Di dalam kamar rawat rumah sakit.Tidak lama setelah Reina pergi, perut Treya terasa begitu sakit. Waktu Syena masuk, dia mencium bau busuk di dalam kamar Treya.Treya menatap Syena dengan malu dan berkata, "Syena, tolong panggil suster. Aku sudah nggak tahan, jadi terpaksa BAB di kasur."Akhirnya Syena tahu dari mana bau busuk ini berasal."Ya ampun Bu, sudah tua masa nggak bisa ngontrol sih?""Maaf, Ibu nggak sengaja. Ini karena penyakitku ... Syena, kamu ... nggak jijik 'kan sama Ibu?"Di hadapan Syena, Treya bersikap sangat rendah hati.Syena tahu meski Treya sudah memberikan semua uang untuk Keluarga Yunandar, Treya masih punya rencana cadangan dan ayahnya belum memiliki hak milik seutuhnya atas semua uang itu.Syena juga berharap setelah Treya meninggal, simpanan kecil Treya akan diwariskan padanya, itu sebabnya Syena masih pura-pura peduli, "Bu, mana mungkin aku jijik sama Ibu? Aku 'kan putri kandungmu. Barusan aku kaget karena nggak tahu sekarang aku harus apa di situasi ini."
Morgan terlihat tenang saat mendengar perkataan Diego. "Kita harus menghormati pilihan kakakmu."Sekarang ini Diego ingin sekali rasanya menculik Reina dan langsung menikahkannya dengan Morgan."Kak Morgan tahu nggak waktu dulu Kak Reina nikah sama Maxime, si Maxime itu bukan cuma nggak ngebantuin keluarga kami yang kesusahan, dia bahkan menyerang kami dan membuat perusahaan kami bangkrut."Sampai sekarang Diego masih tidak berpikiran bahwa kejatuhan Keluarga Andara disebabkan olehnya.Dia lupa kalau dulu Treya sering pergi ke Keluarga Sunandar untuk minta uang dan dia sendiri sudah menyerahkan perusahaan dan warisan ayahnya pada orang lain."Jangan khawatir, ke depannya aku pasti bakal bantu kamu," ucap Morgan.Diego mengangguk sungguh-sungguh dan terlihat sangat terharu.Diego bertekad akan melakukan pekerjaannya dengan baik dan memperlihatkan kehebatannya pada supaya orang-orang yang meremehkannya!...Di sisi lain, Syena sangat marah saat teleponnya ditutup.Anak laki-laki Treya sa
Treya berjalan sendirian kembali ke kamarnya dan kedua suster tadi bergosip di belakangnya, "Kasihan sekali ya dia? Sudah sakit parah, suami dan anak laki-lakinya nggak pernah datang. Anak perempuannya cuma kadang-kadang aja datang menjenguk, itu pun cuma jenguk bentar terus pergi lagi.""Ya, kamu lihat nggak putrinya yang dandan cantik itu kelihatan jijik banget waktu lihat ibunya BAB di kasur tadi.""Jadi orang kaya nggak selalu bagus."Perkataan suster dan ucapan Syena tadi terus bergema di benak Treya.Treya langsung marah, "Sembarangan aja ngomong! Kalian tahu nggak suamiku itu cinta banget sama aku! Anak laki-lakiku juga sibuk! Anak perempuanku juga sayang banget sama aku, buktinya dia datang tiap hari buat jenguk aku.""Kalian iri, 'kan!"Para suster langsung tutup mulut dan tidak berani berkata apa-apa lagi.Treya kembali berbaring di ranjangnya. Perkataan suster dan ucapan Syena tadi masih terus menggema di benaknya."Jorok banget deh, masa BAB di kasur? Ayah tahu nggak aku ha
Dia menyesal sudah meninggalkan pria yang begitu mencintainya demi sesuatu yang Treya pikir adalah sebuah cinta."Anthony, kamu pasti benci banget 'kan sama aku?"Treya menyeka air matanya dan menghibur dirinya sendiri. Tanu sangat sibuk, Syena juga sibuk dan tidak bisa menjaganya sepanjang hari.Treya pun membuka ponselnya. Entah mengapa, sebuah kebetulan aneh terjadi. Tangannya membuka grup obrolan keluarganya yang dulu. Grup itu hanya berisi mereka berempat: Anthony, Treya sendiri, Reina dan Diego.Di grup itu bahkan masih tersimpan pesan yang pernah Anthony kirimkan sebelum dia meninggal, "Sayang, lihat. Aku pakai jas begini buat datang ke pernikahan anak kita, ganteng nggak?"Reina menjawab, "Ayah ganteng banget!"Treya menjawab, "Jelek."Anthony pun menjawab, "Ya sudah aku ganti sama jas yang lain deh, aku mau kasih kamu kejutan."Ini adalah pesan terakhir Anthony di grup.Treya terus menggeser ke atas dan entah mengapa dia malah membuka pesan pribadinya dengan Reina.Sejak Reina
Reina tidak menolak lagi. Dia berbaring di kasur sambil melihat ke langit-langit dan mulai menggumam. Entah sedang bicara dengan Maxime atau dirinya sendiri."Aku masih nggak ngerti kenapa dia benci banget sama aku.""Dulu kupikir dia itu nggak suka sama anak perempuan, kukira dia wanita berdarah dingin, tapi tahu nggak hari ini aku lihat apa?""Jelas-jelas dia begitu kesakitan, tapi dia rela nahan sakit buat nganterin tas Syena. Dia bahkan pura-pura nggak dengar Syena yang ternyata benci sama dia.""Dia bisa begitu rendah diri, ini bukan Treya yang kukenal."Maxime menggenggam erat tangan Reina dan berkata, "Kamu punya aku."Reina menatap Maxime dan bertanya, "Kamu sudah nggak marah?""Sudah boleh impas?" tanya Maxime."Impas apanya?""Aku 'kan sudah bersikap dingin sama kamu selama tiga tahun dan kamu sudah pergi sama anak-anak selama lima tahun. Kita impas?" tanya Maxime.Reina tercekat, tenggorokannya sepertinya tersumbat bola kapas. Lalu Reina ... memeluknya.Tubuh Maxime menegang
Spontan, Maxime pikir Reina hendak kabur lagi, jadi dia tidak mengambil kartu itu."Aku sudah pakai kok buat beli saham di TK Riko. Sekarang aku nggak butuh uang lagi. Lagian buat keperluanku sendiri, aku bisa pakai uang sendiri kok," jelas Reina.Maxime merasa lega mendengarnya."Uangmu itu uangmu. Aku memang mau kasih ke kamu, jadi beda." Maxime terdiam sejenak, lalu melanjutkan, "Sebagai seorang suami, memang sudah seharusnya 'kan asetnya dikelola istrinya? Memangnya kamu nggak mau tahu aku punya uang berapa banyak?"Mana mungkin Reina tidak penasaran, dia bertanya, "Ada berapa?"Maxime tersenyum lalu menjawab, "Nggak kehitung."Jawaban macam apa ini?Reina terdiam.Maxime spontan memeluknya. "Nana, beberapa hari aku mau ngasih kamu hadiah.""Nggak perlu ...."Reina spontan menolak.Maxime menyela, "Nggak boleh menolak."Reina terdiam.Pada akhirnya, dia tetap kalah pada sikap dominan Maxime dan terpaksa ikut berkencan.Reina pikir hari ini ada acara spesial. Ternyata pada akhirnya
Deron menjemput Riki pulang sekolah. Riki melambai pada orangtuanya dan diam-diam mengambil foto mereka.Lalu mengirimkannya ke Riko.Riko membelalak kaget saat melihat foto itu."Sialan!"Pria bajingan ini bisa membodohi mamanya secepat ini?Lalu, Riki mengirim pesan pada Riko, "Kak, sudah saatnya kamu manggil dia papa.""Cih!" Riko membalas singkat.Dia tidak sudi memanggil Maxime 'Papa'.Jovan juga sedang minum air di ruang tamu. Dia heran melihat Riko mengernyit, jadi dia menghampiri Riko dan air di mulutnya hampir tersembur waktu melihat foto yang dikirimkan Riki.Kak Max gendong Reina?Dia sangat terkejut!Kita bicara tentang Maxime lho! Jangankan gendong wanita, bawa tasnya sendiri aja tidak pernah?Jovan diam-diam memotret foto itu dan hendak menyimpannya untuk dirinya sendiri, namun tangannya terpeleset dan tidak sengaja mengirimkan foto tersebut ke grup pertemanan mereka.Jovan masih tidak sadar, tapi para anggota di grup itu langsung ramai berkomentar.Mereka mengucapkan sel
