Maxime bertanya bingung, "Kapan aku nyumpahin kamu mati?"Lagian, kalau dia memang ingin Reina mati, ngapain pakai nyumpahin segala?"Lihat aja bunga yang kirimanmu itu. Kamu nyuruh mereka naruh bunga di depan pintuku begini, semuanya warna putih dan kuning. Apa lagi namanya kalau bukan nyumpahin aku mati?"Reina sangat marah. Entah karena faktor hamil atau bukan, tapi dia jadi sangat sensitif dan suka mikir macam-macam.Namun, bunga aster dan bunga baby-breath memang biasanya diberikan untuk mengenang orang yang sudah meninggal.Maxime tidak menjawab dan menutup telepon.Reina jadi makin marah saat teleponnya ditutup.Reina pikir dirinya yang sudah salah berpikir, jadi dia bertanya pada Gaby, "Gaby, menurutmu aku yang salah sangka-kah?"Gaby menggeleng, "Ya nggaklah. Mana ada kekasih yang ngirimin bunga aster. Bunga baby-breath masih mending.""Sudahlah, aku nggak akan marah. Daripada aku sendiri yang rugi." Reina menghela napas dalam.Sejak pernah menderita depresi, dokter mengajarin
Ekki mendatangi Reina dan berkata, "Nyonya, maaf semalam Bos menyuruhku beli bunga, tapi karena sudah larut malam, aku nyuruh orangku yang beli bunga."Sebelum Reina sempat menjawab, Gaby sudah memelototinya duluan."Kamu sengaja ya? Mau balas dendam pribadi?"Saat berhadapan dengan Gaby, Ekki melembutkan suaranya, "Jangan ngomong sembarangan, aku 'kan lagi kerja.""Kerja? Ini caramu kerja? Ngapain kamu ngasih bunga kayak gini ke Nana? Kami sengaja mau bikin dia marah?" Padahal barusan Gaby mau menggoblok-gobloki Maxime. Masa bos hebat ngasih bunga kayak gini ke istrinya?Ternyata, yang harus dia maki goblok adalah tunangannya sendiri.Si Ekki ini masih berani ngaku sebagai tangan kanan Maxime dan ketua asisten?"Semalam Bos ngasih tugas ini pas sudah malam banget, aku juga capek, makanya nyuruh orang buat nyiapin semua ini. Aku nggak nyangka ternyata malah begini jadinya.""Sekarang kamu nyalahin orang lain?" Gaby sungguh memojokkan Ekki."Gaby, kamu itu pacarku."Ekki sungguh dibuat
"Nggak usah."Maxime menjawab pelan.Tiba-tiba ponsel Maxime berdering, Maxime langsung mengangkatnya karena mengira Reina yang meneleponnya."Kak Max, kakak ipar 'kan sudah nggak tinggal di Vila Magenta, aku jadi sendirian di sana. Mending aku ngerawat Kak Max aja, boleh minta satpam buka pintu nggak?" Saat ini Christy sudah berdiri di depan pintu vila."Aku nggak perlu diurus."Maxime langsung menutup telepon dan menyerahkan ponselnya pada Ekki, "Blokir nomornya.""Oke."Tanpa basa-basi, Ekki langsung memblokir Christy.Saat Christy menelepon Maxime lagi, teleponnya tidak tersambung.Karena tidak bisa berbuat apa-apa, Christy pikir Reina akan pergi ke kantor, jadi Christy pun pergi ke Grup Rajawali. Namun sesampainya di sana, ternyata Reina cuti hari ini."Kurang ajar! Kenapa wanita jalang itu nggak ngasih tahu aku kalau nggak masuk kantor?"Christy berdiri di kantor Reina dan mengumpat pada dirinya sendiri.Tiba-tiba sebuah suara terdengar dari belakangnya, "Christy? Kamu ngomong se
"Aku nggak marah kok, kamu nggak perlu pergi ke mana-mana," jawab Morgan.Christy mengernyit bingung dan masih tidak berani bergerak."Kalau kamu memang suka sama Kak Max, kamu harus merawatnya dengan sebaik mungkin. Kalau kalian bisa bersama, 'kan kita sebagai keluarga bisa makin dekat."Christy terkejut mendengarnya, "Beneran?""Iya dong. Tapi ingat, jangan sakiti Reina." Morgan merendahkan suaranya, lalu melanjutkan, "Kalau sampai Reina terluka, aku akan membuat hidupmu jauh lebih menderita daripada mati. Oke?"Meski Christy tidak paham mengapa Morgan berkata seperti ini, dia langsung mengangguk berulang kali dan menjawab, "Oke, aku ngerti. Aku nggak akan nyakitin kakak ipar.""Lagian dia sudah melahirkan cicit untuk Keluarga Sunandar, aku sadar diri.""Bagus. Ingat, langsung lapor padaku kalau sesuatu terjadi di antara mereka.""Oke."Christy langsung mengiakan.Barulah setelah itu Morgan melangkah pergi.Setelah Morgan pergi, barulah Christy merasa dirinya terbebas dari tindihan b
Christy tersedak.Karena bujukannya tidak berhasil, Christy pun lagi-lagi duduk di depan pagar dan berkata, "Aku bakal duduk di sini sampai Kakak izinin aku masuk.""Terserah kamu aja."Reina balik badan dan masuk kembali ke rumah. Kemudian, dia memotong buah-buahan dan duduk di sofa sambil menonton TV.Suara TV yang membuat suasana rumah menjadi ramai yang bisa membuat Reina lupa sesaat akan kegelisahan hatinya.Karena tidak ada sinetron bagus, Reina mengganti beberapa saluran TV dan akhirnya melihat sebuah berita.Dari berita itu Reina tahu bahwa minggu lalu saham Grup Yunandar anjlok dan Tanu sebagai CEO sudah menjual semua sahamnya. Sekarang, Grup Yunandar sudah diakuisisi oleh Grup IM.Grup IM?Reina bergumam. Sepertinya dia pernah mendengar nama ini? Tapi ... di mana ya?Saat Reina masih berpikir, ponselnya berdering.Reina langsung mengangkatnya dan ternyata yang meneleponnya adalah Diego."Kak, sudah nonton berita belum? Perusahaan Tanu bangkrut!" Diego terdengar sangat bersema
Reina pun mengambil laptopnya untuk memeriksa perkembangan kompetisi, lagunya memang sudah lolos ke babak kedua.Dalam kompetisi, totalnya ada tiga babak. Di babak final, lagu-lagu itu akan dirilis di sebuah platform dan pemenangnya akan ditentukan berdasarkan hasil voting pendengar.Mereka akan mendapat hasil finalnya dalam waktu seminggu ini."Terima kasih, ini aku sudah lihat.""Apa kamu ada waktu akhir pekan ini?" tanya Ari tiba-tiba.Kata orangtua Ari, saat ini di Gunung Skandina sedang penuh dengan bunga bermekaran dan banyak orang yang pergi berkemah di sana."Akhir pekan ini? Aku sudah janji mau berkemah sama kedua anakku," jawab Reina.Meski sudah mendapat jawaban ini, Ari yang tidak tahu malu malah berkata, "Wah, bagus dong! Yuk kita pergi bareng. Aku bisa jagain kamu dan anak-anak. Kamu sudah pernah pergi ke Gunung Skandina belum? Katanya bunga-bunga di sana bagus lho, cantik banget pemandangannya."Reina tahu tentang Gunung Skandina, tapi dia belum pernah ke sana."Tapi ken
Reina berhenti melangkah, lalu meminta satpam melepaskan Christy, "Aku nggak ngerti maksudmu? Kalau kamu maksa datang buat menjagaku, aku akan terima. Tapi kamu nggak boleh ganggu tamuku."Reina ingat perbuatan Christy yang dulu. Dulu waktu Reina datang ke kediaman Keluarga Sunandar, Christy bukan hanya sudah menghina dirinya, tapi juga pernah mendorongnya ke dalam kolam dan hampir menenggelamkannya.Begitu teringat semua perbuatan Christy di masa lalu, Reina pun tidak berniat melepaskan gadis ini begitu saja.Reina berniat akan membalas semua penghinaan yang dulu Christy lakukan padanya!Christy tahu Reina mengincarnya, tapi dia tidak ingin pergi begitu saja."Kak Reina, maaf barusan aku terlalu gegabah. Aku janji nggak akan ngulangin lagi.""Ya sudah, masuklah."Reina mengizinkan Christy masuk.Christy mengikuti Reina masuk ke dalam, namun dia mengepalkan tinjunya kuat-kuat sampai kukunya menancap dalam telapak tangannya.Christy membatin dalam hati, "Nanti setelah Kak Max menceraika
Maxime selalu punya firasat buruk akan sikap manja Riki. Bukannya tidak suka, hanya saja dia tidak terbiasa.Riki 'kan sudah hampir berumur lima tahun? Masa masih manja begitu?"Nggak mau."Maxime masih sibuk dengan urusannya mengakuisisi Grup Yunandar.Riki sadar ayah berengseknya ini sungguh sudah tidak tertolong. Apa pria ini tidak akan memperjuangkan keluarganya lagi?Riki menahan diri, lalu berkata, "Ya sudah kalau nggak mau. Untung aja ada Om Ari dan Om Deron. Nanti kami bisa mendirikan tenda bersama dan makan bersama.""Om Ari suka banget sama masakan mama."Ari?Maxime bingung, siapa Ari?"Oke, aku datang." Maxime langsung menyela Riki.Mata bulat besar Riki langsung berbinar, "Beneran?""Ya.""Sudah, sana tidur."Maxime menutup telepon.Malam itu, Riki bisa tidur nyenyak. Akhir-akhir ini badannya tidak terlalu sakit dan lusa dia akan pergi berkemah sekeluarga.Christy yang baru pindah ke rumah Reina, malam itu langsung mengirim pesan pada Morgan. Dia memberi tahu Morgan bahwa
Morgan tidak bisa menghindar, tidak punya pilihan selain menerima pukulan keras itu.Darah keluar dari sudut mulutnya, tubuhnya limbung. Cengkeraman tangannya di lengan Jess terlepas saat dia terdorong mundur dan hampir jatuh ke tanah.Erik mengepalkan tinjunya dan berdiri di antara dia dan Jess, menatap Morgan dengan dingin."Aku sudah berbaik hati mengantarmu ke rumah sakit, tapi aku nggak menyangka kamu akan datang ke sini dan berbuat kasar sama Jess. Sepertinya kamu masih belum cukup sadar, jadi aku akan membuatmu sadar!"Jika dia tidak datang untuk menjemput Jess, dia tidak akan melihat adegan Morgan yang mengganggu Jess.Dia mengatupkan giginya karena marah, ada sedikit kejengkelan dalam tatapannya saat dia menatap Jess."Kamu baik-baik saja?" tanyanya.Jess sedikit panik saat mendengar pertanyaannya, tetapi dia mengangguk. "Ya, aku baik-baik saja."Erik menoleh ke arah Morgan dan melangkah mendekatinya.Morgan berdiri diam sebelum menatap orang di depannya. Dia mengangkat tangan
Morgan melihat ke arah panggilan yang ditutup, suasana hatinya langsung jatuh ke titik terendah.Namun, dia tidak beranjak pergi.Di dalam perusahaan.Jess mengira Morgan sudah pergi, jadi dia berkemas seperti biasa dan keluar dari perusahaan.Sebelum dia keluar, Erik bahkan mengiriminya pesan."Aku jemput, ya?"Jess membalas pesan itu, "Nggak perlu, aku pulang sendiri saja."Dia terbiasa melakukan segala sesuatunya sendiri, bahkan setelah menghabiskan banyak waktu dengan Erik, dia masih belum terbiasa untuk dijaga olehnya seperti itu."Penolakan ditolak, aku sudah di lantai bawah perusahaanmu, cepat keluar." Erik tersenyum dan mengirimkan pesan itu.Jess sedikit tidak berdaya saat melihat pesan itu, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa lagi.Erik memang seperti itu, selalu melakukan segala sesuatu terlebih dahulu, baru memberitahunya. Jess sudah terbiasa dengan hal itu.Berjalan keluar dari pintu perusahaan, Jess mencari-cari mobil Erik. Namun, sebelum dia bisa menemukannya, sesosok tu
Morgan hanya perlu menunggu persetujuan Jess, tidak mempermasalahkan apakah Jess sudah menikah atau belum.Jess tidak tahu harus bahagia atau sedih saat ini.Ternyata orang yang dia sukai kini juga menyukainya. Ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.Namun, yang menyedihkan adalah dia sudah menikah. Pernikahan ini diatur oleh orang tuanya, yang juga atas keinginannya sendiri. Erik memperlakukannya dengan baik, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu yang kiranya bisa mengkhianati Erik."Maafkan aku, Tuan Morgan. Tuan mungkin sudah salah paham dengan niatku untuk Tuan. Tuan itu atasanku, jadi aku harus bersikap baik kepada Tuan karena tuntutan pekerjaan, bukan karena aku menyukai Tuan seperti yang Tuan katakan." Jess terdiam sejenak, kemudian melanjutkan, "Selain itu, aku sudah menikah dan suamiku memperlakukanku dengan sangat baik. Kami berdua saling mencintai dan aku nggak akan menceraikannya."Kami berdua saling mencintai!Kata-kata itu sangat tajam dan menusuk ketika terdenga
Morgan membuka kontaknya dan melihat catatan panggilan pegawai tempat dia minum dengan Jess saat dia mabuk.Pikirannya kacau dan dia ingin sekali memastikannya.Entah sudah berlalu berapa lama, Morgan akhirnya berhasil menghubungi nomor Jess.Pada saat itu, Jess sedang sendirian di dalam perusahaan, sementara Erik pergi untuk menjalankan tugasnya sendiri setelah mengantarnya.Melihat panggilan dari Morgan, Jess ragu-ragu sejenak sebelum mengangkatnya."Tuan Morgan, ada apa?"Tuan Morgan?Morgan sedikit terdiam saat mendengar panggilan yang tidak biasanya digunakan Jess saat memanggilnya."Kamu yang membawaku ke rumah sakit hari ini?" tanya Morgan.Jess tidak mencoba menyembunyikan apa pun dan menjawab, "Aku dan Erik yang mengantarmu. Untung saja ada dia yang membantu. Kalau nggak, aku nggak akan bisa membawamu ke rumah sakit sendirian."Sepanjang jawabannya, dia menyebutkan nama Erik hingga beberapa kali.Morgan mengerti bahwa ini adalah untuk memberitahukan bahwa dia dan Erik sudah me
Simpul di tenggorokan Morgan bergulir. Dia menggunakan seluruh kekuatannya untuk membuka matanya dan melihat Jess. Ketika dia yakin itu adalah Jess, dia langsung mengangkat kedua tangannya.Jess tidak tahu apa yang ingin dilakukan Morgan, jadi dia mendekat dan bertanya kepadanya."Tuan Morgan, apa Tuan baik-baik saja? Apa ada yang nggak nyaman? Apa Tuan butuh air? Sebentar lagi kita sampai di rumah sakit."Begitu kata-kata terakhir itu terucap, tangan Morgan tiba-tiba mendarat di sisi wajahnya.Pria itu bergumam dengan suara pelan, "Jess? Apa aku sedang ... bermimpi?"Wajah Jess terasa panas, tubuhnya menegang dan dia menatapnya tidak percaya.Wajah Erik yang duduk di samping langsung berubah muram. Dia mengangkat tangannya untuk menepis tangan Morgan."Ngapain kamu?"Tangan Morgan jatuh dan dia benar-benar kehabisan tenaga, menutup matanya lagi.Jess menatap Erik dengan tatapan penuh rasa bersalah. "Maafkan aku."Erik kesal, tetapi tidak menunjukkannya."Dia yang menyentuhmu, jadi kam
Ketika Jess dan Erik sampai, mereka langsung dimarahi."Kalian akhirnya datang juga. Bukan hanya mabuk, dia juga merusak banyak minuman di toko kami. Jadi, jangan lupa bayar dulu sebelum kalian membawanya pergi," kata pemilik tempat itu.Mendengar itu, Jess melihat ke arah yang pria ini tunjuk.Ini adalah pertama kalinya dia melihat Morgan seperti itu.Pakaiannya sedikit acak-acakan, wajahnya berjanggut dan sedikit tidak terawat. Dia mabuk berat, duduk tidak berdaya di kursi. Ada banyak pecahan botol di sekelilingnya, membuat udara pekat oleh bau alkohol.Mata Jess terlihat khawatir. Dia hendak meminta maaf kepada pemilik tempat ini, tetapi Erik yang berada di antara mereka berkata dengan dingin, "Apa kalian nggak tanggung jawab? Apa kamu tahu, kalau sesuatu terjadi dengannya di tempatmu ini, tidak ada satu pun dari kalian yang bisa lepas dari tanggung jawab."Dia tidak sebaik Jess."Itu masalah dia, apa hubungannya dengan kita?" Pelayan tidak terintimidasi oleh perkataan Erik.Ini ada
Jess sedikit tidak percaya. Kesehatan Morgan tidak baik. Selama bertahun-tahun dia merawatnya, dia tidak pernah melihat Morgan minum.Sekarang, mendengar nada bicara pria itu, Morgan sepertinya sedang mabuk berat.Namun ....Jess menoleh ke arah Erik, hatinya terkoyak.Dia sudah menikah dan bertekad untuk menjauhi Morgan. Dia tidak akan pernah bisa mengkhianati Erik."Itu, aku nggak bisa ke sana. Kalau kamu ada waktu, tolong antar dia ke rumah sakit. Setelah dia sadar dari mabuk, dia pasti akan sangat berterima kasih kepadamu," jawab Jess dengan sopan."Apa kamu bercanda? Kamu yang temannya saja nggak mau antar dia ke rumah sakit, apalagi aku yang cuma orang asing? Kamu ingin aku mengantarnya? Aku masih harus kerja." Pria itu menjawab dengan tidak sabar. "Kalau kamu nggak datang, aku juga nggak peduli lagi."Setelah mengatakan itu, pria di seberang sana menutup telepon.Wajah Jess terlihat cemas.Melihat ini, Erik tidak bisa menahan diri dan bertanya, "Ada apa?""Morgan mabuk." Jess me
"Nona Reina." Jess memanggilnya terlebih dahulu.Reina mengangguk dan menuntun kedua anaknya berjalan ke arah mereka.Kedua anak itu dengan sopan memanggil mereka, "Om Erik, Tante Jess.""Hmm." Jess tersenyum, menunjukkan senyuman lembut.Erik juga tersenyum. "Kita baru sebentar nggak bertemu, kalian sudah tambah tinggi rupanya."Dulu, ketika berada di luar negeri, Erik pernah bertemu kedua anak ini beberapa kali saat mengikuti Revin. Jadi, dia cukup akrab dengan keduanya.Kedua anak itu juga memiliki cukup akrab dengannya."Om Erik kapan punya anak? Hari ini kami ikut Mama ke rumah sakit dan melihat bayi yang dilahirkan Tante Alana, lucu sekali." Riki bertanya sambil mengedipkan mata.Mendengar kata anak, wajah Erik dan Jess langsung berubah.Namun, semua itu menghilang dengan cepat.Erik terbatuk-batuk dua kali. "Hal semacam ini nggak bisa dipaksakan, nggak boleh buru-buru juga.""Oh." Riki sepertinya mengerti, dia pun mengangguk. "Om Erik dan Tante Jess harus lebih semangat. Setelah
Alana sengaja menggoda Riki. "Riki, kenapa kamu bilang begitu? Aku dan mamamu sudah seperti kakak adik, jadi wajar saja kalau kami jadi mak comblang anak kami sendiri. Bukankah kamu sering melihat itu di drama TV?""Jangan khawatir, kali ini Tante memang belum melahirkan anak perempuan, tapi lain kali Tante baka berusaha lebih keras lagi agar bisa melahirkan anak perempuan yang cantik. Saat itu tiba, aku akan menikahkannya denganmu, ya? Kamu sangat pengertian, pasti kamu akan memperlakukannya dengan baik, bukan?"Riki jauh mudah ditipu ketimbang Riko. Berpikir bahwa Alana berencana akan melahirkan anak perempuan di kemudian hari, dia langsung merasa ngeri."Tante Alana, aku ... mungkin aku nggak akan nikah."Dia ketakutan sampai punya pikiran untuk tidak menikah.Reina menggodanya, "Tapi bukannya kamu pernah bilang kalau Talitha cantik? Katamu, siapa yang bisa nikah sama dia, orang itu pasti sangat bahagia.""Hah? Kamu suka punya seseorang yang kamu suka?" Alana memasang wajah terkejut