Di Vila Mata Air.Reina dan Riki sedang berjalan bersama berduaan. Sepanjang jalan Reina memperhatikan posisi kamera pengawas dan ternyata sama dengan apa yang digambar Riki.Sesampainya di tempat yang sepi dan tidak ada orang, Reina berlutut di hadapan Riki dan berkata, "Riki, Mama mau kasih tahu sesuatu.""Ya?""Beberapa hari lagi Mama jemput ya? Kita kabur dari sini."Riki mengangguk, "Oke."Reina tersenyum tipis dan membelai kepala putranya."Tapi ini rahasia kita berdua aja ya. Kamu nggak boleh keceplosan ke siapa pun, termasuk bibi dan Om Ekki." Reina mengulurkan jari kelingkingnya untuk minta Riki berjanji.Riki langsung menyambutnya, "Oke, janji kelingking!"Reina sebenarnya merasa khawatir karena anaknya masih kecil. Tetapi kalau dia tidak memberi tahu Riki lebih dulu, takutnya Riki tidak bisa bekerja sama saat waktunya tiba.Riki bisa melihat jelas keraguan Reina, dia pun menatap ibunya dengan tampang polos.Dia berbisik di telinga Reina, "Ma, aku tahu Om Ekki itu culik aku b
Maxime mengernyit, "Bukannya ini yang kamu mau?"Selain hal ini, Maxime sungguh tidak terpikir alasan lain kenapa Reina tiba-tiba pulang ke sisinya.Reina tercengang.Sebelum rasa kaget Reina mereda, Maxime kembali melanjutkan, "Semua sudah berlalu begitu lama, sudah jangan marah lagi. Cepat tanda tangan dan lupakan masa lalu."Setelah mendengar perkataan ini, Reina tiba-tiba merasa Maxime sangat konyol.Sampai dengan hari ini, ternyata Maxime kira Reina marah karena alasan ini?Jadi Maxime pikir selama kekayaan Keluarga Andara kembali ke tangan Reina, dia akan lupa masa lalu begitu saja?Reina meremas dokumen perjanjian di tangannya, berjalan ke mesin penghancur kertas di dekatnya lalu memasukkan perjanjian itu dan menyaksikannya berubah menjadi tumpukan sobekan kertas."Dengar baik-baik. Aku nggak akan melupakan masa lalu dan kamu harus ingat kalau aku nggak mau lagi sama kamu."Sungguh melelahkan, setiap hari Reina harus pura-pura menyukai Maxime padahal dia sudah menyerah.Reina ti
Maxime spontan mematikan rokok di tangannya.Maxime pikir waktu Reina keluar, dia akan menangis atau marah-marah, atau mungkin menampar Maxime seperti yang terjadi sebelumnya.Ternyata tidak, Reina keluar dari kamar mandi dengan sangat tenang."Aku mau keluar jalan-jalan."Suara Reina jadi serak. Dia langsung pergi meninggalkan kantor tanpa peduli apa Maxime setuju atau tidak.Saat Reina pergi dari kantor, dia merasa ada banyak sorot mata aneh menatapnya.Padahal jelas-jelas di kantor hanya ada para karyawan biasa.Reina sudah ada di luar gedung kantor. Saat ini langit sedikit mendung, mungkin akan gerimis lagi.Reina berjalan melamun di tengah gerimis.Reina melangkah tanpa tujuan, dia bahkan tidak sadar ada sebuah mobil hitam yang diam-diam mengikuti di belakang.Penumpang di mobil itu terlihat khawatir."Berhenti.""Baik."Mobil hitam itu pun berhenti.Revin turun dari mobil dan membuka payung.Setelah itu, Revin buru-buru menghampiri Reina.Payung Revin menaungi Reina dari hujan, R
Keduanya berjalan ke restoran terdekat.Reina tidak takut orang-orang yang mengikutinya akan melaporkan hal ini pada Maxime. Dia dan Revin tidak bersalah, jadi tidak ada yang perlu ditakutkan.Sementara di sisi lain, Maxime sudah menerima foto Reina dari para pengawal yang dia utus.Maxime meremas ponselnya dan tidak mampu memadamkan kemarahannya.Pantas saja Reina pergi, ternyata dia mau pergi kencan.Maxime merasa sangat kesal dan tidak mengerti alasan Reina.Tidak lama berselang, Joanna meneleponnya.Joanna menangis kegirangan sembari berkata, "Max, ada kabar dari Angelico. Katanya dia sudah sadar!"Maxime langsung meremas ponselnya."Oke." Maxime menutup telepon.....Di restoran.Makanan yang tersaji semuanya terlihat lezat, tapi dia tidak nafsu makan.Reina juga tidak mengerti apa ini faktor hamil atau karena dibuat kesal oleh Maxime.Karena terus diawasi, Reina tidak leluasa ke rumah sakit atau membeli alat tes kehamilan. Jadi, dia baru akan periksa setelah nanti pulang ke luar
Saat ini, Maxime tidak memedulikan apa pun.Reina gemetaran, "Dasar bajingan!"Maxime tersenyum, "Aku bajingan? Kamu 'kan yang cinta aku pria bajingan ini?"Reina mencium bau alkohol yang kuat dari tubuh Maxime. Dia pasti sudah mabuk makanya bertingkah gila dan bicara omong kosong seperti ini."Aku nggak mau ngomong sama pemabuk, lepas.""Nggak!" Maxime memeluknya, bersandar dekat telinga Reina dan bertanya, "Kalau aku lepasin, kamu bakal kawin lari sama Revin, 'kan? Hah?"Reina berusaha lepas dari cengkeraman Revin.Maxime menolak.Maxime melanjutkan, "Kenapa kamu khianatin aku? Bukannya kamu yang bilang bakal cinta sama aku selamanya? Kok kamu ingkar janji?""Kamu tahu nggak apa yang aku rasain waktu lihat anak itu? Aku kira itu anakku tahu!"Maxime yang mabuk mengungkapkan semua isi hatinya."Tapi bocah itu malah jawab ayahnya itu Revin! Kamu baru keguguran anak kita, terus langsung hamil anak Revin?""Sadar nggak kalau kamu itu kejam!"Reina merapatkan bibirnya erat-erat dan tidak
Siang keesokan harinya.Maxime terbangun dengan sakit kepala yang hebat. Dia melirik ke sekeliling, tapi Reina tidak ada di sana.Maxime langsung menyingkap selimutnya dan keluar kamar.Di lantai bawah, Reina sedang merevisi karya musik yang baru dia tulis. Reina menoleh ke lantai atas dan melihat tubuh bagian atas Maxime yang berotot, pria itu masih memakai celana jas yang sekarang terlihat kusut dan wajahnya masih terlihat mengantuk.Sosok Maxime makin tidak seperti bayangan Reina.Dulu, jangankan dada Maxime, bahkan Reina belum pernah melihat lengannya.Sekarang pria ini begitu mengekspos diri.Reina membuang muka.Saat Maxime melihat Reina masih ada di vila, dia langsung kembali ke kamar untuk mandi dan ganti baju.Mabuk karena minum anggur dan kena muntahan Reina semalam, membuatnya merasa tidak nyaman.Setengah jam kemudian.Maxime baru keluar dari kamar mandi dan langsung mengambil ponselnya. Dia baru sadar ada beberapa panggilan tidak terjawab dari Ekki.Maxime menelepon balik,
Alana merasa ada yang tidak beres dan langsung menghubungi Riko di sekolah."Halo, Bu Guru. Apa aku boleh bicara dengan Riko?""Oh mamanya Riko ya? Ini Riko baru aja dijemput papanya pulang," jawab guru itu.Papa?Maxime?Cih! Maxime 'kan tidak tahu kalau Riko anaknya!Lha? Jangan-jangan ....Alana tercekat!"Halo? Mama Riko?""Kok Bu Guru bisa-bisanya membiarkan anakku dijemput orang lain? Kalau sampai itu orang jahat gimana? Siapa yang jemput Riko? Mukanya kayak gimana?" Alana yang marah langsung mencecar si guru.Kalau Riko hilang, bagaimana Alana menjelaskan pada Reina.Guru di sekolah ini sungguh tidak bertanggung jawab.Alana tahu betapa Reina sangat menyayangi kedua anaknya dan takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada mereka.Sekarang, Alana bahkan tidak tahu ke mana Riko dibawa pergi. Siapa yang membawa pergi pun tidak tahu!Alana tidak lagi peduli pada barang-barangnya yang berserakan di luar pintu kantor. Dia langsung mencegat taksi dan bergegas ke sekolah Riko.Sesampainya
Riko tidak melawan sama sekali.Dia mencibir, "Om, kalau Om memang Papaku, memangnya Om nggak malu?"Jovan berhenti."Kenapa?""Mama yang membesarkanku sendirian aja nggak pernah pukul aku. Tapi Om baru ketemu sudah main tangan. Om nggak malu?" Riko menatap Jovan dengan serius.Jovan tertegun saat menatap mata Riko yang indah.Riko merasa sangat tidak nyaman digendong seperti ini, tapi dia masih berkata dengan tenang, "Kukira Papa aku itu orang yang ...." Setelah jeda sesaat, dia teringat apa yang dikatakan Tommy tentang ayahnya, dia melanjutkan, "Manusia super yang menyelamatkan dunia.""Dia akan datang menolongku waktu aku diganggu.""Nggak kusangka ternyata orang yang menindasku ternyata manusia super yang aku impikan."Superman yang menyelamatkan dunia?Semua kemarahan di hati Jovan lenyap seketika.Namun, mengingat sikap Riko di awal pertemuan, Jovan tetap mengangkat Riko sampai masuk ke kamar anak-anak."Aku nggak jadi mukul kamu bukan karena nggak berani. Ini hari pertama kita s
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim
Hidup memang tidak bisa diprediksi.Diego memandang Sophia yang terbaring tidak jauh dari sana melalui cahaya yang redup, tiba-tiba merasa bahwa kehidupan seperti ini tampaknya menyenangkan.Dia memejamkan mata dan memasuki alam mimpi.Pada hari pertama tahun ini, ada kegembiraan di mana-mana.Reina mengajak keempat anaknya membuat boneka salju di halaman rumah, sementara Maxime mengawasi mereka dari jauh.Mereka tampak harmonis.Pada saat itu, sebuah mobil melaju di luar rumah.Morgan duduk di dalam mobil mewah, menyaksikan pemandangan ini dari jauh. Dia tidak merasakan apa pun di dalam hatinya.Simpul di tenggorokannya bergulir pelan saat dia memberi isyarat kepada pengemudi untuk menepi.Saat Morgan turun, Reina juga memperhatikannya.Baru satu atau dua bulan sejak terakhir kali Reina melihatnya, tetapi Morgan terlihat kehilangan sebagian besar berat badannya. Bahkan wajahnya terlihat sangat tirus.Dia dan Maxime adalah saudara kembar, dulu mereka terlihat persis sama. Namun, sekara
Sophia bisa memahami pemikiran keduanya.Di masa lalu, semua orang biasanya pulang ke pedesaan untuk merayakan malam Tahun Baru, di mana kerabat dan tetangga tinggal bersama, berbicara dan mengobrol dengan gembira.Namun, Tahun Baru kali ini mereka harus tinggal di kota karena khawatir penyakit kedua orang tuanya kambuh dan tidak bisa sampai ke rumah sakit tepat waktu."Ya, kalau sudah selesai, kalian harus tidur." Sophia membujuk keduanya, seakan mereka adalah anak kecil.Erna dan Robi pun bersimpati padanya. Mereka menganggukkan kepala tanda setuju. "Ya."Diego juga menemani di samping, membicarakan tentang acara yang mereka saksikan kepada keduanya."Program-program sekarang nggak sebagus dulu. Sayang sekali, Tahun Baru sudah nggak semeriah dulu," kata Robi pelan.Dia juga tahu bahwa di pedesaan pun demikian. Semua orang bermain dengan ponsel mereka, jadi komunikasi secara langsung pun jadi berkurang."Kalau tahun depan kita pulang kampung, pasti akan lebih meriah," kata Sophia samb
Tahun Baru hampir tiba.Reina menyiapkan banyak kebutuhan Tahun Baru, mengirimkan sebagian untuk kakek dan neneknya.Sebagian lagi, dia tetap menyimpannya di rumah sendiri.Pada malam Tahun Baru.Reina dan Maxime membawa anak-anak mereka kembali ke kediaman Keluarga Sunandar. Pertemuan ini membuat suasana menjadi sangat meriah.Namun, di meja makan, hubungan Joanna dan Daniel agak renggang.Daniel menunjukkan wajah muram. "Max, tolong hubungi Morgan. Katakan padanya bahwa hari ini, di malam Tahun Baru, dia harus kembali."Morgan sudah lama tidak kembali ke kediaman Keluarga Sunandar.Daniel menghubunginya beberapa kali, tetapi panggilannya selalu ditolak."Ayah, Morgan bukan anak kecil lagi, dia akan pulang kalau memang ingin pulang. Kalau nggak, jangan diambil pusing," kata Maxime dengan tenang."Bicara apa kamu ini. Malam Tahun Baru harusnya jadi reuni keluarga, mana bisa dibenarkan kalau Morgan nggak pulang?" tegur Daniel.Di sampingnya, Joanna menyuapi Leo makanan pendamping ASI de
Setelah makan sampai kenyang, semua orang duduk bersama dan mengobrol cukup lama.Ketika tiba waktunya untuk tidur di malam hari, Sophia dan Diego tidur secara terpisah.Namun, Erna berpikiran sangat terbuka. "Kalian berdua akan menikah, nggak masalah kalau tidur di satu kamar.""Apa boleh begini?" Sophia sedikit tidak percaya.Dia pernah menjalin hubungan, tetapi Erna selalu menyuruhnya untuk menjaga diri dan tidak melakukan hubungan badan atau apa pun sebelum mereka menikah.Sekarang, ibunya ini malah menawarinya tidur dengan Diego?"Tentu saja boleh, masyarakat sekarang sudah nggak seperti dulu lagi," kata Erna sambil tersenyum.Zaman sudah berbeda. Sekarang, kondisinya dan suaminya sudah seperti ini, jadi Sophia harus mempertahankan pria sebaik Diego."Tapi ...." Sophia masih ragu, merasa ada yang aneh dengan kedua orang tuanya.Erna mendorongnya ke kamar Diego. "Sudah, masuk sana. Ayahmu sudah ingin menggendong cucu."Kata-kata itu membuat Sophia makin tidak percaya.Dia didorong
"Apa kakakmu sudah menikah?" Erna bertanya, mengambil alih pembicaraan.Para wanita biasanya khawatir akan memiliki seorang kakak ipar yang terlalu mendominasi di dalam keluarga mertua."Sudah menikah dan punya beberapa anak," kata Diego dengan jujur."Oh, begitu rupanya." Mata Erna tertuju pada Robi.Robi tidak basa-basi lagi dan bicara langsung pada intinya, "Diego, sejujurnya sejak bertemu denganmu, kami merasa kamu anak yang baik.""Hanya saja, kami nggak tahu bagaimana pendapatmu tentang Sophia ...."Sebelum Robi sempat menyelesaikan kalimatnya, Diego mengambil alih pembicaraan, "Aku sangat menyukai Sophia dan aku pasti akan memperlakukannya dengan baik di masa depan."Sophia menyantap makanannya dengan menunduk tanpa berkata apa-apa.Meskipun ini adalah kalimat yang telah mereka bicarakan dan sepakati, dia masih agak malu ketika mendengar ada seorang pria mengatakan bahwa dia mencintainya dan akan memperlakukannya dengan baik.Melihat Sophia bersikap seperti itu, Robi dan Erna ma
Ketika Robi dan Erna mendengar bahwa orang tua Diego sudah meninggal dunia, mereka menatapnya dengan kesedihan di matanya."Orang tuamu seharusnya belum terlalu tua, kenapa mereka bisa meninggal?"Diego berkata dengan jujur, "Ayah mengalami kecelakaan mobil dan ibu meninggal karena kanker."Mendengar ini, Erna makin merasa tidak tega kepada Diego."Anak baik, jangan sedih. Mulai sekarang, kami akan jadi keluargamu."Diego mengangguk berulang kali. "Ya."Sophia berdiri di samping, melihat keakraban Diego dan kedua orang tuanya. Pembicaraan ini seakan dia dan Diego benar-benar bersama."Ayah dan Ibu, kalian bicara dulu saja, aku akan menyiapkan makanan," kata Sophia.Diego langsung berdiri. "Sophia, aku akan membantumu. Om, Tante, kalian istirahat dulu saja.""Ya."Senyum di wajah Erna dan Robi belum hilang sejak mereka melihat Diego.Ketika putri mereka dan Diego pergi ke dapur untuk memasak bersama ....Erna tidak bisa menahan diri lagi dan berkata, "Diego anak yang sangat baik, tampan
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu