Meski Maxime mengingat rute ke sini dengan jelas, tapi karena tidak bisa melihat, dia tetap menabrak orang lain.Dia tidak suka meraba-raba dan tidak sudi menggunakan tongkat.Di depan rumah sakit terparkir banyak mobil sehingga butuh waktu sampai sopir bisa menjemputnya. Setelah berjuang, akhirnya Maxime menunggu sopirnya datang.Sekarang bertambah lagi satu hal yang dia akan ingat terus. Jangan membuat Reina marah, atau lebih tepatnya jangan membuat wanita hamil marah.Ini adalah pertama kalinya si sopir melihat bosnya begitu tidak berdaya. Dia tidak menyangka istri bosnya akan meninggalkan bosnya yang buta itu di pintu rumah sakit."Bos, baik-baik aja?"Dia berlari ke sisi Maxime.Maxime yang sudah menunggu dari tadi jadi tidak sabar. Melihat sopirnya sudah datang, dia pun langsung meluapkan kekesalannya."Lain kali lebih cekatan!""Maaf Bos, maaf. Cari tempat parkirnya susah."Maxime tidak menyalahkannya lagi.Sopir menghela napas lega dan menuntunnya ke tempat parkir.Siapa sangka
Setelah si sopir pergi, Reina merenungkan kembali tindakannya hari ini. Apa dia sudah keterlaluan? Bagaimanapun Maxime 'kan buta, Reina malah meninggalkannya begitu saja.Reina meletakkan selang air dan pergi ke ruang tamu. Di sana, Maxime sedang duduk sambil memejamkan mata untuk menenangkan diri.Maxime terlihat persis seperti menantu yang merajuk.Reina pun berjalan menghampiri dan hendak mengatakan sesuatu saat dia melihat berkas tentang aset Grup Andara sudah Maxime siapkan di atas meja.Reina tertegun untuk waktu yang lama.Maxime masih memejamkan matanya, lalu bicara, "Ini semua informasi yang kamu butuhkan, coba periksa ada yang kurang nggak."Reina menggigit kecil bibirnya. Dia jadi ingat ucapan sopir tadi dan merasa bersalah. Reina pun menjawab "Mm, maaf ...."Maxime pikir Reina minta maaf soal dia yang sudah kabur membawa anaknya.Tidak disangka, Reina malah melanjutkan, "Nggak seharusnya aku ninggalin kamu sendirian di depan rumah sakit. Aku akan lebih berhati-hati lain kal
Awalnya Joanna kesal dibilang kolot, tapi seketika dia menjadi sangat bersemangat."Eh? Riki tadi bilang tiga orang?"Riki mengangguk, "Ya, mama hamil anak kembar lagi."Joanna bahagia sampai ke langit ketujuh. Dulu dia sangat menginginkan cucu. Dia tidak menyangka Reina pulang dengan membawa dua cucunya yang kembar dan sekarang hamil kembar lagi.Kalau nanti Reina sudah melahirkan, artinya dia akan punya empat orang cucu.Kegembiraan Joanna tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, dia langsung berdiri dan berkata pada Reina, "Cepat duduk, kalau hamil nggak boleh berdiri lama-lama."Reina tidak pernah diperlakukan seramah ini oleh Joanna selain waktu dia diminta jadi menantu Keluarga Sunandar.Reina paham, semua ini karena bayi keturunan Keluarga Sunandar yang sedang dikandungnya.Reina berjalan mendekat dan duduk jauh dari Joanna."Besok aku akan undang ahli gizi yang dulu merawat aku," ucap Joanna."Nggak perlu, kami sudah punya koki."Reina menolak.Joanna mengernyit, "Koki dan ahli
Reina mengepalkan tangannya dan menatap Anita dengan dingin, "Apa maksudmu dengan keturunan Keluarga Sunandar? Anak ini anakku juga. Tentu aku tahu mana yang baik dan mana yang buruk.""Sebagai ibu dari anak-anakku, nggak ada yang lebih menyayangi mereka dibanding aku. Aku rela mati demi mereka, kalau kamu?""Kalau tentang wajahku, ini sama sekali nggak ada hubungannya sama kamu. Aku mau operasi plastik kek, nggak kek, semua terserah aku."Anita tercekat.Sebelum datang ke sini, dia mendengar sosok Reina adalah orang yang pengecut. Namun, dari sikapnya ini sepertinya tidak begitu.Reina berdiri dan mengulurkan tangan pada Anita, "Balikin ponselku."Anita tidak percaya ada wanita yang tidak bisa ditanganinya, jadi Anita pun mengangkat tangannya tinggi-tinggi.Reina pikir Anita akan mengembalikan ponsel itu, tapi ternyata Anita malah melepaskan ponsel Reina dan membuat layarnya pecah."Oh, maaf Nyonya. Sepertinya tanganku yang sudah tua ini licin."Reina sadar tidak ada gunanya dia marah
Melisha bingung melihat Syena datang, dia pun bertanya, "Ada urusan apa?"Sebagai sepupu ipar, Melisha terbiasa bersikap sombong dan lupa bahwa terakhir kali Syena sudah membelanya.Syena sendiri tidak peduli dengan sikap Melisha."Kakak sepupu ipar, aku mau nengok Tommy. Dia sudah nggak apa-apa, 'kan?"Saat membahas tentang anak, Melisha tidak bisa berhenti berceloteh, dia pun duduk dan menyambut obrolan Syena, "Hari ini dia sudah sekolah. Dokter bilang kita harus lebih berhati-hati karena dia sudah pernah kena hiportemia."Melisha kembali menghela napas, "Mana aku cuma punya seorang anak. Kalau terjadi sesuatu padanya, aku bisa apa?""Hahhh, Reina memang nggak becus ngajar anak. Bisa-bisanya anak sekecil Riki sudah terpikir menipu Tommy sampai tersesat di bebatuan begitu. Masih muda aja hatinya sudah seperti penjahat." Syena kembali melanjutkan, "Aku nggak nyangka ibu seperti dia bisa-bisanya hamil anak kembar lagi."Kalimat terakhir Syena adalah poin kuncinya. Artinya, ke depannya T
Orang yang berdiri tidak lain adalah mama Bobby. Dengan tatapan penuh keyakinan dia berkata, "Mama Riko, aku mendukungmu dan pasti akan milih kamu."Begitu dia setuju tanpa takut mati, ibu-ibu lainnya pun langsung setuju satu per satu.Sebenarnya mereka sudah lama tidak suka dengan Melisha di posisi ketua.Semuanya berjalan sangat lancar, tapi saat pulang, Reina masih merasa ada yang tidak beres.Karena Reina masih memikirkan cara mengusir Anita, dia tidak lagi berpikir tentang ibu-ibu."Gimana ngusirnya ya?"Reina menutup mata dan bergumam pada dirinya sendiri.Tadi pagi dia bangun lebih pagi dan sekarang sudah siang, jadi Reina mulai mengantuk.Deron yang sedang menyetir pun bertanya, "Ngusir siapa?""Bu Anita, ahli gizi yang dikirim Joanna."Reina jadi ingat sesuatu. Dia meminta Deron berhenti di restoran untuk makan siang sebelum pulang.Sambil makan, Reina pun mengeluh pada Deron tentang Anita.Deron berpikir sejenak, "Sebenarnya gampang kok.""Maksudnya?""Biar Maxime aja yang be
Anita langsung bergegas datang, "Tuan Maxime, Nyonya lagi makan di dapur. Ada perintah apa? Kasih tahu saya aja.""Dapur?" Maxime agak terkejut, "Ngapain dia makan di dapur? Suruh dia ke sini."Reina bersembunyi di dapur buat makan sendirian makanan yang tidak ada wortelnya?"Tuan, peraturan di keluarga kami wanita itu nggak boleh makan di meja yang sama bersama pria," jelas Anita.Maxime tercengang.Riki juga membelalak tidak percaya. Hah? Wanita ini hidup di zaman penjajahan?Anita pun menyendokkan lauk lain ke piring Maxime sambil berkata, "Tuan, jangan khawatir, aku sudah menyiapkan banyak makanan untuk Nyonya.""Kalau begitu semua makanan ini ...."Sebelum Maxime selesai berkata, Anita sudah menyela, "Saya juga yang siapin."Seketika, ekspresi Maxime jadi makin jelek.Namun, Maxime tidak ingin berdebat dengan wanita tua yang usianya sudah setengah abad ini, Maxime hanya berkata, "Panggil Reina dan suruh dia makan di sini."Sejujurnya, Maxime benar-benar tidak menyangka Reina akan
