Riasan Marshanda terlihat sederhana. Bajunya juga biasa saja, rambut sebahunya dibiarkan tergerai dan wajahnya terlihat agak pucat.Begitu melihat Reina, dia langsung tersenyum sopan dan tidak lagi terlihat arogan seperti beberapa hari yang lalu.Reina hanya duduk dan menyesap segelas air hangat.Ketua kelas pun menyambut mereka semua. "Ayo semua, silakan duduk, jangan berdiri aja. Susah banget nih ngumpulin anak-anak kelas kita."Satu persatu dari mereka pun duduk.Seseorang yang duduk di sebelah Reina pun bertanya."Nana, berita tentang kamu sebagai komposer terkenal itu beneran nggak sih?" Pria itu menatap lurus ke arah Reina dan bertanya.Reina mengangguk, "Ya, itu benar."Begitu yang lain mendengar jawaban ini, semuanya menatap Reina dengan ekspresi yang berbeda."Nana, kamu hebat banget!""Bukannya kamu punya keterbatasan dalam pendengaran ya? Dulu Bu Guru bilang kamu akan jauh lebih kesulitan dalam mempelajari musik dibanding kami.""Iya, siapa sangka ternyata sekarang Nana suda
Reina tersenyum, "Nggak kok."Hati tegang Marshanda seketika jadi rileks."Sebenarnya kita bisa kok jadi teman baik," ucap Marshanda sambil meraih lengan Reina.Reina langsung menarik balik tangannya. "Aku nggak marah karena kamu nggak layak buat aku marahi. Tapi aku mau kasih tahu kamu, kalau kamu berniat membunuhku, aku nggak akan tinggal diam."Marshanda terdiam di tempat dan termenung untuk waktu yang lama.Waktu Reina keluar dari toilet, Marshanda langsung mengubah sikapnya."Reina, kamu boleh aja bertindak, tapi jangan curang. Kamu harus mengandalkan kemampuanmu sendiri, jangan ada campur tangan Maxime atau Revin." Di mata Marshanda, Reina sama sekali bukan lawannya jika tidak dibantu siapa-siapa.Sayangnya Marshanda salah. Reina tidak pernah memberi tahu Maxime bahwa Marshanda datang saat kejadian penculikan itu.Reina tersenyum mengejek, "Jangan khawatir, aku nggak gitu kok."Toh sebentar lagi juga Marshanda akan lihat sendiri apa yang akan terjadi.Setelah Marshanda mendengar
Marshanda langsung menyesal begitu ucapan itu terlontar dari mulutnya.Dia sudah menyinggung cukup banyak orang sekarang, dia tidak boleh sampai menyinggung perasaan Jocelyn juga.Jocelyn mengangkat tangannya dan siap menampar Marshanda, namun Marshanda langsung meraih tangannya, "Jocelyn, jangan begini. Kita lagi di depan banyak orang."Baru pada saat inilah Jocelyn memahami perasaan Reina. Jocelyn sungguh menyesal."Marshanda, mulai sekarang kita bukan teman, kita musuh!"Ternyata seseorang memang baru tahu rasa sakit orang lain saat kejadian yang sama menimpa diri sendiri.Teman-teman yang lain hanya menonton dan tidak ada yang melerai. Lagipula mereka melihat sendiri bagaimana Jocelyn menghina Reina sebelumnya.Jelas-jelas Reina dan Maxime sudah menikah, tapi Jocelyn malah mengatainya sebagai selingkuhan karena Maxime tidak menyukai Reina.Dalam situasi seperti ini, tentu tidak ada yang bisa membantunya.Marshanda ingin bicara dengan Jocelyn secara pribadi, "Jocelyn, kita bicara la
Reina juga menyadari mobil itu tampak familier, tapi dia tidak terlalu memperhatikannya.Begitu Reina hendak pergi, pintu mobil terbuka dan Ekki turun dari mobil itu."Nyonya."Ekki melangkah menghampiri Reina.Kebanyakan dari mereka mengenal Ekki, asisten Maxime.Reina terkejut, "Pak Ekki, kok kamu ada di sini?""Bos juga datang kok." Ekki menatap jendela mobil, lalu jendela mobil bagian belakang pun diturunkan dan memperlihatkan wajah tampan Maxime. "Bos mau jemput Nyonya."Ucapan Ekki didengar semua orang dan mereka semua pun merasa iri.Bukannya sekarang Maxime itu bukan siapa-siapa karena sudah buta?Kenapa masih kelihatan gagah dan berkuasa seperti dulu?Apalagi mobil yang dikendarai Maxime termasuk mobil edisi terbatas.Reina tidak menyangka Maxime akan datang menjemputnya. Dia tersenyum dan berkata, "Oke."Setelah itu Reina mengucapkan selamat tinggal pada teman-temannya.Jocelyn dan Marshanda hanya diam terpaku, menatap Reina yang pergi dengan perasaan campur aduk.Salah seora
Maxime dan Reina turun dari mobil satu persatu. Belum juga mereka sampai di pintu rumah, Christy sudah lebih dulu berdiri tidak jauh dari gerbang untuk menyambut mereka."Kak Max kok baru pulang?"Christy tersenyum bahagia waktu melihat Maxime, tapi begitu dia melihat ada Reina di belakang Maxime, ekspresinya pun berubah."Oh? Kak Reina ikut pulang? Bukannya Kak Reina pergi ke reunian?" tanya Christy, dia takut Maxime tidak tahu kalau Reina pergi reuninan.Reina penasaran, gimana Christy bisa tahu dia pergi ke acara Reuni?Padahal Reina Cuma ngasih tahu Riki, masa iya Riki yang ngasih tahu dia?Tidak mungkin Riki, karena Riki tidak menyukai Christy. Ah, waktu Reina memberi tahu Riki, ada pengasuh Riki juga di sana.Pengasuh Riki belakangan ini terlihat sangat akrab dengan Christy. Waktu terakhir kali Christy kecelakaan, pengasuh tersebut yang memberi tahu Reina.Pengasuh Riki itu sudah bekerja dengan Reina cukup lama, Reina tahu pengasuh itu tidak punya niat jahat atau licik, dia cuma
Maxime pun menjawab, "Kalau kamu mau belajar, aku bisa kok ngajarin kamu."Maxime yakin dirinya tidak kalah hebat dari Morgan.Sayangnya Reina tidak paham maksud Maxime. Reina menarik selimut, memejamkan matanya dan bergumam, "Oke, nanti kalau ada yang aku nggak ngerti, aku nanya kamu ya."Maxime mengernyit. Karena takut Reina marah, dia pun tidak mengatakan apa-apa lagi.Kalau Reina sendiri memang bersedia pergi ke Grup Rajawali, Maxime akan mengizinkannya.Maxime hanya mengkhawatirkan Morgan.Karena besok pagi harus kerja, Reina menyetel jam alarm supaya besok pagi bisa bangun pagi.Reina tidak menyangka Maxime akan bangun lebih pagi darinya dan sudah menunggunya di bawah."Max? Kok kamu belum berangkat kerja?" tanya Reina dengan bingung."Mulai sekarang aku akan antar jemput kamu kerja," jawab Maxime.Bagi pasangan biasa, bukankah wajar suami mengantar istrinya pulang pergi kerja?Sebenarnya tujuan lain Maxime adalah dia ingin melihat seberapa dekat Morgan dengan Reina."Nggak perlu
Maxime terdiam beberapa saat sebelum menjawab."Aku ngusir dia bukan karena dia memakai parfum."Reina mengernyit bingung, "Terus kenapa?""Aku mengantarmu pulang pergi kerja, bukan nganterin dia." Maxime terdiam sejenak, lalu melanjutkan, "Kalau kamu yang pakai parfum, aku bisa toleransi."Karena waktu perjalanan hanya memakan waktu setengah jam, bagi Maxime itu adalah masalah kesabaran.Setelah mendengar jawabannya, Reina benar-benar tercengang."Oh gitu. Oke, nggak usah khawatir. Itu nggak bakal terjadi kok."Karena Reina sendiri tidak suka pakai parfum.Karena sambil mengobrol, tidak terasa mereka pun sudah sampai di pintu masuk Grup Rajawali.Reina turun dari mobil.Mobil yang Maxime pakai hari ini adalah mobil Maybach. Meski tidak semahal Rolls-Royce edisi khusus seperti kemarin, mobil ini tetap menarik perhatian banyak orang yang penasaran siapa penumpang mobil itu.Dalam hati Reina berpikir, lain kali dia akan meminta Maxime ganti pakai mobil biasa saja supaya tidak terlalu men
#Viona dan yang lain menoleh ke sumber suara dan melihat Melisha datang bersama asistennya, mereka terlihat tidak senang.Viona dan ketiga karyawan wanita tadi seketika langsung pucat pasi.Melisha cukup terkenal di kantor pusat karena sikapnya yang tidak masuk akal, tidak manusiawi dan sangat membenci wanita lain.Semua asistennya adalah pria dan para wanita yang dulu menjadi bawahannya selalu dia pecat karena berbagai alasan."Bu Melisha kayaknya salah dengar deh. Kami nggak ngomongin Ibu kok." Viona sebagai sekretaris CEO langsung merespons dan menjelaskan, "Kami lagi ngomongin istri mantan CEO yang sekarang jadi sekretaris CEO."Viona juga pastinya sudah mendengar pendapat kalangan direksi, kalau tidak, mana mungkin dia bisa jadi sekretaris CEO?Dia tahu Melisha tidak menyukai Reina.Sebenarnya tanpa perlu bertanya-tanya, orang pasti tahu keduanya adalah menantu Keluarga Sunandar yang kompetitif yang ke depannya yang akan menjadi pewaris Grup Rajawali.Melisha awalnya mau cari gara
Morgan tidak bisa menghindar, tidak punya pilihan selain menerima pukulan keras itu.Darah keluar dari sudut mulutnya, tubuhnya limbung. Cengkeraman tangannya di lengan Jess terlepas saat dia terdorong mundur dan hampir jatuh ke tanah.Erik mengepalkan tinjunya dan berdiri di antara dia dan Jess, menatap Morgan dengan dingin."Aku sudah berbaik hati mengantarmu ke rumah sakit, tapi aku nggak menyangka kamu akan datang ke sini dan berbuat kasar sama Jess. Sepertinya kamu masih belum cukup sadar, jadi aku akan membuatmu sadar!"Jika dia tidak datang untuk menjemput Jess, dia tidak akan melihat adegan Morgan yang mengganggu Jess.Dia mengatupkan giginya karena marah, ada sedikit kejengkelan dalam tatapannya saat dia menatap Jess."Kamu baik-baik saja?" tanyanya.Jess sedikit panik saat mendengar pertanyaannya, tetapi dia mengangguk. "Ya, aku baik-baik saja."Erik menoleh ke arah Morgan dan melangkah mendekatinya.Morgan berdiri diam sebelum menatap orang di depannya. Dia mengangkat tangan
Morgan melihat ke arah panggilan yang ditutup, suasana hatinya langsung jatuh ke titik terendah.Namun, dia tidak beranjak pergi.Di dalam perusahaan.Jess mengira Morgan sudah pergi, jadi dia berkemas seperti biasa dan keluar dari perusahaan.Sebelum dia keluar, Erik bahkan mengiriminya pesan."Aku jemput, ya?"Jess membalas pesan itu, "Nggak perlu, aku pulang sendiri saja."Dia terbiasa melakukan segala sesuatunya sendiri, bahkan setelah menghabiskan banyak waktu dengan Erik, dia masih belum terbiasa untuk dijaga olehnya seperti itu."Penolakan ditolak, aku sudah di lantai bawah perusahaanmu, cepat keluar." Erik tersenyum dan mengirimkan pesan itu.Jess sedikit tidak berdaya saat melihat pesan itu, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa lagi.Erik memang seperti itu, selalu melakukan segala sesuatu terlebih dahulu, baru memberitahunya. Jess sudah terbiasa dengan hal itu.Berjalan keluar dari pintu perusahaan, Jess mencari-cari mobil Erik. Namun, sebelum dia bisa menemukannya, sesosok tu
Morgan hanya perlu menunggu persetujuan Jess, tidak mempermasalahkan apakah Jess sudah menikah atau belum.Jess tidak tahu harus bahagia atau sedih saat ini.Ternyata orang yang dia sukai kini juga menyukainya. Ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.Namun, yang menyedihkan adalah dia sudah menikah. Pernikahan ini diatur oleh orang tuanya, yang juga atas keinginannya sendiri. Erik memperlakukannya dengan baik, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu yang kiranya bisa mengkhianati Erik."Maafkan aku, Tuan Morgan. Tuan mungkin sudah salah paham dengan niatku untuk Tuan. Tuan itu atasanku, jadi aku harus bersikap baik kepada Tuan karena tuntutan pekerjaan, bukan karena aku menyukai Tuan seperti yang Tuan katakan." Jess terdiam sejenak, kemudian melanjutkan, "Selain itu, aku sudah menikah dan suamiku memperlakukanku dengan sangat baik. Kami berdua saling mencintai dan aku nggak akan menceraikannya."Kami berdua saling mencintai!Kata-kata itu sangat tajam dan menusuk ketika terdenga
Morgan membuka kontaknya dan melihat catatan panggilan pegawai tempat dia minum dengan Jess saat dia mabuk.Pikirannya kacau dan dia ingin sekali memastikannya.Entah sudah berlalu berapa lama, Morgan akhirnya berhasil menghubungi nomor Jess.Pada saat itu, Jess sedang sendirian di dalam perusahaan, sementara Erik pergi untuk menjalankan tugasnya sendiri setelah mengantarnya.Melihat panggilan dari Morgan, Jess ragu-ragu sejenak sebelum mengangkatnya."Tuan Morgan, ada apa?"Tuan Morgan?Morgan sedikit terdiam saat mendengar panggilan yang tidak biasanya digunakan Jess saat memanggilnya."Kamu yang membawaku ke rumah sakit hari ini?" tanya Morgan.Jess tidak mencoba menyembunyikan apa pun dan menjawab, "Aku dan Erik yang mengantarmu. Untung saja ada dia yang membantu. Kalau nggak, aku nggak akan bisa membawamu ke rumah sakit sendirian."Sepanjang jawabannya, dia menyebutkan nama Erik hingga beberapa kali.Morgan mengerti bahwa ini adalah untuk memberitahukan bahwa dia dan Erik sudah me
Simpul di tenggorokan Morgan bergulir. Dia menggunakan seluruh kekuatannya untuk membuka matanya dan melihat Jess. Ketika dia yakin itu adalah Jess, dia langsung mengangkat kedua tangannya.Jess tidak tahu apa yang ingin dilakukan Morgan, jadi dia mendekat dan bertanya kepadanya."Tuan Morgan, apa Tuan baik-baik saja? Apa ada yang nggak nyaman? Apa Tuan butuh air? Sebentar lagi kita sampai di rumah sakit."Begitu kata-kata terakhir itu terucap, tangan Morgan tiba-tiba mendarat di sisi wajahnya.Pria itu bergumam dengan suara pelan, "Jess? Apa aku sedang ... bermimpi?"Wajah Jess terasa panas, tubuhnya menegang dan dia menatapnya tidak percaya.Wajah Erik yang duduk di samping langsung berubah muram. Dia mengangkat tangannya untuk menepis tangan Morgan."Ngapain kamu?"Tangan Morgan jatuh dan dia benar-benar kehabisan tenaga, menutup matanya lagi.Jess menatap Erik dengan tatapan penuh rasa bersalah. "Maafkan aku."Erik kesal, tetapi tidak menunjukkannya."Dia yang menyentuhmu, jadi kam
Ketika Jess dan Erik sampai, mereka langsung dimarahi."Kalian akhirnya datang juga. Bukan hanya mabuk, dia juga merusak banyak minuman di toko kami. Jadi, jangan lupa bayar dulu sebelum kalian membawanya pergi," kata pemilik tempat itu.Mendengar itu, Jess melihat ke arah yang pria ini tunjuk.Ini adalah pertama kalinya dia melihat Morgan seperti itu.Pakaiannya sedikit acak-acakan, wajahnya berjanggut dan sedikit tidak terawat. Dia mabuk berat, duduk tidak berdaya di kursi. Ada banyak pecahan botol di sekelilingnya, membuat udara pekat oleh bau alkohol.Mata Jess terlihat khawatir. Dia hendak meminta maaf kepada pemilik tempat ini, tetapi Erik yang berada di antara mereka berkata dengan dingin, "Apa kalian nggak tanggung jawab? Apa kamu tahu, kalau sesuatu terjadi dengannya di tempatmu ini, tidak ada satu pun dari kalian yang bisa lepas dari tanggung jawab."Dia tidak sebaik Jess."Itu masalah dia, apa hubungannya dengan kita?" Pelayan tidak terintimidasi oleh perkataan Erik.Ini ada
