya. “Di antara ketua bajak laut yang telah aku bunuh dan tankap, kau yang paling mudah ditaklukkan. Apa kau punya rencana tertentu padaku?” Adara memainkan busa sabun di tangannya. Ia

  • Roh Dewa Perang   Pusaran Laut.

    “Apa yang kau lakukan di kamarku?” Adara terbangun ketika ia merasa sudah cukup tidur. Ketika mata hijau rumput lautnya terbuka, ia terkejut karena Arsa masih di kamarnya. “Mengawasimu,” jawab dewa perang itu. “Aku tidak butuh diawasi. Aku seorang pembasmi bajak laut.” Adara masih sangat angkuh. Kemudian ia sadar bajunya tersingkap sangat jauh ketika tidur. Tentu Arsa memandangnya semalam suntuk. “Kau manusia biasa. Sibuk mengawasi orang lain, tapi lupa mengawasi diri sendiri.” Mata kuning Arsa tak lepas mengikuti pergerakan pecahan arwah Hara yang lekas merapikan rambut. “Memangnya kau apa? Dewa? Kalau sampai iya, aku akan sujud di kakimu,” cemooh gadis itu. “Pegang kata-katamu, ya, anggap saja aku memang dewa, maka aku akan meminta kau sujud di kakiku.” “Tidak pernah ada dewa yang turun ke bumi. Jangan ngelantur kau jadi orang. Riwa! Riwa!” Gadis berkulit gelap itu memanggil pelayannya. Butuh waktu lama bagi Riwa untuk sampai. Pelayan Adara terkejut ketika melihat ada lelaki

Latest chapter

  • Roh Dewa Perang   107. Rubah yang Angkuh

    Di puncak Gunung Api dan Es, Dewi Hara berdiri tegak, matanya menatap tajam ke arah cakrawala yang dipenuhi oleh kabut tebal. Angin dingin yang menusuk tulang bercampur dengan panas yang membara dari lava yang mengalir di bawahnya, menciptakan suasana yang penuh dengan ketegangan dan kekuatan alam yang luar biasa.Dewi Hara mengangkat pedang saktinya, pedang api neraka, yang berkilauan dengan sinar merah yang memancar dari dalamnya. Pedang itu ia dapatkan ketika menjadi sosok Nira. Sebuah senjata berbahaya yang mampu mengeringkan sungai dalam sekejap mata. Dengan setiap ayunan, Dewi Hara merasakan kekuatan yang mengalir melalui tubuhnya, mempersiapkannya untuk pertempuran yang akan datang. Perang melawan bagian dari dirinya sendiri. Di hadapan wanita berambut keriting itu, bayangan besar mulai terbentuk. Rubah Ekor Tujuh, makhluk yang merupakan gabungan dari tujuh dewi zodiak kuno, muncul dengan anggun. Setiap ekor rubah memancarkan cahaya yang berbeda, mencerminkan kekuatan dan el

  • Roh Dewa Perang   106. Sepasang Kekasih?

    Sahasika membawa bayi Arsa dan Hara ke dalam kediamannya bersama raja langit. Tak lama kemudian Wanudara pun masuk. Sahasika memerintahkan para pelayan keluar. “Apa lagi yang kau lakukan?” tanya Wanudara pada ratu langit. “Menurutmu?” tanya kembaran Senandika itu dengan ekor mata melirik lelaki yang bukan suaminya. “Kenapa harus mencari masalah lagi?” Raja langit duduk dengan dua kaki terbuka lebar. “Aku tidak mencari masalah, Kanda, aku mencari kasih sayang. Anak sekecil ini pasti tahu menyayangi siapa yang merawatnya. Hal yang tidak pernah aku dapatkan dari dulu.” “Sahasika …” panggil sang raja. “Berhenti memanggilku dengan nama itu. Aku bahkan tak menyukainya sama sekali.” “Sahasika, kejahatanmu sudah terlalu jauh, cepat atau lambat aku harus mengembalikan Senandika pada tempatnya.” Jujur saja Wanudara merindukan istrinya yang asli. Wanita yang penuh kelembutan tapi ketegasan, hanya saja mudah kasihan pada saudara kembarnya. “Aku tidak akan mengembalikan tempat ini pada Sen

  • Roh Dewa Perang   105. Gunung Api & Es

    Arsa dan Hara pergi berdua ke gunung api dan es untuk menekan gejolak panas pada tubuh sang dewi. Keduanya melintasi langit di malam hari yang bertabur bintang amat indah. Tak mau terburu-buru, begitulah mereka kalau sedang berdua. “Itu, bintang saat aku masih di kehidupan yang dulu,” ujar Hara saat ia difitnah pada kehidupan lampau.“Dan bersinar sangat terang. Dari sana saja sudah ketahuan kalau kau tidak bersalah.” “Kalau misalnya aku bersalah, Kanda, aku jadi apa?” “Meteor atau benda-benda langit lainnya yang jatuh menghantam bumi dan membuat kerusakan hingga menyengsarakan umat manusia serta menyulitkan para dewa.” “Oh, aku baru mendengar hal-hal seperti ini. Tapi bintang di sebelah itu siapa, ya? Kenapa aku curiga kalau dia salah satu temanku,” tunjuk Hara pada bintang dewi pelangi hijau dengan sinar yang tak kalah terangnya. “Nanti akan aku cari tahu. Kita lanjutkan perjalanan, semakin cepat sampai semakin cepat kita bertemu dengan si kembar.” Arsa semakin menggenggam erat

  • Roh Dewa Perang   104. Ramalan

    Arsa membawa Hara ke dalam kamarnya. Ia meminta para pelayan meninggalkan mereka seorang diri sebab tahu panas dari tubuh istrinya masih tidak bisa diredam dengan mudah. Lelaki itu sendiri mengambil air dari sumbernya di kolam dan segera mengusap tubuh sang dewi dengan kain basah. Air yang menenangkan sanggup meredam panas yang masih bergejolak. “Dewa Arsa, sebelum kami benar-benar pamit, apakah ada yang masih dibutuhkan?” tanya salah satu pelayan dari luar. “Tidak ada. Awasi dan jaga anak kami dengan baik, jangan biarkan Ambar mendekati mereka, mengerti?” titah sang dewa. “Baik, Dewa Arsa.” Kemudian para pelayan beranjak meninggalkan kamar sang tuan. “Rubah ekor tujuh, bagaimana mungkin tubuhmu sanggup menahan hewan kuno itu. Pantas setiap sebentar kau marah dan mengeluarkan api.” Dewa perang mengganti pakaian istrinya yang basah dengah jubah baru warna putih dengan sensasi dingin dan menenangkan. “Istirahatlah, Sayang, yang tadi hanya mimpi buruk saja. Aku tidak akan pernah m

  • Roh Dewa Perang   103. Rubah Ekor Tujuh

    Dewa Api mendekati Hara tiba-tiba saja bahkan memegang tangan wanita itu begitu erat. Sahasika sangat menikmati permainan yang ia buat sendiri. Cepat atau lambat pertarungan besar terjadi dan akan berdampak ke bumi. “Permaisuriku, ayo ikut ke aula merah. Mulai sekarang kau adalah istriku.” Dewa Api menarik tangan Hara. Namun, wanita berambut keriting itu diam saja di tempatnya. Lagi, lelaki berjubah merah itu menariknya, tapi sama saja Dewi Hara tak bergerak sama sekali. Memiliki kekuatan yang sama-sama berasal dari api membuat keduanya saling adu kekuatan dalam diam. Tanpa disadari dua dewa, yang lain jadi menjauh karena hawa panas yang dikeluarkan dari tubuh masing-masing. “Ini yang aku khawatirkan.” Arsa berhasil melepas ikatan dari Jayamurcita. “Tidak mungkin Dewi Hara jadi seperti itu.” Dewa penjaga gerbang terbelalak matanya ketika api besar keluar dari tubuh sang dewi. Secara sengaja semua yang ada di sana menjauh. Api menyambar semua yang ada di sekitar Hara termasuk memb

  • Roh Dewa Perang   102

    Mahadewa dan istrinya sudah memasuki aula. Para dewa dan dewi memberikan hormat. Setelah diminta barulah mereka menaikkan kepala. Ada satu jabatan yang diisi oleh dewa baru, yaitu juru catat perintah mahadewa dan mahadewi. Jabatan itu diisi oleh Rogu. Mata Arsa menatap Rogu begitu dalam. Siapa sangka temannya akan di sana. Jabatan yang bisa dikatakan strategis karena memiliki daya ingat yang kuat. Namun, cukup berat karena yang diincar pertama kali untuk memanipulasi perintah raja dalah Rogu nantinya. “Aku senang semua pilar penyokong langit sudah terisi kembali,” ucap raja langit Wanudara. “Tapi aku kembali kecewa kenapa Dewa Rama masih tidak mau bergabung dalam pemerintahan, padahal aku sangat membutuhkan nasehatnya.” Ucapan Wanudara membuat Dewi Senandika palsu melirik ke arahnya. Rogu diam saja tak mau menjawab. Tindakan Dewa Rama sulit ditebak bahkan oleh takdir sendiri. “Yang Mulia, mulai saja sekalian jangan berlama-lama,” bisik Sahasika pada Wanudara. “Baik kalau begitu.

