Ingatannya berantakan?Reina agak tidak paham, "Berantakan gimana?""Jadi kemarin waktu aku nyari Nyonya, Pak Maxime nggak ingat siapa Nyonya. Terus waktu aku pulang, Pak Maxime ingat Nyonya siapa. Tapi setelah mengobrol sebentar, sepertinya ingatannya berhenti di tujuh tahun lalu." Ekki menghela napas, "Sekarang kondisinya masih sama, dia juga nggak ingat kedua anaknya."Reina merenung sejenak, lalu berkata, "Oke, aku paham. Tolong jaga Riki baik-baik. Aku sudah mau naik pesawat kok, sebentar lagi sampai.""Oke."Reina merasa situasi Maxime kali ini bukan sandiwara belaka.Lagipula keduanya sepakat untuk memulai semua kembali setelah Maxime tidak amnesia. Tidak ada alasan bagi Maxime untuk pura-pura lupa ingatan sekarang.Reina mematikan ponselnya dan naik pesawat.Saat ini, di Vila Magenta.Maxime ganti baju dan para dokter memeriksanya.Meski sudah memeriksa semalaman, para dokter masih belum tahu tindakan medis apa atau metode pengobatan apa yang harus dipakai untuk memulihkan inga
Ekki melirik ke lantai atas, "Bos pasti sudah bangun.""Biar kuperiksa."Maxime terjatuh di kamar bernuansa hitam putih yang dingin.Reina membuka pintu kamar dan langsung membantu Maxime untuk berdiri, "Kamu nggak apa-apa?""Keluar!"Saat mendengar suara Reina, Maxime langsung mendesis dengan dingin, lalu mendorong Reina menjauh, "Sudah puas main di luarnya?"Reina yang tidak berdiri stabil pun hampir terjatuh.Reina sendiri kurang istirahat, jadi setelah diperlakukan seperti ini oleh Maxime, amarah Reina pun meledak."Maxime, kalau sakit itu ya diobati, ngapain kamu berulah lagi? Jangan lupa, aku lagi hamil. Kalau sampai terjadi apa-apa pada anakku, aku bakal ...."Reina tidak menyelesaikan kalimatnya. Dia sendiri kaget dirinya bisa begitu galak.Maxime terdiam.Reina kembali menghampiri Maxime dengan hati-hati dan kali ini Maxime tidak mendorongnya.Setelah Maxime kembali duduk di kasur, dia langsung mencengkeram pergelangan tangan Reina. "Sekarang kamu berani membentakku?"Reina bu
Maxime menutup mulutnya rapat-rapat.Dia berhenti berdebat dengan Reina, lalu bangkit berdiri dari kasur dan hendak keluar kamar.Reina pun ikut berdiri."Sudah waras? Ayo ke rumah sakit."Maxime mengabaikan Reina dan terus berjalan ke depan, Maxime juga lupa dengan posisi perabotan dalam rumah sehingga beberapa kali dia menabrak beberapa barang."Ada tembok di depan!"Tepat saat Maxime hendak menabrak tembok, Reina berteriak memanggilnya.Maxime berhenti melangkah, lalu meraba-raba pintu.Reina berjalan menghampiri dan meraih tangan Maxime.Kalau Maxime yang dulu, dia pasti akan langsung menepis tangan Reina dengan rasa jijik. Namun entah mengapa sekarang Maxime tidak menolak bantuan Reina dan poin terpentingnya adalah Maxime merasa darah di lengannya yang disentuh Reina terasa membeku.Maxime tidak paham kenapa dia jadi begini.Reina menarik Maxime tanpa kelembutan, membuka pintu dan membawanya keluar."Makan dulu. Setelah makan, kita akan pergi periksa ke rumah sakit."Karena Maxime
