"Kenapa aku nggak pernah ketemu?"Riko angkat bicara, "Identitas Om Deron itu sangat misterius. Dia hanya akan muncul kalau Mama dalam bahaya.""Pantas saja waktu di luar negeri aku hanya dengar kamu dijaga pengawal, tapi aku nggak pernah melihat orangnya," ujar Alana sambil menyantap bacang.Alana sendiri juga dijaga pengawal, tetapi pengawalnya secara terang-terangan menjaganya dari jarak 10 meter.Karena Revin punya status khusus di luar negeri, semua orang di sekitarnya pun akan terpengaruh. Jadi dia mengutus orang untuk melindungi Reina dan keluarganya.Sepuluh menit kemudian.Deron sudah datang. Hari ini dia mengenakan setelan jas rapi dan memancarkan aura yang membuat orang lain enggan mendekatinya.Mata Alana berbinar melihat sosok Deron."Gantengnya ...."Riko memberikan sehelai tisu padanya, "Lap mulutmu."Alana menelan ludah.Reina tahu orang seperti apa sahabatnya. Meski dari luar Alana tampak seperti wanita gatal, sebenarnya ada seseorang yang mendiami lubuk hatinya.Karen
Dia tidak ingin Reina terus-terusan berjuang keras merawatnya.Sebenarnya Om Deron calon yang baik.Tetapi, Riko merasa terlalu bahaya kalau Reina dengan Deron. Dia ingin ibunya tinggal bersama pria yang cenderung aman.Alana tidak menyangka si kecil akan berpikir seperti ini.Dia ikut menimpali, "Meski perjodohan ini untuk kepentingan bisnis, anak orang kaya yang dikenalkan padaku semuanya ganteng lho."Reina tidak berdaya menghadapi mereka berdua."Iya, oke. Tapi ...." Reina menatap Riko, "Aku pergi kencan buta untuk menggantikan Tante Alana, bukan untuk mencarikanmu seorang papa."Riko tidak peduli sama sekali dan menjawab asal, "Ya, oke!"Yang ada dalam benak Riko sekarang adalah drama percintaan yang biasanya ditayangkan di TV. Rasa cinta yang datang tiba-tiba adalah cinta yang paling awet.Bagaimanapun, dia dan Riki masih terlalu muda untuk melindungi ibu.Alangkah baiknya kalau sebelum pulang nanti, ibunya bisa bertemu seorang pria yang akan menjaganya.Reina sama sekali tidak m
Keesokan harinya, jam lima pagi Reina mengantar Alana.Sebelum berangkat, Alana terlihat sangat gugup."Nana, apa aku sudah cantik??"Pada dasarnya Alana memang memiliki kulit wajah yang bagus. Matanya seperti kacang almond dan wajahnya oval. Dia terlihat lembut dan imut."Cantik banget!""Syukurlah. Tahu nggak, begitu terpikir kami akan bertemu, aku jadi begitu semangat. Aku takut dia nggak menyukaiku ....""Nggak mungkin." Reina menenangkannya. "Kamu cantik banget, dia nggak mungkin nggak menyukaimu."Alana mengangguk kecil.Setelah mengantar kepergian Alana, Reina kembali ke kamar."Mama."Entah sejak kapan ternyata Riko sudah bangun."Kami berisik ya, jadi kamu terbangun?" Reina berjalan ke depan Riko, berjongkok dan bertanya.Karena Alana sudah mulai dandan pukul tiga pagi tadi.Riko tidak menjawab, malah balik bertanya, "Mama, apa Paman Yansen yang akan ditemui Tante Alana itu orang baik?"Reina berpikir sejenak, "Untuk Tante Alana, dia orang yang sangat baik."Reina ingat pernah
"Coba lihat, berani-beraninya Nona Liska yang gembrot tadi datang ke kencan buta ini? Nggak tahu diri.""Hahaha, dia sudah kayak dinosaurus. Rumah bisa roboh kalau dia berjalan.""Nona Sienna yang barusan juga aneh. Bibirnya merah menyala seperti nenek lampir.""Sekarang makhluk apa lagi yang datang?""Sepertinya putri dari Keluarga Crisie, katanya dia baru kembali dari luar negeri dan merupakan murid teladan di sana.""Lulusan luar negeri? Berarti harusnya cukup berpikiran terbuka dan nggak kolot, 'kan?"Nanti kita minta dia nari, kalau bagus berarti lolos. Hahaha ...."Kata-kata cabul yang tersirat dalam perkataan itu membuat Reina mengernyit.Akhirnya dia paham kenapa para putri orang kaya yang kelihatannya cukup baik semua pergi dengan marah setelah bertemu pasangan di kencan buta ini.Karena pria yang mereka temui bukan datang untuk kencan buta, melainkan untuk bersenang-senang dengan teman-temannya.Reina bersyukur Alana tidak datang. Kalau tidak, sahabatnya itu pasti akan marah-
Jovan tidak memercayai apa yang ada di hadapannya saat melihat mata Reina yang jernih dan penuh amarah.Semua yang emosi yang tersirat pada bola mata itu jelas-jelas membuktikan bahwa wanita itu adalah Reina!Jovan tidak mengerti mengapa Reina datang ke kencan buta ini.Sebelum Jovan tersadar dari lamunannya ....Reina sudah berkata lebih dulu pada Deron, "Ayo pergi."Deron angkat kaki sambil melindungi Reina.Pria yang ditendang tadi masih mengumpat dan berteriak, "Jangan pergi kalau kamu berani! Tunggu saja pembalasanku! Aku nggak akan melupakan wajah kalian!"Orang-orang lain mengejek dan memprovokasi dia."Pak Brody, jadi pria yang jantan dong. Kamu yakin bisa melawan mereka?""Ya, jangan bisanya cuma teriak aja."Pria bernama Brody itu juga ingin menyerang Deron, namun tendangan Deron barusan membuatnya tidak mampu berdiri.Bagaimanapun, sedari kecil dia selalu hidup enak dan tidak pernah ditindas.Dia bersusah payah bangkit berdiri dan mengutuk dalam hati."Sekarang juga aku akan
Maxime sudah mendengar laporan dari pengawalnya bahwa Reina pergi ke Taman Haden."Ngapain dia pergi ke Taman Haden?"Sejauh yang Maxime tahu, Taman Haden adalah tempat tinggal para pesolek, tempat bersenang-senang. Bagi wanita baik-baik seperti Reina, itu adalah tempat yang kotor.Pengawal itu ragu-ragu sejenak, lalu menjawab, "Sepertinya untuk kencan buta."Maxime memicingkan matanya dan hawa di sekitarnya terasa dingin.Ternyata urusan yang dimaksud Reina itu kencan buta?Sekali lagi, Reina benar-benar membuatnya terkesan.Wajah Maxime tiba-tiba menjadi suram.Pengawal itu mengetahui temperamen Maxime.Karena tidak berani mendapat masalah, dia langsung keluar dari kantor dengan hati-hati.Jam dua sore.Pintu kantor Maxime diketuk."Pak Maxime."Begitu Reina masuk, dia langsung menyadari aura Maxime yang tidak beres.Maxime menatap Reina dengan tatapan jahat dan acuh tak acuh. Tatapannya begitu dingin, seolah bisa melihat ke dalam hati seseorang."Sudah selesai urusannya?"Maxime ber
Pembunuh berdarah dingin ... Mungkin Maxime-lah contohnya.Reina mengatupkan bibirnya erat-erat dan tangannya mati rasa.Di tangan Diego, Grup Andara memang terus merugi tetapi setidaknya masih bisa berdiri.Tapi sekarang, peninggalan terakhir ayahnya untuknya sudah lenyap.Reina paham, Maxime melakukan hal ini sebagai usaha balas dendam padanya.Reina menatap tanah gersang itu, tenggorokannya sangat sakit dan dia hampir menitikkan air mata."Hukum rimba memang seperti itu, yang terkuatlah yang bisa bertahan. Pak Maxime adalah CEO Grup Sunandar, kamu berhak memutuskan."Reina tidak sadar kalau suaranya parau.Maxime tidak menyangka respon Reina akan begini. Bahkan sudah seperti ini saja Reina masih menolak mengaku?Awalnya dia kira Reina akan mencecarnya, marah, menangis dan meluapkan amarahnya setelah melihat hal ini. Namun faktanya, Reina tidak berbuat apa-apa.Dulu setiap Reina menatapnya, Maxime bisa melihat matanya bersinar. Tetapi sekarang, tatapan Reina sangat dalam dan tenang.
Malam ini sebenarnya Jovan sedang tidak berselera makan.Setelah Tuan Besar Jacob tahu kelakuan Jovan pagi tadi, dia menyuruh Jovan untuk datang dalam acara ini supaya bisa berkenalan dengan anak keluarga kaya lainnya.Benar saja, begitu sampai di ruang perjamuan, kakeknya langsung memanggilnya."Kamu nggak akan berbuat onar di acara Keluarga Sunandar, 'kan?"Kakeknya sungguh pintar menangkap kelemahan Jovan.Jovan tidak punya pilihan selain duduk patuh.Tubuhnya menguarkan aura dingin yang kuat. Semua orang tidak ada yang berani mendekatinya karena sama saja cari mati.Jovan tidak menyadari ada anak kecil yang sedari tadi diam-diam mengawasinya.Para anggota Keluarga Sunandar sebagai tuan rumah pun tentu sudah sampai.Marshanda juga datang.Dia sadar akan kehadiran Jovan, tetapi tidak berani menyapanya.Marshanda bukan hanya takut pada Jovan, tetapi juga sungkan pada Tuan Besar Jacob.Sebenarnya, kalau bukan karena Tuan Besar Jacob. Dengan kondisi dulu Jovan begitu terobsesi padanya,
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu
Manajer agak tidak percaya saat mendengar hal ini, tetapi dia cepat mengerti."Tentu saja nggak ada masalah. Banyak orang pulang kampung saat Tahun Baru dan pergi liburan. Kebetulan sekali kalau kamu ingin menghasilkan lebih banyak uang, kamu bisa membantu rekan kerjamu untuk mendapatkan lebih banyak pekerjaan."Diego mengangguk. "Hmm."Dia sudah memikirkannya. Dia bisa bekerja di malam hari dan pulang bersama Sophia di siang hari untuk mengunjungi orang tua Sophia.Dengan begitu, dia bisa menghasilkan sedikit lebih banyak uang. Jadi, ketika menemui orang tua Sophia, dia bisa memberi mereka hadiah.Setelah keluar, dia bekerja lebih keras.Keduanya pulang kerja lebih awal hari ini.Sophia dan Diego berboncengan menuju rumah sakit.Diego sangat gugup karena dia membawa tas besar berisi buah-buahan dan suplemen.Sophia menatapnya dan tidak bisa menahan senyum. "Sebenarnya kamu nggak perlu bawa apa-apa. Orang tuaku nggak sehat, jadi ada beberapa buah yang nggak boleh mereka makan.""Begitu
"Kamu sudah bangun? Bagaimana perasaanmu?" Reina bertanya dengan penuh perhatian.Maxime menatapnya. "Baik, hanya ada sedikit kotoran di wajahku yang nggak bisa dibersihkan. Apa kamu tahu siapa yang melakukannya?"Reina menggelengkan kepalanya dengan gusar."Nggak tahu, itu. Saat aku pulang sudah ada. Apa sebelum pulang ke rumah, ada yang merias wajahmu saat kamu mabuk?"Melihatnya berbohong, Maxime tidak bisa menahan kemarahannya. "Kemarilah."Reina melangkah ke arahnya.Detik berikutnya, Maxime mengulurkan tangan dan menariknya sambil menekannya ke dadanya."Nana, aku nggak enak badan," gumamnya."Bukankah itu cuma riasan? Kalau kita nggak pergi minum, bukankah hal seperti itu nggak akan terjadi?" Reina mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya dengan lembut untuk menenangkan.Maxime menunduk mendekatinya. "Kamu nggak ingin aku minum?""Nggak apa-apa kalau minum sedikit, tapi kalau minum terlalu banyak nggak baik buat kesehatanmu. Jadi, lebih baik kurangi minum alkohol setelah ini,"
Maxime tidak tahu seperti apa penampilannya. Dia berjalan-jalan di dalam rumah untuk menjernihkan pikirannya sebelum menuju ke kamar mandi, berniat untuk mandi.Ketika sampai di kamar mandi dan melihat dirinya di cermin, tubuh Maxime langsung membeku.Wajahnya secara mengejutkan telah dirias, dengan alas bedak, lipstik dan bahkan alis.Tidak masalah kalau riasannya biasa saja, tetapi riasan di wajahnya cukup tebal, membuatnya terlihat sedikit aneh."Riki!"Seketika, Maxime mengira ini perbuatan Riki, bocah nakal itu.Bagaimanapun juga, Maxime sudah sering dikerjai oleh Riki dan memiliki semacam trauma dengan sikapnya.Rasa dingin menyelimuti bagian bawah mata Maxime. Dia menyalakan keran air dan membilas wajahnya.Kualitas riasan ini sangat bagus. Maxime sudah menggunakan banyak air dan sabun cuci muka, tetapi riasan ini tidak kunjung menghilang, malah membuat wajahnya makin aneh.Setelah mengeringkan wajahnya, dia berlari ke kamar Riki.Riki sedang melakukan siaran langsung dan sosok
Sorenya setelah Reina kembali dari luar, ketika dia baru masuk ke ruang tamu, dia sudah bisa mencium bau alkohol yang menyengat.Dia langsung mengerutkan kening, "Ada apa ini?"Reina berjalan masuk dan melihat sosok Maxime yang mabuk di sofa.Maxime menarik-narik dasinya dengan keras dan menggumamkan sesuatu.Reina menurunkan barang yang dia bawa, lalu berjalan mendekat. "Max?"Dia memanggilnya.Di sofa, Maxime tidak tidur, pikirannya buram, tidak mendengar Reina memanggilnya.Reina mengerutkan kening saat mencium bau alkohol di tubuhnya. Dia berniat meminta pelayan untuk membuatkan sup pereda mabuk.Namun, Maxime tiba-tiba meraih tangannya."Nana ... Nana ...."Dia memanggilnya berulang kali.Reina merasa seperti namanya meleleh karena dipanggil begitu olehnya.""Ya," jawabnya."Nana ...." Namun, Maxime masih memanggilnya, lalu berkata, "Apa kamu mencintaiku?""Hmm?" Reina bingung.Apa yang ditanyakan Maxime?Biasanya hanya orang-orang yang baru menjalin hubungan yang suka memikirkan
"Maxime, apa kamu ada waktu?" tanya Ethan.Maxime kebetulan sedang senggang. "Ya, ada.""Kalau begitu, mau ikut minum?" Ethan menambahkan.Maxime berpikir bahwa tidak ada yang bisa dia dilakukan karena dia sendirian di rumah. Jadi, dia menyetujuinya.Dia pun pergi ke Bar Eurios.Ethan sudah meminta seseorang untuk menyiapkan ruang pribadi.Biasanya pada jam-jam seperti ini, tidak ada seorang pun di dalam Bar Eurios.Ketika Maxime tiba, Ethan adalah satu-satunya orang yang ada di dalam ruangan mewah itu.Di atas meja di depannya, ada berbagai macam wine berkualitas."Maxime, kemarilah dan duduklah." Dia melambaikan tangan ke arah Maxime.Maxime berjalan lurus ke arahnya, duduk, menuangkan segelas wine dan meminumnya sekaligus.Saat itulah dia bertanya kepada Ethan, "Kenapa tiba-tiba mengajakku minum?"Ethan tersenyum tidak berdaya. "Lagi nggak senang saja."Setelah mengatakan itu, dia bertanya kepada Maxime, "Maxime, sebentar lagi Tahun baru, apa kamu nggak sibuk? Kenapa kamu ada waktu
Maxime mengangkat tangannya dan ujung jarinya mendarat di wajah Reina. "Kamu nggak adil.""Hmm?""Kamu nggak bisa berpisah sama anakmu, tapi kamu bisa berpisah denganku?" Maxime terdiam sejenak sebelum menambahkan, "Kamu harus tahu, kita akan menghabiskan sisa hidup ini bersama, kenapa aku merasa seperti berada di urutan terbawah dalam pikiranmu?"Reina menyadari bahwa pria ini cemburu pada anak-anak mereka.Sadar akan hal itu, Reina tidak bisa menahan tawa, kemudian berkata, "Tentu saja anak-anak lebih penting darimu. Mereka adalah orang yang aku lahirkan dengan hidupku sebagai taruhannya."Sorot mata Maxime sedikit berubah.Reina mengambil kesempatan untuk melepaskan diri dari pelukannya dan pergi dengan cepat.Maxime tidak menyangka Reina akan melarikan diri secara tiba-tiba. Dia bangun dan berjalan mengikutinya dengan kaki panjangnya.Untung saja dia memiliki kaki yang panjang. Sebelum Reina menutup pintu, Maxime sudah berhasil mengejarnya, menahan pintu dengannya. "Kenapa tutup pi
Setelah kematian Liane, kakek dan nenek tidak menunjukkan kesedihan mereka. Namun, Reina bisa melihat bahwa mereka berdua sangat sedih.Reina takut kedua orang tua itu akan kesepian, jadi setiap hari dia akan membagikan apa saja yang ada di keluarga mereka dengan keduanya. Dia juga akan menunjukkan foto dan video anak-anak kepada mereka.Keduanya juga sering melakukan panggilan video untuk mengecek keadaan anak-anak dan Reina.Hidup sepertinya kembali berjalan normal."Nana, apa kalian akan pulang Tahun Baru nanti?" Nenek bertanya dengan hati-hati.Dia mengerti bahwa Reina telah menikah dan menjadi bagian dari Keluarga Sunandar, jadi tentu saja segala sesuatunya harus dilakukan dengan memikirkan Keluarga Sunandar terlebih dahulu.Reina langsung mengetikkan jawaban, "Aku sama Max sudah memutuskan akan mengunjungi kalian setelah Tahun Baru.""Syukurlah. Datanglah lebih awal, aku dan kakekmu akan menyiapkan makanan enak." Kata-kata nenek penuh dengan kegembiraan.Reina juga turut bahagia.
Sembelit?Riko sangat terkejut, sejak kapan dia mengalami sembelit?Maxime terbatuk pelan, menatapnya penuh makna. Melihat itu, Riko langsung mengerti apa yang sedang terjadi.Dia terpaksa harus menerima alasan sembelit ini."Hmm, mungkin karena aku kurang minum air putih akhir-akhir ini."Mendengar ini, Reina merasa prihatin sekaligus khawatir, lalu memeluk Riko."Riko, Mama akan membawamu ke dokter. Kamu masih kecil, kenapa bisa sembelit?"Mendengar bahwa Riko benar-benar mengalami sembelit, hati Reina hancur.Hanya mereka yang pernah melahirkan seorang anak dan menjadi seorang ibu yang akan mengerti bahwa rasa sakit fisik sekecil apa pun pada seorang anak akan terlalu berat untuk ditanggung oleh seorang ibu.Wajah Riko terasa panas seperti api ketika Reina tiba-tiba memeluknya.Dia tidak menyangka akan dipeluk dan dibujuk oleh mamanya ketika dia mengaku sedang sembelit.Sudah lama dia tidak dipeluk Mama seperti itu."Mama, nggak perlu. Aku hanya perlu minum lebih banyak air dan aku