Jovan terdiam.Sebelum Jovan bisa menjawab, dia melihat Riko mendatanginya dan memberinya selembar kertas yang bertulis."Kalau kamu mau merawatku, tiap hari harus kasih uang jajan 200 miliar!"Jovan mencibir.Riko bukan anak kandungnya, tapi minta uang jajan?200 miliar pula. Mana mungkin bocah seperti ini pernah lihat seberapa banyak uang 200 miliar?Jovan menjawab Reina."Aku akan periksa. Kalau dia memang bukan anakku, pasti akan kukembalikan ke Alana dan minta maaf."Setelah menutup telepon, Jovan menatap Riko, "Dasar rakus!""Memang kamu bisa habisin uang 200 miliar dalam sehari?""Om ... nggak punya duit ya?"Jovan mengernyit, mana mungkin dia nggak punya yang 200 miliar?"Kamu harus panggil aku apa, kalau aku kasih kamu?"Riko mencibir, "Nggak tahu deh. Aku nggak mau janji kalau nggak ada bukti.""Aku lapar. Kalau Om nggak kasih aku makan, aku laporin ke pak hakim di pengadilan dan bilang kalau papaku nggak kasih makan."Jovan mendengus kesal.Jovan menatap bibi pengasuh yang b
Maxime tidak hanya menyelidiki kediaman pribadi Alana, dia juga menyelidiki sebagian besar rumah di Jalan Gandaria.Untung saat ini Riko ada di tempat Jovan. Gawat kalau dia masih berada di vila Alana karena semua pelayan dibawa pergi untuk diinterogasi satu per satu.Maxime menatap Reina dengan dalam dan bertanya, "Masih ada berapa hari lagi?"Reina tertegun sejenak, tapi langsung paham maksudnya."10."Tepatnya, tidak termasuk hari ini hanya tersisa tiga hari sampai Reina melaksanakan aksinya."Aku sudah pesan penerbangan ke Negara Tamiya, kita berangkat malam ini," kata Maxime.Reina sangat terkejut, "Sekarang? Lalu kapan kita pulang?"Reina pikir Maxime sudah menyerah untuk menjadi pasangan sungguhan."Lusa."Maxime pernah membaca impian perjalanan yang dulu ditulis Reina. Dalam rencananya, Reina ingin pergi ke Negara Tamiya untuk melihat pemandangan malam yang indah, lalu keesokan harinya pergi ke tempat-tempat yang ditulis oleh kartunis favoritnya."Oke."Pulang lusa? Pas sekali.
Ekspresi Maxime sedikit berubah, "Nggak, terserah kamu mau ambil atau nggak."Maxime mengabaikan hadiah itu dan langsung pergi ke kamar mandi.Tubuhnya mulai terasa gatal, dia kembali minum obat anti alergi dan mandi.Reina sendirian di luar dan melihat lebih dekat, setidaknya ada ratusan kotak hadiah di sini.Setelah menikah dengan Maxime, diam-diam Reina menggunakan sebagian besar harta pribadinya untuk menopang perusahaan Maxime, jadi Reina berhemat membelanjakan uangnya.Reina membuat catatan barang yang dia suka dan mencatat harganya.Sekarang kalau dipikir-pikir, Reina merasa sungguh bodoh karena sudah begitu mencintai Maxime.Maxime itu hanya tinggal tunjuk saja untuk membeli semua ini. Sedangkan Reina sampai harus berhemat hanya untuk berjaga-jaga, takut terjadi sesuatu pada bisnis Maxime.Maxime mandi cukup lama dan waktu keluar, mata Reina membelalak kaget.Wajah dan tubuh pria itu penuh dengan bentol-bentol merah!"Maxime, kamu kenapa?"Maxime agak sesak napas."Nggak apa-ap
Reina buru-buru menghindar. Maxime tertegun sejenak, lalu berkata dengan hangat, "Aku sudah nggak apa-apa kok.""Kenapa kamu duduk di sini semalaman?"Kemarin dia meminta Ekki untuk membawa Reina masuk, tapi Reina tidak mau.Suara lembut Maxime membuat Reina curiga dan bertanya-tanya, apa dia memang salah orang?Karena kalaupun kembar, nama mereka tidak mungkin sama persis, 'kan?Dan berdasarkan pemahamannya tentang Maxime, pria ini tidak mungkin mau jadi pengganti orang lain."Maxime, kita sudah saling kenal sejak kecil, 'kan?" Reina bertanya.Maxime merasa Reina pasti ketakutan semalam, jadi Maxime berlutut dan memeluk Reina, "Iya dong, kita sudah kenal lebih dari 10 tahun."Air mata Reina seketika jatuh membasahi wajahnya, "Ya, lebih dari 10 tahun ...."Bagaimana dia masih bisa salah meski sudah kenal selama itu?Tak jauh dari situ, Ekki melihat bosnya memperlakukan seorang wanita dengan begitu lembut untuk pertama kalinya, bahkan Joanna pun belum pernah diperlakukan dengan lembut o
Di Kota Simaliki.Setelah Marshanda keluar dari rumah sakit, dia mempersiapkan diri untuk acara peluncuran besok.Dia mengirim beberapa pesan ke Maxime, tetapi tidak dibalas.Sahabatnya, Jocelyn datang dan berkata, "Marsha, awak media sudah beres ya. Aku jamin drama barumu akan sukses sebelum ditayangkan.""Jocelyn, terima kasih ya," Marshanda tersenyum manis."Nggak usah sungkan."Jocelyn tiba-tiba punya ide, "Eh, kamu masih punya jatah undang beberapa orang 'kan? Gimana kalau aku undang Reina? Kita harus kasih dia lihat seperti apa posisimu sekarang, biar dia tahu diri."Marshanda tidak mengelak dan berkata, "Nggak perlu. Keluarganya sudah bangkrut dan dia sudah cerai. Hidup Reina sudah cukup malang.""Kamu itu terlalu baik sih. Jangan khawatir, aku sudah tahu cara menghadapinya, aku pasti balas semua perbuatannya ke kamu."Jocelyn juga tidak menyangka Reina akan menyetujui ajakannya.Marshanda pun tidak sungkan."Aku mau ke toilet dulu. Nanti kalau pacarku datang, tolong kasih tahu
Riko sudah dua hari tidak masuk sekolah, Jovan bekerja di rumah sambil mengawasinya.Alana sangat berisik di luar, tapi Jovan tidak mau memperhatikannya.Hingga seseorang melaporkan Alana akan pergi mencari kakeknya.Baru kemudian Jovan mengizinkan Alana masuk dan setuju untuk melakukan tes DNA.Alana memeluk Riko dan menangis tersedu-sedu, "Ya ampun anakku sayang, kamu pasti takut, 'kan?"Harus Riko akui, ada satu hal yang bisa dibanggakan Alana yaitu kemampuan aktingnya.Dia menepuk bahu Alana sambil berkata, "Cupcup, Mama jangan nangis."Jovan menatap mereka berdua dan tidak percaya kalau Riko bukan anaknya.Tes DNA akan memakan waktu setidaknya empat atau lima hari, selama itu pula Riko harus tinggal di sini."Jovan, kamu harus tepatin janji ya! Kalau kamu bohong, aku bakal laporin ke Kakek Jacob!" Alana sekarang tahu kartu truf Jovan. Putra Mahkota Kota Simaliki ini takut pada Jacob.Kebetulannya lagi, Jacob sangat menyukai Alana.Jovan menjawab dengan kesal, "Iya tahu. Sana pergi
Setelah membacanya, Maxime langsung menelepon balik si pengirim pesan.Maxime yang kesal langsung menghapus pesan itu.Sesampainya di Vila Magenta.Reina sudah tidur.Setelah Maxime mandi, dia memeluk Reina.Berpikir bahwa Jovan punya anak, dia menciumnya erat.Reina tidak bisa menolak sama sekali.Malam berlalu, Reina bangun dari tempat tidur keesokan paginya, mendengarkan suara air gemercik dari kamar mandi.Reina mengenakan pakaian biasa, setelah mencuci muka, dia meletakkan tas kecilnya di punggungnya dan menunggu Maxime turun.Tidak lama kemudian, Maxime keluar kamar dengan memakai baju santai, dia terlihat lembut dan tidak setegas biasanya.Waktu keduanya berangkat, gerimis mulai turun dan angin dingin mulai berhembus.Dalam perjalanan ke Vila Mata Air, ponsel Maxime berdering karena ada panggilan masuk dari Marshanda.Reina tahu siapa yang menelepon Maxime dan melihat pria itu menutup ponselnya.Tidak lama kemudian, masuklah sebuah pesan, "Kak Max, boleh angkat teleponnya nggak?
Saat ini, Revin dan temannya Erik sedang minum di sebuah gedung tinggi tidak jauh dari sana, bersiap untuk menonton pertunjukan.Erik merasa Revin benar-benar nekad menyinggung Maxime demi seorang wanita."Kak, kita susah bersaing di skala nasional kalau begini."Revin menatapnya, "Memangnya sekarang gampang?"Erik tersenyum lirih.Ya, Maxime hampir memblokir semua jalan menuju Revin.Untung, Maxime tidak tahu bahwa dia dan Revin berada dalam kelompok yang sama, kalau tidak, Erik tidak akan selamat."Aku nggak sabar melihat kekalahan Maxime. Marshanda ini juga benar-benar menyebalkan."Erik berbeda dari pria lain, dia punya agensi sendiri dan tidak suka aktris yang mengambil kesempatan untuk menjadi terkenal.Tepat pukul 10, acara peluncuran dimulai.Banyak orang terpandang yang diundang sehingga para awak media memberitakannya dan menyiarkan secara langsung.Banyak penggemar dan penonton yang datang.Waktu Maxime datang, sensasi dan spekulasi pun timbul.Begitu Marshanda melihat kedat
Seketika, penilaian Malik terhadap Adrian langsung berubah."Kamu yakin?"Jika perjanjian itu ditandatangani, di masa depan, keuangan milik Keluarga Sunandar benar-benar tidak terkait dengan Adrian. Kalaupun dia menikahi Hanna, dia tidak akan mendapatkan keuntungan sepeser pun. Jika suatu saat dia bercerai dengan Hanna, dia juga tidak akan mendapatkan harta gono-gini.Adrian mengangguk berat. "Aku yakin, asalkan Om mau menikahkan Hanna denganku, aku akan memenuhi semua syarat yang kalian minta.""Selain itu, kalau Om mau percaya padaku, aku akan berbakti kepada Om dan Tante." Adrian berkata dengan sungguh-sungguh.Malik terdiam.Bukannya tidak bersedia, dia hanya masih ragu.Dia adalah seorang pengusaha, jadi dia tahu bahwa hati manusia itu jahat."Sudahlah, kamu dan Hanna bisa menjalin hubungan. Kalau tahun ini hubungan kalian masih baik-baik saja dan kariermu melesat, aku akan merestui hubungan kalian." Malik menambahkan, "Tentu saja, sebelum kalian menikah, kamu harus tanda tangan p
Hati Hanna langsung cemas saat mendengar bahwa ayahnya menyuruh Adrian datang."Kenapa Ayah minta kamu datang?"Hanna khawatir ayahnya akan mempermalukan Adrian dan mengatakan sesuatu yang buruk.Adrian menggeleng. "Entahlah, katanya ada sesuatu yang ingin dibicarakan denganku.""Baiklah."Hanna berbicara sedikit tidak enak hati, "Kalau nanti Ayah bicara aneh-aneh, kamu jangan marah."Adrian tidak bisa menahan senyumnya."Jangan khawatir, aku nggak akan marah nggak peduli semenyakitkan apa pun perkataannya."Sebagai seorang pria, jika dia memiliki seorang anak perempuan dan akan diambil oleh orang lain, apalagi pria itu orang miskin, dia juga tidak akan menyukainya.Sebagai orang tua, siapa yang tidak ingin anaknya memiliki kehidupan yang baik?"Hmm."Ketika mereka berdua sedang berbicara, Malik dan Ines tiba.Mereka mendorong pintu dan melihat sikap manis keduanya, sedikit canggung.Malik berjalan menghampiri mereka, melewati Adrian dan mendekati putrinya."Kenapa dekat-dekat begitu s
Begitu mendengar Ines memberi izin, Hanna langsung memeluknya dan tersenyum terharu. "Ibu baik sekali, terima kasih."Reina menyaksikan adegan intim antara ibu dan anak perempuannya dari samping, entah kenapa dia merasa sedikit iri.Seandainya saja ibunya masih ada di dunia ini.Ines menepuk-nepuk punggung Hanna dengan lembut. "Sudah, semoga kamu nggak menyesal."Hanna tersenyum, lalu menjawab dengan serius."Ibu, aku nggak bisa menjamin itu. Yang namanya orang nggak bisa ditebak, aku juga nggak bisa jamin kalau dia bakal selalu baik padaku. Aku juga nggak bisa jamin kalau aku nggak akan menyesal."Dia melepaskan pelukan ibunya, lalu melanjutkan, "Tapi, aku bisa jamin kalau sekarang dia memperlakukanku dengan sangat baik, aku juga sangat bahagia sekarang."Mendengar putrinya mengatakan bahwa dia bahagia, apa lagi yang bisa Ines katakan?Setelah menjadi seorang ibu, siapa yang tidak ingin putrinya bahagia?"Ya, bagus kalau begitu. Habiskan makananmu, nanti keburu dingin.""Ya." Hanna me
"Nana, aku nggak tahu harus ngapain lagi. Tolong bujuk Hanna." Ines tahu bahwa Hanna dan Reina sangat dekat.Reina tidak tahu kalau Hanna mengalami kecelakaan mobil.Dia mengangguk. "Aku akan melihatnya. Kalau nggak bisa juga, tolong jangan salahkan aku.""Kamu ini bicara apa. Tante sudah berterima kasih karena kamu mau membantu." Ines menatap Reina masuk ke dalam bangsal.Hanna merasa lapar dan berbaring di tempat tidur dengan mata terpejam, tidak bisa tidur sama sekali.Ketika mendengar seseorang masuk, dia langsung mengerutkan kening dan berseru, "Keluar, aku nggak mau makan.""Hanna, ini aku." Reina membuka mulutnya.Mendengar suara Reina, Hanna segera membuka matanya. Ketika melihat wajah Reina, dia langsung menyingkirkan sikap waspadanya."Kak Nana ...."Reina berjalan cepat ke arahnya. "Apa yang terjadi?"Hanna menceritakan semuanya.Reina mendengarkan dalam diam sebelum berkata, "Meskipun begitu, kamu nggak boleh melewatkan makan."Sejujurnya, Reina hanya pernah melihat trik in
Keheningan yang mematikan menyelimuti ruangan.Adrian mengepalkan tangannya. "Saat itu ada beberapa hal yang masih belum aku selesaikan."Sebenarnya, baru beberapa bulan dia dan Hanna menjalin hubungan bersama, jadi belum lama.Ines mendengus dingin. "Benarkah? Kamu tahu 'kan kalau masa muda seorang wanita itu berharga. Hanna sudah nggak muda lagi, kalau dia tunggu kamu satu tahun lagi, apa yang akan dia lakukan kalau kamu nggak mencapai apa-apa?"Sekali lagi, Adrian tidak tahu harus berkata apa.Dia memahami keprihatinan dan kekhawatiran orang tua terhadap anaknya. Dia juga tahu bahwa semua yang dilakukan Ines adalah demi kebaikan putrinya.Baginya yang seorang yatim piatu dan tidak memiliki apa-apa, rasanya hanya khayalan semacam jika dia ingin bersama dengan putri mereka, Hanna."Sekarang aku nggak punya apa-apa, jadi aku nggak tahu bagaimana akan meyakinkan kalian."Adrian menjawab dengan jujur."Kalau begitu, lepaskan Hanna dan lanjutkan hidupmu," kata Ines.Malik juga berkata, "S
Adrian terdiam sejenak, lalu mendapatkan kembali ketenangannya dan berkata kepada mereka, "Om, Tante, silakan masuk."Kedua orang tua itu awalnya mengira bahwa ketika Adrian melihat mereka, dia tidak akan berani meminta mereka masuk. Namun, tidak disangka Adrian begitu terbuka.Namun, makin terbuka sikap seorang pria, mereka harus makin waspada.Putri mereka saja bukan lawan pria ini.Keduanya masuk ke dalam rumah. Mereka melihat sekeliling dan ternyata rumah ini sangat bersih dan rapi.Dua kamar, satu ruang tamu, satu dapur dan dua kamar mandi.Ines paling memperhatikan kamar tidur.Dia memperhatikan bahwa kedua kamar ditutupi dengan selimut, kamar tidur utama memiliki selimut merah muda dan beberapa mainan kecil yang disukai Hanna.Kamar tidur kedua tampak sederhana, hanya dengan dua selimut, beberapa buku dan sebuah komputer desktop."Kalian nggak tidur bareng?" Ines bertanya tanpa basa-basi.Malik meringis dan terbatuk-batuk beberapa kali.Adrian mengangguk pelan. "Nggak, Tante. Ha
Hanna terbaring di ranjang rumah sakit, membuka matanya dengan lelah, "Ah, sakit."Ines duduk di sampingnya. "Salahmu sendiri karena nggak hati-hati. Kamu bukan anak kecil lagi, apa kamu nggak tahu melompat keluar dari mobil itu bahaya?""Itu karena kalian membawaku dengan paksa," jawab Hanna dengan dingin.Ines menghela napas. "Aku dan ayahmu melakukan ini demi kebaikanmu. Kalau kamu sampai hamil, hidupmu bakal hancur."Hanna sangat lelah mendengarkan alasan klise ini."Ibu itu nggak ngerti."Pertama-tama, Adrian bukanlah pria seperti itu. Lalu, hal paling intim yang pernah mereka lakukan sampai saat ini hanya ciuman."Ya, Ibu nggak ngerti. Garam yang Ibu makan jauh lebih banyak dari nasi yang kamu makan. Kalau kamu nggak percaya apa yang Ibu katakan sekarang, kamu bakal nyesel nanti." Ines mengatakan hal umum yang sering dikatakan orang tua kepada anaknya."Ya, sudah cukup. Aku pusing, aku mau istirahat."Hanna memejamkan matanya.Melihat Hanna bersikap seperti itu, Ines tidak punya
Adrian samar-samar merasakan ada yang tidak beres. Dia meninggalkan pekerjaannya dan pulang ke rumah.Sesampainya di rumah, dia tidak melihat Hanna.Dengan cemas, dia mengambil ponselnya dan menghubungi Reina.Dia mendapatkan nomor Reina dari Hanna.Jika terjadi situasi khusus, di mana Adrian tidak bisa menghubunginya, dia bisa menghubungi Reina. Tidak disangka, situasi khusus ini benar-benar terjadi.Reina sedang bekerja dan tiba-tiba melihat ada panggilan dari nomor asing. Dia ragu-ragu cukup lama, tetapi tetap menjawabnya."Halo? Dengan siapa ini?""Aku Adrian, pacar Hanna. Apa ini dengan Nona Reina?" Adrian mengatakan siapa dia sebelum bertanya pada Reina.Reina sedikit bingung mengapa Adrian meneleponnya."Ya, ini aku, ada apa?" tanya Reina."Hanna nggak ada, jadi aku mau tanya, apa dia ada bersamamu?" tanya Adrian.Reina terkejut saat mendengar ini. Dia nggak di sini. Kenapa dia bisa hilang?""Aku juga nggak tahu. Perusahaan tempatnya bekerja meneleponku, katanya dia nggak masuk
Hanna sebenarnya pergi dari rumah bukan karena semata-mata ingin hidup bersama Adrian.Dia tidak tahan dengan suasana rumah yang menyesakkan.Orang tuanya selalu mendesaknya untuk menikah atau menceritakan betapa hebatnya anak-anak dari keluarga lain, bagaimana mereka memiliki cucu dan seterusnya.Sekarang, setelah pindah, tinggal bersama Adrian dan mulai bekerja dengan pekerjaan yang normal, dia merasa jauh lebih santai.Dia merebahkan diri dan kembali tidur, tidak tahu bahwa orang tuanya tidak bisa tidur.Malik menghentakkan kakinya dengan tidak sabar. "Lihatlah anak perempuanmu itu."Ines memutar bola matanya. "Jangan lupa kalau dia juga putrimu."Malik tersedak."Kita harus apa lagi sekarang? Kita nggak mungkin diam saja saat melihat putri kita dihancurkan sama Adrian," kata Malik.Ines menghela napas, tidak tahu harus berbuat apa."Kamu tahu sendiri kalau Hanna sangat keras kepala dan nggak akan mau mengubah keputusannya." Ines memandang ke luar pada malam yang gelap. "Apa kita ha