Dua hari berlalu dalam sekejap mata.Tubuh Diego hampir pulih. Sophia pun tidak lembut hati dan membangunkannya jam 7 pagi."Bangun, cari kerja sana."Diego tidak menghiraukannya, "Aduuh, iya, iya. Nggak usah buru-buru, aku masih mau tidur bentar."Melihat Diego tidak bergeming, Sophia pun langsung menarik selimut dari tubuh Diego dalam sekali hentak.Begitu udara dingin menyerang, Diego langsung meringkuk dan menatap Sophia dengan kesal, "Kamu ngapain sih?""Bangun, atau aku guyur air."Sophia tidak bicara omong kosong. Dia langsung pergi ke kamar mandi, membawa baskom berisi air, lalu berdiri di depan Diego.Diego langsung bangun."Jangan, jangan. Nih aku bangun sekarang."Melihat Diego bangun, Sophia pun meletakkan ember itu kembali."Cepat bangun dan siap-siap, terus cari kerja supaya kamu bisa bayar aku." Setelah itu, Sophia mengurus keperluannya sendiri.Diego juga sebenarnya tidak mau bergantung hidup pada seorang wanita terus-terusan."Iya, iya aku tahu. Tunggu aja, bentar lagi
Karena Diego setuju, Sophia membawa Diego ke tempat kerjanya.Diego sangat terkejut melihat tempat kerja Sophia.Diego menyunggingkan senyum saat melihat ke klub yang mewah itu."Kamu kerja di sini?"Pantas saja Sophia selalu pergi larut malam.Sophia bisa melihat Diego merendahkan tempat kerjanya, tapi dia tidak peduli, "Ya, cuma tempat kerja di sini yang bisa menghasilkan uang paling cepat.""Kamu ini nggak menyayangi diri sendiri." Diego mengkritik.Karena dulu sering berkunjung ke tempat-tempat ini, Diego tentu tahu bahwa wanita yang bekerja di sana bukanlah wanita yang baik.Hinaan Diego membuat cahaya di mata Sophia meredup."Ya, aku tahu, tapi aku bisa apa? Aku butuh uang."Bagaimana dia bisa merawat orangtuanya kalau tidak punya uang?Tanpa uang, orangtuanya akan mati!Diego teringat akan penyakit orangtua Sophia dan seketika langsung merasa bersalah, "Maaf, aku lupa orangtuamu sakit."Ini adalah pertama kalinya Diego benar-benar merasa bersalah pada seseorang.Diego yang dulu
"Aku benar-benar nggak tahu kok kamu bisa sih tahan sampai sekarang."Diego meringis kesakitan, lalu dia berkata, "Aku boleh pinjam ponselmu nggak? Aku mau nelepon kakakku."Diego adalah satu-satunya putra Keluarga Andara. Kalau terus disiksa seperti ini, dia akan mati.Sophia pun memberi ponselnya pada Diego.Sayangnya Diego tidak ingat nomor telepon Reina, dia mencoba beberapa kali tapi selalu orang lain menjawab teleponnya."Kamu mau menelepon kakakmu tapi kok kamu nggak ingat nomor teleponnya?"Diego menggaruk kepalanya, "Ya siapa pula yang bakal ingat?"Tiba-tiba sesuatu terlintas di benaknya, "Aku telepon Grup Yinandar."Diego mencari nomor layanan pelanggan perusahaan dari situs web dan meneleponnya."Halo, ada yang bisa kami bantu?" terdengar suara layanan pelanggan yang ramah dari ujung telepon.Diego buru-buru berkata, "Aku mau cari Reina, manajer umum kalian. Aku adiknya, Diego. Tolong sambungkan ke dia."Orang di seberang telepon terdiam.Samar-samar Diego bisa mendengar pe
Ari baru pulang dari ibukota. Sudah dari awal dia ingin menghubungi Reina, tapi entah mengapa selalu tidak kesampaian.Sekarang akhirnya dia punya kesempatan bertemu sambil membawa beberapa aktor ke perusahaan Reina."Master Rei, kukira kamu sudah lupa sama aku," ucap Ari sambil memasang tampang sedih.Reina menjawab pasrah, "Aku sibuk banget."Reina pun melihat aktor yang dibawa Ari."Mereka ... bisa?""Jangan khawatir, mereka cuma disuruh akting jadi wanita kaya dan membuat hidup Diego susah, 'kan? Gampang itu sih." Ari terdiam sesaat, lalu melanjutkan, "Apalagi aku juga ikut. Kalau akting mereka kurang meyakinkan, aku bisa langsung turun tangan."Sebenarnya, Ari ikut bukan untuk mengajari para wanita itu tapi untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekati Reina."Kamu mau ikut kami juga?" Reina bertanya."Kenapa? Nggak boleh?" Ari bertanya, lalu menundukkan kepalanya, "Hahh, sudah lama banget kita nggak ketemu. Kayaknya sekarang kita bukan sahabat lagi ya?"Reina buru-buru mengge
Hujan turun dengan deras di hari ziarah makam.Saat ini, di pintu masuk rumah sakit.Reina yang bertubuh kurus sedang memegang laporan tes kehamilan dari rumah sakit, di kertas itu tertera sebuah kata yang tercetak tebal."Negatif.""Sudah tiga tahun menikah belum hamil juga?""Astaga, bisa-bisanya ada wanita yang begitu nggak berguna seperti kamu. Kalau nggak cepat hamil, kamu pasti akan didepak keluar dari Keluarga Sunandar, lalu bagaimana dengan Keluarga Andara?"Treya Libera yang berpakaian anggun mengentakkan sepatu hak tingginya. Dia menunjuk Reina dan terlihat sangat kecewa.Reina menatap kosong, begitu banyak kalimat yang ingin dia ungkapkan, tetapi pada akhirnya hanya terucap sebuah kata."Maaf.""Aku nggak butuh maaf. Aku mau kamu hamil anak Maxime, ngerti?"Reina tercekat, tidak tahu harus menjawab apa.Reina dan Maxime sudah menikah selama tiga tahun, tetapi Maxime tidak pernah sekalipun menyentuhnya.Mana mungkin dia bisa hamil?Treya kembali melirik Reina yang terlihat le
Semua orang yang ada di ruangan itu menengok ke arah pintu.Sontak, suasana jadi hening.Reina melirik Maxime, tatapan pria itu begitu jernih, jelas dia sama sekali tidak mabuk.Reina sadar dia sudah ditipu Marshanda.Saat Maxime melihat sosok Reina, bola matanya yang gelap pun menegang.Sedangkan Jovan dan yang lainnya yang barusan mendukung Maxime untuk menerima perasaan Marshanda, semua tersenyum canggung.Harusnya Reina tidak datang."Nana, jangan salah paham. Jovan cuma bercanda, sekarang Max dan aku hanya teman biasa."Marshanda-lah yang pertama kali memecah ketenangan.Sebelum Reina sempat menjawab, Maxime yang kehilangan kesabaran sudah berdiri lebih dulu."Nggak perlu menjelaskan apa pun padanya."Setelah itu, Maxime berjalan ke depan muka Reina dan bertanya, "Mau apa ke sini?""Kupikir kamu mabuk, jadi aku datang untuk menjemputmu pulang," jawab Reina jujur.Maxime mencibir, "Sepertinya kamu nggak ingat sepatah kata pun yang kukatakan, ya."Maxime mengecilkan suaranya sehingg
Suara Reina begitu tenang dan ringan.Seolah perceraian ini hanya hal sepele.Pupil mata Maxime menegang."Apa katamu?"Selama pernikahan mereka, seketerlaluan apa pun perlakuan Maxime padanya, Reina tidak pernah menyebut kata 'cerai'.Sebenarnya Maxime paham betul betapa Reina sangat mencintainya.Tatapan Reina yang awalnya kosong saat ini berubah menjadi sangat tajam."Pak Maxime, selama ini aku sudah menjadi penghalangmu.""Kita cerai saja."Maxime meremas tinjunya kuat-kuat."Kamu dengar pembicaraanku barusan, 'kan? Keluarga Andara sudah berada di ujung jurang, apa bedanya menikah denganku atau menikah dengan orang lain?""Apa tujuanmu bercerai? Kamu mau anak atau mau uang? Atau mau mengancamku supaya aku nggak melakukan apa pun pada Keluarga Andara?" Maxime bertanya dengan dingin."Jangan lupa, aku sama sekali nggak mencintaimu, ancamanmu nggak berguna untukku!"Sosok Maxime di mata Reina tiba-tiba menjadi kabur. Reina merasa tenggorokannya tercekat dan telinganya sakit. Bahkan de
Alat bantu dengarnya terselimuti darah ....Pupil mata Reina bergetar, dia buru-buru menyeka telinganya dengan tisu, melepas seprai dan mencucinya.Reina takut akan ketahuan karena Lyann pasti mengkhawatirkan kondisinya. Jadi, dia diam-diam mengemasi semua barangnya lalu membuat alasan asal dan berpamitan pada Lyann.Sebelum pergi, diam-diam Reina meninggalkan sebagian uang tabungannya di meja di samping tempat tidur.Lyann mengantar Reina ke stasiun sambil melambaikan tangan dengan enggan.Lyann sangat mengkhawatirkan Reina yang sangat kurus, jadi dia menghubungi orang dalam Grup Sunandar.Sekretaris Maxime langsung melapor begitu tahu pengasuh Reina yang menelepon.Hari ini adalah hari ketiga sejak kepergian Reina.Ini juga pertama kalinya Maxime menerima telepon yang berhubungan dengan Reina.Maxime sedang duduk di kantornya dan begitu mendapat kabar ini, dia sangat senang. Benar 'kan perkiraannya, wanita itu tidak akan bertahan lebih dari tiga hari.Suara Lyann pun terdengar dari u
Ari baru pulang dari ibukota. Sudah dari awal dia ingin menghubungi Reina, tapi entah mengapa selalu tidak kesampaian.Sekarang akhirnya dia punya kesempatan bertemu sambil membawa beberapa aktor ke perusahaan Reina."Master Rei, kukira kamu sudah lupa sama aku," ucap Ari sambil memasang tampang sedih.Reina menjawab pasrah, "Aku sibuk banget."Reina pun melihat aktor yang dibawa Ari."Mereka ... bisa?""Jangan khawatir, mereka cuma disuruh akting jadi wanita kaya dan membuat hidup Diego susah, 'kan? Gampang itu sih." Ari terdiam sesaat, lalu melanjutkan, "Apalagi aku juga ikut. Kalau akting mereka kurang meyakinkan, aku bisa langsung turun tangan."Sebenarnya, Ari ikut bukan untuk mengajari para wanita itu tapi untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekati Reina."Kamu mau ikut kami juga?" Reina bertanya."Kenapa? Nggak boleh?" Ari bertanya, lalu menundukkan kepalanya, "Hahh, sudah lama banget kita nggak ketemu. Kayaknya sekarang kita bukan sahabat lagi ya?"Reina buru-buru mengge
"Aku benar-benar nggak tahu kok kamu bisa sih tahan sampai sekarang."Diego meringis kesakitan, lalu dia berkata, "Aku boleh pinjam ponselmu nggak? Aku mau nelepon kakakku."Diego adalah satu-satunya putra Keluarga Andara. Kalau terus disiksa seperti ini, dia akan mati.Sophia pun memberi ponselnya pada Diego.Sayangnya Diego tidak ingat nomor telepon Reina, dia mencoba beberapa kali tapi selalu orang lain menjawab teleponnya."Kamu mau menelepon kakakmu tapi kok kamu nggak ingat nomor teleponnya?"Diego menggaruk kepalanya, "Ya siapa pula yang bakal ingat?"Tiba-tiba sesuatu terlintas di benaknya, "Aku telepon Grup Yinandar."Diego mencari nomor layanan pelanggan perusahaan dari situs web dan meneleponnya."Halo, ada yang bisa kami bantu?" terdengar suara layanan pelanggan yang ramah dari ujung telepon.Diego buru-buru berkata, "Aku mau cari Reina, manajer umum kalian. Aku adiknya, Diego. Tolong sambungkan ke dia."Orang di seberang telepon terdiam.Samar-samar Diego bisa mendengar pe
Karena Diego setuju, Sophia membawa Diego ke tempat kerjanya.Diego sangat terkejut melihat tempat kerja Sophia.Diego menyunggingkan senyum saat melihat ke klub yang mewah itu."Kamu kerja di sini?"Pantas saja Sophia selalu pergi larut malam.Sophia bisa melihat Diego merendahkan tempat kerjanya, tapi dia tidak peduli, "Ya, cuma tempat kerja di sini yang bisa menghasilkan uang paling cepat.""Kamu ini nggak menyayangi diri sendiri." Diego mengkritik.Karena dulu sering berkunjung ke tempat-tempat ini, Diego tentu tahu bahwa wanita yang bekerja di sana bukanlah wanita yang baik.Hinaan Diego membuat cahaya di mata Sophia meredup."Ya, aku tahu, tapi aku bisa apa? Aku butuh uang."Bagaimana dia bisa merawat orangtuanya kalau tidak punya uang?Tanpa uang, orangtuanya akan mati!Diego teringat akan penyakit orangtua Sophia dan seketika langsung merasa bersalah, "Maaf, aku lupa orangtuamu sakit."Ini adalah pertama kalinya Diego benar-benar merasa bersalah pada seseorang.Diego yang dulu
Dua hari berlalu dalam sekejap mata.Tubuh Diego hampir pulih. Sophia pun tidak lembut hati dan membangunkannya jam 7 pagi."Bangun, cari kerja sana."Diego tidak menghiraukannya, "Aduuh, iya, iya. Nggak usah buru-buru, aku masih mau tidur bentar."Melihat Diego tidak bergeming, Sophia pun langsung menarik selimut dari tubuh Diego dalam sekali hentak.Begitu udara dingin menyerang, Diego langsung meringkuk dan menatap Sophia dengan kesal, "Kamu ngapain sih?""Bangun, atau aku guyur air."Sophia tidak bicara omong kosong. Dia langsung pergi ke kamar mandi, membawa baskom berisi air, lalu berdiri di depan Diego.Diego langsung bangun."Jangan, jangan. Nih aku bangun sekarang."Melihat Diego bangun, Sophia pun meletakkan ember itu kembali."Cepat bangun dan siap-siap, terus cari kerja supaya kamu bisa bayar aku." Setelah itu, Sophia mengurus keperluannya sendiri.Diego juga sebenarnya tidak mau bergantung hidup pada seorang wanita terus-terusan."Iya, iya aku tahu. Tunggu aja, bentar lagi
Sophia tetap takut meski pintu kamar mandi bisa dikunci.Dia tidak terlalu terbiasa dengan keberadaan pria lain di rumahnya."Iya, iya. Nggak usah takut, aku nggak tertarik sama kamu."Meski belum lama berinteraksi dengan Sophia, Diego mendapati Sophia seperti harimau betina yang tidak lembut dan tidak perhatian sama sekali. Sophia sama sekali bukan tipenya.Sophia tidak marah saat mendengar ucapannya.Setelah mandi.Sekarang waktunya mereka tidur, tapi tempat tidur di rumah cuma satu."Semalam kamu tidurnya gimana?" tanya Diego."Aku tidur di lantai," jawab Sophia.Kemarin Sophia takut Diego mati. Dia bahkan tidak tidur sepanjang malam dan terus duduk di tepi kasur sambil menatap Diego."Hah? Masa kamu tidur di lantai?" Sekarang akhirnya Diego tahu malu sedikit.Sophia menatap Diego balik dan berkata, "Ya sudah sekarang kamu tidur di lantai, aku yang tidur di kasur."Diego menjawab, "Aku itu tuan muda, aku nggak bakal tidur di lantai.""Ya sudah kalau gitu kamu keluar aja dari rumahku
Sophia tertegun sejenak, menatap Diego yang hanya mengenakan pakaian dalam dan menggigil kedinginan di depan pintu."Kok kamu di luar pakai baju setipis ini? Nggak dingin?"Saat Diego mendengar suara Sophia, Diego mengangkat kepalanya yang hampir membeku dengan ekspresi putus asa, "Ya ampuuun, akhirnya kamu pulang juga."Diego sudah hampir mati beku.Sophia tidak bertanya lebih jauh dan langsung membuka pintu.Diego juga langsung masuk kamar, baring di kasur dan membungkus tubuhnya erat-erat dengan selimut sambil bersin berulang kali."Kok kamu nggak ngasih tahu aku kalau pintu rumahmu tertutup otomatis? Aku cuma keluar jalan-jalan, tapi pas pulang, aku nggak bisa masuk.""Lah? Rumah biasa 'kan memang gini?" Sophia bertanya-tanya, "Kok kamu nggak tahu?"Diego mengernyit, "Hahh ... beda banget."Melihat tatapan menyedihkan Diego, Sophia pun mengeluarkan makanan yang dibawanya."Kamu lapar ya? Aku panasin makanan buat kamu ya."Perut Diego sudah keroncongan dari tadi, jadi dia sangat sen
Setelah membuat kesepakatan dengan Diego, Sophia pun pergi kerja."Kalau nanti siang lapar, kamu masak aja mi. Bisa 'kan masak?"Diego mengangguk dengan canggung.Hanya masak mi sih ... harusnya gampang ya.Sophia pikir masak mi juga hal yang mudah, Sophia tidak berpikir macam-macam dan berkata, "Biasanya malam nanti aku dapat makanan, nanti aku bawain buat kamu.""Oke." Diego mengangguk.Sophia menjelaskan semuanya dengan jelas, lalu menatap pakaian Diego."Mesin cuci ada di kamar mandi, kamu boleh pakai buat cuci bajumu. Mumpung cuacanya cerah, kamu jemur sekalian. Sebelum aku pulang, kamu sudah harus selesai cuci baju ya.""Oke." Diego mengangguk setuju.Kalau Reina ada di sini saat ini, dia pasti akan sangat terkejut dengan perubahan Diego.Saat Sophia pergi, untuk mencegah Diego berbuat jahat, Sophia tidak meninggalkan kuncinya.Setelah itu, Diego baring di kasur.Dia sangat lelah dan sekujur tubuhnya sakit.Untuk menghindari penagih utang akhir-akhir ini, Diego hidup bak anjing j
Sophia benar-benar terdiam. Orang aneh macam apa yang dia selamatkan?Sophia menjawab sambil menyantap mi-nya."Orangtuaku sakit dan aku anak tunggal. Keluargaku menjauh dari keluarga kami."Sejak orangtuanya jatuh sakit, semua sanak saudara menghindarinya.Diego langsung mengerti posisi Sophia."Hahh, aku nggak nyangka ada orang semenyedihkan kamu di dunia ini."Diego berpikir, kalau dia masih jadi dirinya di masa lalu, sedikit sedekah dari Diego pasti bisa membuat hidup Sophia berbalik 180 derajat.Meski ucapan ini terkesan penuh simpati, entah mengapa Sophia malah merasa kesal."Makanya kamu jangan jadi parasit aku. Sana pergi kalau sudah kenyang, aku beneran nggak punya duit."Diego tidak ingin pergi begitu saja."Sophia, aku itu nggak bohong sama kamu. Selama aku bisa menghubungi kakakku, dia pasti mau ngasih uang sebanyak yang kamu minta."Sophia memutar bola matanya, "Kamu itu sudah besar, tapi masih nyari kakakmu lah, nyari saudara lah. Kamu nggak merasa dirimu itu nggak bergun
"Ya sudah kalau sudah bangun, pergi sana," ucap gadis itu dengan nada kesal.Diego merasa seluruh tubuhnya sangat sakit. Dia tidak mau pergi, ke mana pula dia harus pergi?Dia tidak mau hidup di jalanan."Siapa namamu?" Diego malah bertanya pada gadis itu.Gadis itu menjawab, "Sophia Aries."Sophia?"Namaku Diego." Diego memperkenalkan dirinya, "Kukasih tahu ya, aku itu anak orang kaya. Kalau kamu bersedia menampungku, nanti waktu aku pulang, aku pasti balas kebaikanmu."Kalau Diego keluar dari rumah ini sekarang, sama saja dia akan mati.Para penagih hutang masih mencarinya ke mana-mana, jadi Diego tidak berani pulang."Oh. Ya kalau begitu cepat pulang sana, aku nggak perlu kamu balas budi kok."Sophia merasa Diego sedang membual.Kalau Diego benar-benar kaya, mana mungkin bisa begitu terpuruk?Diego bisa melihat Sophia tidak mempercayainya, tapi dia tidak dapat membuktikannya, "Aku masih nggak enak badan. Boleh nggak aku nginap di sini dua hari lagi?"Meski tempat ini kumuh dan kecil