Reina mengarahkan pandangannya ke halaman yang tidak jauh dari tempatnya berdiri sambil memikirkan kata-kata Melisha. Sambil melamun, Reina melangkah masuk ke sana.Halaman itu bersih dan rapi, di sampingnya ada pohon Osmanthus dengan wangi yang khas. Reina tidak merasa asing dengan tempat ini, dia yakin dulu pernah ke sini, hanya saja dia lupa karena sudah terlalu lama.Waktu masih kecil, Reina pernah datang ke rumah Keluarga Sunandar bersama ayahnya.Reina berdiri di bawah pohon Osmanthus yang harum dan menatap sebuah rumah kayu yang tidak jauh darinya. Reina berjalan menghampiri rumah itu dan membuka pintunya."Ckiiit ...."Pintu terbuka perlahan dan Reina bisa melihat dengan jelas semua yang ada di dalam.Semua perabotan dan barang di ruangan itu ditutupi kain putih, seolah menyembunyikan suatu rahasia.Reina bingung, apa yang sebenarnya Melisha ingin dia lihat?Reina menyingkapkan kain putih itu."Bruk." Sebuah benda jatuh ke lantai.Reina berjalan mendekat, ternyata yang jatuh ad
Ekspresi sedih Reina membuat Maxime panik, Maxime langsung mengajaknya pulang.Sesampainya di rumah.Maxime mengambil sehelai kain dan memakaikannya pada Reina. "Kamu mau tanya apa?""Apa kamu punya saudara kembar?" Reina meremas erat-erat foto di tangannya dan tidak memperlihatkannya pada Maxime.Raut wajah Maxime berubah seketika.Maxime melepaskan tangannya yang memegang lengan Reina dan berkata, "Ya.""Kenapa aku nggak pernah dengar tentang dia? Di mana dia sekarang?" tanya Reina.Maxime menutup bibirnya rapat-rapat, matanya yang tajam terlihat sangat marah, "Kamu datangin aku tiba-tiba di acara makan cuma untuk tanya hal ini?"Reina menatap Maxime lekat-lekat.Maxime mencibir dan perkataan yang terlontar dari bibirnya terasa setajam sayatan pisau."Ini urusan keluargaku, kamu nggak perlu tahu."Urusan keluarga ....Ketika Reina mendengar jawaban Maxime, Reina tahu bahwa Maxime tidak akan memberi informasi apapun padanya.Reina senang karena tidak menunjukkan foto itu padanya dan d
Seketika, semua gunjingan yang didengar Maxime pada jamuan makan hari ini jadi tidak berarti.Dia tidak membangunkan Reina dan membopongnya.Saat itulah Maxime mendapati kening Reina terasa panas."Kamu demam!"Reina terbangun oleh gerakan Maxime, kepalanya terasa pusing, "Kamu sudah pulang.""Aku panggilin dokter ya ...." Maxime hendak menurunkan Reina dan mengambil ponselnya.Reina tiba-tiba memeluknya, "Aku nggak mau ke dokter. Aku minum obat flu dan penurun demam saja."Sudah hampir setengah bulan sejak mereka melakukan seks, Reina belum sempat pergi ke rumah sakit untuk mengetahui kali ini dia hamil atau tidak. Kalau dokter memeriksanya sekarang dan ternyata dia hamil, bisa gawat nanti.Reina mengambil inisiatif untuk bersikap manja.Suasana hati Maxime yang buruk pun sirna seketika."Ayo, nurut."Reina memeluk Maxime erat-erat dan tidak melepaskannya, "Max, aku nggak mau ke dokter. Tolong, aku nggak ingin ke dokter. Aku baik-baik saja."Suara lirih itu membuat Maxime merasa sedik
Entah apakah karena Maxime tidak ingin mengecewakan Reina, dia pun akhirnya membawa Reina pergi.Malam ini, turun hujan sebentar.Sinar bulan purnama menyinari malam.Maxime diajak Reina ke sebuah kolam kecil. Tepatnya, sekarang sudah menjadi taman.Kolam kecil sudah menjadi danau buatan.Untungnya, di larut malam seperti ini tidak ada seorang pun di sini.Reina menyelimuti dirinya dengan jaket tebal dan turun dari mobil.Sekarang memang belum masuk musim hujan, cuacanya belum terlalu dingin tapi Reina sudah memakai pakaian yang tebal.Maxime berjalan di samping Reina dan bertanya, "Di sini?""Ya, sudah banyak berubah," kata Reina.Maxime tidak ingat.Waktu masih kecil, Maxime memang pernah main ke rumah Keluarga Andara beberapa kali, tetapi belum pernah sampai ke halaman belakang. Maxime bahkan tidak tahu ada kolam kecil di sini.Reina berjalan di jembatan kayu dan berhenti di tengah jembatan sambil memandangi bulan purnama di langit, seolah kembali ke masa kecilnya.Dulu, dia dan Max
Reina gagal mendapatkan informasi dari Melisha.Dia tidak bodoh dan langsung bertanya pada Joanna.Reina kembali ke kamar, menyalakan ponselnya dan membaca pesan dari Revin, "Telepon aku ya kalau ada waktu."Reina langsung meneleponnya.Begitu panggilan tersambung, Revin langsung mengangkat dan menyapanya, "Gimana kabarmu?""Aku sudah dapat peta Vila Mata Air, aku berencana membawa Riki kabur.""Kamu atur aja, lalu kasih tahu aku kapan. Aku nggak tenang kalau kamu sendirian," jawab Revin.Reina paham maksud Revin. Pria itu takut kalau Reina hanya sendirian, mereka bisa kembali tertangkap."Iya, nanti aku kabarin kalau sudah waktunya."Reina hanya khawatir akan terjadi konflik antara Revin dan Maxime.Dia takut Maxime mengincar Revin."Oke." Revin terdiam sejenak, lalu menatap seorang pria sekarat yang ada di sampingnya, "Tugas yang waktu itu kamu kasih ke aku sudah beres.""Sekarang Roy sudah sangat paham Marshanda itu orang yang seperti apa. Kamu bisa minta dia datang mengaku ke Maxim
Alasan Marshanda mengatakan hal ini adalah, pertama dia mau lihat Maxime akan cemburu atau tidak. Kedua, memang karena Marshanda berniat untuk mulai mencari pria lain.Ada begitu banyak pria berkuasa dan kaya raya di Kota Simaliki.Dengan statusnya saat ini, bukan hal sulit untuk menikah dengan keluarga kaya.Marshanda tidak bisa hanya berharap pada Maxime sampai mati."Oke." Maxime menjawab acuh tak acuh dan langsung masuk ke dalam mobil.Mobil itu langsung menghilang dari pandangan Marshanda.Marshanda ditinggal sendirian dan hal ini membuatnya sangat kesal.Sahabatnya Jocelyn buru-buru menghampirinya. "Gimana Marsha? Pak Maxime menolak?"Marshanda tampak kecewa dan berbohong, "Dia nggak bilang apa-apa, kayaknya marah deh.""Sepertinya Pak Maxime itu masih suka sama kamu. Kalau bukan karena Reina si tuli itu balik, Pak Maxime pasti menikahimu."Kalimat yang menipu diri sendiri dan orang lain.Kalau Maxime memang berniat menikahi Marshanda, kenapa dia tidak melakukannya saat Reina men
Di Vila Mata Air.Reina dan Riki sedang berjalan bersama berduaan. Sepanjang jalan Reina memperhatikan posisi kamera pengawas dan ternyata sama dengan apa yang digambar Riki.Sesampainya di tempat yang sepi dan tidak ada orang, Reina berlutut di hadapan Riki dan berkata, "Riki, Mama mau kasih tahu sesuatu.""Ya?""Beberapa hari lagi Mama jemput ya? Kita kabur dari sini."Riki mengangguk, "Oke."Reina tersenyum tipis dan membelai kepala putranya."Tapi ini rahasia kita berdua aja ya. Kamu nggak boleh keceplosan ke siapa pun, termasuk bibi dan Om Ekki." Reina mengulurkan jari kelingkingnya untuk minta Riki berjanji.Riki langsung menyambutnya, "Oke, janji kelingking!"Reina sebenarnya merasa khawatir karena anaknya masih kecil. Tetapi kalau dia tidak memberi tahu Riki lebih dulu, takutnya Riki tidak bisa bekerja sama saat waktunya tiba.Riki bisa melihat jelas keraguan Reina, dia pun menatap ibunya dengan tampang polos.Dia berbisik di telinga Reina, "Ma, aku tahu Om Ekki itu culik aku b
Maxime mengernyit, "Bukannya ini yang kamu mau?"Selain hal ini, Maxime sungguh tidak terpikir alasan lain kenapa Reina tiba-tiba pulang ke sisinya.Reina tercengang.Sebelum rasa kaget Reina mereda, Maxime kembali melanjutkan, "Semua sudah berlalu begitu lama, sudah jangan marah lagi. Cepat tanda tangan dan lupakan masa lalu."Setelah mendengar perkataan ini, Reina tiba-tiba merasa Maxime sangat konyol.Sampai dengan hari ini, ternyata Maxime kira Reina marah karena alasan ini?Jadi Maxime pikir selama kekayaan Keluarga Andara kembali ke tangan Reina, dia akan lupa masa lalu begitu saja?Reina meremas dokumen perjanjian di tangannya, berjalan ke mesin penghancur kertas di dekatnya lalu memasukkan perjanjian itu dan menyaksikannya berubah menjadi tumpukan sobekan kertas."Dengar baik-baik. Aku nggak akan melupakan masa lalu dan kamu harus ingat kalau aku nggak mau lagi sama kamu."Sungguh melelahkan, setiap hari Reina harus pura-pura menyukai Maxime padahal dia sudah menyerah.Reina ti
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim
Hidup memang tidak bisa diprediksi.Diego memandang Sophia yang terbaring tidak jauh dari sana melalui cahaya yang redup, tiba-tiba merasa bahwa kehidupan seperti ini tampaknya menyenangkan.Dia memejamkan mata dan memasuki alam mimpi.Pada hari pertama tahun ini, ada kegembiraan di mana-mana.Reina mengajak keempat anaknya membuat boneka salju di halaman rumah, sementara Maxime mengawasi mereka dari jauh.Mereka tampak harmonis.Pada saat itu, sebuah mobil melaju di luar rumah.Morgan duduk di dalam mobil mewah, menyaksikan pemandangan ini dari jauh. Dia tidak merasakan apa pun di dalam hatinya.Simpul di tenggorokannya bergulir pelan saat dia memberi isyarat kepada pengemudi untuk menepi.Saat Morgan turun, Reina juga memperhatikannya.Baru satu atau dua bulan sejak terakhir kali Reina melihatnya, tetapi Morgan terlihat kehilangan sebagian besar berat badannya. Bahkan wajahnya terlihat sangat tirus.Dia dan Maxime adalah saudara kembar, dulu mereka terlihat persis sama. Namun, sekara
Sophia bisa memahami pemikiran keduanya.Di masa lalu, semua orang biasanya pulang ke pedesaan untuk merayakan malam Tahun Baru, di mana kerabat dan tetangga tinggal bersama, berbicara dan mengobrol dengan gembira.Namun, Tahun Baru kali ini mereka harus tinggal di kota karena khawatir penyakit kedua orang tuanya kambuh dan tidak bisa sampai ke rumah sakit tepat waktu."Ya, kalau sudah selesai, kalian harus tidur." Sophia membujuk keduanya, seakan mereka adalah anak kecil.Erna dan Robi pun bersimpati padanya. Mereka menganggukkan kepala tanda setuju. "Ya."Diego juga menemani di samping, membicarakan tentang acara yang mereka saksikan kepada keduanya."Program-program sekarang nggak sebagus dulu. Sayang sekali, Tahun Baru sudah nggak semeriah dulu," kata Robi pelan.Dia juga tahu bahwa di pedesaan pun demikian. Semua orang bermain dengan ponsel mereka, jadi komunikasi secara langsung pun jadi berkurang."Kalau tahun depan kita pulang kampung, pasti akan lebih meriah," kata Sophia samb
Tahun Baru hampir tiba.Reina menyiapkan banyak kebutuhan Tahun Baru, mengirimkan sebagian untuk kakek dan neneknya.Sebagian lagi, dia tetap menyimpannya di rumah sendiri.Pada malam Tahun Baru.Reina dan Maxime membawa anak-anak mereka kembali ke kediaman Keluarga Sunandar. Pertemuan ini membuat suasana menjadi sangat meriah.Namun, di meja makan, hubungan Joanna dan Daniel agak renggang.Daniel menunjukkan wajah muram. "Max, tolong hubungi Morgan. Katakan padanya bahwa hari ini, di malam Tahun Baru, dia harus kembali."Morgan sudah lama tidak kembali ke kediaman Keluarga Sunandar.Daniel menghubunginya beberapa kali, tetapi panggilannya selalu ditolak."Ayah, Morgan bukan anak kecil lagi, dia akan pulang kalau memang ingin pulang. Kalau nggak, jangan diambil pusing," kata Maxime dengan tenang."Bicara apa kamu ini. Malam Tahun Baru harusnya jadi reuni keluarga, mana bisa dibenarkan kalau Morgan nggak pulang?" tegur Daniel.Di sampingnya, Joanna menyuapi Leo makanan pendamping ASI de
Setelah makan sampai kenyang, semua orang duduk bersama dan mengobrol cukup lama.Ketika tiba waktunya untuk tidur di malam hari, Sophia dan Diego tidur secara terpisah.Namun, Erna berpikiran sangat terbuka. "Kalian berdua akan menikah, nggak masalah kalau tidur di satu kamar.""Apa boleh begini?" Sophia sedikit tidak percaya.Dia pernah menjalin hubungan, tetapi Erna selalu menyuruhnya untuk menjaga diri dan tidak melakukan hubungan badan atau apa pun sebelum mereka menikah.Sekarang, ibunya ini malah menawarinya tidur dengan Diego?"Tentu saja boleh, masyarakat sekarang sudah nggak seperti dulu lagi," kata Erna sambil tersenyum.Zaman sudah berbeda. Sekarang, kondisinya dan suaminya sudah seperti ini, jadi Sophia harus mempertahankan pria sebaik Diego."Tapi ...." Sophia masih ragu, merasa ada yang aneh dengan kedua orang tuanya.Erna mendorongnya ke kamar Diego. "Sudah, masuk sana. Ayahmu sudah ingin menggendong cucu."Kata-kata itu membuat Sophia makin tidak percaya.Dia didorong
"Apa kakakmu sudah menikah?" Erna bertanya, mengambil alih pembicaraan.Para wanita biasanya khawatir akan memiliki seorang kakak ipar yang terlalu mendominasi di dalam keluarga mertua."Sudah menikah dan punya beberapa anak," kata Diego dengan jujur."Oh, begitu rupanya." Mata Erna tertuju pada Robi.Robi tidak basa-basi lagi dan bicara langsung pada intinya, "Diego, sejujurnya sejak bertemu denganmu, kami merasa kamu anak yang baik.""Hanya saja, kami nggak tahu bagaimana pendapatmu tentang Sophia ...."Sebelum Robi sempat menyelesaikan kalimatnya, Diego mengambil alih pembicaraan, "Aku sangat menyukai Sophia dan aku pasti akan memperlakukannya dengan baik di masa depan."Sophia menyantap makanannya dengan menunduk tanpa berkata apa-apa.Meskipun ini adalah kalimat yang telah mereka bicarakan dan sepakati, dia masih agak malu ketika mendengar ada seorang pria mengatakan bahwa dia mencintainya dan akan memperlakukannya dengan baik.Melihat Sophia bersikap seperti itu, Robi dan Erna ma
Ketika Robi dan Erna mendengar bahwa orang tua Diego sudah meninggal dunia, mereka menatapnya dengan kesedihan di matanya."Orang tuamu seharusnya belum terlalu tua, kenapa mereka bisa meninggal?"Diego berkata dengan jujur, "Ayah mengalami kecelakaan mobil dan ibu meninggal karena kanker."Mendengar ini, Erna makin merasa tidak tega kepada Diego."Anak baik, jangan sedih. Mulai sekarang, kami akan jadi keluargamu."Diego mengangguk berulang kali. "Ya."Sophia berdiri di samping, melihat keakraban Diego dan kedua orang tuanya. Pembicaraan ini seakan dia dan Diego benar-benar bersama."Ayah dan Ibu, kalian bicara dulu saja, aku akan menyiapkan makanan," kata Sophia.Diego langsung berdiri. "Sophia, aku akan membantumu. Om, Tante, kalian istirahat dulu saja.""Ya."Senyum di wajah Erna dan Robi belum hilang sejak mereka melihat Diego.Ketika putri mereka dan Diego pergi ke dapur untuk memasak bersama ....Erna tidak bisa menahan diri lagi dan berkata, "Diego anak yang sangat baik, tampan
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu