Melisha bingung melihat Syena datang, dia pun bertanya, "Ada urusan apa?"Sebagai sepupu ipar, Melisha terbiasa bersikap sombong dan lupa bahwa terakhir kali Syena sudah membelanya.Syena sendiri tidak peduli dengan sikap Melisha."Kakak sepupu ipar, aku mau nengok Tommy. Dia sudah nggak apa-apa, 'kan?"Saat membahas tentang anak, Melisha tidak bisa berhenti berceloteh, dia pun duduk dan menyambut obrolan Syena, "Hari ini dia sudah sekolah. Dokter bilang kita harus lebih berhati-hati karena dia sudah pernah kena hiportemia."Melisha kembali menghela napas, "Mana aku cuma punya seorang anak. Kalau terjadi sesuatu padanya, aku bisa apa?""Hahhh, Reina memang nggak becus ngajar anak. Bisa-bisanya anak sekecil Riki sudah terpikir menipu Tommy sampai tersesat di bebatuan begitu. Masih muda aja hatinya sudah seperti penjahat." Syena kembali melanjutkan, "Aku nggak nyangka ibu seperti dia bisa-bisanya hamil anak kembar lagi."Kalimat terakhir Syena adalah poin kuncinya. Artinya, ke depannya T
Orang yang berdiri tidak lain adalah mama Bobby. Dengan tatapan penuh keyakinan dia berkata, "Mama Riko, aku mendukungmu dan pasti akan milih kamu."Begitu dia setuju tanpa takut mati, ibu-ibu lainnya pun langsung setuju satu per satu.Sebenarnya mereka sudah lama tidak suka dengan Melisha di posisi ketua.Semuanya berjalan sangat lancar, tapi saat pulang, Reina masih merasa ada yang tidak beres.Karena Reina masih memikirkan cara mengusir Anita, dia tidak lagi berpikir tentang ibu-ibu."Gimana ngusirnya ya?"Reina menutup mata dan bergumam pada dirinya sendiri.Tadi pagi dia bangun lebih pagi dan sekarang sudah siang, jadi Reina mulai mengantuk.Deron yang sedang menyetir pun bertanya, "Ngusir siapa?""Bu Anita, ahli gizi yang dikirim Joanna."Reina jadi ingat sesuatu. Dia meminta Deron berhenti di restoran untuk makan siang sebelum pulang.Sambil makan, Reina pun mengeluh pada Deron tentang Anita.Deron berpikir sejenak, "Sebenarnya gampang kok.""Maksudnya?""Biar Maxime aja yang be
Anita langsung bergegas datang, "Tuan Maxime, Nyonya lagi makan di dapur. Ada perintah apa? Kasih tahu saya aja.""Dapur?" Maxime agak terkejut, "Ngapain dia makan di dapur? Suruh dia ke sini."Reina bersembunyi di dapur buat makan sendirian makanan yang tidak ada wortelnya?"Tuan, peraturan di keluarga kami wanita itu nggak boleh makan di meja yang sama bersama pria," jelas Anita.Maxime tercengang.Riki juga membelalak tidak percaya. Hah? Wanita ini hidup di zaman penjajahan?Anita pun menyendokkan lauk lain ke piring Maxime sambil berkata, "Tuan, jangan khawatir, aku sudah menyiapkan banyak makanan untuk Nyonya.""Kalau begitu semua makanan ini ...."Sebelum Maxime selesai berkata, Anita sudah menyela, "Saya juga yang siapin."Seketika, ekspresi Maxime jadi makin jelek.Namun, Maxime tidak ingin berdebat dengan wanita tua yang usianya sudah setengah abad ini, Maxime hanya berkata, "Panggil Reina dan suruh dia makan di sini."Sejujurnya, Maxime benar-benar tidak menyangka Reina akan
Reina buru-buru menyahut, "Bu Anita yang mindahin. Aku udah bilang jangan pindahin soalnya kamu nggak bisa lihat. Kalau dipindahin, nanti kamu bisa nabrak dan jatuh.""Kamu maksa dan nggak mau nurut sama aku sih. Sekarang malah Max yang terbentur."Anita tertegun dan langsung bertanya, "Bukannya tadi Nyonya yang ...."Sebelum Anita selesai berkata, Reina sudah menyela lebih dulu."Aku selalu rapi dalam meletakkan barang supaya kembali ke tempat semula. Bu Anita sendiri yang nggak membantah dan nggak mau dengerin aku, malah ngeyel mindahin semua perabotan.""Aku tahu Bu Anita cuma nurut sama Nyonya Joanna, tapi harusnya Bu Anita juga mikirin Max, 'kan?"Riki langsung membantu dengan menimpali, "Kalau sampai badan Papa kenapa-kenapa, kamu mau tanggung jawab?"Ekspresi wajah Anita berubah. Dia sama sekali tidak bisa melawan saat disudutkan Reina dan Riki yang menuduhnya dengan membabi buta.Maxime tentu bisa menangkap kejanggalan dalam hal ini. Tapi dia tidak membongkar kedok Reina dan Ri
Anita agak terkejut. Syena memanggil Anita ke samping dan mengatakan sesuatu. Entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas Anita langsung setuju untuk merawatnya.Hari berikutnya.Tanpa Anita, Reina bisa tidur nyenyak. Setelah bangun, dia akan menulis lagu lalu bersantai sambil baca buku.Saat ini Reina tidak ada kesibukan, dia hanya menunggu hari pemanggilan gugatan tentang Treya dan pemilihan ketua Komite Orangtua Murid di hari Senin depan.Sorenya, sebuah panggilan telepon mengganggu kehidupan santai Reina.Ternyata telepon dari penjara, Treya ingin bertemu dengan Reina."Oke."Reina menutup telepon dan pergi ke penjara.Satu jam kemudian, dia tiba.Awalnya Reina pikir dia akan melihat Treya menjalani kehidupan yang menyedihkan. Tidak disangka Treya malah terlihat rapi bahkan rambutnya tertata apik."Ada urusan apa nyari aku?" sahut Reina dengan dingin.Treya melirik bekas luka di wajah Reina dan sama sekali tidak merasa sedih. Dia langsung berkata, "Kamu minta uang berapa supaya mau
Coba ... Bagaimana rasanya dikutuk ke neraka oleh ibu kandungmu sendiri?Mungkin rasanya seperti menyayat jantung dengan pisau, lalu setelah tercabik-cabik jantung itu benar-benar dihancurkan!Reina tetap memasang tampang tenang, meski begitu hatinya terasa perih dan membuat Reina merasa agak tidak nyaman.Reina memaksa mengulas sebuah senyum, "Nyonya Treya, yang harus Anda pikirkan sekarang adalah bagaimana menghabiskan sisa hidup Anda di penjara.""Dan setelah aku mengambil kembali warisan Ayah, coba pikir akan jadi seperti apa hidupmu dan putrimu Syena.""Aku tahu sebagian besar kekayaan Keluarga Hinandar saat ini sebenarnya berasal dari warisan aset Keluarga Andara."Setelah itu, Reina berdiri dan beranjak pergi terlepas dari Treya yang terlihat murka.Reina baru melangkah beberapa langkah saat dia mendengar bunyi gedebuk yang keras.Reina balik badan dan melihat Treya jatuh dari kursi. Matanya memutih, tangannya menekan perut bagian bawah kuat-kuat dan kakinya kejang tak terkendal
Reina meminta Mandy untuk mengawasi gerak gerik Treya selanjutnya. Reina tidak akan melepaskan Treya kecuali wanita itu benar-benar menderita kanker stadium akhir.Reina pun pulang.Reina meminta Deron menyelidiki lagi tentang kecelakaan mobil ayahnya meski Mandy bilang banyak bukti yang hilang karena peristiwa ini sudah berlalu bertahun-tahun.Tapi Reina masih ingin mengetahui kebenarannya, dia ingin tahu jawaban yang pasti.Setelah semua kesibukan ini, Reina merebahkan diri di sofa. Jelas-jelas dia sangat lelah, tapi dia tidak bisa tidur dan pikirannya kacau.Di benaknya kembali terputar kenangan masa kecil. Di mana ayahnya yang baik hati memberitahunya betapa ibunya sangat baik hati dan sangat mencintainya.Hati Reina terasa sangat pedih dan dia memeluk bantal erat-erat.Entah berapa lama sampai akhirnya Reina tertidur.Pembantu menyelimuti Reina yang tertidur di sofa.Hari ini Riki tidak pulang, para murid akan bermalam di sekolah.Maxime juga sibuk dan baru pulang larut malam. Beg
Reina tertegun, terpikir sesuatu dan wajahnya memerah karena malu.Maxime langsung melepaskan tangannya."Lain kali jangan tidur di sofa, jalan dua langkah aja kamu nggak akan mati." Maxime menahan diri supaya suaranya tidak terdengar dingin juga tidak terdengar ramah.Bagaimanapun, keduanya masih bertengkar dan Reina belum minta maaf padanya.Reina tahu Maxime berkata seperti ini karena dia mengkhawatirkannya, Reina pun mengangguk, "Oke, maaf sudah mengganggumu. Cepat istirahat."Setelah berkata demikian, Reina kembali berbaring di kasur.Maxime tidak langsung tidur. Dia meminta Ekki mencari tahu apa yang sudah dilakukan Reina hari ini dan kenapa kondisinya begitu buruk.Baru setelah itu dia pergi mandi.Ekki sangat kesal. Padahal Ekki sedang bermesra-mesraan dengan pacarnya, kenapa bosnya selalu mengganggu di saat yang tidak tepat? Dia harus minta naik gaji!Ekki tidak pergi menyelidiki sendiri, dia hanya minta bawahannya memeriksa kamera pengawas. Setelah itu dia tahu kalau hari ini
Lusa pun tiba.Reina dan Maxime menghadiri pernikahan Diego seperti yang telah dijanjikan.Reina mengira tidak banyak orang di dalam hotel, tetapi ketika sampai di pintu masuk, dia melihat beberapa pengusaha kaya juga datang.Reina bertanya-tanya, "Kenapa tamunya banyak sekali? Apa ada orang lain yang juga lagi melangsungkan pernikahan?"Begitu dia dan Maxime turun dari mobil, manajer hotel langsung menyambut mereka."Nyonya Reina, Tuan Maxime, kalian benar-benar datang?""Apa maksudnya?" tanya Reina sambil mengerutkan kening."Oh, Tuan Diego bilang akan menikah, Nyonya dan Tuan Maxime akan datang. Jadi, saya datang untuk menyambut kedatangan kalian." Manajer mengulurkan tangannya. "Kalian bisa lihat-lihat, kalau ada yang kurang, kalian bisa memberitahu saya."Mendengar manajer mengatakan ini, apa yang tidak bisa dimengerti oleh Reina?Rasanya seperti Diego memanfaatkannya dan Maxime sebagai alat untuk berteman dengan orang kaya dan terkenal."Sekarang aku tahu kenapa dia juga memintam
"Apa orang tua Hanna tahu tentang hal ini?" Maxime bertanya lagi."Pasti nggak tahu," jawab Reina.Mendengar itu, Maxime terdiam selama beberapa saat, lalu melanjutkan, "Jangan ikut campur sama masalah ini."Dia tahu bahwa orang tua Hanna mendesak Hanna untuk segera menikah. Namun mereka tidak akan menerima anak yatim piatu sebagai menantu mereka."Ya, aku mengerti."Reina dan Hanna hanyalah teman biasa, jadi Reina juga tidak akan ikut campur.Dia tidak bisa tidur lagi, jadi memutuskan untuk bangun.Maxime memeluknya dan tidak mau melepaskannya. "Tidurlah sebentar lagi.""Nggak bisa tidur." Reina menepis tangannya tanpa daya. "Aku mau bangun, aku mau kerja."Dia hanya ingin fokus untuk mengurus Grup Yinandar.Maxime terpaksa melepaskan tangannya karena takut Reina akan marah.Reina segera bangkit dari tempat tidur, tidak berani berada di dalam kamar tidur lebih lama lagi.Kenapa sebelum ini dia tidak sadar kalau Maxime memiliki kebiasaan bermalas-malasan di tempat tidur?...Sebelum Re
Keesokan harinya, Reina terbangun karena sebuah pesan di ponselnya. Dia mengambil ponselnya dan melihat bahwa ada pesan grup yang masuk.Dia membuka pesan itu dan ternyata Hanna yang mengirimnya."Kak, harusnya aku mendengarkanmu dan nggak ikut campur. Adrian nyalahin aku karena ikut campur ....""Aku sangat kesal sekarang, kenapa dia malah menyalahkanku dan bukannya berterima kasih padaku?""Apa aku benar-benar melakukan sesuatu yang salah?"Ketika Hanna mengirim pesan itu, waktu masih menunjukkan jam enam pagi dan semua orang masih tidur.Reina dengan mengantuk melihat pesan itu, kemudian mengetik, "Kenapa dia nyalahin kamu?"Sebenarnya Reina sudah punya tebakan, tetapi dia masih tidak yakin."Dia nggak bilang. Dia cuma memintaku nggak ikut campur dan berhenti memberikan uang pada orang tua angkatnya."Reina melihat pesan itu, menganalisanya, lalu membalas, "Hanna, menurutku ada satu kemungkinan, lihat saja nanti. Kalau kamu memberikan uang kepada orang tua asuhnya, mungkin orang tua
"Hanna, mending kamu bilang sama Adrian terkait masalah ini, takut ada hal yang nggak diinginkan." Reina dengan ramah mengingatkan.Hanna mengetik balasan, "Hmm, ya, aku akan melakukannya nanti."Reina tidak membaca pesan itu lagi dan bergegas pergi.Setelah mandi dan kembali ke kamar, Reina melihat Maxime bermain dengan dua anak mereka, sementara dua anak mereka yang lain ada di kamar. Mereka terlihat sangat bahagia.Pemandangan ini jatuh ke mata Reina. Dia merasa sangat bahagia, merasa semuanya sudah cukup."Mama akhirnya sudah selesai mandi?"Riki melihat Reina seperti melihat seorang penyelamat. Dia beranjak dari kursinya dan berlari ke arahnya.Begitu Riki bangun, Reina menyadari bahwa mereka tidak sedang bermain, tetapi Maxime sedang mengawasi pekerjaan rumah Riki.Riki memeluk Reina."Mama, hidup ini melelahkan sekali, hiks."Sebelum Reina sempat menghiburnya, suara dingin Maxime terdengar dari kejauhan."Riki, kamu salah menjawab dua pertanyaan lagi. Kamu nggak sadar?"Riki ber
Di dalam clubhouse.Adrian berdiri di belakang Hanna, satu tangan menutupi luka di dahinya, tampak bingung.Hanna menoleh ke arahnya. "Ayo ke rumah sakit buat balut lukanya."Namun, Adrian menatapnya dengan bingung, lalu berkata, "Nggak perlu, ini hanya luka kecil."Hanna mengerutkan kening, "Kepalamu robek begitu, mana mungkin itu cuma luka kecil?"Sambil berbicara, dia mengeluarkan tisu dari dalam tasnya dan memberikannya kepada Adrian."Ini, bersihkan."Adrian melihat tangan putih dan mulus di depannya. Setelah cukup lama, dia baru tersadar dan mengambil tisu itu."Terima kasih.""Sama-sama." Hanna tersenyum sumringah.Dia mengira setelah kejadian ini, Adrian tidak akan bersikap dingin lagi padanya. Namun, setelah Adrian mengambil tisu itu, Adrian dengan santai menyeka darah di tangannya dan hendak pergi."Aku mau lanjut kerja."Setelah mengatakan itu, Adrian berbalik dan berniat untuk pergi.Hanna langsung menghentikannya, "Kamu terluka begitu masih mau kerja? Istirahat saja."Lang
Diego mendengar gumaman mereka dan merasa tidak bisa memojokkan Adrian lagi. Jadi, dia berkata sambil menunjuk ke arahnya, "Kita lupakan masalah terakhir kali. Lain kali, pikirkan baik-baik kalau mau bertindak. Ini pelajaran untukmu."Dia melemparkan botol anggur yang pecah, yang terkena darah Adrian.Diego tidak bisa tinggal di sini lebih lama lagi, jadi dia akan pergi.Namun, tiba-tiba ada sesosok tubuh yang menghalangi di depannya."Kamu sudah memukulnya dan sekarang mau pergi begitu saja?"Sebuah suara yang jelas dan bagus terdengar di depannya.Diego memusatkan pandangannya dan menyadari bahwa Hanna sudah ada di depannya entah sejak kapan."Hanna?"Hanna menyela dengan dingin, "Tuan Diego, lebih baik panggil Nona Hanna saja, kita nggak seakrab itu."Jika sebelumnya Hanna tidak begitu yakin apakah Diego memiliki niat buruk terhadapnya, sekarang dia benar-benar yakin.Bukankah kali ini Diego memukuli Adrian karena Adrian sudah mengganggu rencananya terakhir kali?Diego tidak menyang
Sejak bertemu dengan Adrian, Hanna langsung merasa bahwa orang ini cukup menarik.Adrian adalah satu-satunya pelayan yang tidak mencoba mendekatinya, apalagi dia juga tampan.Hanna sudah sering menanyakan tentang Adrian. Sebenarnya, dia punya banyak kesempatan untuk didekati oleh wanita-wanita kaya yang glamor. Namun, dia menolak semuanya.Jika dia menerima salah satu wanita kaya itu, dia tidak perlu bekerja keras di dalam bar.Saat ini di dalam Bar Eurios.Adrian sedang sibuk bekerja.Dia tidak menyadari kemunculan sosok yang tidak asing lagi di depan pintu. Orang ini tidak lain adalah Diego.Meskipun sekarang Diego telah memutuskan untuk bersama Sophia, dia selalu ingat bahwa pelayan yang bernama Adrian sudah merusak rencananya.Bukan dia kalau tidak membalaskan dendam.Diego masuk dan memanggil seorang pelayan, lalu menunjuk ke arah Adrian dan berkata, "Suruh dia ke sini."Mendengar itu, pelayan segera pergi memanggil Adrian.Dia merendahkan suaranya, "Adrian, hati-hati. Pria itu da
Begitu Diego menyebutkan kata cicit, Nyonya Liz langsung mengubah pendapatnya tentang Sophia. Dia tertawa dan mengatakan, "Ya, bagus sekali. Kamu harus punya beberapa anak laki-laki, dengan begitu masa depan keluarga masih bisa dilanjutkan. Jangan seperti kedua Om mu itu, anak mereka perempuan semua. Lihatlah, dia sampai diusir sama mertuanya. Bikin malu saja."Diego mengangguk berulang kali."Ya, Nenek tenang saja."Nyonya Liz mengalihkan pikirannya untuk berbicara dengannya tentang hal lain. "Oh ya, kalau kamu sama dia, bagaimana dengan Hanna?"Nyonya Liz tidak melupakan putri tunggal dari keluarga kaya ini.Diego juga ingin menikahi Hanna. Selama dia menikahinya, dia tidak perlu terlalu bekerja keras dalam beberapa tahun. Namun, kenyataan terlalu kejam. Orang tua Hanna tidak menyukainya."Lupakan saja, nona kaya sepertinya sulit buat dilayani, Sophia jauh lebih baik darinya."Nyonya Liz menganggukkan kepalanya berulang kali. "Ya, nona kaya memang sulit dilayani. Lebih baik sama wani
Keheningan yang mencekam menyelimuti ruangan.Diego takut Sophia akan marah kepadanya, jadi dia langsung berjanji, "Sophia, masa lalu sudah berlalu, aku sudah benar-benar berubah sekarang. Jangan khawatir, aku nggak akan pernah mengecewakanmu, aku juga nggak akan pernah melakukan semua hal buruk itu lagi."Mendengar itu, Sophia berkata, "Aku sudah setuju untuk bersamamu, jadi aku nggak akan mempermasalahkan hal-hal yang pernah kamu lakukan sebelumnya.""Aku marah sama dirimu yang sekarang.""Sekarang aku kenapa memangnya?"Diego tidak mengerti."Bagaimana mungkin kamu meminta kakakmu buat kasih izin buat kita melangsungkan pernikahan di sana? Itu 'kan rumah dia dan suaminya," kata Sophia."Cuma karena masalah ini?" Diego tidak habis pikir. "Dia kakakku, hal sekecil ini bukan masalah baginya."Melihat sikap keras kepalanya, Sophia makin marah, "Jangan nggak peduli begitu. Aku kasih tahu, setelah kita bersama, kamu nggak boleh minta tolong apa pun lagi sama kakakmu. Jangan menganggap rem