Maxime itu agak mysophobia. Jangankan Reina, bahkan Marshanda pun tidak bisa menyentuhnya.Namun saat Reina sekarang bersandar di pelukannya, tubuhnya tidak menolak."Memang beda."Reina mengernyit bingung, "Apanya yang beda?"Maxime tidak menjawab dan langsung melepaskan Reina.Maxime masih tidak percaya kalau bertahun-tahun kemudian, dia jatuh cinta pada Reina dan bahkan punya seorang anak darinya."Berapa umur anak itu?" tanya Maxime tiba-tiba."Empat tahun lebih." Reina tetap menjawab meski Reina masih menganggap Maxime aneh.Empat tahun lebih ... Kalau dihitung-hitung berarti Reina hamil saat sedang ribut ingin bercerai darinya."Kamu bius aku supaya bisa tidur sama aku?" Hanya alasan ini yang terpikir di benak Maxime."Kamu sudah ingat?"Reina kira Maxime bicara tentang anak yang sedang dikandungnya saat ini.Maxime memicingkan matanya dan berujar dengan nada dingin, "Oh, ternyata begitu."Maxime sedang bertanya-tanya. Kenapa dalam ingatannya dia yakin sekali sudah akan menceraik
Sebuah mobil mewah berwarna perak berhenti di depan pintu. Tidak lama kemudian, Jovan melihat Reina membantu Maxime keluar dari mobil.Ekki mengikuti dari belakang."Kak Max, Kakak ipar, kenapa ini?"Suara Jovan sangat familiar, tapi kenapa pria ini memanggil Reina 'kakak ipar'?Bukannya Jovan selalu memanggil Reina 'si tuli'?Tidak ada yang lebih membenci Reina selain Jovan dan sekarang dia malah memanggil wanita ini 'kakak ipar'?"Ceritanya panjang, biar Pak Ekki aja yang jelasin." Sikap Reina terhadap Jovan masih suam-suam kuku.Jovan juga tidak mempermasalahkan hal ini, setelah mereka masuk, dia bertanya pada Ekki.Ekki menceritakan kejadiannya pada Jovan."Si Erik itu cari mati ya?"Jovan menghela napas dan matanya penuh dengan amarah. "Kukira selama ini Keluarga Casco itu pengecut. Nggak kusangka ternyata si Erik berani menyerang Kak Max, benar-benar cari mati!"Ekki juga tidak menyangka karena Keluarga Casco selalu bersikap rendah hati."Aku sudah menyiapkan dokter buat Kak Max,
Alana agak terkejut, lalu kembali menatap wajah tampan Maxime yang setelah itu berhenti melindur.Dia menarik napas dalam-dalam, "Apa otak CEO itu beda sama otak kita orang biasa ya?"Reina tertawa kecil, dia agak terhibur dengan candaan Alana."Bisa jadi. Padahal dia punya ingatan fotografis, ternyata dia masih bisa amnesia."Alana dan Reina bergosip tentang Maxime tepat di sebelah Maxime tanpa rasa bersalah.Ketika tiba waktunya makan, Maxime masih belum bangun. Ekki yang perhatian pun mengutus orang untuk menanyakan Reina apa yang ingin dia makan.Alana berkata tanpa malu-malu, "Aku mau makan hot pot, udang karang dan kepiting bulu."Karena sedang hamil, Reina sangat menjaga makanannya. Dia sudah lama tidak makan makanan yang begitu kaya rasa seperti ini.Reina berkata pada orang utusan Ekki, "Siapkan sesuai yang temanku minta, lalu siapkan juga makanan bergizi punyaku seperti biasa."Reina masih harus memikirkan anak dalam perutnya."Ya ampun, maafkan aku yang nenek-nenek ini. Aku
Meski demikian, Alana senang karena dia sangat menyukai pekerjaan barunya ini.Meski dia tidak kekurangan uang, dia mungkin merasa lebih aman kalau menghasilkan uang sendiri.Alana masih ingat perkataan mantan pacarnya, Yansen, "Kalau kamu bukan anak orang kaya, memangnya kamu bisa apa?"Penghasilannya saat ini bisa jadi puluhan kali lipat lebih besar dari penghasilan Yansen sebagai pengacara."Ngomong-ngomong, Alana, gimana kabarmu di Keluarga Tambolo? Apa Yansen masih nyari kamu?"Terakhir kali, Yansen dan Jovan 'kan sempat bertengkar.Sekarang, Alana terlihat sangat bebas dan santai, "Kabarku baik. Kalau Yansen ... Ya, dia ada meneleponku beberapa kali."Alana menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Nana, kamu tahu nggak sih, dia itu benar-benar aneh. Dia beberapa kali terus membujukku untuk nggak berhubungan sama Keluarga Tambolo. Dia juga menyuruhku buat nggak menikah sama Jovan, katanya Jovan bukan pria baik-baik."Saat teringat kata-kata Yansen, Alana sampai tidak bisa b
Maxime mencondongkan tubuhnya ke arah Reina, mengurung seluruh tubuh Reina dalam dekapannya dan tenggorokan Maxime terasa agak serak.Reina mengernyit bingung, "Maksudnya?"Maxime tidak menjawab. Maxime meletakkan telapak tangannya yang besar di wajah Reina dan merasakan kehangatan. Ini semua nyata?"Bukannya kamu sudah mati?" tanya Maxime sambil menelan ludah.Reina semakin bingung, "Sebenci-bencinya kamu sama aku, nggak perlu sampai nyumpahin aku mati, 'kan?""Kamu tahu nggak selama dua tahun ini aku terus-terusan nyari kamu? Kenapa kamu bahkan nggak mau datang ke mimpiku sekali aja? Kenapa hari ini kamu tiba-tiba muncul? Apa kamu benar-benar sudah mati?"Maxime sama sekali tidak mendengarkan perkataan Reina, baginya semua momen ini adalah mimpi."Katanya cuma orang mati yang bisa datang ke mimpi. Jadi ... kamu beneran sudah mati?""Kenapa kamu nggak izinin aku lihat wajahmu?"Sekarang sedang mati lampu.Maxime juga belum tahu kalau dia buta.Dari kata-kata Maxime, Reina perlahan sad
"Nona Reina." Jess memanggilnya terlebih dahulu.Reina mengangguk dan menuntun kedua anaknya berjalan ke arah mereka.Kedua anak itu dengan sopan memanggil mereka, "Om Erik, Tante Jess.""Hmm." Jess tersenyum, menunjukkan senyuman lembut.Erik juga tersenyum. "Kita baru sebentar nggak bertemu, kalian sudah tambah tinggi rupanya."Dulu, ketika berada di luar negeri, Erik pernah bertemu kedua anak ini beberapa kali saat mengikuti Revin. Jadi, dia cukup akrab dengan keduanya.Kedua anak itu juga memiliki cukup akrab dengannya."Om Erik kapan punya anak? Hari ini kami ikut Mama ke rumah sakit dan melihat bayi yang dilahirkan Tante Alana, lucu sekali." Riki bertanya sambil mengedipkan mata.Mendengar kata anak, wajah Erik dan Jess langsung berubah.Namun, semua itu menghilang dengan cepat.Erik terbatuk-batuk dua kali. "Hal semacam ini nggak bisa dipaksakan, nggak boleh buru-buru juga.""Oh." Riki sepertinya mengerti, dia pun mengangguk. "Om Erik dan Tante Jess harus lebih semangat. Setelah
Alana sengaja menggoda Riki. "Riki, kenapa kamu bilang begitu? Aku dan mamamu sudah seperti kakak adik, jadi wajar saja kalau kami jadi mak comblang anak kami sendiri. Bukankah kamu sering melihat itu di drama TV?""Jangan khawatir, kali ini Tante memang belum melahirkan anak perempuan, tapi lain kali Tante baka berusaha lebih keras lagi agar bisa melahirkan anak perempuan yang cantik. Saat itu tiba, aku akan menikahkannya denganmu, ya? Kamu sangat pengertian, pasti kamu akan memperlakukannya dengan baik, bukan?"Riki jauh mudah ditipu ketimbang Riko. Berpikir bahwa Alana berencana akan melahirkan anak perempuan di kemudian hari, dia langsung merasa ngeri."Tante Alana, aku ... mungkin aku nggak akan nikah."Dia ketakutan sampai punya pikiran untuk tidak menikah.Reina menggodanya, "Tapi bukannya kamu pernah bilang kalau Talitha cantik? Katamu, siapa yang bisa nikah sama dia, orang itu pasti sangat bahagia.""Hah? Kamu suka punya seseorang yang kamu suka?" Alana memasang wajah terkejut
Tepatnya, Diego lah yang berutang kepada Reina.Hanya saja, Diego memiliki ayah yang baik. Dulu, Anthony memperlakukan Reina dengan sangat baik, jadi Reina tidak tega menyakiti putra satu-satunya yang dia tinggalkan di dunia ini."Ke depannya terserah dia." Reina berkata dengan lesu....Salju pun mencair dan waktu pun berlalu dengan cepat.Alana melahirkan seorang anak laki-laki yang sangat menggemaskan.Tuan Besar Jacob hampir jatuh pingsan karena terlalu bahagia setelah melihat cicitnya.Untungnya, dia berada di rumah sakit dan butuh banyak usaha dari staf medis agar bisa menyelamatkannya.Pada saat itulah Jovan menyadari bahwa kakeknya tidak berpura-pura sakit, kesehatannya memang sudah tidak seperti dulu lagi."Kakek, istirahat yang cukup dan jangan terlalu terpancing emosi," kata Jovan sambil duduk di depan ranjang rumah sakit kakeknya.Tuan Besar Jacob melambaikan tangannya. "Aku baik-baik saja, jangan mengkhawatirkanku. Kamu sudah jadi seorang ayah, jadi harus terus menemani Al
Diego bersulang untuk Reina dan Maxime, lalu bersulang untuk seluruh anggota Keluarga Libera.Saat ini, orang-orang Keluarga Libera tidak akan berani mengatakan apa pun, bahkan Nyonya Liz sendiri.Semua orang tahu bahwa uang dan kekuasaan adalah hal yang paling penting dalam masyarakat sekarang.Para tamu memiliki pemikiran mereka sendiri, hanya Sophia yang ingin bersulang untuk para kerabat dan teman-teman Diego.Dia sangat gugup sampai dia tidak sadar bahwa semua orang di pesta ini memiliki pemikiran yang berbeda.Setelah selesai, dia dan Diego mengantar Reina dan Maxime kembali.Reina tidak tahan lagi dan mengatakan, "Antar sampai sini saja. Kamu masih harus mengantar tamu-tamu pebisnismu selagi ada waktu."Sophia merasa aneh, para pebisnis?Bukankah Diego mengatakan kalau mereka semua temannya?Diego terlihat canggung dan mengedipkan mata ke arah Reina, bermaksud memberitahunya untuk tidak berbicara terlalu banyak, takut Sophia akan tahu.Namun, Reina justru melakukannya dengan sen
Nyonya Liz mencoba membuat Reina marah, kemudian membuat tamu yang hadir berpikir bahwa Reina tidak bisa bersikap dewasa karena membuat masalah dengan orang tua.Reina tersenyum lembut. "Bagaimanapun juga, ini masalah hidup dan mati, jadi tentu saja aku harus mengingatnya.""Selain itu, pada saat itu Nona Tia masih muda, tetapi Nyonya Liz dan kedua putranya sudah dewasa. Harusnya kalian tahu mana yang benar dan mana yang salah, bukan?""Tapi saat itu, alih-alih mendidik Nona Tia, kalian malah bilang aku pantas diperlakukan seperti itu. Kalian juga membuatku berdiri di tengah salju yang dan membeku sepanjang malam. Saat itu terjadi, aku baru berusia sepuluh tahun." Reina mengucapkan kata-kata ini dengan kesedihan di dasar matanya.Mendengar ini, mereka yang hadir langsung mengerti mengapa Reina tidak mau mengakui kedua putra dari Keluarga Libera."Mereka melakukan itu sama anak berusia sepuluh tahun! Nggak manusiawi sekali!""Wah, Keluarga Libera bisa sukses juga karena mengandalkan Kel
Ketika Reina hanyalah putri yang tidak menonjol di Keluarga Andara, kedua om-nya ini bukan hanya memperlakukannya dengan buruk, tetapi juga membiarkan putri mereka menggertaknya.Sekarang, dia telah menjadi pewaris Keluarga Yinandar, kaya dan berkuasa, mereka malah menyanjungnya. Lucu sekali.Reina tidak akan melakukan apa yang mereka inginkan dan tidak segan dengan mereka."Om? Apa kalian nggak salah? Ibuku nggak punya saudara kandung."Satu kalimat ini membuat wajah kedua anak laki-laki Keluarga Libera memerah dan terlihat sedikit kikuk.Mereka yang awalnya mengira bahwa keduanya adalah om Reina pun kelu."Ternyata rumit juga hubungan keluarga mereka. Pantas saja, aku nggak pernah dengar kalau Keluarga Yinandar punya dua anak laki-laki, karena mereka hanya punya satu anak laki-laki.""Keluarga Yinandar memang hanya punya satu anak laki-laki, tapi itu hanya anak angkat. Aku nggak tahu kesalahan apa yang dia lakukan sampai dipenjara di usia muda.""Kalau begitu, dua orang dari Keluarga
Diego membawa Sophia mendekati Reina dan Maxime, melewati Tia dan Nyonya Liz tanpa menyapa mereka berdua.Nyonya Liz mengerutkan kening tidak senang. Namun, Diego adalah cucu kesayangannya, jadi dia tidak bisa marah kepadanya.Reina mengangguk pada Diego."Hmm."Diego berkata, "Ayo, aku akan membawa kalian masuk.""Nggak perlu. Kamu dan Sophia bisa bawa nenekmu masuk. Aku dan Maxime bisa sendiri," kata Reina.Mana mungkin Reina tidak memahami apa yang ada di dalam pikiran Diego?Dia ingin membawanya dan Maxime masuk hanya ingin menunjukkan wajahnya kepada para pengusaha kaya itu.Diego sedikit canggung saat mendengar ini. Sekarang, dia baru menyadari keberadaan neneknya dan Tia."Kak, Nenek, kalian juga sudah datang? Ayo masuk," katanya.Nyonya Liz mengangguk. "Ya, ayo masuk."Mereka berjalan bersama ke dalam hotel.Diego dengan penuh perhatian berdiri di samping Reina dan Maxime, sementara Sophia menemani Nyonya Liz dan Tia."Kak, aku senang kalian bisa datang hari ini." Diego berkata
Lusa pun tiba.Reina dan Maxime menghadiri pernikahan Diego seperti yang telah dijanjikan.Reina mengira tidak banyak orang di dalam hotel, tetapi ketika sampai di pintu masuk, dia melihat beberapa pengusaha kaya juga datang.Reina bertanya-tanya, "Kenapa tamunya banyak sekali? Apa ada orang lain yang juga lagi melangsungkan pernikahan?"Begitu dia dan Maxime turun dari mobil, manajer hotel langsung menyambut mereka."Nyonya Reina, Tuan Maxime, kalian benar-benar datang?""Apa maksudnya?" tanya Reina sambil mengerutkan kening."Oh, Tuan Diego bilang akan menikah, Nyonya dan Tuan Maxime akan datang. Jadi, saya datang untuk menyambut kedatangan kalian." Manajer mengulurkan tangannya. "Kalian bisa lihat-lihat, kalau ada yang kurang, kalian bisa memberitahu saya."Mendengar manajer mengatakan ini, apa yang tidak bisa dimengerti oleh Reina?Rasanya seperti Diego memanfaatkannya dan Maxime sebagai alat untuk berteman dengan orang kaya dan terkenal."Sekarang aku tahu kenapa dia juga memintam
"Apa orang tua Hanna tahu tentang hal ini?" Maxime bertanya lagi."Pasti nggak tahu," jawab Reina.Mendengar itu, Maxime terdiam selama beberapa saat, lalu melanjutkan, "Jangan ikut campur sama masalah ini."Dia tahu bahwa orang tua Hanna mendesak Hanna untuk segera menikah. Namun mereka tidak akan menerima anak yatim piatu sebagai menantu mereka."Ya, aku mengerti."Reina dan Hanna hanyalah teman biasa, jadi Reina juga tidak akan ikut campur.Dia tidak bisa tidur lagi, jadi memutuskan untuk bangun.Maxime memeluknya dan tidak mau melepaskannya. "Tidurlah sebentar lagi.""Nggak bisa tidur." Reina menepis tangannya tanpa daya. "Aku mau bangun, aku mau kerja."Dia hanya ingin fokus untuk mengurus Grup Yinandar.Maxime terpaksa melepaskan tangannya karena takut Reina akan marah.Reina segera bangkit dari tempat tidur, tidak berani berada di dalam kamar tidur lebih lama lagi.Kenapa sebelum ini dia tidak sadar kalau Maxime memiliki kebiasaan bermalas-malasan di tempat tidur?...Sebelum Re