Riki bertanya bingung, "Apaan?""Kamu punya laptop nggak?" tanya Riko."Nggak, tapi Papa punya."Riko benci sekali tiap kali Riki memanggil pria itu 'Papa', "Kalau gitu pinjem punya dia terus masuk ke akun ini. Selanjutnya tiap kali ada waktu, kamu yang siaran aja ya."Riko mengirimi Riki informasi akun siarannya, lalu mengajari Riki bagaimana mengoperasikannya dan mulai lepas tangan.Riki yang awalnya memang penasaran dengan siaran langsung pun meminjam laptop Maxime dan masuk ke sebuah platform.Riki mengarahkan kamera ke wajahnya dan tidak menyadari kalau anak di depan mereka beda orang."Riko, muah! Tante kangen banget!""Kak Riko, boleh ajarin aku nyanyi nggak? Tahun ini aku ulang tahun yang ke-4, ini mama baru ngajarin aku ngetik.""..."Banyak orang membeli hadiah di platformnya.Riki yang cepat tanggap langsung paham apa yang dia lakukan. Dia berdeham dan berkata, "Semuanya, tolong berhenti beli hadiah ya. Kita harus pakai uang kita dengan bijak, oke?""Waaah! Riko imut banget,
Lusa pun tiba.Reina dan Maxime menghadiri pernikahan Diego seperti yang telah dijanjikan.Reina mengira tidak banyak orang di dalam hotel, tetapi ketika sampai di pintu masuk, dia melihat beberapa pengusaha kaya juga datang.Reina bertanya-tanya, "Kenapa tamunya banyak sekali? Apa ada orang lain yang juga lagi melangsungkan pernikahan?"Begitu dia dan Maxime turun dari mobil, manajer hotel langsung menyambut mereka."Nyonya Reina, Tuan Maxime, kalian benar-benar datang?""Apa maksudnya?" tanya Reina sambil mengerutkan kening."Oh, Tuan Diego bilang akan menikah, Nyonya dan Tuan Maxime akan datang. Jadi, saya datang untuk menyambut kedatangan kalian." Manajer mengulurkan tangannya. "Kalian bisa lihat-lihat, kalau ada yang kurang, kalian bisa memberitahu saya."Mendengar manajer mengatakan ini, apa yang tidak bisa dimengerti oleh Reina?Rasanya seperti Diego memanfaatkannya dan Maxime sebagai alat untuk berteman dengan orang kaya dan terkenal."Sekarang aku tahu kenapa dia juga memintam
"Apa orang tua Hanna tahu tentang hal ini?" Maxime bertanya lagi."Pasti nggak tahu," jawab Reina.Mendengar itu, Maxime terdiam selama beberapa saat, lalu melanjutkan, "Jangan ikut campur sama masalah ini."Dia tahu bahwa orang tua Hanna mendesak Hanna untuk segera menikah. Namun mereka tidak akan menerima anak yatim piatu sebagai menantu mereka."Ya, aku mengerti."Reina dan Hanna hanyalah teman biasa, jadi Reina juga tidak akan ikut campur.Dia tidak bisa tidur lagi, jadi memutuskan untuk bangun.Maxime memeluknya dan tidak mau melepaskannya. "Tidurlah sebentar lagi.""Nggak bisa tidur." Reina menepis tangannya tanpa daya. "Aku mau bangun, aku mau kerja."Dia hanya ingin fokus untuk mengurus Grup Yinandar.Maxime terpaksa melepaskan tangannya karena takut Reina akan marah.Reina segera bangkit dari tempat tidur, tidak berani berada di dalam kamar tidur lebih lama lagi.Kenapa sebelum ini dia tidak sadar kalau Maxime memiliki kebiasaan bermalas-malasan di tempat tidur?...Sebelum Re
Keesokan harinya, Reina terbangun karena sebuah pesan di ponselnya. Dia mengambil ponselnya dan melihat bahwa ada pesan grup yang masuk.Dia membuka pesan itu dan ternyata Hanna yang mengirimnya."Kak, harusnya aku mendengarkanmu dan nggak ikut campur. Adrian nyalahin aku karena ikut campur ....""Aku sangat kesal sekarang, kenapa dia malah menyalahkanku dan bukannya berterima kasih padaku?""Apa aku benar-benar melakukan sesuatu yang salah?"Ketika Hanna mengirim pesan itu, waktu masih menunjukkan jam enam pagi dan semua orang masih tidur.Reina dengan mengantuk melihat pesan itu, kemudian mengetik, "Kenapa dia nyalahin kamu?"Sebenarnya Reina sudah punya tebakan, tetapi dia masih tidak yakin."Dia nggak bilang. Dia cuma memintaku nggak ikut campur dan berhenti memberikan uang pada orang tua angkatnya."Reina melihat pesan itu, menganalisanya, lalu membalas, "Hanna, menurutku ada satu kemungkinan, lihat saja nanti. Kalau kamu memberikan uang kepada orang tua asuhnya, mungkin orang tua
"Hanna, mending kamu bilang sama Adrian terkait masalah ini, takut ada hal yang nggak diinginkan." Reina dengan ramah mengingatkan.Hanna mengetik balasan, "Hmm, ya, aku akan melakukannya nanti."Reina tidak membaca pesan itu lagi dan bergegas pergi.Setelah mandi dan kembali ke kamar, Reina melihat Maxime bermain dengan dua anak mereka, sementara dua anak mereka yang lain ada di kamar. Mereka terlihat sangat bahagia.Pemandangan ini jatuh ke mata Reina. Dia merasa sangat bahagia, merasa semuanya sudah cukup."Mama akhirnya sudah selesai mandi?"Riki melihat Reina seperti melihat seorang penyelamat. Dia beranjak dari kursinya dan berlari ke arahnya.Begitu Riki bangun, Reina menyadari bahwa mereka tidak sedang bermain, tetapi Maxime sedang mengawasi pekerjaan rumah Riki.Riki memeluk Reina."Mama, hidup ini melelahkan sekali, hiks."Sebelum Reina sempat menghiburnya, suara dingin Maxime terdengar dari kejauhan."Riki, kamu salah menjawab dua pertanyaan lagi. Kamu nggak sadar?"Riki ber
Di dalam clubhouse.Adrian berdiri di belakang Hanna, satu tangan menutupi luka di dahinya, tampak bingung.Hanna menoleh ke arahnya. "Ayo ke rumah sakit buat balut lukanya."Namun, Adrian menatapnya dengan bingung, lalu berkata, "Nggak perlu, ini hanya luka kecil."Hanna mengerutkan kening, "Kepalamu robek begitu, mana mungkin itu cuma luka kecil?"Sambil berbicara, dia mengeluarkan tisu dari dalam tasnya dan memberikannya kepada Adrian."Ini, bersihkan."Adrian melihat tangan putih dan mulus di depannya. Setelah cukup lama, dia baru tersadar dan mengambil tisu itu."Terima kasih.""Sama-sama." Hanna tersenyum sumringah.Dia mengira setelah kejadian ini, Adrian tidak akan bersikap dingin lagi padanya. Namun, setelah Adrian mengambil tisu itu, Adrian dengan santai menyeka darah di tangannya dan hendak pergi."Aku mau lanjut kerja."Setelah mengatakan itu, Adrian berbalik dan berniat untuk pergi.Hanna langsung menghentikannya, "Kamu terluka begitu masih mau kerja? Istirahat saja."Lang
Diego mendengar gumaman mereka dan merasa tidak bisa memojokkan Adrian lagi. Jadi, dia berkata sambil menunjuk ke arahnya, "Kita lupakan masalah terakhir kali. Lain kali, pikirkan baik-baik kalau mau bertindak. Ini pelajaran untukmu."Dia melemparkan botol anggur yang pecah, yang terkena darah Adrian.Diego tidak bisa tinggal di sini lebih lama lagi, jadi dia akan pergi.Namun, tiba-tiba ada sesosok tubuh yang menghalangi di depannya."Kamu sudah memukulnya dan sekarang mau pergi begitu saja?"Sebuah suara yang jelas dan bagus terdengar di depannya.Diego memusatkan pandangannya dan menyadari bahwa Hanna sudah ada di depannya entah sejak kapan."Hanna?"Hanna menyela dengan dingin, "Tuan Diego, lebih baik panggil Nona Hanna saja, kita nggak seakrab itu."Jika sebelumnya Hanna tidak begitu yakin apakah Diego memiliki niat buruk terhadapnya, sekarang dia benar-benar yakin.Bukankah kali ini Diego memukuli Adrian karena Adrian sudah mengganggu rencananya terakhir kali?Diego tidak menyang
Sejak bertemu dengan Adrian, Hanna langsung merasa bahwa orang ini cukup menarik.Adrian adalah satu-satunya pelayan yang tidak mencoba mendekatinya, apalagi dia juga tampan.Hanna sudah sering menanyakan tentang Adrian. Sebenarnya, dia punya banyak kesempatan untuk didekati oleh wanita-wanita kaya yang glamor. Namun, dia menolak semuanya.Jika dia menerima salah satu wanita kaya itu, dia tidak perlu bekerja keras di dalam bar.Saat ini di dalam Bar Eurios.Adrian sedang sibuk bekerja.Dia tidak menyadari kemunculan sosok yang tidak asing lagi di depan pintu. Orang ini tidak lain adalah Diego.Meskipun sekarang Diego telah memutuskan untuk bersama Sophia, dia selalu ingat bahwa pelayan yang bernama Adrian sudah merusak rencananya.Bukan dia kalau tidak membalaskan dendam.Diego masuk dan memanggil seorang pelayan, lalu menunjuk ke arah Adrian dan berkata, "Suruh dia ke sini."Mendengar itu, pelayan segera pergi memanggil Adrian.Dia merendahkan suaranya, "Adrian, hati-hati. Pria itu da
Begitu Diego menyebutkan kata cicit, Nyonya Liz langsung mengubah pendapatnya tentang Sophia. Dia tertawa dan mengatakan, "Ya, bagus sekali. Kamu harus punya beberapa anak laki-laki, dengan begitu masa depan keluarga masih bisa dilanjutkan. Jangan seperti kedua Om mu itu, anak mereka perempuan semua. Lihatlah, dia sampai diusir sama mertuanya. Bikin malu saja."Diego mengangguk berulang kali."Ya, Nenek tenang saja."Nyonya Liz mengalihkan pikirannya untuk berbicara dengannya tentang hal lain. "Oh ya, kalau kamu sama dia, bagaimana dengan Hanna?"Nyonya Liz tidak melupakan putri tunggal dari keluarga kaya ini.Diego juga ingin menikahi Hanna. Selama dia menikahinya, dia tidak perlu terlalu bekerja keras dalam beberapa tahun. Namun, kenyataan terlalu kejam. Orang tua Hanna tidak menyukainya."Lupakan saja, nona kaya sepertinya sulit buat dilayani, Sophia jauh lebih baik darinya."Nyonya Liz menganggukkan kepalanya berulang kali. "Ya, nona kaya memang sulit dilayani. Lebih baik sama wani
Keheningan yang mencekam menyelimuti ruangan.Diego takut Sophia akan marah kepadanya, jadi dia langsung berjanji, "Sophia, masa lalu sudah berlalu, aku sudah benar-benar berubah sekarang. Jangan khawatir, aku nggak akan pernah mengecewakanmu, aku juga nggak akan pernah melakukan semua hal buruk itu lagi."Mendengar itu, Sophia berkata, "Aku sudah setuju untuk bersamamu, jadi aku nggak akan mempermasalahkan hal-hal yang pernah kamu lakukan sebelumnya.""Aku marah sama dirimu yang sekarang.""Sekarang aku kenapa memangnya?"Diego tidak mengerti."Bagaimana mungkin kamu meminta kakakmu buat kasih izin buat kita melangsungkan pernikahan di sana? Itu 'kan rumah dia dan suaminya," kata Sophia."Cuma karena masalah ini?" Diego tidak habis pikir. "Dia kakakku, hal sekecil ini bukan masalah baginya."Melihat sikap keras kepalanya, Sophia makin marah, "Jangan nggak peduli begitu. Aku kasih tahu, setelah kita bersama, kamu nggak boleh minta tolong apa pun lagi sama kakakmu. Jangan menganggap rem