Cuaca makin hangat, sinar matahari pun masuk lewat jendela kamar.Reina bangun sekitar jam sembilan pagi.Hari ini dia akan pergi ke rumah sakit untuk melepas perban wajahnya.Setelah mengurus keperluan Riki pagi ini, Reina hendak berangkat saat tiba-tiba Riki meraih tangannya, "Ma, Om Maxime benar-benar papaku, 'kan?"Reina tahu cepat atau lambat dia harus mengatakan fakta ini pada anak-anaknya, jadi dia mengangguk, "Ya.""Ma, sekarang aku sudah punya papa, aku bukan anak haram lagi, 'kan?" ujar Riki dengan mata yang bersinar.Mendengar kata anak haram membuat hati Reina terasa tidak nyaman. Dalam beberapa tahun terakhir, dia berutang terlalu banyak pada anak-anaknya."Iya dong, Riki punya papa dan mama."Riki melanjutkan, "Ma, nanti kalau sudah pulang dari rumah sakit, boleh nggak telepon papa buat pergi ke TK jemput Kakak? Aku mau kasih Kakak kejutan."Reina teringat sikap acuh tak acuh Maxime baru-baru ini dan tidak yakin apa pria itu akan setuju."Kalau Riki mau ketemu Riko, kita
Pagi ini sebelum Maxime pergi ke kantor, Riki memberitahunya bahwa kakaknya ingin bertemu dengannya dan memintanya pergi ke TK untuk menjemputnya sore nanti.Maxime pikir sudah waktunya bertemu Riko, jadi dia setuju.Sorenya, Maxime diantar pulang oleh Maxime.Sesampainya di rumah, Reina dan Riki sudah siap.Riki langsung berteriak, "Papa!""Ya."Maxime menjawab.Reina menghampiri, "Ayo berangkat."Dia sudah menelepon Alana dan meminta Keluarga Tambolo untuk tidak menjemput Riko hari ini.Mereka bertiga duduk di mobil yang sama, tapi suasana dalam mobil sangat sunyi.Riki duduk di antara Reina dan Maxime dan merasa keheningan ini tidak boleh terus berlanjut."Ma, kok Mama nggak pegangan tangan sama Papa? Aku lihat orangtua lain suka pegangan tangan?"Riki berujar sambil melihat orangtua lain yang menjemput anak-anak mereka.Reina tersadar, dia menatap wajah tegas Maxime dan langsung membuang muka.Detik berikutnya, Maxime mengulurkan tangannya.Riki membantu, "Ma, ayo cepat pegangan ta
Tommy sangat terpukul."Jadi, kamu juga anak omku?"Riko diam, tidak menjawab atau berkomentar apa pun.Bagi Tommy, tidak menjawab sama dengan 'ya'. "Kok kamu bohongin aku?""Aku bohong apaan?" tanya Riko."Bukannya kamu bilang Jovan itu papamu?" Tommy bertanya malu."Kamu yang bilang, bukan aku."Riko mengambil tas sekolahnya lalu menatap Tommy dengan dingin. "Ada urusan lain nggak?"Tommy sangat ketakutan sehingga dia mundur selangkah."Nggak, nggak ada ...."Riko mengemasi tasnya dan pergi.Tommy berdiri di ruang kelas dan matanya penuh amarah."Sial, berani sekali kamu bohongin aku! Salah aku sudah menganggapmu sebagai teman!"Dengan tatapan dingin, Tommy berseru, "Nggak ada yang boleh mengambil posisiku di Keluarga Sunandar."Begitu Riko keluar gerbang, dia langsung melihat mama dan papanya di tengah kerumunan.Riko buru-buru berjalan menghampiri."Riko."Reina melambai padanya.Riko sampai di hadapan Reina dan langsung tersenyum manis, "Mama!"Lalu, dia melirik pada Maxime dan bu
Apa dia masih perlu memilih?Tentu saja Riki ingin masuk TK seperti Riko."Aku akan mau sekolah di TK." Riki memasang tampang seperti anak kelinci yang lugu dan polos. Tanpa menunggu jawaban Reina, Riki langsung memeluk paha Maxime. "Papa yang baik, boleh nggak aku satu sekolah sama Kakak?"Sebagai seorang kakak, Riko merasa geli melihat kelakuan adiknya yang manja.Dia tidak ingin satu sekolah dengan Riki."Aku nggak mau."Riki punya wajah yang sama persis dengannya tapi punya sikap yang lebih manis. Kalau mereka bersekolah di sekolah yang sama, semua perhatian akan jatuh ke Riki, Riko tidak bisa mengunggulkan diri.Riki hanya perlu bertingkah manis dan semua perhatian akan terfokus padanya.Riki tidak menyangka kakaknya akan menolak, dia pun memasang tampang memelas, "Kok Kakak nggak mau? Kenapa? Kakak nggak sayang aku lagi?"Riko mengernyit. Ingin sekali merobek-robek buku di tangannya dan menyumpalkannya ke mulut Riki."Kalau masih manja begini, kulempar kamu keluar mobil!"Baik da
"Papa, Mama, sudah kalian jangan berantem ya?" Riki buru-buru datang menghampiri dengan mata yang berkaca-kaca.Reina dan Maxime pun berhenti berdebat.Riki menatap Reina dengan sedih, "Ma, aku nggak jadi ke TK. Mama jangan salahin Papa. Papa menyetujui permintaanku karena dia nggak tega membuatku sedih."Hati Reina terasa pedih saat putranya mengatakan hal ini.Maxime tidak tega membuatnya sedih? Lalu Reina?Kenapa Reina yang sudah membesarkan anaknya selama bertahun-tahun kalah oleh sosok Maxime yang baru hidup bersama mereka selama beberapa bulan?"Ma, jangan marah ya?" Untuk membantu ayah bajingannya, Riki hanya bisa pura-pura teraniaya untuk mengalihkan perhatian mamanya.Riki pikir kalau dia bersikap manja, Reina tidak akan marah pada Maxime. Riki tidak menyangka sikapnya ini malah jadi bumerang."Riki, kamu boleh pergi Kalau kamu mau. Kalau terjadi sesuatu, kamu harus langsung keluar dari sekolah."Setelah itu, Reina tidak memeluk Riki seperti biasanya, dia malah langsung berjal
Sebagai seorang ayah, tentu Maxime tidak akan membiarkan sesuatu terjadi pada Riki.Di mata Maxime, selama semuanya dipertimbangkan dengan matang, tidak ada bedanya Riki pergi sekolah atau tinggal di rumah.Setelah Reina mendengar penjelasan Maxime dan teringat akan wajah Riki yang penuh harap barusan, Reina pun tidak membantah dan menjawab, "Oke."Reina meremas jemarinya sambil berpesan."Tolong jangan biarkan dia kenapa-kenapa."Maxime mengatupkan bibirnya erat-erat cukup lama sebelum berkata, "Mereka itu anak-anakku, nggak perlu kamu ingetin juga aku tahu apa yang harus dilakukan."Malamnya.Maxime tidak makan banyak. Dia kembali ke kamar dan merokok tanpa henti.Entah mengapa, belakangan ini Maxime merasa suntuk.Jelas-jelas Riko dan Riki terbukti adalah kedua putranya, bukankah harusnya dia bahagia? Tapi kenapa begitu dia teringat Reina membawa kabur kedua putranya diam-diam dan tinggal bersama pria lain, Maxime terus merasa kesal.Di sisi lain, saat ini Riki dan Riko tidur di sat
Ibu-ibu orangtua murid TK Riko sudah memesan seluruh restoran itu, saat ini mereka duduk di meja panjang, mendiskusikan berbagai urusan anak-anak mereka untuk pergi ke luar negeri.Saat semua orang melihat Reina masuk, mereka berhenti mengobrol dan menoleh.Reina berpakaian sederhana dan wajahnya dirias tipis. Meski ada bekas luka yang parah di sisi kanan wajahnya, kecantikan dan keanggunannya tetap tidak tertutupi.Mereka semua adalah wanita yang sudah pernah melahirkan. Tentu mereka iri melihat lekuk tubuh Reina yang masih sempurna, lengkap dengan wajah yang cantik.Meski sudah merawat diri, kulit mereka tetap tidak semulus Reina. Untung saja wajah Reina cacat."Halo semuanya." Reina menyapa dengan ramah, dia melihat jam dan ternyata belum terlambat.Reina melihat sekeliling dan tatapannya berhenti pada Melisha.Tommy dan Riko adalah teman sekelas, wajar kalau Melisha juga datang ke acara ini.Melisha duduk di kursi depan, berpura-pura tidak melihat Reina dan menyesap tehnya.Melihat
Ibu-ibu lain menunggu Reina dipermalukan, dalam hati mereka pikir barusan Reina tidak benar-benar menghitung berapa biaya kurang yang butuh sponsor.Tidak disangka, Reina menjawab acuh tak acuh, "Iya."Reina mengeluarkan sebuah kartu bank dari tasnya dan menaruhnya di atas meja, "Aku bayar sekarang."Bagi Reina sekarang, uang 12 miliar bukan jumlah yang besar.Alasan kenapa dia tidak memakai baju mahal atau membawa tas mahal cuma karena dia tidak menyukainya, bukan karena dia tidak punya uang untuk membelinya.Awalnya hari ini Melisha mengundang Reina untuk mempermalukannya. Dia sama sekali tidak menyangka ternyata malah dirinya sendiri yang dipermalukan.Reina seorang ibu yang baru bergabung dalam komite ini langsung menyumbang sebanyak 12 miliar, sedangkan dirinya sendiri sebagai ketua Komite Orangtua Murid hanya menyumbang tiga miliar.Melisha tersenyum lembut dan berkata, "Mama Riko benar-benar murah hati ya."Pandangan ibu-ibu terhadap Reina pun seketika berubah saat melihat Reina
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba