Saat Reina bangun, cuaca di luar sangat cerah.Reina melirik layar ponselnya dan mendapati sekarang sudah jam 12 siang.Saat hendak bangun, Maxime mengiriminya pesan, "Kapan kamu pulang?"Reina yang belum yakin pun tidak membalasnya.Begitu Reina keluar kamar, seorang pelayan langsung menghampirinya, "Nona, perlengkapan mandimu sudah kami siapkan. Silakan, ikut saya."Karena mereka tidak yakin dengan identitas Reina, para pelayan pun hanya bisa memanggilnya Nona.Reina mengangguk, "Terima kasih."Setelah mandi, pelayan membawanya ke ruang makan.Di dalam ruang makan.Revin duduk di salah satu kursi dan Erik duduk di seberangnya.Erik sudah terlihat jauh lebih baik. Dia sudah ganti baju dan wajahnya sudah mulai merona. Saat ini dia sedang asyik makan seperti orang normal.Revin sendiri tidak makan, dia sedang duduk sambil membaca sebuah dokumen.Saat mendengar suara langkah kaki Reina mendekat, Revin langsung menyimpan dokumen itu dan menatapnya, "Ayo sini, makan.""Oke."Reina berjalan
Revin tercekat, dia paham maksud Reina.Reina berujar dengan nada bersalah, "Riko dan Riki ada di sana sendirian, aku nggak bisa di sini lama-lama."Ekspresi Revin tidak berubah, namun sinar matanya terlihat sayu."Kamu mau pulang kapan?""Lusa."Revin sebenarnya tidak perlu dirawat Reina karena kedatangan Reina setara dengan kunjungan teman biasa.Mendengar Reina akan kembali lusa, Revin pun tidak berkomentar dan hanya mengangguk pelan."Kamu sudah kenyang?""Ya.""Kalau begitu, ayo jalan-jalan?""Oke."Keduanya pergi jalan-jalan bersama.Dulu, Revin sering datang menemui Reina, berjalan-jalan dan ngobrol bersama.Sekarang mereka seperti kembali ke masa lalu. Berjalan bersama Revin di jalan Astania, mengobrol tentang masa lalu, membuat Reina tanpa sengaja lupa membalas pesan Maxime.Saat ini, di Hotel Revontal, Maxime terus memegang ponselnya dan menunggu pesan balasan Reina.Ekki mengetuk pintu dan masuk, "Bos.""Ada apa?""Nyonya dan Revin sedang jalan-jalan di pusat kota." Ekki jug
Perusahaan Reina saat ini sudah mulai terbentuk dengan lebih dari 500 karyawan.Namun kecuali Sisil, tidak ada karyawan lain yang tahu sosok bos mereka adalah Reina.Jadi ketika Reina dan Revin muncul di lobi kantor, resepsionis juga tidak mengenalinya."Anda mencari Bu Sisil?""Ya." Reina tersenyum dan mengangguk.Biasanya resepsionis tidak akan sembarangan menelepon sekretaris CEO, tetapi melihat wanita cantik nan anggun beserta pria tampan dan berwibawa di hadapannya ini membuat si resepsionis terkesima.Dia langsung menghubungi sekretaris CEO.Sekretaris Sisil pun melapor, "Bu Sisil, ada tamu."Sisil berhenti mengetik."Bilang aku nggak ada waktu."Begitu Sisil menjawab, dia menerima pesan dari Reina, "Sisil, aku ada di lobi."Begitu Sisil membaca pesan itu, dia langsung berdiri dan menghentikan sekretarisnya."Tunggu, biar aku yang jemput mereka."Sekretarisnya agak bingung. Sisil kenapa? Baru sedetik yang lalu dia bersikap acuh tak acuh, kenapa tiba-tiba berubah 180 derajat?Begi
Keduanya bicara tentang pekerjaan sepanjang sore dan malamnya Sisil memaksa supaya Reina dan Revin mau makan malam dengannya.Setelah makan malam, Reina dan Sisil pergi ke toilet dan Sisil pun mengajaknya bergosip berduaan."Bos sudah memutuskan?"Reina mengernyit bingung, "Mutusin apa?""Bos jadian sama Pak Revin?" Sisil menatap Reina dengan matanya yang besar, "Bukannya kali ini Bos pulang demi dia?"Reina tersedak.Dibilang ya ... ya bukan ... Dibilang tidak ... ya bukan ...."Aku itu cuma temenan sama Revin, kamu jangan mikir macam-macam."Sisil merasa kecewa, "Ah padahal aku berharap kalian bisa jadian. Kan tiap hari aku jadi bisa cuci mata."Reina memukul bahu Sisil dengan lembut.Sisil masih terus bergosip, "Terus kalau bukan sama Pak Revin, artinya sama Pak Maxime?"Sisil juga pernah melihat Maxime. Pria itu begitu hebat dan berbakat, wanita pasti kelepek-kelepek.Reina sampai tidak bisa berkomentar atas ulah Sisil."Ih, apa deh. Udah yuk, udah malam."Keduanya keluar toilet be
Reina menatap telepon yang ditutup dan agak bingung.Reina menelepon balik karena dia pikir Maxime marah padanya.Namun yang menjawab Reina adalah panggilan operator, "Maaf, nomor yang Anda tuju saat ini tidak bisa menjawab, silakan coba beberapa saat lagi ...."Tidak tersambung? Operator yang menjawab? Oke, jawabannya cuma ada satu. Maxime memblokir nomor Reina.Reina tersadar dari lamunannya dan merasa bingung.Namun, Reina tidak lagi khawatir dan menenangkan diri untuk istirahat.Saat ini di Hotel Revontal. Maxime melemparkan ponselnya ke samping, memijit dahinya dan menatap Ekki dengan tajam, "Kamu bilang aku ke sini demi siapa?"Ekki berdiri tegak, menatap bosnya dengan tatapan khawatir."Buat ... Nyonya ... Bos beneran nggak ingat?"Tatapan Maxime terlihat sarkas, "Nyonya? Nyonya siapa?""Itu ... Reina ...."Maxime terkejut saat mendengar dirinya datang ke tempat terpencil ini demi seorang Reina.Hah? Lelucon macam apa ini? Memangnya dia pengangguran sampai datang ke sini demi wa
Begitu telepon ditutup, Maxime meremas ponsel itu dan tatapannya terlihat dingin.Ekki menghampiri Maxime dan menjelaskan dengan penuh pertimbangan, "Bos, Reina sekarang sedang hamil dan butuh banyak istirahat.""Hamil?" tanya Maxime bingung.Khawatir Maxime akan salah paham, Ekki pun menambahkan, "Ya, hamil anakmu."Maxime tidak menyangka kalau dia dan Reina akan punya anak ....Sekarang tentu saja Maxime tidak akan menunggu Reina datang mengunjunginya besok malam. Maxime menahan rasa sakit di tubuhnya dan berkata, "Ayo kita pulang ke Kota Simaliki."Maxime tidak tahu kalau sepulangnya dia nanti, akan ada kejutan besar.Ekki yang merasa kesehatan bosnya sedang naik turun pun merasa sebaiknya mereka memang cepat pulang. Kalau Maxime sampai ditemukan oleh para musuh, situasinya bisa jadi gawat.Mereka naik jet pribadi langsung malam itu juga.Kekhawatiran Ekki bukannya tidak beralasan.Sebelum Maxime pergi, Deo, tuan muda kedua dari Keluarga Baclig yang dulu bersujud memohon belas kasih
Riki agak takut. Orangtuanya bukan tipe orang tua yang akan melampiaskan amarah ke anak-anak saat bertengkar bukan?Apa papanya ini secepat ini kembali jadi ayah berengsek?Maxime bertanya, "Anakku?"Maxime merasa semua hal di sekitarnya tidak nyata. Rasanya dia hanya tidur sebentar dan seketika semua hal berubah."Ya, tolong turunkan Tuan Muda Riki pelan-pelan. Dia lagi sakit dan nggak boleh sampai terluka."Ekki tahu Maxime cuma mengalami amnesia jangka pendek. Nanti begitu ingatannya pulih, dia pasti akan menyesalinya kalau tahu sesuatu terjadi pada Riki.Maxime menurut pada Ekki dan menurunkan Riki, "Anak aku sama siapa?"Ekki tersedak.Riki akhirnya paham situasi. Sepertinya ayah berengseknya ini lupa ingatan lagi? Tapi kenapa bisa tiba-tiba lupa? Riki memutar bola matanya dan bertanya pada Maxime di hadapan Ekki, "Ayah berengsek, kamu nggak ingat bikin aku sama wanita mana?""Coba tebak?"Riki sedang mengetes ayahnya, dia mau tahu dalam pikiran ayahnya dia akan punya anak dengan
Riko memercayai indra keenam Riki.Kedua bersaudara itu memang punya rahasia yang tidak diketahui Reina.Riko adalah peretas ulung, sedangkan Riki punya indra keenam yang akurat. Misalnya saat mereka berdua jalan-jalan, Riki bisa merasakan kalau ada benda jatuh dari atas.Dan yang paling menakjubkan adalah indera keenamnya mencakup keberuntungan.Riko masih ingat saat mereka berusia tiga tahun, mereka pernah pergi ke sebuah toko lotre bersama Reina. Waktu itu, Riki menolak mati-matian tidak mau pulang.Reina bertanya pada Riki apa yang mau dia lakukan di toko itu, Riki tidak menjawab lalu membeli beberapa tiket lotre. Seperti yang diduga, salah satu tiket lotre yang dibeli Riki pun menang undian ratusan juta rupiah.Lotre memang bisa diprediksi, bukan mengandalkan keberuntungan sepenuhnya.Selain itu, akan sangat berbahaya kalau orang dewasa sampai tahu kemampuan indera keenam Riki.Itu sebabnya Riko sering meminta Riki tidak menggunakan indera keenamnya sembarangan dan pura-pura jadi
"Nona Reina." Jess memanggilnya terlebih dahulu.Reina mengangguk dan menuntun kedua anaknya berjalan ke arah mereka.Kedua anak itu dengan sopan memanggil mereka, "Om Erik, Tante Jess.""Hmm." Jess tersenyum, menunjukkan senyuman lembut.Erik juga tersenyum. "Kita baru sebentar nggak bertemu, kalian sudah tambah tinggi rupanya."Dulu, ketika berada di luar negeri, Erik pernah bertemu kedua anak ini beberapa kali saat mengikuti Revin. Jadi, dia cukup akrab dengan keduanya.Kedua anak itu juga memiliki cukup akrab dengannya."Om Erik kapan punya anak? Hari ini kami ikut Mama ke rumah sakit dan melihat bayi yang dilahirkan Tante Alana, lucu sekali." Riki bertanya sambil mengedipkan mata.Mendengar kata anak, wajah Erik dan Jess langsung berubah.Namun, semua itu menghilang dengan cepat.Erik terbatuk-batuk dua kali. "Hal semacam ini nggak bisa dipaksakan, nggak boleh buru-buru juga.""Oh." Riki sepertinya mengerti, dia pun mengangguk. "Om Erik dan Tante Jess harus lebih semangat. Setelah
Alana sengaja menggoda Riki. "Riki, kenapa kamu bilang begitu? Aku dan mamamu sudah seperti kakak adik, jadi wajar saja kalau kami jadi mak comblang anak kami sendiri. Bukankah kamu sering melihat itu di drama TV?""Jangan khawatir, kali ini Tante memang belum melahirkan anak perempuan, tapi lain kali Tante baka berusaha lebih keras lagi agar bisa melahirkan anak perempuan yang cantik. Saat itu tiba, aku akan menikahkannya denganmu, ya? Kamu sangat pengertian, pasti kamu akan memperlakukannya dengan baik, bukan?"Riki jauh mudah ditipu ketimbang Riko. Berpikir bahwa Alana berencana akan melahirkan anak perempuan di kemudian hari, dia langsung merasa ngeri."Tante Alana, aku ... mungkin aku nggak akan nikah."Dia ketakutan sampai punya pikiran untuk tidak menikah.Reina menggodanya, "Tapi bukannya kamu pernah bilang kalau Talitha cantik? Katamu, siapa yang bisa nikah sama dia, orang itu pasti sangat bahagia.""Hah? Kamu suka punya seseorang yang kamu suka?" Alana memasang wajah terkejut
Tepatnya, Diego lah yang berutang kepada Reina.Hanya saja, Diego memiliki ayah yang baik. Dulu, Anthony memperlakukan Reina dengan sangat baik, jadi Reina tidak tega menyakiti putra satu-satunya yang dia tinggalkan di dunia ini."Ke depannya terserah dia." Reina berkata dengan lesu....Salju pun mencair dan waktu pun berlalu dengan cepat.Alana melahirkan seorang anak laki-laki yang sangat menggemaskan.Tuan Besar Jacob hampir jatuh pingsan karena terlalu bahagia setelah melihat cicitnya.Untungnya, dia berada di rumah sakit dan butuh banyak usaha dari staf medis agar bisa menyelamatkannya.Pada saat itulah Jovan menyadari bahwa kakeknya tidak berpura-pura sakit, kesehatannya memang sudah tidak seperti dulu lagi."Kakek, istirahat yang cukup dan jangan terlalu terpancing emosi," kata Jovan sambil duduk di depan ranjang rumah sakit kakeknya.Tuan Besar Jacob melambaikan tangannya. "Aku baik-baik saja, jangan mengkhawatirkanku. Kamu sudah jadi seorang ayah, jadi harus terus menemani Al
Diego bersulang untuk Reina dan Maxime, lalu bersulang untuk seluruh anggota Keluarga Libera.Saat ini, orang-orang Keluarga Libera tidak akan berani mengatakan apa pun, bahkan Nyonya Liz sendiri.Semua orang tahu bahwa uang dan kekuasaan adalah hal yang paling penting dalam masyarakat sekarang.Para tamu memiliki pemikiran mereka sendiri, hanya Sophia yang ingin bersulang untuk para kerabat dan teman-teman Diego.Dia sangat gugup sampai dia tidak sadar bahwa semua orang di pesta ini memiliki pemikiran yang berbeda.Setelah selesai, dia dan Diego mengantar Reina dan Maxime kembali.Reina tidak tahan lagi dan mengatakan, "Antar sampai sini saja. Kamu masih harus mengantar tamu-tamu pebisnismu selagi ada waktu."Sophia merasa aneh, para pebisnis?Bukankah Diego mengatakan kalau mereka semua temannya?Diego terlihat canggung dan mengedipkan mata ke arah Reina, bermaksud memberitahunya untuk tidak berbicara terlalu banyak, takut Sophia akan tahu.Namun, Reina justru melakukannya dengan sen
Nyonya Liz mencoba membuat Reina marah, kemudian membuat tamu yang hadir berpikir bahwa Reina tidak bisa bersikap dewasa karena membuat masalah dengan orang tua.Reina tersenyum lembut. "Bagaimanapun juga, ini masalah hidup dan mati, jadi tentu saja aku harus mengingatnya.""Selain itu, pada saat itu Nona Tia masih muda, tetapi Nyonya Liz dan kedua putranya sudah dewasa. Harusnya kalian tahu mana yang benar dan mana yang salah, bukan?""Tapi saat itu, alih-alih mendidik Nona Tia, kalian malah bilang aku pantas diperlakukan seperti itu. Kalian juga membuatku berdiri di tengah salju yang dan membeku sepanjang malam. Saat itu terjadi, aku baru berusia sepuluh tahun." Reina mengucapkan kata-kata ini dengan kesedihan di dasar matanya.Mendengar ini, mereka yang hadir langsung mengerti mengapa Reina tidak mau mengakui kedua putra dari Keluarga Libera."Mereka melakukan itu sama anak berusia sepuluh tahun! Nggak manusiawi sekali!""Wah, Keluarga Libera bisa sukses juga karena mengandalkan Kel
Ketika Reina hanyalah putri yang tidak menonjol di Keluarga Andara, kedua om-nya ini bukan hanya memperlakukannya dengan buruk, tetapi juga membiarkan putri mereka menggertaknya.Sekarang, dia telah menjadi pewaris Keluarga Yinandar, kaya dan berkuasa, mereka malah menyanjungnya. Lucu sekali.Reina tidak akan melakukan apa yang mereka inginkan dan tidak segan dengan mereka."Om? Apa kalian nggak salah? Ibuku nggak punya saudara kandung."Satu kalimat ini membuat wajah kedua anak laki-laki Keluarga Libera memerah dan terlihat sedikit kikuk.Mereka yang awalnya mengira bahwa keduanya adalah om Reina pun kelu."Ternyata rumit juga hubungan keluarga mereka. Pantas saja, aku nggak pernah dengar kalau Keluarga Yinandar punya dua anak laki-laki, karena mereka hanya punya satu anak laki-laki.""Keluarga Yinandar memang hanya punya satu anak laki-laki, tapi itu hanya anak angkat. Aku nggak tahu kesalahan apa yang dia lakukan sampai dipenjara di usia muda.""Kalau begitu, dua orang dari Keluarga
Diego membawa Sophia mendekati Reina dan Maxime, melewati Tia dan Nyonya Liz tanpa menyapa mereka berdua.Nyonya Liz mengerutkan kening tidak senang. Namun, Diego adalah cucu kesayangannya, jadi dia tidak bisa marah kepadanya.Reina mengangguk pada Diego."Hmm."Diego berkata, "Ayo, aku akan membawa kalian masuk.""Nggak perlu. Kamu dan Sophia bisa bawa nenekmu masuk. Aku dan Maxime bisa sendiri," kata Reina.Mana mungkin Reina tidak memahami apa yang ada di dalam pikiran Diego?Dia ingin membawanya dan Maxime masuk hanya ingin menunjukkan wajahnya kepada para pengusaha kaya itu.Diego sedikit canggung saat mendengar ini. Sekarang, dia baru menyadari keberadaan neneknya dan Tia."Kak, Nenek, kalian juga sudah datang? Ayo masuk," katanya.Nyonya Liz mengangguk. "Ya, ayo masuk."Mereka berjalan bersama ke dalam hotel.Diego dengan penuh perhatian berdiri di samping Reina dan Maxime, sementara Sophia menemani Nyonya Liz dan Tia."Kak, aku senang kalian bisa datang hari ini." Diego berkata
Lusa pun tiba.Reina dan Maxime menghadiri pernikahan Diego seperti yang telah dijanjikan.Reina mengira tidak banyak orang di dalam hotel, tetapi ketika sampai di pintu masuk, dia melihat beberapa pengusaha kaya juga datang.Reina bertanya-tanya, "Kenapa tamunya banyak sekali? Apa ada orang lain yang juga lagi melangsungkan pernikahan?"Begitu dia dan Maxime turun dari mobil, manajer hotel langsung menyambut mereka."Nyonya Reina, Tuan Maxime, kalian benar-benar datang?""Apa maksudnya?" tanya Reina sambil mengerutkan kening."Oh, Tuan Diego bilang akan menikah, Nyonya dan Tuan Maxime akan datang. Jadi, saya datang untuk menyambut kedatangan kalian." Manajer mengulurkan tangannya. "Kalian bisa lihat-lihat, kalau ada yang kurang, kalian bisa memberitahu saya."Mendengar manajer mengatakan ini, apa yang tidak bisa dimengerti oleh Reina?Rasanya seperti Diego memanfaatkannya dan Maxime sebagai alat untuk berteman dengan orang kaya dan terkenal."Sekarang aku tahu kenapa dia juga memintam
"Apa orang tua Hanna tahu tentang hal ini?" Maxime bertanya lagi."Pasti nggak tahu," jawab Reina.Mendengar itu, Maxime terdiam selama beberapa saat, lalu melanjutkan, "Jangan ikut campur sama masalah ini."Dia tahu bahwa orang tua Hanna mendesak Hanna untuk segera menikah. Namun mereka tidak akan menerima anak yatim piatu sebagai menantu mereka."Ya, aku mengerti."Reina dan Hanna hanyalah teman biasa, jadi Reina juga tidak akan ikut campur.Dia tidak bisa tidur lagi, jadi memutuskan untuk bangun.Maxime memeluknya dan tidak mau melepaskannya. "Tidurlah sebentar lagi.""Nggak bisa tidur." Reina menepis tangannya tanpa daya. "Aku mau bangun, aku mau kerja."Dia hanya ingin fokus untuk mengurus Grup Yinandar.Maxime terpaksa melepaskan tangannya karena takut Reina akan marah.Reina segera bangkit dari tempat tidur, tidak berani berada di dalam kamar tidur lebih lama lagi.Kenapa sebelum ini dia tidak sadar kalau Maxime memiliki kebiasaan bermalas-malasan di tempat tidur?...Sebelum Re