Reina pikir setelah itu Maxime akan segera pergi dengan sukarela, tidak disangka beberapa hari kemudian dia malah mendirikan kantor cabang di Muskie.Kantor itu dibangun tidak jauh dari tempat tinggal Reina.Harus diakui bahwa Maxime adalah seorang ahli bisnis dan dapat berkembang di mana saja.Beberapa orang terkaya di kota itu mulai mengenalnya satu per satu.Setiap pagi, Reina akan menerima karangan bunga dan hadiah berharga.Tapi setiap kali menerima sesuatu, Reina langsung membuangnya ke tempat sampah.Hari ini, Maxime membeli seluruh area tempat tinggal Reina dan pindah ke rumah di sebelah Reina.Setiap Maxime berdiri di teras, dia bisa melihat Reina.Reina sadar akan hal ini saat sedang menulis lagu di teras."Kalau kamu suka tinggal di sini, kita bisa menetap di sini."Reina tidak menggubrisnya, mengambil lembaran lagunya dan langsung kembali ke kamar.Sementara itu, saat ini Ekki kebetulan membawa seseorang untuk merenovasi rumah. Saat melihat Maxime berdiri sendirian di teras
Hati Reina tiba-tiba menegang.Ini pertama kalinya dia jadi suami? Lalu kenapa? Ini juga pertama kalinya Reina jadi seorang istri?Mata Reina penuh dengan ketidakpedulian, dia berkata, "Maxime, mending kamu pulang ke Kota Simaliki, jangan sampai aku jadi benci kamu."Maxime merasa tubuh Reina terasa kaku, dia pun berujar dengan suara serak, "Aku nggak akan pulang. Aku sabar dan punya waktu kok."Reina menjadi makin bingung, dia menatapnya."Bukannya kamu nggak suka sama aku? Kenapa kamu nggak mau lepasin aku?"Maxime merasa ada yang mengganjal di tenggorokannya."Karena aku nggak pernah berpikir untuk bercerai!" Setelah selesai bicara, Maxime menyibak selimut dan bangkit berdiri."Kapanpun kamu butuh sesuatu, cari aku aja. Rumah ini sudah aku beli."Reina tidak tahu bagaimana Maxime pulang. Malam itu Reina sibuk menghubungi pemilik rumah dan mendapati kalau rumah ini sudah dijual.Reina hanya bisa mengganti kunci rumahnya.Baru-baru ini Reina menulis lagu baru dan ada pengusaha yang ma
Tidak disangka, orang-orang tadi tidak menyusul mereka.Ketika sudah berada di luar, Reina terengah-engah. Saat Reina mengangkat kepalanya, Maxime menyadari ada luka di wajah Reina, "Apa yang terjadi?"Reina secara kasar memahami apa yang dikatakan Maxime dengan membaca gerak bibirnya."Aku nggak apa-apa."Reina melepaskan tangan Maxime dan hendak pergi ke tempat ramai karena tidak mau terus mengobrol dengan Maxime.Maxime langsung menyusul Reina dan meraih tangannya, "Kamu dipukul?"Akhir-akhir ini, Maxime selalu mengikuti Reina.Hari ini juga Maxime mengikutinya."Lepaskan." Reina tidak ingin Maxime melihat dirinya yang menyedihkan seperti ini.Maxime bersikeras tidak melepaskannya dan menopang dagu Reina dengan telapak tangannya yang besar.Maxime melirik kembali ke pintu hotel, di mana dua pria asing masih menatap mereka.Maxime langsung paham. Terlepas dari perlawanan Reina, Maxime menggendong Reina dan memasukkannya ke dalam mobil.Maxime sadar alat bantu dengar Reina jatuh sehin
Hati Maxime tiba-tiba penuh harapan.Namun, kata-kata Ekki membuatnya merasa seperti jatuh ke dalam lautan es, "Hasilnya, nggak ada hubungan darah."Tidak ada hubungan darah ....Berarti Reina tidak bohong padanya, anak mereka meninggal sebelum dilahirkan.Riki dan Riko adalah anak Reina dan Revin.Tangan Maxime terkepal erat, buku-buku jarinya memutih dan tenggorokannya terasa seperti terbakar."Oke."Dia menutup telepon.Suhu di dalam mobil sedingin kulkas. Maxime melihat sisa bekas gigi di punggung tangannya dengan ekspresi dingin.Padahal dulu Maxime masih berharap Reina bohong padanya soal anak mereka. Sekarang dia sadar betapa konyol harapannya.Alih-alih meminta sopir mengantarnya kembali ke hotel, Maxime malah pergi ke bar terdekat.....Sesampainya di rumah, Reina masih merasa terkejut.Tiba-tiba, Lyann dan anak-anaknya menelepon."Mama.""Mama."Dua anaknya muncul di depan kamera.Reina baru berani menjawab panggilan anaknya setelah yakin Maxime tidak mengikutinya pulang, "Ha
Di foto yang beredar itu ada Maxime dan Marshanda, lalu Maxime diberi topi hijau.Waktu Maxime mengetahuinya, hal itu sudah menyebar dan menjadi gosip panas di seluruh kantor.Saat ini departemen teknis sudah menghapus semua gambar dan sedang menyelidiki untuk menemukan siapa peretasnya. Teknik yang digunakan sangat mirip dengan cara membobol rekening bank pribadi Maxime, waktunya juga sama yaitu sekitar pukul empat pagi.Maxime pusing melihat foto itu."Masih belum tahu siapa pelakunya?"Ekki ragu-ragu sejenak sebelum menjawab, "Alamat yang kami temukan adalah di Vila Samore rumah pribadi Jovan, tapi Jovan nggak mungkin melakukan hal seperti itu.""Sedangkan orang yang meretas akun pribadi Bos waktu itu titik alamatnya di rumah Alana.""Jangan-jangan ... anak itu?"Ketika Riko disebutkan, Maxime terdiam."Simpan dulu beritanya."Setelah selesai bicara, dia bertanya lagi, "Anak itu sudah ketemu?"Ekki menggeleng.Maxime mengambil segelas anggur dan menyesapnya. Rasa menusuk dari anggur
Reina tidak paham kenapa kliennya bertanya seperti ini, tetapi melihat kliennya sudah menepati janji dalam pembayaran, Reina pikir sepertinya mereka bertanya karena simpati semata, tidak ada maksud lain.Jadi Reina mulai membuka pembicaraan."Sebenarnya setelah bercerai, aku merasa bebas dan bahagia, tekanan batinku berkurang."Maxime melihat pesan Reina di layar dan tangannya berhenti sejenak saat mengetik.Maxime penasaran, "Kenapa? Kamu nggak cinta dia?"Reina tidak tahu bagaimana menjawabnya, tapi dia menjawab jujur karena berpikir lawan bicaranya adalah orang yang tidak dia kenal."Pasangan yang memutuskan bercerai biasanya sudah memikirkan matang-matang dan pasti punya beberapa alasan."Maxime merasa gelisah. Dia sudah mengetik panjang sekali tapi pada akhirnya dia menghapusnya."Kalau nggak ada urusan lain, aku pergi dulu ya. Dah." Reina mengakhiri obrolan.Maxime menutup kotak obrolan.Maxime memikirkan kata-kata Reina, setelah itu dia keluar untuk mencari udara segar. Ketika m
Maxime panik, dia menerobos kerumunan dan mencari Reina dengan cemas.Baru setelah dia melihat Reina ada di kasir, hatinya sedikit tenang.Setelah selesai belanja, Reina pulang dan istirahat.Reina sedang hamil, dia harus melindungi bayinya dengan baik.Reina menulis lagi sebentar, lalu bersandar di kursi malas, mendengarkan lagu, membaca buku, mengelus perutnya dan berbisik."Sayang, cepat besar ya."Tiba-tiba ponselnya bergetar, ada sebuah pesan dari nomor yang tidak dikenal. Reina membuka pesan itu dan ternyata adalah foto berdarah.Tangannya gemetar, hampir saja Reina menjatuhkan ponselnya ke lantai.Reina hanya menanggap pesan itu sebatas keusilan seseorang, jadi dia langsung menghapusnya.Malamnya, tiba-tiba terdengar suara gemerisik di luar.Reina yang tidak bisa tidur nyenyak langsung terbangun. Dia berjalan ke ruang tamu dan bertanya, "Siapa?""Maxime, kamu bukan?"Karena tadi kunci rumahnya sudah diganti, Reina pikir Maxime sedang mengotak-atik kunci karena tidak bisa masuk s
Tubuh Reina gemetar."Maxime, kita tuh sudah cerai! Kamu jangan begini!"Sambil menelanjangi pakaian Reina, Maxime berkata, "Memangnya cerai keputusan sebelah pihak?"Reina tidak bisa mengelak atau melawan, jadi satu-satunya cara adalah dengan menggigit.Dia menggigit bahu Maxime.Pria itu mengerang kesakitan, tapi tidak menyerah.Mulut Reina dipenuhi rasa asin darah dan dia menatap Maxime dengan tatapan kosong, lalu mengutuk, "Maxime, kamu bajingan!""Sebenarnya apa sih maumu? Waktu kita menikah kamu pernah bilang selamanya nggak akan sentuh aku. Sekarang aku udah nggak cinta sama kamu, tapi kamu malah begini!" Reina yang marah pun tidak sungkan membentak Maxime."Aku salah. Aku bukannya nggak suka lagi sama kamu, tapi memang orang yang kusuka sejak awal itu bukan kamu!""Kamu sama sekali bukan tipeku, kamu itu orang gila yang kejam dan psikopat!""Kalau aku tahu kamu punya saudara kembar, aku nggak akan nikah sama kamu!"Napas Maxime terasa makin berat saat mendengarkan semua kata-ka
Seketika, penilaian Malik terhadap Adrian langsung berubah."Kamu yakin?"Jika perjanjian itu ditandatangani, di masa depan, keuangan milik Keluarga Sunandar benar-benar tidak terkait dengan Adrian. Kalaupun dia menikahi Hanna, dia tidak akan mendapatkan keuntungan sepeser pun. Jika suatu saat dia bercerai dengan Hanna, dia juga tidak akan mendapatkan harta gono-gini.Adrian mengangguk berat. "Aku yakin, asalkan Om mau menikahkan Hanna denganku, aku akan memenuhi semua syarat yang kalian minta.""Selain itu, kalau Om mau percaya padaku, aku akan berbakti kepada Om dan Tante." Adrian berkata dengan sungguh-sungguh.Malik terdiam.Bukannya tidak bersedia, dia hanya masih ragu.Dia adalah seorang pengusaha, jadi dia tahu bahwa hati manusia itu jahat."Sudahlah, kamu dan Hanna bisa menjalin hubungan. Kalau tahun ini hubungan kalian masih baik-baik saja dan kariermu melesat, aku akan merestui hubungan kalian." Malik menambahkan, "Tentu saja, sebelum kalian menikah, kamu harus tanda tangan p
Hati Hanna langsung cemas saat mendengar bahwa ayahnya menyuruh Adrian datang."Kenapa Ayah minta kamu datang?"Hanna khawatir ayahnya akan mempermalukan Adrian dan mengatakan sesuatu yang buruk.Adrian menggeleng. "Entahlah, katanya ada sesuatu yang ingin dibicarakan denganku.""Baiklah."Hanna berbicara sedikit tidak enak hati, "Kalau nanti Ayah bicara aneh-aneh, kamu jangan marah."Adrian tidak bisa menahan senyumnya."Jangan khawatir, aku nggak akan marah nggak peduli semenyakitkan apa pun perkataannya."Sebagai seorang pria, jika dia memiliki seorang anak perempuan dan akan diambil oleh orang lain, apalagi pria itu orang miskin, dia juga tidak akan menyukainya.Sebagai orang tua, siapa yang tidak ingin anaknya memiliki kehidupan yang baik?"Hmm."Ketika mereka berdua sedang berbicara, Malik dan Ines tiba.Mereka mendorong pintu dan melihat sikap manis keduanya, sedikit canggung.Malik berjalan menghampiri mereka, melewati Adrian dan mendekati putrinya."Kenapa dekat-dekat begitu s
Begitu mendengar Ines memberi izin, Hanna langsung memeluknya dan tersenyum terharu. "Ibu baik sekali, terima kasih."Reina menyaksikan adegan intim antara ibu dan anak perempuannya dari samping, entah kenapa dia merasa sedikit iri.Seandainya saja ibunya masih ada di dunia ini.Ines menepuk-nepuk punggung Hanna dengan lembut. "Sudah, semoga kamu nggak menyesal."Hanna tersenyum, lalu menjawab dengan serius."Ibu, aku nggak bisa menjamin itu. Yang namanya orang nggak bisa ditebak, aku juga nggak bisa jamin kalau dia bakal selalu baik padaku. Aku juga nggak bisa jamin kalau aku nggak akan menyesal."Dia melepaskan pelukan ibunya, lalu melanjutkan, "Tapi, aku bisa jamin kalau sekarang dia memperlakukanku dengan sangat baik, aku juga sangat bahagia sekarang."Mendengar putrinya mengatakan bahwa dia bahagia, apa lagi yang bisa Ines katakan?Setelah menjadi seorang ibu, siapa yang tidak ingin putrinya bahagia?"Ya, bagus kalau begitu. Habiskan makananmu, nanti keburu dingin.""Ya." Hanna me
"Nana, aku nggak tahu harus ngapain lagi. Tolong bujuk Hanna." Ines tahu bahwa Hanna dan Reina sangat dekat.Reina tidak tahu kalau Hanna mengalami kecelakaan mobil.Dia mengangguk. "Aku akan melihatnya. Kalau nggak bisa juga, tolong jangan salahkan aku.""Kamu ini bicara apa. Tante sudah berterima kasih karena kamu mau membantu." Ines menatap Reina masuk ke dalam bangsal.Hanna merasa lapar dan berbaring di tempat tidur dengan mata terpejam, tidak bisa tidur sama sekali.Ketika mendengar seseorang masuk, dia langsung mengerutkan kening dan berseru, "Keluar, aku nggak mau makan.""Hanna, ini aku." Reina membuka mulutnya.Mendengar suara Reina, Hanna segera membuka matanya. Ketika melihat wajah Reina, dia langsung menyingkirkan sikap waspadanya."Kak Nana ...."Reina berjalan cepat ke arahnya. "Apa yang terjadi?"Hanna menceritakan semuanya.Reina mendengarkan dalam diam sebelum berkata, "Meskipun begitu, kamu nggak boleh melewatkan makan."Sejujurnya, Reina hanya pernah melihat trik in
Keheningan yang mematikan menyelimuti ruangan.Adrian mengepalkan tangannya. "Saat itu ada beberapa hal yang masih belum aku selesaikan."Sebenarnya, baru beberapa bulan dia dan Hanna menjalin hubungan bersama, jadi belum lama.Ines mendengus dingin. "Benarkah? Kamu tahu 'kan kalau masa muda seorang wanita itu berharga. Hanna sudah nggak muda lagi, kalau dia tunggu kamu satu tahun lagi, apa yang akan dia lakukan kalau kamu nggak mencapai apa-apa?"Sekali lagi, Adrian tidak tahu harus berkata apa.Dia memahami keprihatinan dan kekhawatiran orang tua terhadap anaknya. Dia juga tahu bahwa semua yang dilakukan Ines adalah demi kebaikan putrinya.Baginya yang seorang yatim piatu dan tidak memiliki apa-apa, rasanya hanya khayalan semacam jika dia ingin bersama dengan putri mereka, Hanna."Sekarang aku nggak punya apa-apa, jadi aku nggak tahu bagaimana akan meyakinkan kalian."Adrian menjawab dengan jujur."Kalau begitu, lepaskan Hanna dan lanjutkan hidupmu," kata Ines.Malik juga berkata, "S
Adrian terdiam sejenak, lalu mendapatkan kembali ketenangannya dan berkata kepada mereka, "Om, Tante, silakan masuk."Kedua orang tua itu awalnya mengira bahwa ketika Adrian melihat mereka, dia tidak akan berani meminta mereka masuk. Namun, tidak disangka Adrian begitu terbuka.Namun, makin terbuka sikap seorang pria, mereka harus makin waspada.Putri mereka saja bukan lawan pria ini.Keduanya masuk ke dalam rumah. Mereka melihat sekeliling dan ternyata rumah ini sangat bersih dan rapi.Dua kamar, satu ruang tamu, satu dapur dan dua kamar mandi.Ines paling memperhatikan kamar tidur.Dia memperhatikan bahwa kedua kamar ditutupi dengan selimut, kamar tidur utama memiliki selimut merah muda dan beberapa mainan kecil yang disukai Hanna.Kamar tidur kedua tampak sederhana, hanya dengan dua selimut, beberapa buku dan sebuah komputer desktop."Kalian nggak tidur bareng?" Ines bertanya tanpa basa-basi.Malik meringis dan terbatuk-batuk beberapa kali.Adrian mengangguk pelan. "Nggak, Tante. Ha
Hanna terbaring di ranjang rumah sakit, membuka matanya dengan lelah, "Ah, sakit."Ines duduk di sampingnya. "Salahmu sendiri karena nggak hati-hati. Kamu bukan anak kecil lagi, apa kamu nggak tahu melompat keluar dari mobil itu bahaya?""Itu karena kalian membawaku dengan paksa," jawab Hanna dengan dingin.Ines menghela napas. "Aku dan ayahmu melakukan ini demi kebaikanmu. Kalau kamu sampai hamil, hidupmu bakal hancur."Hanna sangat lelah mendengarkan alasan klise ini."Ibu itu nggak ngerti."Pertama-tama, Adrian bukanlah pria seperti itu. Lalu, hal paling intim yang pernah mereka lakukan sampai saat ini hanya ciuman."Ya, Ibu nggak ngerti. Garam yang Ibu makan jauh lebih banyak dari nasi yang kamu makan. Kalau kamu nggak percaya apa yang Ibu katakan sekarang, kamu bakal nyesel nanti." Ines mengatakan hal umum yang sering dikatakan orang tua kepada anaknya."Ya, sudah cukup. Aku pusing, aku mau istirahat."Hanna memejamkan matanya.Melihat Hanna bersikap seperti itu, Ines tidak punya
Adrian samar-samar merasakan ada yang tidak beres. Dia meninggalkan pekerjaannya dan pulang ke rumah.Sesampainya di rumah, dia tidak melihat Hanna.Dengan cemas, dia mengambil ponselnya dan menghubungi Reina.Dia mendapatkan nomor Reina dari Hanna.Jika terjadi situasi khusus, di mana Adrian tidak bisa menghubunginya, dia bisa menghubungi Reina. Tidak disangka, situasi khusus ini benar-benar terjadi.Reina sedang bekerja dan tiba-tiba melihat ada panggilan dari nomor asing. Dia ragu-ragu cukup lama, tetapi tetap menjawabnya."Halo? Dengan siapa ini?""Aku Adrian, pacar Hanna. Apa ini dengan Nona Reina?" Adrian mengatakan siapa dia sebelum bertanya pada Reina.Reina sedikit bingung mengapa Adrian meneleponnya."Ya, ini aku, ada apa?" tanya Reina."Hanna nggak ada, jadi aku mau tanya, apa dia ada bersamamu?" tanya Adrian.Reina terkejut saat mendengar ini. Dia nggak di sini. Kenapa dia bisa hilang?""Aku juga nggak tahu. Perusahaan tempatnya bekerja meneleponku, katanya dia nggak masuk
Hanna sebenarnya pergi dari rumah bukan karena semata-mata ingin hidup bersama Adrian.Dia tidak tahan dengan suasana rumah yang menyesakkan.Orang tuanya selalu mendesaknya untuk menikah atau menceritakan betapa hebatnya anak-anak dari keluarga lain, bagaimana mereka memiliki cucu dan seterusnya.Sekarang, setelah pindah, tinggal bersama Adrian dan mulai bekerja dengan pekerjaan yang normal, dia merasa jauh lebih santai.Dia merebahkan diri dan kembali tidur, tidak tahu bahwa orang tuanya tidak bisa tidur.Malik menghentakkan kakinya dengan tidak sabar. "Lihatlah anak perempuanmu itu."Ines memutar bola matanya. "Jangan lupa kalau dia juga putrimu."Malik tersedak."Kita harus apa lagi sekarang? Kita nggak mungkin diam saja saat melihat putri kita dihancurkan sama Adrian," kata Malik.Ines menghela napas, tidak tahu harus berbuat apa."Kamu tahu sendiri kalau Hanna sangat keras kepala dan nggak akan mau mengubah keputusannya." Ines memandang ke luar pada malam yang gelap. "Apa kita ha