Hati Nyonya Liz terasa dingin saat mendengar makian putranya.Angin dingin bertiup di wajahnya, dia jadi gelandangan. Sekarang dia tidak punya uang, kehilangan cucu dan putranya pula, kemana dia harus pergi?Nyonya Liz bukan orang yang mudah menyerah. Setelah lama berpikir, akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke rumah Hanna....Di rumah, Hanna sedang sibuk menghindari kencan buta yang diatur orangtuanya.Hanna dikunci orangtuanya di kamar, "Pokoknya kamu baru boleh keluar kalau sudah bisa mikir jernih.""Hanna, Hans itu cuma sudah menikah tapi nggak punya anak. Apa salahnya?" kata ibu Hanna di depan pintu."Waktu dia kenalan sama aku, dia belum cerai dari istrinya! Dia juga pria berengsek!"Hanna tahu orang-orang seperti Hans akan lebih menjijikkan daripada pria berengsek seperti Jason."Kami sudah tanya sama orang tentang dia, mereka semua bilang dia pria baik. Justru dia menceraikan istrinya karena istrinya mandul. Mana mungkin Keluarga Chalisa rela nggak punya keturunan? Hans bahka
"Kalau putrimu bukan wanita yang seperti itu, tolong kembalikan padaku semua biaya yang Diego bayar saat mereka berkencan. Harusnya bagi kalian, puluhan miliar itu uang kecil, 'kan?" ucap Nyonya Liz.Puluhan miliar!Ibu Hanna membelalak tidak percaya.Meski baginya puluhan miliar memang bukan apa-apa ....Tapi tetap saja dia tidak rela mengeluarkan puluhan miliar untuk hal yang tidak jelas."Bibi Sari, panggil Hanna."Ibu Hanna menyuruh pelayan di sampingnya."Oke."Bibi Sari langsung naik ke lantai atas, mengeluarkan Hanna dari kamar dan menceritakan bahwa terjadi sesuatu di bawah.Saat Nyonya Liz mendengar bahwa Hanna akan datang, dia malah takut berhadapan dengan Hanna, sehingga dia merasa tidak nyaman.Ketika Hanna turun, dia melihat ke arah Nyonya Liz dan berpikir ibunya sedang mencari mak comblang untuknya lagi, "Ibu nyariin aku mak comblang lagi?""Mak comblang apa? Dia datang buat minta uang!""Minta uang?" Hanna terlihat bingung, "Uang apa?""Nona Hanna lupa ya? Aku nenek Dieg
Ibu Hanna membawa selembar cek dan menandatanganinya.Hanna panik, "Ibu nggak usah ngasih dia sebanyak itu, kalau mau juga kasih satu miliar aja, anggap saja kita sedekah. Mereka itu memeras kita.""Diam!" Ibu Hanna menatap putrinya dengan dingin, "Masih belum cukup kamu bikin malu?"Ibu Hanna tahu Nyonya Liz ini bukan orang baik dan orang yang sulit dihadapi.Jadi Ibu Hanna lebih baik mengeluarkan uang sebanyak itu supaya bisa mengusir Nyonya Liz, dia tidak mau mengambil risiko reputasi Hanna di luar sana hancur.Hanna tidak punya pacar. Kalau Nyonya Liz merusak reputasi Hanna, Hanna makin sulit menemukan pasangan hidup.Nyonya Liz tidak menyangka dia bisa mendapat balik 80 miliar semudah itu. Nyonya Liz mengulurkan tangan untuk mengambil selembar cek itu, tapi ibu Hanna langsung menarik balik lembar cek itu."Kamu tanda tangan kwitansi ya, buat bukti kalau uang ini sudah kamu kembalikan. Jangan datang ke sini lagi buat minta uang sama kami."Nyonya Liz berkata tanpa malu-malu, "Ya, o
"Mmm ... Hanna." Sisil memanggilnya pelan.Hanna mengangguk berulang kali.Reina menatap dua temannya itu dan spontan tersenyum, "Oke, ayo masuk.""Oke."Mereka bertiga masuk ke dalam bersama-sama.Manajer klub langsung menyambut mereka karena dia mengenal Reina dan Sisil, teman baik istri bosnya.Karena manajer begitu menjaga Reina, para staf pun menoleh ke arah mereka dan mengenali salah satu dari kawanan Reina, Hanna.Salah satu staf menyenggol lengan rekan di sebelahnya dan mengejek, "Adrian, sudah jangan lihat dia terus. Mau kamu pelototi juga dia bukan milikmu. Sadar diri lah, kamu siapa, dia siapa?"Saat Adrian mendengar ucapan temannya, dia hanya bisa menunduk dan tidak berkata apa-apa.Rekan lainnya datang."Adrian, kemarin kan kamu sudah jadi pria sejati yang menyelamatkan si cantik. Perempuan yang kemarin kamu selamatkan itu dari Keluarga Sunandar, 'kan? Dia belum membalas kebaikanmu, 'kan? Keluarga Sunandar punya bisnis keluarga yang besar. Minta uang jajan aja sama mereka,
Hanna menatap Adrian. Sepertinya mereka pernah bertemu? Tapi di mana? Hanna tidak bisa mengingat Adrian.Hanna menyahut kesal, "Kamu meremehkanku? Hah?"Adrian tertegun sejenak, lalu menggeleng."Nggak, aku cuma mengingatkanmu aja."Adrian menjawab dengan sopan.Hanna menatap wajah tampan Adrian dengan kesal dan berkata, "Hei adik kecil, kamu meremehkanku ya? Kukasih tahu, aku itu nggak akan mabuk meski minum seribu cangkir juga."Adrian hanya menatap Hanna sesaat, lalu balik badan dan pergi tanpa mengucapkan apa-apa.Perilaku Adrian membuat Hanna semakin merasa terhina.Hanna langsung berdiri dan sebelum Reina dan Sisil sempat bereaksi, dia menyusul Adrian dan menghadangnya."Siapa namamu?"Adrian jelas tidak menyangka Hanna akan menanyakan namanya, jadi dia langsung menjawab, "Adrian.""Adrian?"Sejujurnya, nama ini sangat pasaran, mungkin banyak orang punya nama yang sama.Hanna berpikir lama sebelum berkata, "Adrian, hari ini kamu nggak perlu bekerja. Aku pesan kamu seharian ini, a
Hanna kembali ke tempat duduknya, berpura-pura tidak peduli dan berkata, "Sudahlah, dia bukan pelayan yang baik. Kita aja yang minum."Beberapa pelayan tampan lainnya mendatangi Hanna dan bertanya."Nona Hanna, kalau Adrian nggak mau menemani kalian minum, kami saja yang temani. Gimana?"Hanna hanya melirik dan langsung mengibaskan tangannya, "Nggak usah deh, aku nggak mau minum sendirian aja. Sana pergi."Para pelayan itu pun pergi dengan sungkan.Mereka tidak mengerti, apa bedanya mereka dan Adrian? Kenapa Hanna cuma mau ditemani Adrian dan menolak mereka?Mereka kembali ke ruang para pelayan di belakang dan saat melihat Adrian sedang mencuci gelas bir, mereka menyindirnya."Cih, dasar sok suci. Dari luar sih kelihatan kayak pria baik-baik, tapi ternyata dari awal sudah mengincar wanita kaya itu, 'kan?""Aku nggak nyangka ada pria yang begitu licik. Kamu sengaja ya membuat Nona Hanna memperhatikanmu?""Sudah kubilang trik rendahanmu ini mungkin berhasil buat sementara, tapi kalau Non
"Kamu ... kamu ngapain?" Adrian tergagap.Sepertinya Hanna baru sadar bahwa perbuatannya salah, jadi dia langsung melepaskan tangannya."Hmm ... aku nggak bermaksud melecehkanmu, jangan ambil hati ya." Hanna menjelaskan.Karena menunduk, Hanna tidak sadar kalau mata Adrian yang menatapnya memanas."Nona Hanna, kamu benar-benar nggak mengingatku?" Adrian tiba-tiba bertanya."Hah?" Hanna mengernyit bingung, "Kita sudah saling kenal sebelum ini?"Melihat ekspresi bingung di wajah Hanna, Adrian tahu bahwa Hanna pasti sudah melupakannya atau tidak mengingatnya."Nggak, mungkin aku salah ingat. Kalau nggak ada urusan lain, aku balik dulu."Adrian meninggalkan Hanna dan buru-buru berjalan ke halte.Hanna menatap punggung Adrian dari kejauhan, tapi tidak dapat mengingat di mana dia pernah melihatnya sebelumnya.Hanna menghela napas, "Hahh sudahlah, mendingan nggak cari gara-gara sama lelaki."Hanna trauma dengan kaum pria setelah beberapa kejadian kemarin.Hanna hampir ditipu beberapa kali dan
Reina merasa jika dia berhasil mengubah Diego, dia baru bisa menerima kebaikan Anthony tanpa rasa bersalah.Kalau Diego benar-benar tidak bisa berubah, maka Reina hanya akan membantu Diego untuk terakhir kalinya.Setelah selesai mengurus semuanya, Reina memejamkan mata dan hendak istirahat. Namun tiba-tiba ponselnya berdering, Maxime melakukan panggilan video.Reina mengangkat telepon itu dan terlihatlah wajah tampan Maxime di layar ponselnya.Reina mengernyit bingung, "Ada apa?"Sebelum Maxime menjawab, sebuah wajah kecil tiba-tiba muncul di layar ponsel Reina."Mama, rumah Mama pindah di rumah sakit ya?""Hah? Ya nggak lah. Mama 'kan di rumah sakit nemenin Nenek Liane. Nanti kalau nenek sudah sembuh, Mama juga pulang."Riki bukan anak tiga tahun, tentu dia tahu Reina berbohong."Mama, gimana kalau Mama bawa pulang nenek?" ucap Riki.Reina merasa tertekan.Sebenarnya, belakangan ini Liane juga sudah merengek ingin pulang.Kondisi Liane terlalu parah, tidak bisa disembuhkan. Daripada m
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba