Reina sudah tiba di sebuah mal di Kabupaten Sariang.Reina turun dari mobil, Deron mengikutinya dan tiba-tiba berhenti melangkah."Kita dibuntuti."Reina juga berhenti melangkah. "Apa mereka pengawal Maxime?"Orang-orang itu tidak berada jauh dari Reina, Reina sendiri tidak suka diikuti banyak orang. Kalau dari awal tahu begini, Reina tidak jadi belanja."Nggak, aku baru pertama kali melihat mereka. Ayo kita belanja dulu.""Oke."Reina selalu merasa lega dengan adanya Deron.Revin bilang Deron bukan orang biasa, dia bahkan bisa menang telak saat berhadapan dengan dua puluh orang sekaligus.Deron itu seperti pahlawan yang merangkak keluar dari tumpukan orang mati.Di dalam mal.Reina lebih dulu membeli pakaian untuk kedua anaknya dan Lyann. Saat giliran membeli untuk Maxime, Reina pun mulai bingung.Dulu semua baju Maxime sangat mahal dan memang dibuat khusus untuknya. Semua bajunya berwarna hitam dan putih sama sekali tidak berwarna.Begitu teringat hal ini, Reina pun memilihkan untuk
Setelah Deron mengetahui informasi tersebut, dia menelepon polisi dan menyuruh para preman itu pergi.Setelah itu, dia masuk ke dalam mobil dan memberi tahu Reina, "Mereka suruhan orang, nanti akan kuperiksa.""Oke."Reina juga ingin tahu siapa yang ingin menyakitinya.Di sisi lain, Syena sedang menunggu di mobil yang diparkir tidak jauh dari mal. Dia sedang menunggu kabar Reina yang dipermalukan, tapi malah sekretaris yang meneleponnya."Nona Syena, pengawal Reina sangat kuat. Meski sendirian, pengawal itu berhasil menumbangkan semua preman suruhan kita dan menjebloskan mereka ke kantor polisi.""Satu pengawal mengalahkan preman kita yang sebanyak itu?" tanya Syena tidak percaya."Ya."Syena meremas ponselnya kuat-kuat. "Aku sudah meremehkannya. Kalian juga nggak berguna, preman macam apa yang kamu suruh?"Sekretaris itu tidak berani menjawab.Syena bertanya lagi, "Lalu gimana soal studionya?""Balum ketemu." Sekretaris itu menundukkan kepalanya, tidak berani menatap Syena.Syena meng
Dari dulu Reina selalu patuh pada Lyann, apalagi sekarang dia sedang sakit, Reina jadi lebih tidak akan membantah Lyann. Reina pun berdiri dan membawa Maxime masuk ke kamarnya untuk mencoba baju.Sebagian besar pakaian yang dibelikan Reina untuk Maxime bersifat kasual dan mudah dipakai."Ayo lepas bajunya."Setelah Reina memberikan instruksi, dia mengeluarkan semua pakaian baru yang dibelinya untuk Maxime dan menyusunnya.Setelah itu, Reina balik badan dan hendak menyerahkan sehelai baju pada Maxime. Tepat pada saat itulah Reina membelalak lebar-lebar."Kamu ... Ngapain kamu lepasin semua?"Maxime telanjang bulat di depan Reina dan memperlihatkan tubuh yang memiliki proporsional sempurna, otot yang kuat, perut sixpack dan ....Reina buru-buru memalingkan wajah yang seketika terasa panas seperti terbakar.Meski Reina sudah melahirkan Riko dan Riki dan sekarang sedang mengandung anak Maxime lagi, mereka jarang benar-benar berhubungan seks.Meski saat kepulangan kali ini Reina bersikap sa
Maxime berharap dia bisa memeluk Reina lebih erat.Meski sudah meronta sekuat tenaga, Reina tetap tidak bisa menyingkirkan tangan Maxime yang memeluknya dengan erat. Sekujur tubuh Reina mulai terasa panas dan hal ini membuatnya panik. "Maxime, lepaskan!"Tenggorokan Maxime tercekat, dia tidak sanggup melepaskan Reina."Malam ini kita tidur bareng."Hawa panas napas Maxime berhembus di telinga Reina dan membuat telinga Reina memerah.Maxime mengangkat Reina dengan tangannya yang kekar dan membaringkannya di tempat tidur dengan mudah."Jangan gini ...."Sebelum Reina selesai bicara, tangisan mendesak Riki terdengar di depan pintu, "Mama, Mama!"Maxime mengernyit.Reina ingin bangun, tapi Maxime seperti gunung besar yang tidak tergoyahkan."Maxime, minggir." Reina merendahkan suaranya.Maxime mengabaikan Reina dan menoleh ke arah pintu."Nana udah tidur, besok aja cari dia lagi."Riki mematung di depan pintu, lalu mengetuk pintu kamar Maxime lebih keras."Orang jahat! Cepat balikin Mama h
Syena, saudara tiri Reina.Reina agak terkejut saat mendapat jawaban ini.Deron melanjutkan, "Kemarin orang-orang itu bilang mau menculik dan memperkosamu."Deron mengucapkan dua kata terakhir dengan sedikit kaku.Reina mengepalkan tangannya."Oh, jadi begitu."Reina menutup telepon, tapi dia masih tidak mengerti kenapa Syena begitu membenci dirinya.Satu-satunya hal yang menyinggung Syena adalah insiden yang melibatkan Morgan, tapi sekarang dia dan Morgan tidak saling berhubungan.Reina meminta Sisil mengirimkan nomor telepon Syena padanya karena keduanya pernah berkolaborasi sebelumnya.Sisil langsung mengirimkan nomor telepon Syena dan bertanya, "Bos mau melanjutkan kerja sama sama dia? Beberapa hari yang lalu dia menghubungiku dan bilang masih mau membeli lagumu. Cuma aku belum sempat kabarin Bos."Reina mengetik balasan, "Bukan, ini urusan pribadi kok.""Oh, oh, oh." Sisil berpikir sejenak dan tiba-tiba teringat sesuatu, "Ngomong-ngomong Bos, belakangan ini aku mendapati ada orang
Syena memperhatikan sosok Reina yang memakai pakaian tertutup dan hanya memperlihatkan wajahnya yang cerah.Harus Syena akui, Reina memang sangat cantik. Apalagi matanya yang begitu indah seperti lukisan.Pakaian Reina cukup berlapis-lapis, tetapi lekuk tubuhnya masih samar-samar terlihat.Syena tahu dia juga tidak buruk, tapi sepertinya dia masih kekurangan sesuatu di depan Reina."Nggak ada gunanya kamu kirimin pesan itu ke aku. Nggak usah capek-capek buang energi deh, aku nggak takut." Syena langsung memimpin percakapan.Reina membatin, "Kalau kamu nggak takut, kenapa kamu malah menyahut duluan?" Reina tidak membongkar kelakuan buruk Syena dan memberinya hasil laporan tes DNA.Syena mengambil kertas itu dan membukanya. Dia terlihat bingung saat melihat kertas laporan itu."Kamu menyelidikiku?"Yang Syena pegang di tangannya adalah laporan tes DNA, tapi hal pertama yang dia tanyakan bukan tentang tes DNA itu dan malah menyalahkan Reina karena menyelidikinya.Hati Reina seketika jadi
Suasana di ruang tamu pun seketika jadi hening.Treya tidak menyangka seorang yang dulunya bekerja sebagai pembantu berani bicara dengannya seperti ini. Treya pun mengangkat tangannya dan hendak menampar Lyann.Perawat Lyann melangkah maju untuk mencegah tindakan Treya. "Nyonya, kesehatan Nyonya sedang nggak baik. Tolong jaga sikap Anda, kalau nggak, aku akan panggil polisi."Tangan Treya pun terhenti di udara, dia mencibir."Nyonya apanya? Dia itu cuma seorang wanita miskin yang nggak menikah. Dia cukup beruntung bisa merawat putriku. Sekarang setelah putriku punya uang dan bisa merawatnya cukup baik, dia pikir dia jadi wanita bangsawan?"Perawat itu agak terkejut, selama ini dia pikir Lyann-lah ibu kandung Nona Reina, ternyata wanita di hadapannya ini yang adalah ibu kandungnya.Kalau dilihat lebih dekat mereka memang terlihat mirip, tapi kenapa temperamen dan kepribadian mereka sangat berbeda? Nona Reina mana pernah bicara sekasar ini?Karena Treya adalah ibu kandung majikannya, per
"Oke, Ibu mau ketemu siapa? Aku temani ya."Sekarang Reina tidak lagi berani membiarkan Lyann lepas dari pandangannya meski hanya sejenak."Aku cuma mau pergi ke rumah Bu Mirna di kampung sebelah. Dia baru punya cucu, jadi aku mau mampir sebentar. Kamu nggak perlu menemaniku, kamu nulis lagi aja ya di rumah," jelas Lyann dengan lembut."Nggak boleh, kata dokter sekarang Ibu harus banyak istirahat."Reina menggenggam tangan Lyann erat-erat."Gadis bodoh, aku baik-baik saja. Kamu lupa dokter ahli yang dulu bilang aku masih bisa hidup sampai lima tahun lagi?" Lyann takut Reina tidak setuju, jadi dia melanjutkan kebohongannya, "Kamu sudah lupa Bu Mirna? Dia itu nggak suka ada orang luar, seumur hidup cuma berteman sama aku seorang. Kalau kamu ikut, nanti dia merasa nggak nyaman."Mendengar ucapan Lyann membuat Reina berpikir, belakangan ini Lyann hanya diam sendirian saja di rumah, Lyann pasti kesepian. Akhirnya Reina mengangguk setuju."Oke, nanti kuantar ke rumah Bu Mirna.""Ya."Reina p
Akhirnya, Sophia merasa lega setelah berhasil meyakinkan orang tuanya untuk kembali ke rumah sakit. Dalam perjalanan pulang, dia menggenggam erat tangan ayah dan ibunya, tidak mau melepaskannya."Dokter bilang kalau penyakit kalian disebabkan karena kelelahan jangka panjang. Selama kalian menerima perawatan satu atau dua tahun, kalian bisa pulang dengan sehat."Sophia tersedak, lalu melanjutkan, "Sekarang, pengobatan tinggal setengah tahun lagi, lalu kita bisa hidup dengan baik. kalian jangan pernah punya pikiran buat melarikan diri lagi.""Ya." Erna menghibur dan memeluknya dengan lembut, "Maafkan Ibu karena sudah membuatmu khawatir, Nak."Robi juga berkata, "Kali ini Ayah dan Ibu memang salah, kami minta maaf sama kalian."Sophia tersenyum. "Lain kali kalian nggak boleh seperti ini lagi.""Hmm, ya." Robi mengangguk berulang kali, nadanya lembut.Diego yang duduk di kursi depan menatap Sophia, Erna dan Robi yang terlihat bahagia, entah kenapa jadi teringat masa kecilnya.Dia teringat
Reina langsung menghubungi Diego setelah meminta pengawal itu mengirimkan alamat hotel di mana keduanya berada.Saat itu masih pagi sekali.Diego dan Sophia masih berada di luar.Ketika Diego menerima telepon itu, bagian bawah matanya berbinar. "Kak, terima kasih banyak, kamu benar-benar sangat membantuku."Reina tidak banyak bicara saat mendengar ucapan terima kasihnya."Cepat pergi dan jemput mereka kembali. Selain itu, perlakukan temanmu itu dengan baik.""Ya, ya, ya."Diego langsung mengiakan. Karena cuaca terlalu dingin, jadi suaranya sedikit bergetar.Setelah menutup telepon, Diego langsung memberi tahu Sophia."Ayo, aku tahu di mana Om sama Tante."Wajah Sophia pucat, pipinya memerah karena kedinginan. Dia mencoba mengucapkan terima kasih, tetapi ia terlalu dingin untuk berbicara.Diego segera menghentikan taksi.Keduanya duduk di dalam, penghangat di dalam mobil sangat memadai, membuat tubuh Sophia menghangat. Dia berkata, "Di mana orang tuaku sekarang? Apa mereka baik-baik saj
Reina sedikit tidak percaya saat mendengar itu.Teman Diego? Bukankah itu wanita yang bernama Sophia?Sekarang, Diego tidak punya uang atau kedudukan, teman-temannya dulu sudah mengabaikannya."Ya, berikan informasi orang tua temanmu, aku akan menyuruh seseorang mencarinya.""Ya, terima kasih, Kak. Kamu benar-benar sangat baik."Diego tidak pernah berterima kasih pada Reina setulus hari ini.Bahkan jika Reina pernah melunasi tagihannya, rasa terima kasihnya kepada Reina tidak sebanyak hari ini.Reina juga mendengar ketulusan di dalam suaranya, masih belum percaya bahwa pria itu benar-benar telah berubah."Kita masih belum menemukannya, jadi jangan bilang makasih dulu.""Hmm, baiklah."Setelah menyelesaikan panggilan, Diego menemui Sophia, meminta informasi orang tua Sophia dan sebagainya.Setelah Reina melihatnya, dia menyadari bahwa semuanya seperti yang dia duga. Teman yang dimaksud Diego adalah Sophia."Aku mau tanya sesuatu," kata Reina."Kak, tanya saja.""Kenapa demi seorang tema
Diego membungkuk dan berjongkok di sisi Sophia, menghiburnya dengan lembut, "Jangan terlalu sedih, Tante sama Om bakal baik-baik saja, ayo kita cari lagi. Kamu nggak boleh terlalu sedih, nanti kamu nggak bakal punya kekuatan buat cari Om sama Tante."Mendengar perkataannya, Sophia perlahan-lahan menjadi tenang."Ya, aku harus tenang, harus tetap tenang.""Hmm." Diego mengangguk. "Ayo cari lagi.""Ya."Namun, ketika Diego baru melangkah beberapa langkah ke depan, tiba-tiba pandangannya menghitam dan tubuhnya jatuh ke bawah.Sophia bergerak cepat untuk menopangnya, menahannya tepat sebelum Diego jatuh ke aspal."Diego," teriak Sophia.Diego menjawab dengan gugup, "Ada apa?""Barusan kamu hampir jatuh." Sorot mata Sophia penuh dengan kecemasan dan kekhawatiran.Diego mengusap-usap kepalanya. "Hah? Aku nggak sadar, mungkin aku kurang istirahat. Ayo, kita lanjut cari."Sophia menatap Diego yang linglung, mana mungkin dia berani membiarkan pria itu terus mencari."Kita pulang dan istirahat d
Tatapan Sophia menghangat dan dia sangat tersentuh.Sekarang, dia benar-benar tidak punya banyak uang dan tidak ingin membuat orang tuanya khawatir. Jadi, dia mengambil uang Diego terlebih dahulu, lalu membayarnya kembali setelah dia dapat gaji.Sophia mengambil uang itu, kemudian pergi untuk membuat sarapan.Anehnya, biasanya pada jam-jam seperti ini kedua orang tuanya sudah bangun, tetapi hari ini tidak satu pun dari mereka yang terlihat. Pintu kamar mereka pun tertutup rapat.Sophia mengira kedua orang tuanya masih beristirahat, jadi dia tidak tega mengganggu mereka.Setelah sarapan siap, Sophia pergi ke depan pintu kamar mereka, mengetuk pintu dan berkata, "Ayah, Ibu, bangun, ayo sarapan."Namun, setelah memanggil mereka beberapa kali, mereka tidak mendengar satu jawaban pun.Jantungnya berdebar kencang dan dia pun mendorong pintu kamar.Ketika pintu kamar terbuka, dia melihat bagian dalam kamar sudah dibersihkan dengan rapi. Semua barang terlipat rapi dan kamar dalam keadaan koson
"Kamu dengar sendiri, aku sudah jelasin sama dia." Reina menyimpan ponselnya kembali dan menatap mata Maxime tanpa sedikit pun rasa bersalah.Memang benar bahwa dia tidak memberikan sinyal apa pun kepada Ari, jadi dia tidak melakukan kesalahan apa pun.Sekelebat kerumitan melintas di mata Maxime. Dia mengangkat tangannya, ujung jarinya membelai wajah Reina."Aku mengerti. Istriku sangat luar biasa, wajar kalau ada yang menyukainya."Reina menjadi agak malu ketika tiba-tiba dipuji olehnya.Keduanya berdiri diam di tengah kerumunan, indah seperti sebuah lukisan."Salju turun, salju turun ...."Banyak orang di sekitar mulai berseru.Reina kembali tersadar dan menatap kepingan salju yang berjatuhan, bagian bawah matanya berkilau."Cantik sekali."Maxime menggenggam tangannya dan tetap berada di sisinya tanpa berbicara.Dia berharap waktu tetap berada di momen ini sekarang....Saat ini musim dingin, ada tumpukan salju di mana-mana.Beberapa orang menganggapnya indah, tetapi bagi sebagian o
"Baguslah kalau kamu mengerti," kata Imran.Ari tidak ingin berbicara dengan mereka lagi dan melangkah menuju kamarnya.Retno mencoba mengejarnya untuk menjelaskan, tetapi Imran menghentikannya."Biarkan dia sendiri dan merenungkan semuanya. Sebagai orang tua, kita nggak bisa mendiktenya seumur hidup."Mata Retno berkaca-kaca dan mengangguk kaku. "Ari sangat hebat, kenapa dia nggak memilih gadis baik-baik, menikah dan memulai sebuah keluarga?""Kalau tahu begini, seharusnya aku nggak membiarkannya terjun ke dunia hiburan." Imran selalu memandang rendah industri aktor. "Jadi dokter sepertiku dan menikah dengan wanita dengan profesi yang sama, bukankah itu bagus?"Keduanya tidak bisa memahami pikiran anak muda saat ini, jadi mereka membiarkannya.Ari tinggal sendirian di kamar, mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubungi Reina, tetapi Reina tidak bisa dihubungi.Entah sudah berapa lama dia tinggal di dalam kamar, tetapi melihat hari sudah mulai gelap, dia tidak bisa menahan diri lagi dan
Sebenarnya, ini bukan menjelaskan semuanya dengan jelas, tetapi menempatkan identitas dengan jelas bahwa Ari tidak pantas untuk Reina dan dia tidak lebih baik dari Maxime.Sekarang, Ari merasa sangat bersalah, "Bu Reina, kita akan bertemu lagi lain kali. Kali ini, aku yang mentraktirmu dan Tuan Maxime."Maxime segera membalas, "Nggak perlu. Saat datang, aku sudah bayar."Dia tidak mau menerima traktiran dari saingan cintanya, dia juga bukan orang yang suka gratisan.Ari makin malu, lalu mengangguk mengerti sebelum pergi bersama orang tuanya.Setelah dia pergi, Reina menghela napas panjang, merasa masih belum pulih dari semua kejutan yang baru saja terjadi."Apa maksudnya ini?" Reina bergumam pada dirinya sendiri.Maxime menatapnya dengan ramah. "Sudah percaya 'kan kamu sekarang?"Reina menghela napas, masih sedikit tidak percaya."Apa mungkin Ari mengarang jawaban yang barusan?"Dia tidak mengerti kenapa seorang selebriti pria populer menyukai seorang wanita yang lebih tua beberapa tah
"Bu, jangan konyol." Ari membela Reina, "Itu masalahku sendiri, nggak ada hubungannya sama dia."Ari memang penurut dan pengertian sejak kecil, kecuali untuk urusan jatuh cinta dan menikah.Melihatnya membela wanita lain, hati Retno jadi makin tidak nyaman, lalu melampiaskan kemarahannya pada Reina."Namamu Reina?" tanya Retno sambil menatapnya tajam. "Apa suamimu tahu tentang hubunganmu dengan Ari?"Kata-kata dingin Retno terus terlontar, "Kamu sudah menikah, punya anak dan terlihat sedikit lebih tua dari Ari. Jadi, kamu harusnya sangat pandai dalam memanipulasi laki-laki muda, bukan? Menurutmu, apa yang akan suamimu lakukan kalau aku memberitahunya semua ini?"Jika orang ini bukan ibu Ari, Reina pasti sudah membalas tanpa ampun."Tante, aku nggak memanipulasi anak Tante, jadi jangan bicara sembarangan tentangku. Usia anak Tante sudah dua puluhan, bukankah dia punya pendapat sendiri?" kata Reina dengan tegas.Ari mendengarkan percakapan antara Reina dan ibunya sendiri, mengerti bahwa