Reina menutup matanya rapat-rapat, tubuhnya sedikit gemetar.Tangan Maxime berhenti bergerak saat mengetahui bahwa Reina belum tidur.Awalnya dahi Reina sudah mulai berkeringat, dia menghela napas lega ketika Maxime menghentikan aksinya.Tengah malamnya.Maxime masih tidak bisa tidur, jadi dia bangun dan keluar kamar.Paginya waktu Reina bangun, Maxime sudah tidak ada lagi di sampingnya.Segala yang terjadi semalam tampak seperti mimpi.Reina pun tidak ambil pusing dan pergi mandi.Reina berdiri di depan cermin dan mengatur emosinya sebelum keluar dari kamar.Pintu ruang belajar terbuka, saat Reina lewat dia bisa langsung melihat Maxime duduk di meja kerja dengan postur tegak.Maxime terlihat tenang seperti biasa dan membaca dokumen dengan matanya yang tajam.Begitu teringat akan rencananya, Reina menurunkan harga diri dan mengetuk pintu."Apa?" tanya Maxime tanpa mengangkat kepalanya."Aku mau minta maaf soal kemarin." Reina mengatakan hal yang bertentangan dengan kata hatinya, "Mungk
Begitu Reina tiba dan selesai sarapan, dia menerima pesan dari Joanna.Ibu mertuanya itu mengajaknya bertemu untuk membicarakan sesuatu.Reina memberi tahu Maxime.Maxime berkata terus terang, "Kalau kamu nggak mau pergi, tolak aja."Reina tidak tahu Maxime itu tulus atau hanya basa basi."Nggak apa-apa."Reina pun bangkit berdiri dan pergi menemui Joanna.Di taman, Joanna yang mengenakan gaun tradisional sedang menyiram bunga. Waktu melihat Reina datang, dia menyerahkan selang siram pada pelayan."Buang semua tanaman yang nggak berbunga.""Baik."Joanna sengaja berkata seperti ini di depan Reina sebagai perumpamaan dia akan dibuang kalau tidak punya anak.Reina paham maksud Joanna, dia tetap tenang.Keduanya berjalan depan belakang dan masuk ke mobil.Dalam perjalanannya, Joanna terlihat gelisah."Nana, kamu tahu nggak? Belakangan ini aku ketemu seorang anak yang sangat lucu, dia mirip banget sama Maxime waktu masih kecil."Mata Reina menegang dan mengira Joanna sudah tahu rahasianya,
Joanna menyerahkan berbagai mainan mewah yang dibawanya untuk Riko, berharap bisa membuat anak itu bahagia.Siapa yang sangka Riko sama sekali tidak peduli dan menjawab, "Terima kasih Nenek Joanna, tapi Mama bilang nggak boleh terima barang dari orang asing."Reina berusaha keras bersembunyi supaya Riko tidak melihatnya.Reina masih tidak tahu apa Joanna mengenali siapa Riko atau tidak, jadi Reina tidak boleh gegabah.Joanna yang berjongkok di depan Riko merasa tidak nyaman saat Riko menganggapnya sebagai orang asing."Kok Riko bilang Nenek orang asing? Kan kita sudah kenal beberapa bulan? Nenek sayang banget lho sama Riko."Joanna langsung teringat sosok Alana waktu Riko menyebut kata 'Mama', Joanna pun menjawab, "Mamamu nggak percaya sama Nenek?""Nanti setelah Festival Kue Bulan, Nenek ajak mama Riko ngobrol ya. Setelah itu Riko nggak anggap Nenek orang asing lagi, 'kan?"Riko tidak menyangka Nenek yang sudah menindas mamanya ini akan terus mengejarnya. Selama sebulan ini, dia terus
Sesampainya di rumah.Joanna meminta Reina untuk kembali memikirkan dan jangan buru-buru menolak."Kita sama-sama tahu Keluarga Andara sudah bangkrut. Kamu 'kan sudah bercerai, pasti nggak gampang punya penghasilan tetap."Reina berdiri di balkon kamar Maxime, melihat pemandangan di luar sambil memikirkan perkataan Joanna.Apa seorang janda, apa seorang wanita tidak bisa menghidupi dirinya sendiri?Suatu hari nanti, Reina akan membuktikan pada Joanna bahwa dia tidak perlu bergantung pada orang lain.Reina menjernihkan pikirannya, lalu meletakkan gelasnya dan melakukan panggilan video ke Alana."Kenapa Na?" jawab Alana sambil makan buah."Alana, aku mau ngomong sama Riko.""Oke, tunggu sebentar."Alana mengarahkan kamera ponselnya ke arah Riko. Anak laki-laki itu berpakaian rapi dan sedang duduk tegak di depan meja."Mama.""Ya." Reina tersenyum penuh arti.Reina sedang berpikir bagaimana cara bertanya pada Riko tentang Joanna bisa mengenalnya, tak disangka Riko seolah bisa membaca piki
Kalau bukan karena ada Tommy di sini, Maxime masih bisa berkata lebih pedas dari ini.Ketika Rendy dan istrinya keluar dari kamar Kakek, wajah mereka terlihat memerah karena malu.Rendy merasa sangat terhina dan kehilangan martabatnya, "Kurang ajar si Maxime, memang dipikir dia siapa? Berani banget mengajariku? Aku itu lebih tua dari dia!"Melisha berdiri di samping Rendy sambil menggandeng Tommy, dia juga terlihat sangat geram."Dia benar-benar nggak menghargai kita, bisa-bisanya menghina kita di depan Tommy dan Kakek."Melisha melirik ke tempat tinggal Maxime dan menyeringai, "Sepertinya dia belum tahu ya sedang berhadapan sama siapa."Rendy menoleh kaget, "Apa maksudmu?"Melisha mendengus dingin, "Kamu nggak tahu? Gosipnya Maxime membawa pulang si tuli itu.""Terus kenapa?" Begitu teringat akan sosok Reina, Rendy jadi iba. Reina itu cantik, sayangnya dia agak tuli dan butuh alat bantu dengar."Sayang, tenang aja. Aku pastikan si Maxime menyesal sudah menghina kita hari ini." Melisha
Reina tidak menyangka seorang Maxime, yang dikenal di luar sebagai CEO berhati dingin ternyata punya sisi yang begitu tidak tahu malu.Selama ini Reina pikir bahwa Maxime sangat cuek.Maxime menatap Reina dan membatin alangkah indahnya kalau dia bisa terus bersama Reina selamanya.Reina baru terlelap saat pagi menjelang.Keluarga Sunandar tetap merayakan Festival Kue Bulan dengan meriah seperti tahun-tahun sebelumnya.Banyak kerabat Keluarga Sunandar datang untuk merayakan bersama.Namun tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, festival kali ini Reina kembali bersama Maxime.Mereka yang sudah tahu kabar ini diam-diam sudah menggunjingkannya.Mereka sedang bergosip apa yang akan Reina lakukan tahun ini untuk mempermalukan dirinya sendiri dan berusaha menyenangkan orang lain."Aku sungguh nggak ngerti pikiran Maxime. Untuk apa sih mempertahankan wanita seperti itu? Sudah pergi ya pergi aja.""Mungkin bukan Maxime yang cari, tapi dia balik sendiri."Semua orang saling bergosip.Suasana di ha
"Lama nggak ketemu. Wah, sekarang kamu beda banget," sapa Melisha sambil mengulurkan tangannya.Reina tidak menyambut jabatan tangan Melisha dan hanya tersenyum sopan, "Kamu sendiri nggak banyak berubah."Melisha tersenyum kaku sembari menarik tangannya kembali."Kamu mau keluar dan ngobrol denganku sebentar nggak?"Melisha sudah lebih dulu jadi menantu Keluarga Sunandar.Waktu Reina bertunangan dengan Maxime, dia sering datang mengobrol dengan Reina seperti seorang kakak yang akrab.Sifat asli Melisha baru terlihat setelah Reina menikah. Waktu itu ayah Reina meninggal dan Keluarga Andara perlahan-lahan mengalami kemunduran.Harus diakui bahwa beberapa orang memang punya bakat akting alami.Mereka berbasa-basi sebentar, lalu Melisha berkata dengan lembut, "Tahu nggak, lima tahun yang lalu waktu dengar kamu meninggal, aku sampai nggak bisa tidur tiap malam. Waktu itu aku lagi hamil Tommy, hampir aja keguguran."Dunia orang dewasa adalah tentang memahami segala sesuatunya tanpa perlu ber
Reina mengarahkan pandangannya ke halaman yang tidak jauh dari tempatnya berdiri sambil memikirkan kata-kata Melisha. Sambil melamun, Reina melangkah masuk ke sana.Halaman itu bersih dan rapi, di sampingnya ada pohon Osmanthus dengan wangi yang khas. Reina tidak merasa asing dengan tempat ini, dia yakin dulu pernah ke sini, hanya saja dia lupa karena sudah terlalu lama.Waktu masih kecil, Reina pernah datang ke rumah Keluarga Sunandar bersama ayahnya.Reina berdiri di bawah pohon Osmanthus yang harum dan menatap sebuah rumah kayu yang tidak jauh darinya. Reina berjalan menghampiri rumah itu dan membuka pintunya."Ckiiit ...."Pintu terbuka perlahan dan Reina bisa melihat dengan jelas semua yang ada di dalam.Semua perabotan dan barang di ruangan itu ditutupi kain putih, seolah menyembunyikan suatu rahasia.Reina bingung, apa yang sebenarnya Melisha ingin dia lihat?Reina menyingkapkan kain putih itu."Bruk." Sebuah benda jatuh ke lantai.Reina berjalan mendekat, ternyata yang jatuh ad
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim
Hidup memang tidak bisa diprediksi.Diego memandang Sophia yang terbaring tidak jauh dari sana melalui cahaya yang redup, tiba-tiba merasa bahwa kehidupan seperti ini tampaknya menyenangkan.Dia memejamkan mata dan memasuki alam mimpi.Pada hari pertama tahun ini, ada kegembiraan di mana-mana.Reina mengajak keempat anaknya membuat boneka salju di halaman rumah, sementara Maxime mengawasi mereka dari jauh.Mereka tampak harmonis.Pada saat itu, sebuah mobil melaju di luar rumah.Morgan duduk di dalam mobil mewah, menyaksikan pemandangan ini dari jauh. Dia tidak merasakan apa pun di dalam hatinya.Simpul di tenggorokannya bergulir pelan saat dia memberi isyarat kepada pengemudi untuk menepi.Saat Morgan turun, Reina juga memperhatikannya.Baru satu atau dua bulan sejak terakhir kali Reina melihatnya, tetapi Morgan terlihat kehilangan sebagian besar berat badannya. Bahkan wajahnya terlihat sangat tirus.Dia dan Maxime adalah saudara kembar, dulu mereka terlihat persis sama. Namun, sekara
Sophia bisa memahami pemikiran keduanya.Di masa lalu, semua orang biasanya pulang ke pedesaan untuk merayakan malam Tahun Baru, di mana kerabat dan tetangga tinggal bersama, berbicara dan mengobrol dengan gembira.Namun, Tahun Baru kali ini mereka harus tinggal di kota karena khawatir penyakit kedua orang tuanya kambuh dan tidak bisa sampai ke rumah sakit tepat waktu."Ya, kalau sudah selesai, kalian harus tidur." Sophia membujuk keduanya, seakan mereka adalah anak kecil.Erna dan Robi pun bersimpati padanya. Mereka menganggukkan kepala tanda setuju. "Ya."Diego juga menemani di samping, membicarakan tentang acara yang mereka saksikan kepada keduanya."Program-program sekarang nggak sebagus dulu. Sayang sekali, Tahun Baru sudah nggak semeriah dulu," kata Robi pelan.Dia juga tahu bahwa di pedesaan pun demikian. Semua orang bermain dengan ponsel mereka, jadi komunikasi secara langsung pun jadi berkurang."Kalau tahun depan kita pulang kampung, pasti akan lebih meriah," kata Sophia samb
Tahun Baru hampir tiba.Reina menyiapkan banyak kebutuhan Tahun Baru, mengirimkan sebagian untuk kakek dan neneknya.Sebagian lagi, dia tetap menyimpannya di rumah sendiri.Pada malam Tahun Baru.Reina dan Maxime membawa anak-anak mereka kembali ke kediaman Keluarga Sunandar. Pertemuan ini membuat suasana menjadi sangat meriah.Namun, di meja makan, hubungan Joanna dan Daniel agak renggang.Daniel menunjukkan wajah muram. "Max, tolong hubungi Morgan. Katakan padanya bahwa hari ini, di malam Tahun Baru, dia harus kembali."Morgan sudah lama tidak kembali ke kediaman Keluarga Sunandar.Daniel menghubunginya beberapa kali, tetapi panggilannya selalu ditolak."Ayah, Morgan bukan anak kecil lagi, dia akan pulang kalau memang ingin pulang. Kalau nggak, jangan diambil pusing," kata Maxime dengan tenang."Bicara apa kamu ini. Malam Tahun Baru harusnya jadi reuni keluarga, mana bisa dibenarkan kalau Morgan nggak pulang?" tegur Daniel.Di sampingnya, Joanna menyuapi Leo makanan pendamping ASI de
Setelah makan sampai kenyang, semua orang duduk bersama dan mengobrol cukup lama.Ketika tiba waktunya untuk tidur di malam hari, Sophia dan Diego tidur secara terpisah.Namun, Erna berpikiran sangat terbuka. "Kalian berdua akan menikah, nggak masalah kalau tidur di satu kamar.""Apa boleh begini?" Sophia sedikit tidak percaya.Dia pernah menjalin hubungan, tetapi Erna selalu menyuruhnya untuk menjaga diri dan tidak melakukan hubungan badan atau apa pun sebelum mereka menikah.Sekarang, ibunya ini malah menawarinya tidur dengan Diego?"Tentu saja boleh, masyarakat sekarang sudah nggak seperti dulu lagi," kata Erna sambil tersenyum.Zaman sudah berbeda. Sekarang, kondisinya dan suaminya sudah seperti ini, jadi Sophia harus mempertahankan pria sebaik Diego."Tapi ...." Sophia masih ragu, merasa ada yang aneh dengan kedua orang tuanya.Erna mendorongnya ke kamar Diego. "Sudah, masuk sana. Ayahmu sudah ingin menggendong cucu."Kata-kata itu membuat Sophia makin tidak percaya.Dia didorong
"Apa kakakmu sudah menikah?" Erna bertanya, mengambil alih pembicaraan.Para wanita biasanya khawatir akan memiliki seorang kakak ipar yang terlalu mendominasi di dalam keluarga mertua."Sudah menikah dan punya beberapa anak," kata Diego dengan jujur."Oh, begitu rupanya." Mata Erna tertuju pada Robi.Robi tidak basa-basi lagi dan bicara langsung pada intinya, "Diego, sejujurnya sejak bertemu denganmu, kami merasa kamu anak yang baik.""Hanya saja, kami nggak tahu bagaimana pendapatmu tentang Sophia ...."Sebelum Robi sempat menyelesaikan kalimatnya, Diego mengambil alih pembicaraan, "Aku sangat menyukai Sophia dan aku pasti akan memperlakukannya dengan baik di masa depan."Sophia menyantap makanannya dengan menunduk tanpa berkata apa-apa.Meskipun ini adalah kalimat yang telah mereka bicarakan dan sepakati, dia masih agak malu ketika mendengar ada seorang pria mengatakan bahwa dia mencintainya dan akan memperlakukannya dengan baik.Melihat Sophia bersikap seperti itu, Robi dan Erna ma
Ketika Robi dan Erna mendengar bahwa orang tua Diego sudah meninggal dunia, mereka menatapnya dengan kesedihan di matanya."Orang tuamu seharusnya belum terlalu tua, kenapa mereka bisa meninggal?"Diego berkata dengan jujur, "Ayah mengalami kecelakaan mobil dan ibu meninggal karena kanker."Mendengar ini, Erna makin merasa tidak tega kepada Diego."Anak baik, jangan sedih. Mulai sekarang, kami akan jadi keluargamu."Diego mengangguk berulang kali. "Ya."Sophia berdiri di samping, melihat keakraban Diego dan kedua orang tuanya. Pembicaraan ini seakan dia dan Diego benar-benar bersama."Ayah dan Ibu, kalian bicara dulu saja, aku akan menyiapkan makanan," kata Sophia.Diego langsung berdiri. "Sophia, aku akan membantumu. Om, Tante, kalian istirahat dulu saja.""Ya."Senyum di wajah Erna dan Robi belum hilang sejak mereka melihat Diego.Ketika putri mereka dan Diego pergi ke dapur untuk memasak bersama ....Erna tidak bisa menahan diri lagi dan berkata, "Diego anak yang sangat baik, tampan
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu