Tepat pukul 10, acara dimulai.Saat ini Reina sudah naik pesawat dibantu oleh orang-orang Revin, jadi Reina tidak bisa menonton pertunjukkan yang begitu dinantikannya dengan matanya sendiri.Di pusat kota industri film.Acara peluncuran film baru ini harusnya dijelaskan oleh sutradara, namun karena campur tangan Marshanda, malah dia yang jadi sorotan utama.Sutradara sebenarnya tidak menyukai aktris seperti Marshanda yang tidak memiliki kemampuan akting, namun dia tidak punya pilihan.Marshanda mengenakan gaun keluaran butik ternama dan berjalan ke atas panggung untuk mulai menjelaskan film ini. Matanya tidak lepas memandang Maxime.Marshanda bahkan tidak sadar ada Roy yang berjalan menghampirinya sambil memegang karangan bunga besar.Roy mengenakan setelan jas dan ketika melihat ke arah Marshanda, matanya tidak lagi memiliki kekaguman yang sama seperti sebelumnya.Akhirnya, waktu Roy berjarak 10 meter darinya, Marshanda baru sadar.Marshanda segera melihat sekeliling, mencari pengawal
Kalau ini benar, masa depan Marshanda pasti berakhir.Marshanda berada di ambang kehancuran, semua yang akhirnya diperolehnya dirusak oleh Roy!Marshanda jadi kalap, "Bajingan! Kamu pantas ditipu, kenapa nggak mati aja sana?""Seorang pria yang nggak kompeten, nggak tanggung jawab sepertimu sama sekali nggak layak untukku!""Kamu tahu nggak video ini menghancurkan hidupku? Kenapa bisa-bisanya aku punya mantan tidak tahu diri kayak kamu? Hah, aku sudah tertipu!"Marshanda menangis, tapi dia tidak lupa menyalahkan Roy.Dia protes dan menatap tidak berdaya ke arah Maxime.Para penggemar di dunia maya pun mulai berkomentar."Kalau aku jadi Marshanda, aku nggak mau mengakui mantan kayak gitu. Menjijikkan!""Iya, bilang aja putus dan sekarang dia lagi balas dendam."Meskipun perhatian sebagian orang teralihkan, masih ada yang bisa berpikir logis.Kalau apa yang dikatakan Roy benar, Marshanda yang sudah berbuat kejahatan pasti bisa mengulangi berbuat jahat.Marshanda yang awalnya terlihat pol
Berita ini menggelegar di telinga Maxime."Sudah suruh orang cari dia?""Sudah kami cari ke mana-mana tapi nggak ketemu."Maxime mencengkeram ponselnya erat-erat. Saat ini, semua kerinduannya telah lenyap.Setelah menutup telepon, dia tampak dengan tenang berkata pada sopir, "Nyetir lebih cepat!""Ya."Sebelum si sopir menyadari ada sesuatu yang tidak beres, dia sudah diusir dari mobil oleh Maxime dalam waktu kurang dari satu menit.Maxime mengemudikan mobilnya sendiri, menginjak pedal gas dalam-dalam, menuju ke arah Vila Mata Air.Dalam perjalanan dia tidak lupa memerintah pengawalnya, "Cari Reina sampai ketemu!""Kalau nggak ketemu, kalian semua akan mati!"Meski aslinya hanya 20 menit perjalanan, kali ini Maxime merasa jaraknya sangat jauh.Dia menelepon nomor Reina berulang kali, tapi tidak ada jawaban.Mata Maxime memerah.Sesampainya di Vila Mata Air, Maxime langsung bergegas masuk.Bibi pengasuh Riki dengan ketakutan menyerahkan sepucuk surat dan dua lembar tes golongan darah pa
Ekki menatap Maxime dengan rasa khawatir dan takut.Dia terpaksa menghiburnya, "Bos, jangan khawatir, Nona Reina dan Riki mungkin keluar untuk jalan-jalan. Mereka pasti pulang."Ekki seperti bohong pada anak kecil.Tapi Maxime percaya."Aku tahu dia nggak mungkin tega ninggalin aku."Hanya matanya yang merah dan cekung akibat tidak tidur sepanjang malam yang terlukis di wajah Maxime sekarang.Ekki hanya bisa mengangguk setuju.Maxime berjalan melewati tumpukan daun, sosoknya yang tinggi terlihat sangat kesepian.Setelah berjalan beberapa langkah, dia kembali menatap Ekki, "Reina bilang dia salah orang."Ekki tidak mengerti."Apa maksudnya?"Maxime tidak menjawab, dia membuka pintu dan masuk ke dalam mobil.Maxime duduk di dalam mobil sendirian, lalu kembali membaca surat Reina."Kamu dan aku sama-sama tahu kita nggak saling cinta. Kenapa kita harus terus saling menyakiti?""Aku nggak benci dan nggak salahin kamu karena dulu kamu nggak cinta sama aku, karena aku tahu ternyata aku salah
Ketika seseorang memutuskan untuk meninggalkanmu, sekeras apa pun kamu mencarinya, dia tidak akan pernah muncul.Maxime sangat memahami hal ini.Hanya saja kali ini tidak seperti sebelumnya, Maxime sangat tenang, bahkan terlalu tenang, sangat tenang.Ekki mengikutinya kembali ke Vila Magenta dan mengawasinya memasuki kamar Reina.Di dalam kamar, semuanya seperti sebelumnya, tidak ada tumpukan hadiah yang dibuka.Maxime tidak mengatakan apa-apa. Dia berjalan mendekat dan membuka hadiah satu per satu. Entah berapa banyak usaha yang dia habiskan untuk membeli pakaian klasik yang diinginkan Reina di masa lalu dan barang-barang mewah terkenal di masa lalu."Ekki, suruh orang simpan semua barang ini. Aku mau dia bisa lihat semuanya waktu pulang nanti.""Ya."Ekki langsung memanggil bawahannya.Maxime membuka hadiah itu dan bertanya lagi, "Jadi gimana perkembangan pembangunan gedung kantor utama Grup Andara?""Dua bulan lagi selesai," jawab Ekki."Apa bisa selesai sebelum dia pulang?" Maxime
Kalau bukan karena pengakuan Reina, Maxime mungkin tidak akan pernah mengira bahwa penyelamat ibunya adalah palsu.Tentu saja karena dia tidak memeriksanya!Maxime tidak peduli dengan kehidupan pribadi Marshanda.Marshanda diseret pergi, hatinya hancur dan sepertinya akan menggila.Ekki berdiri di lantai dua, menatap sosok Marshanda yang tidak berdaya untuk pertama kalinya.....Di Vila Samore.Riko bosan seharian hanya bisa tinggal di kamar.Dia sudah tahu bahwa Mama dan adiknya sudah pergi dari Kota Simaliki, sayangnya Jovan masih tidak mau melepaskannya.Karena Jovan mati-matian mengakui Riko sebagai putranya. Ya sudah, biarkan saja dia menikmati perasaan menjadi seorang ayah selama beberapa hari."Dor!" Tiba-tiba terdengar suara dari lantai dua.Jovan yang mengobrol dengan Ethan di ruang tamu di lantai bawah pun terkejut.Belum juga Jovan sempat bereaksi, dia kembali mendengar suara tembakan berkali-kali.Ethan memicingkan matanya dan tersenyum, "Punya anak sungguh beda."Jovan mel
Joanna meneleponnya, begitu diangkat terdengar Joanna sedang marah-marah, "Aku nggak nyangka ya ternyata Marshanda itu orang jahat. Masih mending Reina, selama tiga tahun di rumah kita, dia nggak pernah bikin masalah."Selama ini kegiatan Reina hanya sebatas mengurus Keluarga Sunandar dan tinggal di rumah sendirian, Reina tidak mengenal pria lain.Maxime mendengarkan keluhan ibunya cukup lama, setelah itu barulah dia berkomentar, "Bu, aku baru tahu fakta lain, ternyata orang yang menyelamatkanmu bukan Marshanda."Joanna tercengang."Terus siapa?""Reina."Maxime menceritakan semua yang dia ketahui pada ibunya.Berbagai emosi berkecamuk dalam hati Joanna."Kenapa Reina nggak pernah cerita?""Mungkin dia menganggap masalah ini sepele dan dia nggak tahu kalau Marshanda yang mengklaim perbuatan baiknya."Joanna terdiam.Dia melihat foto sepasang pengantin di atas meja dengan rasa bersalah dan mengingat apa yang telah dia lakukan pada Reina di masa lalu."Besok ajak dia makan malam di rumah
Di Vila Samore.Setelah berhasil membawa Riko pulang, Alana menghela napas lega. Kemudian katanya terus terang pada Jovan, "Kamu harus kasih kompensasi ke aku."Jovan memberinya sebuah cek."Aku bukan orang yang nggak punya etika." Jovan menatap Alana dan Riko, entah kenapa tiba-tiba dia merasa agak kecewa.Sejujurnya Jovan tidak kesal waktu tahu dia punya anak, dia malah sangat bersemangat.Meski Riko agak nakal, Jovan menyukainya karena Riko cukup pintar.Alana mengambil cek itu, uang ini benar-benar bisa memenuhi kebutuhan mendesaknya."Kalau begitu aku nggak sungkan lagi. Selamat tinggal, semoga kita nggak ketemu lagi, selamanya."Setelah Alana selesai bicara, dia menarik Riko masuk ke mobil.Di sebuah mobil hitam yang terparkir tidak jauh dari sana, ada seseorang yang menatap tajam sosok Riko.Di mobil hitam itu, mata Maxime terlihat sangat terkejut.Ekki yang turut hadir bersamanya juga menyadari sesuatu, "Bukannya itu Riki?"Maxime mengatupkan bibir rapat-rapat, lalu berkata, "K
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim
Hidup memang tidak bisa diprediksi.Diego memandang Sophia yang terbaring tidak jauh dari sana melalui cahaya yang redup, tiba-tiba merasa bahwa kehidupan seperti ini tampaknya menyenangkan.Dia memejamkan mata dan memasuki alam mimpi.Pada hari pertama tahun ini, ada kegembiraan di mana-mana.Reina mengajak keempat anaknya membuat boneka salju di halaman rumah, sementara Maxime mengawasi mereka dari jauh.Mereka tampak harmonis.Pada saat itu, sebuah mobil melaju di luar rumah.Morgan duduk di dalam mobil mewah, menyaksikan pemandangan ini dari jauh. Dia tidak merasakan apa pun di dalam hatinya.Simpul di tenggorokannya bergulir pelan saat dia memberi isyarat kepada pengemudi untuk menepi.Saat Morgan turun, Reina juga memperhatikannya.Baru satu atau dua bulan sejak terakhir kali Reina melihatnya, tetapi Morgan terlihat kehilangan sebagian besar berat badannya. Bahkan wajahnya terlihat sangat tirus.Dia dan Maxime adalah saudara kembar, dulu mereka terlihat persis sama. Namun, sekara
Sophia bisa memahami pemikiran keduanya.Di masa lalu, semua orang biasanya pulang ke pedesaan untuk merayakan malam Tahun Baru, di mana kerabat dan tetangga tinggal bersama, berbicara dan mengobrol dengan gembira.Namun, Tahun Baru kali ini mereka harus tinggal di kota karena khawatir penyakit kedua orang tuanya kambuh dan tidak bisa sampai ke rumah sakit tepat waktu."Ya, kalau sudah selesai, kalian harus tidur." Sophia membujuk keduanya, seakan mereka adalah anak kecil.Erna dan Robi pun bersimpati padanya. Mereka menganggukkan kepala tanda setuju. "Ya."Diego juga menemani di samping, membicarakan tentang acara yang mereka saksikan kepada keduanya."Program-program sekarang nggak sebagus dulu. Sayang sekali, Tahun Baru sudah nggak semeriah dulu," kata Robi pelan.Dia juga tahu bahwa di pedesaan pun demikian. Semua orang bermain dengan ponsel mereka, jadi komunikasi secara langsung pun jadi berkurang."Kalau tahun depan kita pulang kampung, pasti akan lebih meriah," kata Sophia samb
Tahun Baru hampir tiba.Reina menyiapkan banyak kebutuhan Tahun Baru, mengirimkan sebagian untuk kakek dan neneknya.Sebagian lagi, dia tetap menyimpannya di rumah sendiri.Pada malam Tahun Baru.Reina dan Maxime membawa anak-anak mereka kembali ke kediaman Keluarga Sunandar. Pertemuan ini membuat suasana menjadi sangat meriah.Namun, di meja makan, hubungan Joanna dan Daniel agak renggang.Daniel menunjukkan wajah muram. "Max, tolong hubungi Morgan. Katakan padanya bahwa hari ini, di malam Tahun Baru, dia harus kembali."Morgan sudah lama tidak kembali ke kediaman Keluarga Sunandar.Daniel menghubunginya beberapa kali, tetapi panggilannya selalu ditolak."Ayah, Morgan bukan anak kecil lagi, dia akan pulang kalau memang ingin pulang. Kalau nggak, jangan diambil pusing," kata Maxime dengan tenang."Bicara apa kamu ini. Malam Tahun Baru harusnya jadi reuni keluarga, mana bisa dibenarkan kalau Morgan nggak pulang?" tegur Daniel.Di sampingnya, Joanna menyuapi Leo makanan pendamping ASI de
Setelah makan sampai kenyang, semua orang duduk bersama dan mengobrol cukup lama.Ketika tiba waktunya untuk tidur di malam hari, Sophia dan Diego tidur secara terpisah.Namun, Erna berpikiran sangat terbuka. "Kalian berdua akan menikah, nggak masalah kalau tidur di satu kamar.""Apa boleh begini?" Sophia sedikit tidak percaya.Dia pernah menjalin hubungan, tetapi Erna selalu menyuruhnya untuk menjaga diri dan tidak melakukan hubungan badan atau apa pun sebelum mereka menikah.Sekarang, ibunya ini malah menawarinya tidur dengan Diego?"Tentu saja boleh, masyarakat sekarang sudah nggak seperti dulu lagi," kata Erna sambil tersenyum.Zaman sudah berbeda. Sekarang, kondisinya dan suaminya sudah seperti ini, jadi Sophia harus mempertahankan pria sebaik Diego."Tapi ...." Sophia masih ragu, merasa ada yang aneh dengan kedua orang tuanya.Erna mendorongnya ke kamar Diego. "Sudah, masuk sana. Ayahmu sudah ingin menggendong cucu."Kata-kata itu membuat Sophia makin tidak percaya.Dia didorong
"Apa kakakmu sudah menikah?" Erna bertanya, mengambil alih pembicaraan.Para wanita biasanya khawatir akan memiliki seorang kakak ipar yang terlalu mendominasi di dalam keluarga mertua."Sudah menikah dan punya beberapa anak," kata Diego dengan jujur."Oh, begitu rupanya." Mata Erna tertuju pada Robi.Robi tidak basa-basi lagi dan bicara langsung pada intinya, "Diego, sejujurnya sejak bertemu denganmu, kami merasa kamu anak yang baik.""Hanya saja, kami nggak tahu bagaimana pendapatmu tentang Sophia ...."Sebelum Robi sempat menyelesaikan kalimatnya, Diego mengambil alih pembicaraan, "Aku sangat menyukai Sophia dan aku pasti akan memperlakukannya dengan baik di masa depan."Sophia menyantap makanannya dengan menunduk tanpa berkata apa-apa.Meskipun ini adalah kalimat yang telah mereka bicarakan dan sepakati, dia masih agak malu ketika mendengar ada seorang pria mengatakan bahwa dia mencintainya dan akan memperlakukannya dengan baik.Melihat Sophia bersikap seperti itu, Robi dan Erna ma
Ketika Robi dan Erna mendengar bahwa orang tua Diego sudah meninggal dunia, mereka menatapnya dengan kesedihan di matanya."Orang tuamu seharusnya belum terlalu tua, kenapa mereka bisa meninggal?"Diego berkata dengan jujur, "Ayah mengalami kecelakaan mobil dan ibu meninggal karena kanker."Mendengar ini, Erna makin merasa tidak tega kepada Diego."Anak baik, jangan sedih. Mulai sekarang, kami akan jadi keluargamu."Diego mengangguk berulang kali. "Ya."Sophia berdiri di samping, melihat keakraban Diego dan kedua orang tuanya. Pembicaraan ini seakan dia dan Diego benar-benar bersama."Ayah dan Ibu, kalian bicara dulu saja, aku akan menyiapkan makanan," kata Sophia.Diego langsung berdiri. "Sophia, aku akan membantumu. Om, Tante, kalian istirahat dulu saja.""Ya."Senyum di wajah Erna dan Robi belum hilang sejak mereka melihat Diego.Ketika putri mereka dan Diego pergi ke dapur untuk memasak bersama ....Erna tidak bisa menahan diri lagi dan berkata, "Diego anak yang sangat baik, tampan
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu