Liane keluar toilet setelah Syena merasa lebih baik.Kepala panti asuhan masih menunggunya dengan wajah bersahabat. "Nyonya Liane, terima kasih atas dukunganmu selama belasan tahun terakhir. Aku sangat menyesal nggak dapat membantumu."Liane tidak bisa menyembunyikan kekecewaan dalam tatapannya."Mungkin dia sudah mati."Kepala panti itu menghiburnya, "Selama anak itu belum ketemu, artinya dia masih hidup. Jangan berkecil hati, kalau ada informasi, aku pasti akan menghubungimu secepatnya."Liane mengangguk."Ya."Setelah Liane pergi, seorang guru di samping kepala panti berkata, "Nyonya Liane sudah mencari putrinya selama lebih dari 20 tahun tapi masih belum ketemu juga."Kepala panti menghela napas, "Hidup Nyonya Liane dulu sangat sulit, tidak sekaya dan berkuasa seperti sekarang.""Dia langsung meninggalkan bayinya yang baru lahir di tengah hujan deras. Kalau bukan aku yang nggak melihat, anak itu pasti sudah mati kedinginan."Guru itu terlihat bingung. "Terus kok anak itu nggak kete
Setelah seharian mengurung diri menulis lagu, Reina pergi ke kamar Riki dan mendapati sarung selimutnya sudah diganti."Riki ganti seprai dan sarung selimutnya sendiri?""Nggak, Om Maxime yang bantu.""Terus sarung selimut yang kotor mana?""Om Maxime bilang buang aja.""..."Reina berlutut dan dengan sabar menjelaskan pada Riki, "Lain kali kalau sarung selimutnya kotor kasih tahu Mama aja ya. Kan bisa kita cuci jadi masih bisa dipakai lagi. Jangan lupa, di dunia ini masih banyak orang yang bahkan nggak punya selimut.""Tadi juga aku ngomong gitu ke Om Maxime." Riki menjawab dengan tampang serius.Begitu Reina mendengar jawaban ini, Reina merasa dia harus mengkomunikasikan hal ini dengan Maxime supaya pria itu tidak mengajarkan anak-anak hidup boros."Oke, ya sudah. Riki istirahat ya."Reina mencium keningnya.Sebelum pergi, Riki memegang tangan Reina. "Mama jangan marahin Om Maxime ya, dia sudah baik hati bantuin aku ganti seprai."Riki tahu bahwa mengkhianati Maxime terus-terusan buk
Reina tidak sungkan dan langsung menggigit lengan Maxime.Meski Reina tidak menggigitnya kuat-kuat, tetap saja sakit."Memangnya di mimpimu aku ngapain?"Reina perlahan melepaskan gigitannya, lalu menjawab dengan suara serak, "Kamu minta aku gugurin anak ini.""Bodoh, mana mungkin?"Meski Reina tidak mengaku pada orang luar kalau dia sedang mengandung buah hati mereka, Maxime cukup yakin Reina hamil anaknya.Jadi mana mungkin Maxime meminta Reina menggugurkan anak mereka?Reina menatap Maxime dan berkata, "Maxime, tolong janji padaku. Nanti kalau ingatanmu sudah pulih, kamu nggak boleh nyakitin anak-anakku, termasuk Riko dan Riki.""Oke, aku janji. Kalau aku menyakiti mereka, aku akan mati nggak tenang."Maxime ingin memberitahu Reina kalau sekarang ingatannya sudah pulih.Tapi bagaimana kalau Reina memutuskan untuk pergi setelah tahu?Saat ini Reina tetap berada di sisinya karena Maxime amnesia dan buta.Janji Maxime membuat Reina merasa tenang, dia pun tertidur lagi dalam pelukan Max
Kalau Maxime mau membangun kembali kerajaan bisnisnya, mustahil untuk tidak berkomunikasi dengan pengusaha lain.Pesta koktail semacam ini bukan hanya sekadar minum-minum."Oke, nanti aku kerahkan lebih banyak pengawal untuk melindungimu," kata Ekki.Pimpinan Keluarga Baclig yang dulu pernah mencelakai Maxime, sayang mereka salah orang karena malah menyerang Morgan yang mereka kira Maxime.Morgan yang pada dasarnya punya fisik yang lemah pun terluka parah, akhirnya dia terpaksa dikirim ke luar negeri untuk mendapat perawatan.Belakangan setelah posisi Maxime di Keluarga Sunandar sudah lebih kokoh, dia pun membinasakan para senior Keluarga Baclig dan hanya menyisakan anggota keluarga yang tidak kompeten.Deo pernah berlutut di hadapan Maxime dan memohon untuk dibiarkan tetap hidup.Maxime tidak membunuh mereka semua bukan karena baik hati, tapi karena dia takut orang kaya lainnya di Kota Simaliki akan merasa terancam dan bersatu untuk melawannya.Lagi pula, manusia yang terdesak pasti j
Pesta diselenggarakan di Hotel Fourse dan ada banyak wajah yang tentunya familiar.Jovan juga datang bersama Riko karena menurut Tuan Besar Jacob, Riko harus dikenalkan pada orang-orang di bidang bisnis sedini mungkin.Jovan menatap si kecil yang tidak lebih tinggi dari kakinya sendiri dan berkata, "Anak nakal, nanti jangan panggil aku Om, panggilnya Papa."Riko menatapnya lalu menjawab, "Panggil apa?""Papa.""Hahhh ...."Jovan terdiam.Jovan pun memukul pelan pantat Riko, si Kak Max versi mini.Dasar bocah, untung saja masih kecil. Lihat saja nanti kalau sudah besar, Jovan tidak akan sungkan lagi memukulnya.Entah mengapa, Jovan merasa masa kecilnya jadi sempurna saat bisa memukul Riko.Mungkin karena waktu masih kecil Jovan sering dipukuli Max ....Setelah dipukul, wajah Riko memerah karena malu dan dia langsung menjauh dari Jovan.Jovan dengan santai dan asal-asalan memperkenalkan Riko pada beberapa orang, setelah itu dia duduk di pojokan dan minum sendiri. Jovan tidak suka acara s
Morgan juga datang di pesta itu dan saat ini Liane berdiri di sampingnya."Morgan, kerjasama kita sebaiknya ditunda dulu. Kamu masih muda dan kurang bijaksana dalam beberapa hal. Nanti kalau sudah lebih berpengalaman, kita bisa lanjutkan proyek kerjasama ini."Maksud Liane sangat jelas, sikap Morgan yang tidak bijak tentu tentang perlakuannya pada Syena.Morgan mengerti maksud Liane, dia tetap menjaga ekspresi lembut di wajahnya dan hanya menatap Liane yang beranjak pergi.Saat ini, Deo datang menghampirinya, "Morgan, kamu beneran dapat mertua yang bagus. Meski Keluarga Hinandar itu keluarga biasa, tapi ibu Syena itu nggak sesederhana yang terlihat."Morgan hanya tersenyum, tidak menunjukkan perubahan suasana hati.Saat keduanya sedang mengobrol, Ekki yang melihat mereka berdua pun berbisik pada Maxime, "Bos, Tuan Morgan dan Deo lagi ngobrol bareng."Keluarga Sunandar dan Keluarga Baclig adalah musuh bebuyutan, hal ini membuat Deo makin membenci Maxime.Sebenarnya Maxime bertanya-tanya
Tidak ada orang yang mengerti lebih baik dari Liane bagaimana rasanya darah daging sendiri jatuh ke tangan orang lain.Reina mengantarkan Riki ke toilet, setelah itu Reina menunggu di luar.Tak lama kemudian, beberapa pria jangkung pun masuk ke dalam toilet.Riko kebetulan juga berada di dalam toilet. Riko melihat jam dan mengira pria paruh baya itu sudah pergi, jadi dia berani keluar dari tempat persembunyiannya. Eh tidak disangka, dia malah bertemu dengan tiga pria jangkung.Sebelum Riko sempat bereaksi, salah satu dari mereka yang memegang sebuah lap tangan yang sudah ditetesi obat bius sudah lebih dulu menutup mulut dan hidung Riko.Penglihatan Riko seketika jadi gelap dan dia pingsan sebelum sempat meminta bantuan.Pria itu melepas jas hitamnya untuk membungkus badan Riko, lalu membawanya keluar.Di sisi lain, Riki yang sudah selesai pipis langsung ditangkap oleh Jovan di depan pintu toilet."Dasar anak nakal, kenapa lama sekali di toilet? Kupikir kamu kepeleset di toilet."Jovan
Di luar hotel, Reina dan Riki terus menunggu Maxime. Anehnya, sebagian besar tamu sudah pulang tapi batang hidung Maxime masih belum terlihat."Apa dia sudah pulang sendiri? Aku telepon dulu." Reina pun menelepon Maxime.Tapi teleponnya tidak diangkat.Reina pikir Maxime tidak melihat mobil Reina dan sudah pulang duluan, jadi Reina pun membawa Riki pulang.Jarak rumah dan tempat pesta tidak jauh, hanya 20 menit.Namun, sesampainya di rumah kondisi tetap sama seperti saat mereka berangkat tadi, tidak ada lampu yang menyala.Maxime belum kembali."Ma, jangan-jangan terjadi sesuatu sama Om Maxime?" kata Riki tiba-tiba.Saat menuju kamar mandi hotel, Riki merasa suasana keamanan di hotel berbeda karena lebih ketat dibanding tempat lain.Tampaknya penjagaan itu bukan bertujuan untuk melindungi seseorang, tetapi lebih seperti mencoba menangkap atau mencegat seseorang.Setelah mendengar perkataan Riki, Reina memutuskan untuk menelepon Ekki.Lama sekali sampai Ekki mengangkat teleponnya.Ekki
Akhirnya, Sophia merasa lega setelah berhasil meyakinkan orang tuanya untuk kembali ke rumah sakit. Dalam perjalanan pulang, dia menggenggam erat tangan ayah dan ibunya, tidak mau melepaskannya."Dokter bilang kalau penyakit kalian disebabkan karena kelelahan jangka panjang. Selama kalian menerima perawatan satu atau dua tahun, kalian bisa pulang dengan sehat."Sophia tersedak, lalu melanjutkan, "Sekarang, pengobatan tinggal setengah tahun lagi, lalu kita bisa hidup dengan baik. kalian jangan pernah punya pikiran buat melarikan diri lagi.""Ya." Erna menghibur dan memeluknya dengan lembut, "Maafkan Ibu karena sudah membuatmu khawatir, Nak."Robi juga berkata, "Kali ini Ayah dan Ibu memang salah, kami minta maaf sama kalian."Sophia tersenyum. "Lain kali kalian nggak boleh seperti ini lagi.""Hmm, ya." Robi mengangguk berulang kali, nadanya lembut.Diego yang duduk di kursi depan menatap Sophia, Erna dan Robi yang terlihat bahagia, entah kenapa jadi teringat masa kecilnya.Dia teringat
Reina langsung menghubungi Diego setelah meminta pengawal itu mengirimkan alamat hotel di mana keduanya berada.Saat itu masih pagi sekali.Diego dan Sophia masih berada di luar.Ketika Diego menerima telepon itu, bagian bawah matanya berbinar. "Kak, terima kasih banyak, kamu benar-benar sangat membantuku."Reina tidak banyak bicara saat mendengar ucapan terima kasihnya."Cepat pergi dan jemput mereka kembali. Selain itu, perlakukan temanmu itu dengan baik.""Ya, ya, ya."Diego langsung mengiakan. Karena cuaca terlalu dingin, jadi suaranya sedikit bergetar.Setelah menutup telepon, Diego langsung memberi tahu Sophia."Ayo, aku tahu di mana Om sama Tante."Wajah Sophia pucat, pipinya memerah karena kedinginan. Dia mencoba mengucapkan terima kasih, tetapi ia terlalu dingin untuk berbicara.Diego segera menghentikan taksi.Keduanya duduk di dalam, penghangat di dalam mobil sangat memadai, membuat tubuh Sophia menghangat. Dia berkata, "Di mana orang tuaku sekarang? Apa mereka baik-baik saj
Reina sedikit tidak percaya saat mendengar itu.Teman Diego? Bukankah itu wanita yang bernama Sophia?Sekarang, Diego tidak punya uang atau kedudukan, teman-temannya dulu sudah mengabaikannya."Ya, berikan informasi orang tua temanmu, aku akan menyuruh seseorang mencarinya.""Ya, terima kasih, Kak. Kamu benar-benar sangat baik."Diego tidak pernah berterima kasih pada Reina setulus hari ini.Bahkan jika Reina pernah melunasi tagihannya, rasa terima kasihnya kepada Reina tidak sebanyak hari ini.Reina juga mendengar ketulusan di dalam suaranya, masih belum percaya bahwa pria itu benar-benar telah berubah."Kita masih belum menemukannya, jadi jangan bilang makasih dulu.""Hmm, baiklah."Setelah menyelesaikan panggilan, Diego menemui Sophia, meminta informasi orang tua Sophia dan sebagainya.Setelah Reina melihatnya, dia menyadari bahwa semuanya seperti yang dia duga. Teman yang dimaksud Diego adalah Sophia."Aku mau tanya sesuatu," kata Reina."Kak, tanya saja.""Kenapa demi seorang tema
Diego membungkuk dan berjongkok di sisi Sophia, menghiburnya dengan lembut, "Jangan terlalu sedih, Tante sama Om bakal baik-baik saja, ayo kita cari lagi. Kamu nggak boleh terlalu sedih, nanti kamu nggak bakal punya kekuatan buat cari Om sama Tante."Mendengar perkataannya, Sophia perlahan-lahan menjadi tenang."Ya, aku harus tenang, harus tetap tenang.""Hmm." Diego mengangguk. "Ayo cari lagi.""Ya."Namun, ketika Diego baru melangkah beberapa langkah ke depan, tiba-tiba pandangannya menghitam dan tubuhnya jatuh ke bawah.Sophia bergerak cepat untuk menopangnya, menahannya tepat sebelum Diego jatuh ke aspal."Diego," teriak Sophia.Diego menjawab dengan gugup, "Ada apa?""Barusan kamu hampir jatuh." Sorot mata Sophia penuh dengan kecemasan dan kekhawatiran.Diego mengusap-usap kepalanya. "Hah? Aku nggak sadar, mungkin aku kurang istirahat. Ayo, kita lanjut cari."Sophia menatap Diego yang linglung, mana mungkin dia berani membiarkan pria itu terus mencari."Kita pulang dan istirahat d
Tatapan Sophia menghangat dan dia sangat tersentuh.Sekarang, dia benar-benar tidak punya banyak uang dan tidak ingin membuat orang tuanya khawatir. Jadi, dia mengambil uang Diego terlebih dahulu, lalu membayarnya kembali setelah dia dapat gaji.Sophia mengambil uang itu, kemudian pergi untuk membuat sarapan.Anehnya, biasanya pada jam-jam seperti ini kedua orang tuanya sudah bangun, tetapi hari ini tidak satu pun dari mereka yang terlihat. Pintu kamar mereka pun tertutup rapat.Sophia mengira kedua orang tuanya masih beristirahat, jadi dia tidak tega mengganggu mereka.Setelah sarapan siap, Sophia pergi ke depan pintu kamar mereka, mengetuk pintu dan berkata, "Ayah, Ibu, bangun, ayo sarapan."Namun, setelah memanggil mereka beberapa kali, mereka tidak mendengar satu jawaban pun.Jantungnya berdebar kencang dan dia pun mendorong pintu kamar.Ketika pintu kamar terbuka, dia melihat bagian dalam kamar sudah dibersihkan dengan rapi. Semua barang terlipat rapi dan kamar dalam keadaan koson
"Kamu dengar sendiri, aku sudah jelasin sama dia." Reina menyimpan ponselnya kembali dan menatap mata Maxime tanpa sedikit pun rasa bersalah.Memang benar bahwa dia tidak memberikan sinyal apa pun kepada Ari, jadi dia tidak melakukan kesalahan apa pun.Sekelebat kerumitan melintas di mata Maxime. Dia mengangkat tangannya, ujung jarinya membelai wajah Reina."Aku mengerti. Istriku sangat luar biasa, wajar kalau ada yang menyukainya."Reina menjadi agak malu ketika tiba-tiba dipuji olehnya.Keduanya berdiri diam di tengah kerumunan, indah seperti sebuah lukisan."Salju turun, salju turun ...."Banyak orang di sekitar mulai berseru.Reina kembali tersadar dan menatap kepingan salju yang berjatuhan, bagian bawah matanya berkilau."Cantik sekali."Maxime menggenggam tangannya dan tetap berada di sisinya tanpa berbicara.Dia berharap waktu tetap berada di momen ini sekarang....Saat ini musim dingin, ada tumpukan salju di mana-mana.Beberapa orang menganggapnya indah, tetapi bagi sebagian o
"Baguslah kalau kamu mengerti," kata Imran.Ari tidak ingin berbicara dengan mereka lagi dan melangkah menuju kamarnya.Retno mencoba mengejarnya untuk menjelaskan, tetapi Imran menghentikannya."Biarkan dia sendiri dan merenungkan semuanya. Sebagai orang tua, kita nggak bisa mendiktenya seumur hidup."Mata Retno berkaca-kaca dan mengangguk kaku. "Ari sangat hebat, kenapa dia nggak memilih gadis baik-baik, menikah dan memulai sebuah keluarga?""Kalau tahu begini, seharusnya aku nggak membiarkannya terjun ke dunia hiburan." Imran selalu memandang rendah industri aktor. "Jadi dokter sepertiku dan menikah dengan wanita dengan profesi yang sama, bukankah itu bagus?"Keduanya tidak bisa memahami pikiran anak muda saat ini, jadi mereka membiarkannya.Ari tinggal sendirian di kamar, mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubungi Reina, tetapi Reina tidak bisa dihubungi.Entah sudah berapa lama dia tinggal di dalam kamar, tetapi melihat hari sudah mulai gelap, dia tidak bisa menahan diri lagi dan
Sebenarnya, ini bukan menjelaskan semuanya dengan jelas, tetapi menempatkan identitas dengan jelas bahwa Ari tidak pantas untuk Reina dan dia tidak lebih baik dari Maxime.Sekarang, Ari merasa sangat bersalah, "Bu Reina, kita akan bertemu lagi lain kali. Kali ini, aku yang mentraktirmu dan Tuan Maxime."Maxime segera membalas, "Nggak perlu. Saat datang, aku sudah bayar."Dia tidak mau menerima traktiran dari saingan cintanya, dia juga bukan orang yang suka gratisan.Ari makin malu, lalu mengangguk mengerti sebelum pergi bersama orang tuanya.Setelah dia pergi, Reina menghela napas panjang, merasa masih belum pulih dari semua kejutan yang baru saja terjadi."Apa maksudnya ini?" Reina bergumam pada dirinya sendiri.Maxime menatapnya dengan ramah. "Sudah percaya 'kan kamu sekarang?"Reina menghela napas, masih sedikit tidak percaya."Apa mungkin Ari mengarang jawaban yang barusan?"Dia tidak mengerti kenapa seorang selebriti pria populer menyukai seorang wanita yang lebih tua beberapa tah
"Bu, jangan konyol." Ari membela Reina, "Itu masalahku sendiri, nggak ada hubungannya sama dia."Ari memang penurut dan pengertian sejak kecil, kecuali untuk urusan jatuh cinta dan menikah.Melihatnya membela wanita lain, hati Retno jadi makin tidak nyaman, lalu melampiaskan kemarahannya pada Reina."Namamu Reina?" tanya Retno sambil menatapnya tajam. "Apa suamimu tahu tentang hubunganmu dengan Ari?"Kata-kata dingin Retno terus terlontar, "Kamu sudah menikah, punya anak dan terlihat sedikit lebih tua dari Ari. Jadi, kamu harusnya sangat pandai dalam memanipulasi laki-laki muda, bukan? Menurutmu, apa yang akan suamimu lakukan kalau aku memberitahunya semua ini?"Jika orang ini bukan ibu Ari, Reina pasti sudah membalas tanpa ampun."Tante, aku nggak memanipulasi anak Tante, jadi jangan bicara sembarangan tentangku. Usia anak Tante sudah dua puluhan, bukankah dia punya pendapat sendiri?" kata Reina dengan tegas.Ari mendengarkan percakapan antara Reina dan ibunya sendiri, mengerti bahwa