Reina ikut Revin pulang ke tempat tinggal Revin.Vila yang begitu besar dan luas itu penuh dengan bunga warna warni, entah mengapa agak tidak sesuai dengan pribadi Revin.Erik tidak ikut masuk.Para pelayan langsung serentak membungkuk pada Reina dan Revin."Tuan Muda."Revin meminta para pelayan untuk undur diri.Sesampainya di ruang tamu, Reina pun mengajaknya mengobrol, "Sekarang gimana kondisimu?"Kemarin di telepon, Revin bilang kalau dia baru sadar dan masih belum benar-benar sehat.Tadinya Reina pikir begitu sampai, dia akan melihat Revin terbaring tidak berdaya di rumah sakit. Reina tidak menyangka Revin sanggup menjemputnya di bandara bahkan menemaninya makan di luar.Revin memunggungi Reina dan tidak berkata apa-apa saat mendengar pertanyaan Reina. Hanya saja, dia mulai membuka kancing kemejanya.Sebelum Reina sempat bereaksi, Revin sudah selesai menanggalkan kemejanya."Kamu ngapain?"Setelah itu, Revin melemparkan bajunya ke atas sofa dan balik badan.Reina spontan balik ba
Reina pun tidak menolak dan memutuskan untuk tinggal di rumah Revin untuk merawatnya.Sore harinya, dokter pribadi datang memeriksa kondisi Revin sekaligus mengganti perban.Reina duduk di samping sambil menelepon Riki. Begitu panggilan video itu tersambung, muncullah wajah putih imut Riki, "Ma, kok tumben telepon? Kenapa?"Karena ada Joanna, Riki tidak bertanya apa Reina sudah ketemu Revin atau belum."Oh nggak apa-apa, Mama cuma mau cek kondisimu ... " di rumah ....Sebelum Reina selesai bicara, tiba-tiba dia mendengar suara familier dari ujung telepon, "Riki sayang, kamu lagi nelpon siapa?"Riki hendak mematikan teleponnya saat Joanna ternyata sudah datang menghampiri dan melihat Reina di layar ponselnya.Di depan cucunya, Joanna tidak berani menyalahkan Reina yang sudah meninggalkan Riki sendirian. Dia pun berkata dengan ramah."Oh Nana, kamu ke mana Na? Kok jam segini belum pulang?"Reina yang tidak mau cari masalah pun berbohong, "Ah, perusahaan pribadiku ada masalah, jadi aku ke
"Oke, aku berangkat sekarang." Revin pun menutup telepon.Maxime hampir membunuhnya. Orang sebaik apa pun tidak mungkin akan tinggal diam.Sekarang karena Maxime sendiri yang datang menyerahkan diri, Revin tentu tidak akan melepaskannya.Saat duduk di dalam mobil, Revin bahkan bertanya-tanya apa Reina akan mempertimbangkan untuk bersamanya kalau Maxime meninggal.Begitu ide itu terbersit di benaknya, Maxime langsung menggeleng kuat-kuat.Maxime adalah ayah dari anak-anak Reina. Kalau pria itu sampai meninggal di tangannya, bisa jadi Reina tidak akan memaafkan Revin selamanya.Kali ini Revin hanya ingin balas dendam, dia tidak menginginkan nyawa Maxime.Erik masih terus bicara dengannya di telepon, "Kak, pengawal Maxime itu lumayan hebat. Tapi, aku sudah punya cara menyuruhnya keluar.""Apa caranya?"Rahasia."Erik menutup telepon.Dia tidak memberi tahu Revin kalau dia sudah meretas ponsel Reina sehingga dia bisa memakai nomor Reina untuk mengirim pesan ke ponsel Maxime. Dalam pesan it
Teleponnya tidak tersambung.Revin tidak meneleponnya lagi. Tadi lukanya memang terbuka lagi dan sekarang dokter sedang menjahit lukanya.Setelah selesai, Revin pun keluar.Reina menunggunya dengan berdiri dan bersandar di dinding koridor rumah sakit.Melihat Reina seperti ini, Revin tiba-tiba menjadi sangat ketakutan. Dia takut Reina akan marah dan menyalahkannya."Nana, aku mau bilang sesuatu."Reina menatapnya dengan bingung, "Ada apa?""Tadi aku ... pergi ketemu Maxime." Jeda sejenak, lalu Revin melanjutkan, "Aku balas dendam."Tiba-tiba hati Reina bergetar.Meski dia tidak lagi mencintai Maxime seperti dulu, bagaimanapun juga Maxime adalah ayah dari anak-anaknya."Dia ada di sini?" Reina bertanya lebih dulu."Ya."Kalau Maxime tidak datang ke sini, Revin tidak mungkin sukses balas dendam."Lalu, di mana dia sekarang?"Reina tidak bisa menjelaskan perasaannya, yang satu adalah teman yang sudah menyelamatkan hidupnya dan yang seorang lain adalah ayah dari anak-anaknya. Reina harus b
Begitu ditelepon, Reina langsung mengangkatnya.Maxime tidak buka mulut duluan, Reina juga diam saja.Maxime menyuruh semua orang di kamarnya keluar, setelah itu dia berkata, "Kok nggak ngomong?"Reina benar-benar lega saat mendengar suara dingin Maxime."Sekarang kamu ada di mana?""Kamu lagi sama Revin?"Wajar kalau Maxime curiga, dia bisa terluka seperti ini karena dia terlalu ceroboh."Dia pergi keluar, sekarang aku ada di kamar sendirian." Reina paham, Maxime mengikutinya ke Astania karena pria itu tidak bisa memercayainya. Reina tidak terus menginterogasinya dan hanya bertanya, "Kamu ngapain di Astania?""Kerja."Tentu saja Maxime tidak akan mengaku dia datang ke sini karena mengkhawatirkan Reina.Meski tidak memercayai alasan ini, Reina tidak membongkar kedok Maxime."Terus kapan kerjaanmu selesai? Cepat pulang aja."Reina tahu ada banyak orang yang menginginkan nyawa Maxime, bukan cuma Revin.Dulu di awal pernikahan mereka, Maxime beberapa kali hampir meninggal di luar negeri.
Reina terdiam cukup lama, lalu menjawab, "Dalam hal ini, kamu salah. Kamu duluan menyerang dia."Amarah Maxime hampir meledak.Anjing saja tahu harus membela tuannya. Reina ini istrinya, tapi dia malah membela orang lain.Maxime pun tidak bicara lagi. Saat ini Ekki yang berada di luar agak panik. Orang Revin memaksa masuk, kalau sampai masuk, situasinya jadi agak sulit dikendalikan.Karena Maxime diam saja, Reina pikir Maxime mematikan telepon karena marah. Reina menatap ponselnya dan mendapati panggilan masih terhubung."Maxime?""Belum mati.""...""Boleh lepasin Erik nggak?" Reina bertanya dengan cemas.Maxime tidak marah dan malah balik bertanya, "Kenapa? Kamu nggak dengar tadi dia bilang apa? Kalau ada kesempatan lain, dia bakal membunuhku?""Kayaknya kamu mau banget aku mati? Kamu mau cari pria lain setelah aku mati?"Reina terlalu malas meladeni omong kosong Maxime dan menjelaskan, "Sekarang itu posisinya Erik lagi kamu tangkap, dia aja nggak yakin bisa selamat atau nggak. Udah
Para bawahan memapah Erik masuk.Erik menutupi perutnya dan berkata, "Aku nggak nyangka pria itu sekuat itu. Jumlah kita begitu banyak, dia aja buta, tapi kita tetap nggak bisa ngalahin dia.""Ekki itu ternyata juga sangat kuat. Dia benar-benar menipuku."Melihat kondisi Ekki yang seperti ini, Revin pun spontan menegurnya, "Sudah, jangan banyak bicara."Kalau bukan karena Reina, Maxime tidak mungkin mengampuni nyawa Erik.Erik tetap mengoceh dan hendak melanjutkan pembicaraan saat dia melihat Reina duduk di sofa, sepasang mata jernih tertuju padanya.Dalam perjalanan pulang, Erik mengetahui dari Revin kalau Reina meminta Maxime untuk melepaskannya.Erik tidak mengubah ekspresi wajahnya. Namun, saat menatap Reina, tatapan matanya yang awalnya begitu dingin terlihat agak lembut, namun cuma sedikit saja.Revin juga melihat Reina, dia pun bertanya, "Kok kamu nggak tidur?""Nggak bisa tidur."Reina berdiri.Para bawahan mendudukkan Erik di sofa. Tubuh Erik berlumuran darah, bahkan bernapas
Saat Reina bangun, cuaca di luar sangat cerah.Reina melirik layar ponselnya dan mendapati sekarang sudah jam 12 siang.Saat hendak bangun, Maxime mengiriminya pesan, "Kapan kamu pulang?"Reina yang belum yakin pun tidak membalasnya.Begitu Reina keluar kamar, seorang pelayan langsung menghampirinya, "Nona, perlengkapan mandimu sudah kami siapkan. Silakan, ikut saya."Karena mereka tidak yakin dengan identitas Reina, para pelayan pun hanya bisa memanggilnya Nona.Reina mengangguk, "Terima kasih."Setelah mandi, pelayan membawanya ke ruang makan.Di dalam ruang makan.Revin duduk di salah satu kursi dan Erik duduk di seberangnya.Erik sudah terlihat jauh lebih baik. Dia sudah ganti baju dan wajahnya sudah mulai merona. Saat ini dia sedang asyik makan seperti orang normal.Revin sendiri tidak makan, dia sedang duduk sambil membaca sebuah dokumen.Saat mendengar suara langkah kaki Reina mendekat, Revin langsung menyimpan dokumen itu dan menatapnya, "Ayo sini, makan.""Oke."Reina berjalan
"Nona Reina." Jess memanggilnya terlebih dahulu.Reina mengangguk dan menuntun kedua anaknya berjalan ke arah mereka.Kedua anak itu dengan sopan memanggil mereka, "Om Erik, Tante Jess.""Hmm." Jess tersenyum, menunjukkan senyuman lembut.Erik juga tersenyum. "Kita baru sebentar nggak bertemu, kalian sudah tambah tinggi rupanya."Dulu, ketika berada di luar negeri, Erik pernah bertemu kedua anak ini beberapa kali saat mengikuti Revin. Jadi, dia cukup akrab dengan keduanya.Kedua anak itu juga memiliki cukup akrab dengannya."Om Erik kapan punya anak? Hari ini kami ikut Mama ke rumah sakit dan melihat bayi yang dilahirkan Tante Alana, lucu sekali." Riki bertanya sambil mengedipkan mata.Mendengar kata anak, wajah Erik dan Jess langsung berubah.Namun, semua itu menghilang dengan cepat.Erik terbatuk-batuk dua kali. "Hal semacam ini nggak bisa dipaksakan, nggak boleh buru-buru juga.""Oh." Riki sepertinya mengerti, dia pun mengangguk. "Om Erik dan Tante Jess harus lebih semangat. Setelah
Alana sengaja menggoda Riki. "Riki, kenapa kamu bilang begitu? Aku dan mamamu sudah seperti kakak adik, jadi wajar saja kalau kami jadi mak comblang anak kami sendiri. Bukankah kamu sering melihat itu di drama TV?""Jangan khawatir, kali ini Tante memang belum melahirkan anak perempuan, tapi lain kali Tante baka berusaha lebih keras lagi agar bisa melahirkan anak perempuan yang cantik. Saat itu tiba, aku akan menikahkannya denganmu, ya? Kamu sangat pengertian, pasti kamu akan memperlakukannya dengan baik, bukan?"Riki jauh mudah ditipu ketimbang Riko. Berpikir bahwa Alana berencana akan melahirkan anak perempuan di kemudian hari, dia langsung merasa ngeri."Tante Alana, aku ... mungkin aku nggak akan nikah."Dia ketakutan sampai punya pikiran untuk tidak menikah.Reina menggodanya, "Tapi bukannya kamu pernah bilang kalau Talitha cantik? Katamu, siapa yang bisa nikah sama dia, orang itu pasti sangat bahagia.""Hah? Kamu suka punya seseorang yang kamu suka?" Alana memasang wajah terkejut
Tepatnya, Diego lah yang berutang kepada Reina.Hanya saja, Diego memiliki ayah yang baik. Dulu, Anthony memperlakukan Reina dengan sangat baik, jadi Reina tidak tega menyakiti putra satu-satunya yang dia tinggalkan di dunia ini."Ke depannya terserah dia." Reina berkata dengan lesu....Salju pun mencair dan waktu pun berlalu dengan cepat.Alana melahirkan seorang anak laki-laki yang sangat menggemaskan.Tuan Besar Jacob hampir jatuh pingsan karena terlalu bahagia setelah melihat cicitnya.Untungnya, dia berada di rumah sakit dan butuh banyak usaha dari staf medis agar bisa menyelamatkannya.Pada saat itulah Jovan menyadari bahwa kakeknya tidak berpura-pura sakit, kesehatannya memang sudah tidak seperti dulu lagi."Kakek, istirahat yang cukup dan jangan terlalu terpancing emosi," kata Jovan sambil duduk di depan ranjang rumah sakit kakeknya.Tuan Besar Jacob melambaikan tangannya. "Aku baik-baik saja, jangan mengkhawatirkanku. Kamu sudah jadi seorang ayah, jadi harus terus menemani Al
Diego bersulang untuk Reina dan Maxime, lalu bersulang untuk seluruh anggota Keluarga Libera.Saat ini, orang-orang Keluarga Libera tidak akan berani mengatakan apa pun, bahkan Nyonya Liz sendiri.Semua orang tahu bahwa uang dan kekuasaan adalah hal yang paling penting dalam masyarakat sekarang.Para tamu memiliki pemikiran mereka sendiri, hanya Sophia yang ingin bersulang untuk para kerabat dan teman-teman Diego.Dia sangat gugup sampai dia tidak sadar bahwa semua orang di pesta ini memiliki pemikiran yang berbeda.Setelah selesai, dia dan Diego mengantar Reina dan Maxime kembali.Reina tidak tahan lagi dan mengatakan, "Antar sampai sini saja. Kamu masih harus mengantar tamu-tamu pebisnismu selagi ada waktu."Sophia merasa aneh, para pebisnis?Bukankah Diego mengatakan kalau mereka semua temannya?Diego terlihat canggung dan mengedipkan mata ke arah Reina, bermaksud memberitahunya untuk tidak berbicara terlalu banyak, takut Sophia akan tahu.Namun, Reina justru melakukannya dengan sen
Nyonya Liz mencoba membuat Reina marah, kemudian membuat tamu yang hadir berpikir bahwa Reina tidak bisa bersikap dewasa karena membuat masalah dengan orang tua.Reina tersenyum lembut. "Bagaimanapun juga, ini masalah hidup dan mati, jadi tentu saja aku harus mengingatnya.""Selain itu, pada saat itu Nona Tia masih muda, tetapi Nyonya Liz dan kedua putranya sudah dewasa. Harusnya kalian tahu mana yang benar dan mana yang salah, bukan?""Tapi saat itu, alih-alih mendidik Nona Tia, kalian malah bilang aku pantas diperlakukan seperti itu. Kalian juga membuatku berdiri di tengah salju yang dan membeku sepanjang malam. Saat itu terjadi, aku baru berusia sepuluh tahun." Reina mengucapkan kata-kata ini dengan kesedihan di dasar matanya.Mendengar ini, mereka yang hadir langsung mengerti mengapa Reina tidak mau mengakui kedua putra dari Keluarga Libera."Mereka melakukan itu sama anak berusia sepuluh tahun! Nggak manusiawi sekali!""Wah, Keluarga Libera bisa sukses juga karena mengandalkan Kel
Ketika Reina hanyalah putri yang tidak menonjol di Keluarga Andara, kedua om-nya ini bukan hanya memperlakukannya dengan buruk, tetapi juga membiarkan putri mereka menggertaknya.Sekarang, dia telah menjadi pewaris Keluarga Yinandar, kaya dan berkuasa, mereka malah menyanjungnya. Lucu sekali.Reina tidak akan melakukan apa yang mereka inginkan dan tidak segan dengan mereka."Om? Apa kalian nggak salah? Ibuku nggak punya saudara kandung."Satu kalimat ini membuat wajah kedua anak laki-laki Keluarga Libera memerah dan terlihat sedikit kikuk.Mereka yang awalnya mengira bahwa keduanya adalah om Reina pun kelu."Ternyata rumit juga hubungan keluarga mereka. Pantas saja, aku nggak pernah dengar kalau Keluarga Yinandar punya dua anak laki-laki, karena mereka hanya punya satu anak laki-laki.""Keluarga Yinandar memang hanya punya satu anak laki-laki, tapi itu hanya anak angkat. Aku nggak tahu kesalahan apa yang dia lakukan sampai dipenjara di usia muda.""Kalau begitu, dua orang dari Keluarga
Diego membawa Sophia mendekati Reina dan Maxime, melewati Tia dan Nyonya Liz tanpa menyapa mereka berdua.Nyonya Liz mengerutkan kening tidak senang. Namun, Diego adalah cucu kesayangannya, jadi dia tidak bisa marah kepadanya.Reina mengangguk pada Diego."Hmm."Diego berkata, "Ayo, aku akan membawa kalian masuk.""Nggak perlu. Kamu dan Sophia bisa bawa nenekmu masuk. Aku dan Maxime bisa sendiri," kata Reina.Mana mungkin Reina tidak memahami apa yang ada di dalam pikiran Diego?Dia ingin membawanya dan Maxime masuk hanya ingin menunjukkan wajahnya kepada para pengusaha kaya itu.Diego sedikit canggung saat mendengar ini. Sekarang, dia baru menyadari keberadaan neneknya dan Tia."Kak, Nenek, kalian juga sudah datang? Ayo masuk," katanya.Nyonya Liz mengangguk. "Ya, ayo masuk."Mereka berjalan bersama ke dalam hotel.Diego dengan penuh perhatian berdiri di samping Reina dan Maxime, sementara Sophia menemani Nyonya Liz dan Tia."Kak, aku senang kalian bisa datang hari ini." Diego berkata
Lusa pun tiba.Reina dan Maxime menghadiri pernikahan Diego seperti yang telah dijanjikan.Reina mengira tidak banyak orang di dalam hotel, tetapi ketika sampai di pintu masuk, dia melihat beberapa pengusaha kaya juga datang.Reina bertanya-tanya, "Kenapa tamunya banyak sekali? Apa ada orang lain yang juga lagi melangsungkan pernikahan?"Begitu dia dan Maxime turun dari mobil, manajer hotel langsung menyambut mereka."Nyonya Reina, Tuan Maxime, kalian benar-benar datang?""Apa maksudnya?" tanya Reina sambil mengerutkan kening."Oh, Tuan Diego bilang akan menikah, Nyonya dan Tuan Maxime akan datang. Jadi, saya datang untuk menyambut kedatangan kalian." Manajer mengulurkan tangannya. "Kalian bisa lihat-lihat, kalau ada yang kurang, kalian bisa memberitahu saya."Mendengar manajer mengatakan ini, apa yang tidak bisa dimengerti oleh Reina?Rasanya seperti Diego memanfaatkannya dan Maxime sebagai alat untuk berteman dengan orang kaya dan terkenal."Sekarang aku tahu kenapa dia juga memintam
"Apa orang tua Hanna tahu tentang hal ini?" Maxime bertanya lagi."Pasti nggak tahu," jawab Reina.Mendengar itu, Maxime terdiam selama beberapa saat, lalu melanjutkan, "Jangan ikut campur sama masalah ini."Dia tahu bahwa orang tua Hanna mendesak Hanna untuk segera menikah. Namun mereka tidak akan menerima anak yatim piatu sebagai menantu mereka."Ya, aku mengerti."Reina dan Hanna hanyalah teman biasa, jadi Reina juga tidak akan ikut campur.Dia tidak bisa tidur lagi, jadi memutuskan untuk bangun.Maxime memeluknya dan tidak mau melepaskannya. "Tidurlah sebentar lagi.""Nggak bisa tidur." Reina menepis tangannya tanpa daya. "Aku mau bangun, aku mau kerja."Dia hanya ingin fokus untuk mengurus Grup Yinandar.Maxime terpaksa melepaskan tangannya karena takut Reina akan marah.Reina segera bangkit dari tempat tidur, tidak berani berada di dalam kamar tidur lebih lama lagi.Kenapa sebelum ini dia tidak sadar kalau Maxime memiliki kebiasaan bermalas-malasan di tempat tidur?...Sebelum Re