  • Roh Dewa Perang   Pilar Langit

    “Jangan gegabah. Kami bisa jalan sendiri.” Dewa Arsa memegang tangan Hara agar tak mudah tersulut emosi. “Hanya kalian saja yang belum datang, Dewa Arsa, percayalah panggilan dari raja dan ratu tidak boleh diabaikan,” sahut Jayamurcita.“Baik, kami mengerti. Kami akan pergi sekarang juga. Kalian bawa kembali Banu dan Indurasmi ke kamarnya dan jaga mereka baik-baik.” Perintah Arsa pada para pelayan. Mereka semua patuh. Arsa dan Hara terbang tinggi agar lebih cepat sampai. Namun, wanita yang arwahnya pernah pecah menjadi tujuh itu melihat ke bawah. Ia heran mengapa Jayamurcita menatap begitu berbeda pada dua anak kembarnya. “Aku tahu apa yang kau khawatirkan. Jayamurcita tidak akan berani berbuat lebih jauh, istriku.” Arsa menggapai Hara yang baru saja ingin turun kembali. “Aku tidak percaya dengan dia. Aku masih ingat bagaimana Jayamurcita merantaiku seperti anjing dan melemparkan seribu petir padaku, dan aku masih tak bisa mengingat kepingan ingatan yang hilang dari kepalaku, Kand

  • Roh Dewa Perang   Arti Sebuah Nama

    Dewi Hara bangun dari tidurnya. Tak ia temukan di mana Arsa berada. Dari dulu memang dewa perang itu suka hilang begitu saja.“Apa jangan-jangan dia menemui Ambar?” tebak Hara asal-asalan. Ia pun kemudian memanggil pelayan. “Iya, Dewi Hara, kami di sini?” Ratri datang memenuhi panggilan tuannya. “Bantu aku bersiap. Aku ingin menemui dua anakku.” Hara bangkit dan meletakkan selimutnya. Sejenak Ratri terpaku, sang dewi tidur mengenakan dalaman bagian atas saja, bagian perut terlihat lebih kencang dan padat. Dewi Hara sudah sangat berubah. “Kenapa?” tanya Hara pada Ratri yang diam saja. “Tidak ada, Dewi Hara, hanya saja Dewa Arsa tadi sudah menemui si kembar dan sedang bersama dengan mereka.” “Ya sudah kalau begitu, kau siapkan baju dan perhiasan, aku akan mandi sendiri saja.” Hara masuk lagi dalam kolam pemandian yang sama. Ia bersiap secepat kilat karena sudah tak sabar ingin menemui dua anak kembarnya. Namun, saat melihat jubah dewi yang dibawakan oleh Ratri, Hara merasa tak coc

  • Roh Dewa Perang   Air Embun Langit

    “Bantu aku bersiap. Aku harus cantik dan wangi malam ini agar bisa memikat Dewa Arsa.” Perintah Dewi Ambar pada Ratri. Dewi pelayan itu diam sejenak. “Apa yang kau tunggu?” lanjut dewi bunga. “Ehm, maafkan hamba, Dewi Bunga. Sebagai selir paling rendah sebenarnya kau tidak ada bedanya dengan para pelayan. Kau tidak mendapatkan pelayan untuk mengurus kebutuhanmu. Jadi, hamba undur diri dulu. Hanya sampai di sini saja hamba melayani Dewi Bunga.” Sebelum kena marah, Ratri segera menutup pintu kamar. Semua di langit juga tahu kalau Dewi Ambar itu memang cantik tapi cepat marah. “Dasar pelayan rendahan. Hanya karena aku selir paling rendah kau pikir bisa seperti itu padaku. Baik, akan aku adukan pada bibiku sampai kau dihukum mati. Hara sekali pun tidak akan bisa menolong.” Dewi Ambar kesal, lalu ia menarik napas sejenak. “Baiklah malam ini aku akan menyambut Dewa Arsa dalam pelukanku. Aku akan mengurus diriku sendiri. Dibantu atau tidak oleh para pelayan semua juga tahu kalau aku paling

DMCA.com Protection Status