Jess sedikit tidak percaya. Kesehatan Morgan tidak baik. Selama bertahun-tahun dia merawatnya, dia tidak pernah melihat Morgan minum.Sekarang, mendengar nada bicara pria itu, Morgan sepertinya sedang mabuk berat.Namun ....Jess menoleh ke arah Erik, hatinya terkoyak.Dia sudah menikah dan bertekad untuk menjauhi Morgan. Dia tidak akan pernah bisa mengkhianati Erik."Itu, aku nggak bisa ke sana. Kalau kamu ada waktu, tolong antar dia ke rumah sakit. Setelah dia sadar dari mabuk, dia pasti akan sangat berterima kasih kepadamu," jawab Jess dengan sopan."Apa kamu bercanda? Kamu yang temannya saja nggak mau antar dia ke rumah sakit, apalagi aku yang cuma orang asing? Kamu ingin aku mengantarnya? Aku masih harus kerja." Pria itu menjawab dengan tidak sabar. "Kalau kamu nggak datang, aku juga nggak peduli lagi."Setelah mengatakan itu, pria di seberang sana menutup telepon.Wajah Jess terlihat cemas.Melihat ini, Erik tidak bisa menahan diri dan bertanya, "Ada apa?""Morgan mabuk." Jess me
"Nona Reina." Jess memanggilnya terlebih dahulu.Reina mengangguk dan menuntun kedua anaknya berjalan ke arah mereka.Kedua anak itu dengan sopan memanggil mereka, "Om Erik, Tante Jess.""Hmm." Jess tersenyum, menunjukkan senyuman lembut.Erik juga tersenyum. "Kita baru sebentar nggak bertemu, kalian sudah tambah tinggi rupanya."Dulu, ketika berada di luar negeri, Erik pernah bertemu kedua anak ini beberapa kali saat mengikuti Revin. Jadi, dia cukup akrab dengan keduanya.Kedua anak itu juga memiliki cukup akrab dengannya."Om Erik kapan punya anak? Hari ini kami ikut Mama ke rumah sakit dan melihat bayi yang dilahirkan Tante Alana, lucu sekali." Riki bertanya sambil mengedipkan mata.Mendengar kata anak, wajah Erik dan Jess langsung berubah.Namun, semua itu menghilang dengan cepat.Erik terbatuk-batuk dua kali. "Hal semacam ini nggak bisa dipaksakan, nggak boleh buru-buru juga.""Oh." Riki sepertinya mengerti, dia pun mengangguk. "Om Erik dan Tante Jess harus lebih semangat. Setelah
Alana sengaja menggoda Riki. "Riki, kenapa kamu bilang begitu? Aku dan mamamu sudah seperti kakak adik, jadi wajar saja kalau kami jadi mak comblang anak kami sendiri. Bukankah kamu sering melihat itu di drama TV?""Jangan khawatir, kali ini Tante memang belum melahirkan anak perempuan, tapi lain kali Tante baka berusaha lebih keras lagi agar bisa melahirkan anak perempuan yang cantik. Saat itu tiba, aku akan menikahkannya denganmu, ya? Kamu sangat pengertian, pasti kamu akan memperlakukannya dengan baik, bukan?"Riki jauh mudah ditipu ketimbang Riko. Berpikir bahwa Alana berencana akan melahirkan anak perempuan di kemudian hari, dia langsung merasa ngeri."Tante Alana, aku ... mungkin aku nggak akan nikah."Dia ketakutan sampai punya pikiran untuk tidak menikah.Reina menggodanya, "Tapi bukannya kamu pernah bilang kalau Talitha cantik? Katamu, siapa yang bisa nikah sama dia, orang itu pasti sangat bahagia.""Hah? Kamu suka punya seseorang yang kamu suka?" Alana memasang wajah terkejut