Reina buru-buru menyahut, "Bu Anita yang mindahin. Aku udah bilang jangan pindahin soalnya kamu nggak bisa lihat. Kalau dipindahin, nanti kamu bisa nabrak dan jatuh.""Kamu maksa dan nggak mau nurut sama aku sih. Sekarang malah Max yang terbentur."Anita tertegun dan langsung bertanya, "Bukannya tadi Nyonya yang ...."Sebelum Anita selesai berkata, Reina sudah menyela lebih dulu."Aku selalu rapi dalam meletakkan barang supaya kembali ke tempat semula. Bu Anita sendiri yang nggak membantah dan nggak mau dengerin aku, malah ngeyel mindahin semua perabotan.""Aku tahu Bu Anita cuma nurut sama Nyonya Joanna, tapi harusnya Bu Anita juga mikirin Max, 'kan?"Riki langsung membantu dengan menimpali, "Kalau sampai badan Papa kenapa-kenapa, kamu mau tanggung jawab?"Ekspresi wajah Anita berubah. Dia sama sekali tidak bisa melawan saat disudutkan Reina dan Riki yang menuduhnya dengan membabi buta.Maxime tentu bisa menangkap kejanggalan dalam hal ini. Tapi dia tidak membongkar kedok Reina dan Ri
Lusa pun tiba.Reina dan Maxime menghadiri pernikahan Diego seperti yang telah dijanjikan.Reina mengira tidak banyak orang di dalam hotel, tetapi ketika sampai di pintu masuk, dia melihat beberapa pengusaha kaya juga datang.Reina bertanya-tanya, "Kenapa tamunya banyak sekali? Apa ada orang lain yang juga lagi melangsungkan pernikahan?"Begitu dia dan Maxime turun dari mobil, manajer hotel langsung menyambut mereka."Nyonya Reina, Tuan Maxime, kalian benar-benar datang?""Apa maksudnya?" tanya Reina sambil mengerutkan kening."Oh, Tuan Diego bilang akan menikah, Nyonya dan Tuan Maxime akan datang. Jadi, saya datang untuk menyambut kedatangan kalian." Manajer mengulurkan tangannya. "Kalian bisa lihat-lihat, kalau ada yang kurang, kalian bisa memberitahu saya."Mendengar manajer mengatakan ini, apa yang tidak bisa dimengerti oleh Reina?Rasanya seperti Diego memanfaatkannya dan Maxime sebagai alat untuk berteman dengan orang kaya dan terkenal."Sekarang aku tahu kenapa dia juga memintam
"Apa orang tua Hanna tahu tentang hal ini?" Maxime bertanya lagi."Pasti nggak tahu," jawab Reina.Mendengar itu, Maxime terdiam selama beberapa saat, lalu melanjutkan, "Jangan ikut campur sama masalah ini."Dia tahu bahwa orang tua Hanna mendesak Hanna untuk segera menikah. Namun mereka tidak akan menerima anak yatim piatu sebagai menantu mereka."Ya, aku mengerti."Reina dan Hanna hanyalah teman biasa, jadi Reina juga tidak akan ikut campur.Dia tidak bisa tidur lagi, jadi memutuskan untuk bangun.Maxime memeluknya dan tidak mau melepaskannya. "Tidurlah sebentar lagi.""Nggak bisa tidur." Reina menepis tangannya tanpa daya. "Aku mau bangun, aku mau kerja."Dia hanya ingin fokus untuk mengurus Grup Yinandar.Maxime terpaksa melepaskan tangannya karena takut Reina akan marah.Reina segera bangkit dari tempat tidur, tidak berani berada di dalam kamar tidur lebih lama lagi.Kenapa sebelum ini dia tidak sadar kalau Maxime memiliki kebiasaan bermalas-malasan di tempat tidur?...Sebelum Re
Keesokan harinya, Reina terbangun karena sebuah pesan di ponselnya. Dia mengambil ponselnya dan melihat bahwa ada pesan grup yang masuk.Dia membuka pesan itu dan ternyata Hanna yang mengirimnya."Kak, harusnya aku mendengarkanmu dan nggak ikut campur. Adrian nyalahin aku karena ikut campur ....""Aku sangat kesal sekarang, kenapa dia malah menyalahkanku dan bukannya berterima kasih padaku?""Apa aku benar-benar melakukan sesuatu yang salah?"Ketika Hanna mengirim pesan itu, waktu masih menunjukkan jam enam pagi dan semua orang masih tidur.Reina dengan mengantuk melihat pesan itu, kemudian mengetik, "Kenapa dia nyalahin kamu?"Sebenarnya Reina sudah punya tebakan, tetapi dia masih tidak yakin."Dia nggak bilang. Dia cuma memintaku nggak ikut campur dan berhenti memberikan uang pada orang tua angkatnya."Reina melihat pesan itu, menganalisanya, lalu membalas, "Hanna, menurutku ada satu kemungkinan, lihat saja nanti. Kalau kamu memberikan uang kepada orang tua asuhnya, mungkin orang tua
"Hanna, mending kamu bilang sama Adrian terkait masalah ini, takut ada hal yang nggak diinginkan." Reina dengan ramah mengingatkan.Hanna mengetik balasan, "Hmm, ya, aku akan melakukannya nanti."Reina tidak membaca pesan itu lagi dan bergegas pergi.Setelah mandi dan kembali ke kamar, Reina melihat Maxime bermain dengan dua anak mereka, sementara dua anak mereka yang lain ada di kamar. Mereka terlihat sangat bahagia.Pemandangan ini jatuh ke mata Reina. Dia merasa sangat bahagia, merasa semuanya sudah cukup."Mama akhirnya sudah selesai mandi?"Riki melihat Reina seperti melihat seorang penyelamat. Dia beranjak dari kursinya dan berlari ke arahnya.Begitu Riki bangun, Reina menyadari bahwa mereka tidak sedang bermain, tetapi Maxime sedang mengawasi pekerjaan rumah Riki.Riki memeluk Reina."Mama, hidup ini melelahkan sekali, hiks."Sebelum Reina sempat menghiburnya, suara dingin Maxime terdengar dari kejauhan."Riki, kamu salah menjawab dua pertanyaan lagi. Kamu nggak sadar?"Riki ber
Di dalam clubhouse.Adrian berdiri di belakang Hanna, satu tangan menutupi luka di dahinya, tampak bingung.Hanna menoleh ke arahnya. "Ayo ke rumah sakit buat balut lukanya."Namun, Adrian menatapnya dengan bingung, lalu berkata, "Nggak perlu, ini hanya luka kecil."Hanna mengerutkan kening, "Kepalamu robek begitu, mana mungkin itu cuma luka kecil?"Sambil berbicara, dia mengeluarkan tisu dari dalam tasnya dan memberikannya kepada Adrian."Ini, bersihkan."Adrian melihat tangan putih dan mulus di depannya. Setelah cukup lama, dia baru tersadar dan mengambil tisu itu."Terima kasih.""Sama-sama." Hanna tersenyum sumringah.Dia mengira setelah kejadian ini, Adrian tidak akan bersikap dingin lagi padanya. Namun, setelah Adrian mengambil tisu itu, Adrian dengan santai menyeka darah di tangannya dan hendak pergi."Aku mau lanjut kerja."Setelah mengatakan itu, Adrian berbalik dan berniat untuk pergi.Hanna langsung menghentikannya, "Kamu terluka begitu masih mau kerja? Istirahat saja."Lang
Diego mendengar gumaman mereka dan merasa tidak bisa memojokkan Adrian lagi. Jadi, dia berkata sambil menunjuk ke arahnya, "Kita lupakan masalah terakhir kali. Lain kali, pikirkan baik-baik kalau mau bertindak. Ini pelajaran untukmu."Dia melemparkan botol anggur yang pecah, yang terkena darah Adrian.Diego tidak bisa tinggal di sini lebih lama lagi, jadi dia akan pergi.Namun, tiba-tiba ada sesosok tubuh yang menghalangi di depannya."Kamu sudah memukulnya dan sekarang mau pergi begitu saja?"Sebuah suara yang jelas dan bagus terdengar di depannya.Diego memusatkan pandangannya dan menyadari bahwa Hanna sudah ada di depannya entah sejak kapan."Hanna?"Hanna menyela dengan dingin, "Tuan Diego, lebih baik panggil Nona Hanna saja, kita nggak seakrab itu."Jika sebelumnya Hanna tidak begitu yakin apakah Diego memiliki niat buruk terhadapnya, sekarang dia benar-benar yakin.Bukankah kali ini Diego memukuli Adrian karena Adrian sudah mengganggu rencananya terakhir kali?Diego tidak menyang
Sejak bertemu dengan Adrian, Hanna langsung merasa bahwa orang ini cukup menarik.Adrian adalah satu-satunya pelayan yang tidak mencoba mendekatinya, apalagi dia juga tampan.Hanna sudah sering menanyakan tentang Adrian. Sebenarnya, dia punya banyak kesempatan untuk didekati oleh wanita-wanita kaya yang glamor. Namun, dia menolak semuanya.Jika dia menerima salah satu wanita kaya itu, dia tidak perlu bekerja keras di dalam bar.Saat ini di dalam Bar Eurios.Adrian sedang sibuk bekerja.Dia tidak menyadari kemunculan sosok yang tidak asing lagi di depan pintu. Orang ini tidak lain adalah Diego.Meskipun sekarang Diego telah memutuskan untuk bersama Sophia, dia selalu ingat bahwa pelayan yang bernama Adrian sudah merusak rencananya.Bukan dia kalau tidak membalaskan dendam.Diego masuk dan memanggil seorang pelayan, lalu menunjuk ke arah Adrian dan berkata, "Suruh dia ke sini."Mendengar itu, pelayan segera pergi memanggil Adrian.Dia merendahkan suaranya, "Adrian, hati-hati. Pria itu da
Begitu Diego menyebutkan kata cicit, Nyonya Liz langsung mengubah pendapatnya tentang Sophia. Dia tertawa dan mengatakan, "Ya, bagus sekali. Kamu harus punya beberapa anak laki-laki, dengan begitu masa depan keluarga masih bisa dilanjutkan. Jangan seperti kedua Om mu itu, anak mereka perempuan semua. Lihatlah, dia sampai diusir sama mertuanya. Bikin malu saja."Diego mengangguk berulang kali."Ya, Nenek tenang saja."Nyonya Liz mengalihkan pikirannya untuk berbicara dengannya tentang hal lain. "Oh ya, kalau kamu sama dia, bagaimana dengan Hanna?"Nyonya Liz tidak melupakan putri tunggal dari keluarga kaya ini.Diego juga ingin menikahi Hanna. Selama dia menikahinya, dia tidak perlu terlalu bekerja keras dalam beberapa tahun. Namun, kenyataan terlalu kejam. Orang tua Hanna tidak menyukainya."Lupakan saja, nona kaya sepertinya sulit buat dilayani, Sophia jauh lebih baik darinya."Nyonya Liz menganggukkan kepalanya berulang kali. "Ya, nona kaya memang sulit dilayani. Lebih baik sama wani
Keheningan yang mencekam menyelimuti ruangan.Diego takut Sophia akan marah kepadanya, jadi dia langsung berjanji, "Sophia, masa lalu sudah berlalu, aku sudah benar-benar berubah sekarang. Jangan khawatir, aku nggak akan pernah mengecewakanmu, aku juga nggak akan pernah melakukan semua hal buruk itu lagi."Mendengar itu, Sophia berkata, "Aku sudah setuju untuk bersamamu, jadi aku nggak akan mempermasalahkan hal-hal yang pernah kamu lakukan sebelumnya.""Aku marah sama dirimu yang sekarang.""Sekarang aku kenapa memangnya?"Diego tidak mengerti."Bagaimana mungkin kamu meminta kakakmu buat kasih izin buat kita melangsungkan pernikahan di sana? Itu 'kan rumah dia dan suaminya," kata Sophia."Cuma karena masalah ini?" Diego tidak habis pikir. "Dia kakakku, hal sekecil ini bukan masalah baginya."Melihat sikap keras kepalanya, Sophia makin marah, "Jangan nggak peduli begitu. Aku kasih tahu, setelah kita bersama, kamu nggak boleh minta tolong apa pun lagi sama kakakmu. Jangan menganggap rem