Dini hari.Sophia membantu Diego pulang.Diego sangat mabuk. Sekujur tubuhnya bau alkohol dan dia terlihat senang memegang uang empat juta di tangan."Ini." Diego menyerahkan uang itu pada Sophia, "Ini biaya makan dan biaya hidup, ini untukmu.""Nggak usah segini banyak." Sophia berkata, "Kamu simpan saja sendiri dan pakai dulu."Diego melambaikan tangannya, "Nggak, kamu aja yang pegang, kalau nggak kamu akan selalu bilang mau mengusirku."Setelah selesai bicara, Diego langsung terkulai di kursi. Kepalanya sakit, lututnya juga sakit."Aku benar-benar nggak nyangka setelah kerja sekeras itu, aku cuma dapat empat juta."Bagi Diego yang dulu, jangankan empat juta, 40 miliar pun bukan apa-apa.Tapi bagi Sophia, uang ini sudah lebih dari cukup. "Segelas anggur dapat 200 ribu. Menurutku sudah cukup bagus sih, lebih banyak dari pendapatan orang biasa."Diego menatapnya dengan bingung, "Kenapa?""Kamu tahu nggak gaji bulanan pekerja biasa itu paling juga cuma 12 juta." Sophia menghela napas, "
Sophia menolak, "Mau ngapain? Kamu istirahat aja di rumah."Padahal jarang-jarang Diego bisa istirahat, apalagi Sophia melihat luka Diego belum sembuh."Aku bosan di sini sendirian, aku temenin aja." Diego memang berniat menemani Sophia.Dia tidak berani keluar sendirian karena takut dikenali.Sophia pun berkata, "Oke. Tapi nanti kamu nunggu di luar, jangan sampai orangtuaku melihatmu.""Oke, nggak masalah."Diego memakai baju dan topi yang baru dibeli, membungkus dirinya dengan rapat, lalu pergi bersama Sophia.Di luar, mereka pergi naik bus.Diego mengernyit, "Kenapa nggak naik taksi? Padat sekali ini orangnya.""Hemat." Sophia menjawab dengan singkat, padat dan jelas.Diego terdiam, "Bukannya bulan ini kamu punya banyak uang? Jangan terlalu hemat lah sama diri sendiri."Sebagai orang yang tidak kekurangan uang sejak kecil, Diego sama sekali tidak memahami cara Sophia membelanjakan uang.Sophia mengabaikannya.Begitu sampai di halte yang dituju, Sophia langsung turun bus dan Diego me
"Aku sudah bayar, kalau kalian nggak tinggal di rumah sakit, rumah sakit juga nggak akan mengembalikan uangnya," kata Sophia sambil menatap kedua orangtuanya yang sudah beruban dengan tubuh yang makin kurus, dia merasa sangat sedih.Penghasilan Sophia yang kecil tidak cukup untuk biaya pengobatan orangtuanya, uangnya hanya cukup untuk biaya rawat inap dan kemoterapi.Akhirnya Diego tahu kenapa Sophia terlihat tidak bahagia, karena setiap kali Sophia melihat orangtuanya, dia akan menyalahkan diri karena tidak berguna yang bahkan tidak mampu membayar perawatan medis orangtuanya.Setelah lama mengobrol dengan orangtuanya, Sophia akhirnya keluar kamar karena takut suasana hatinya yang buruk karena frustrasi akan mempengaruhi orangtuanya.Diego yang menunggu di koridor rumah sakit, samar-samar mendengar obrolan Sophia dengan orangtuanya.Dia juga tidak menyangka ada keluarga yang begitu menyedihkan di masyarakat ini.Namun meski sengsara, mereka tetap tidak menyerah dan berusaha menjalani k
Manajer itu tahu situasi keluarga Sophia, dia menghela napas."Sophia, kamu gadis yang baik, tapi penyakit parah orangtuamu itu kayak jurang maut. Uang sebanyak apa pun bakal habis. Mendingan kamu simpan uangmu supaya kamu bisa hidup lebih baik," bujuk manajer itu.Sophia menggeleng, "Pak manajer, aku tahu ucapanmu itu masuk akal, tapi aku nggak bisa."Sophia tidak bisa menghentikan pengobatan orangtuanya dan melihat mereka meninggal begitu saja."Selama masih ada secercah harapan, dia akan mengobati penyakit orangtuanya."Oke, aku akan minta departemen keuangan kasih kamu 200 juta, cukup nggak?"Sophia mengangguk berulang kali dengan penuh rasa terima kasih di matanya, "Cukup, terima kasih Pak manajer, terima kasih."Manajer itu menghela napas lagi, "Sama-sama. Kita semua pekerja, jadi kita harus saling bantu.""Kalau begitu Pak, aku kerja dulu."Entah bagaimana dia bisa membalas kebaikan manajer ini, namun Sophia akan bekerja lebih giat untuk meringankan beban manajer.Manajer itu me
Diego mengernyit. Namun saat hendak masuk, Diego mendengar suara Sophia dari dalam ruangan, "Kak, mau tambah dua botol bir lagi nggak?""Oke! Aku tahu kamu lagi butuh uang buat keluargamu.""Terima kasih, Kak." Sophia langsung mengucapkan terima kasih.Mereka mendapat komisi untuk setiap botol bir yang terjual.Diego perlahan mengendurkan tangannya pada pegangan pintu.Diego sadar kalau sekarang dia masuk, usaha Sophia akan sia-sia, mustahil juga dapat bonus.Diego mundur selangkah dan berniat menunggu Sophia keluar dari ruangan itu saat tiba-tiba dia terpikir sesuatu."Apa aku taruhkan saja ya uang ini?" Diego bergumam pada dirinya sendiri.Diego ingat, ada seorang bos yang bilang padanya ada sebuah barang yang tidak terlalu mahal perlu dijual. Asal Diego bisa menjualnya, dia akan dapat komisi tiga kali lipat.Diego menatap uang 200 juta di tangannya. Harusnya uang ini cukup buat beli barang itu, 'kan?Setelah Diego memantapkan hati, dia langsung bergegas pergi sambil berkata pada rek
"Maaf, aku ada urusan mendadak. Boleh aku bayar nanti?" tanya Sophia."Kapan? Kami pulang kerja jam lima." Suster itu melanjutkan, "Kami nggak bisa bantu banyak dalam urusan pembayaran begini, kamu ngerti, 'kan?"Sophia meremas ponselnya erat-erat."Ya aku tahu, aku akan sampai sebelum jam lima.""Oke."Setelah menutup telepon, Sophia bahkan tidak sempat merasa sedih.Karena tidak dapat menemukan Diego, dia hanya bisa meminta manajer membantunya.Sayangnya manajer itu juga tidak dapat berbuat apa-apa, "Aku sudah minta departemen keuangan ngasih kamu 200 juta lho. Sekarang aku nggak bisa membuat pengecualian apa pun."Manajer itu juga seorang pekerja.Sinar di mata Sophia meredup.Sekarang dia harus bagaimana?Manajer juga tahu dia ikut bersalah dalam kasus kali ini, tidak seharusnya dia memberikan uang itu pada Diego tanpa sudah benar-benar paham orang seperti apa Diego itu."Sophia, aku cuma ada uang 40 juta, itu uang pribadiku. Kamu tahu 'kan, semua uangku dipegang istriku?"Sophia b
Hujan turun dengan deras di hari ziarah makam.Saat ini, di pintu masuk rumah sakit.Reina yang bertubuh kurus sedang memegang laporan tes kehamilan dari rumah sakit, di kertas itu tertera sebuah kata yang tercetak tebal."Negatif.""Sudah tiga tahun menikah belum hamil juga?""Astaga, bisa-bisanya ada wanita yang begitu nggak berguna seperti kamu. Kalau nggak cepat hamil, kamu pasti akan didepak keluar dari Keluarga Sunandar, lalu bagaimana dengan Keluarga Andara?"Treya Libera yang berpakaian anggun mengentakkan sepatu hak tingginya. Dia menunjuk Reina dan terlihat sangat kecewa.Reina menatap kosong, begitu banyak kalimat yang ingin dia ungkapkan, tetapi pada akhirnya hanya terucap sebuah kata."Maaf.""Aku nggak butuh maaf. Aku mau kamu hamil anak Maxime, ngerti?"Reina tercekat, tidak tahu harus menjawab apa.Reina dan Maxime sudah menikah selama tiga tahun, tetapi Maxime tidak pernah sekalipun menyentuhnya.Mana mungkin dia bisa hamil?Treya kembali melirik Reina yang terlihat le
Semua orang yang ada di ruangan itu menengok ke arah pintu.Sontak, suasana jadi hening.Reina melirik Maxime, tatapan pria itu begitu jernih, jelas dia sama sekali tidak mabuk.Reina sadar dia sudah ditipu Marshanda.Saat Maxime melihat sosok Reina, bola matanya yang gelap pun menegang.Sedangkan Jovan dan yang lainnya yang barusan mendukung Maxime untuk menerima perasaan Marshanda, semua tersenyum canggung.Harusnya Reina tidak datang."Nana, jangan salah paham. Jovan cuma bercanda, sekarang Max dan aku hanya teman biasa."Marshanda-lah yang pertama kali memecah ketenangan.Sebelum Reina sempat menjawab, Maxime yang kehilangan kesabaran sudah berdiri lebih dulu."Nggak perlu menjelaskan apa pun padanya."Setelah itu, Maxime berjalan ke depan muka Reina dan bertanya, "Mau apa ke sini?""Kupikir kamu mabuk, jadi aku datang untuk menjemputmu pulang," jawab Reina jujur.Maxime mencibir, "Sepertinya kamu nggak ingat sepatah kata pun yang kukatakan, ya."Maxime mengecilkan suaranya sehingg
"Maaf, aku ada urusan mendadak. Boleh aku bayar nanti?" tanya Sophia."Kapan? Kami pulang kerja jam lima." Suster itu melanjutkan, "Kami nggak bisa bantu banyak dalam urusan pembayaran begini, kamu ngerti, 'kan?"Sophia meremas ponselnya erat-erat."Ya aku tahu, aku akan sampai sebelum jam lima.""Oke."Setelah menutup telepon, Sophia bahkan tidak sempat merasa sedih.Karena tidak dapat menemukan Diego, dia hanya bisa meminta manajer membantunya.Sayangnya manajer itu juga tidak dapat berbuat apa-apa, "Aku sudah minta departemen keuangan ngasih kamu 200 juta lho. Sekarang aku nggak bisa membuat pengecualian apa pun."Manajer itu juga seorang pekerja.Sinar di mata Sophia meredup.Sekarang dia harus bagaimana?Manajer juga tahu dia ikut bersalah dalam kasus kali ini, tidak seharusnya dia memberikan uang itu pada Diego tanpa sudah benar-benar paham orang seperti apa Diego itu."Sophia, aku cuma ada uang 40 juta, itu uang pribadiku. Kamu tahu 'kan, semua uangku dipegang istriku?"Sophia b
Diego mengernyit. Namun saat hendak masuk, Diego mendengar suara Sophia dari dalam ruangan, "Kak, mau tambah dua botol bir lagi nggak?""Oke! Aku tahu kamu lagi butuh uang buat keluargamu.""Terima kasih, Kak." Sophia langsung mengucapkan terima kasih.Mereka mendapat komisi untuk setiap botol bir yang terjual.Diego perlahan mengendurkan tangannya pada pegangan pintu.Diego sadar kalau sekarang dia masuk, usaha Sophia akan sia-sia, mustahil juga dapat bonus.Diego mundur selangkah dan berniat menunggu Sophia keluar dari ruangan itu saat tiba-tiba dia terpikir sesuatu."Apa aku taruhkan saja ya uang ini?" Diego bergumam pada dirinya sendiri.Diego ingat, ada seorang bos yang bilang padanya ada sebuah barang yang tidak terlalu mahal perlu dijual. Asal Diego bisa menjualnya, dia akan dapat komisi tiga kali lipat.Diego menatap uang 200 juta di tangannya. Harusnya uang ini cukup buat beli barang itu, 'kan?Setelah Diego memantapkan hati, dia langsung bergegas pergi sambil berkata pada rek
Manajer itu tahu situasi keluarga Sophia, dia menghela napas."Sophia, kamu gadis yang baik, tapi penyakit parah orangtuamu itu kayak jurang maut. Uang sebanyak apa pun bakal habis. Mendingan kamu simpan uangmu supaya kamu bisa hidup lebih baik," bujuk manajer itu.Sophia menggeleng, "Pak manajer, aku tahu ucapanmu itu masuk akal, tapi aku nggak bisa."Sophia tidak bisa menghentikan pengobatan orangtuanya dan melihat mereka meninggal begitu saja."Selama masih ada secercah harapan, dia akan mengobati penyakit orangtuanya."Oke, aku akan minta departemen keuangan kasih kamu 200 juta, cukup nggak?"Sophia mengangguk berulang kali dengan penuh rasa terima kasih di matanya, "Cukup, terima kasih Pak manajer, terima kasih."Manajer itu menghela napas lagi, "Sama-sama. Kita semua pekerja, jadi kita harus saling bantu.""Kalau begitu Pak, aku kerja dulu."Entah bagaimana dia bisa membalas kebaikan manajer ini, namun Sophia akan bekerja lebih giat untuk meringankan beban manajer.Manajer itu me
"Aku sudah bayar, kalau kalian nggak tinggal di rumah sakit, rumah sakit juga nggak akan mengembalikan uangnya," kata Sophia sambil menatap kedua orangtuanya yang sudah beruban dengan tubuh yang makin kurus, dia merasa sangat sedih.Penghasilan Sophia yang kecil tidak cukup untuk biaya pengobatan orangtuanya, uangnya hanya cukup untuk biaya rawat inap dan kemoterapi.Akhirnya Diego tahu kenapa Sophia terlihat tidak bahagia, karena setiap kali Sophia melihat orangtuanya, dia akan menyalahkan diri karena tidak berguna yang bahkan tidak mampu membayar perawatan medis orangtuanya.Setelah lama mengobrol dengan orangtuanya, Sophia akhirnya keluar kamar karena takut suasana hatinya yang buruk karena frustrasi akan mempengaruhi orangtuanya.Diego yang menunggu di koridor rumah sakit, samar-samar mendengar obrolan Sophia dengan orangtuanya.Dia juga tidak menyangka ada keluarga yang begitu menyedihkan di masyarakat ini.Namun meski sengsara, mereka tetap tidak menyerah dan berusaha menjalani k
Sophia menolak, "Mau ngapain? Kamu istirahat aja di rumah."Padahal jarang-jarang Diego bisa istirahat, apalagi Sophia melihat luka Diego belum sembuh."Aku bosan di sini sendirian, aku temenin aja." Diego memang berniat menemani Sophia.Dia tidak berani keluar sendirian karena takut dikenali.Sophia pun berkata, "Oke. Tapi nanti kamu nunggu di luar, jangan sampai orangtuaku melihatmu.""Oke, nggak masalah."Diego memakai baju dan topi yang baru dibeli, membungkus dirinya dengan rapat, lalu pergi bersama Sophia.Di luar, mereka pergi naik bus.Diego mengernyit, "Kenapa nggak naik taksi? Padat sekali ini orangnya.""Hemat." Sophia menjawab dengan singkat, padat dan jelas.Diego terdiam, "Bukannya bulan ini kamu punya banyak uang? Jangan terlalu hemat lah sama diri sendiri."Sebagai orang yang tidak kekurangan uang sejak kecil, Diego sama sekali tidak memahami cara Sophia membelanjakan uang.Sophia mengabaikannya.Begitu sampai di halte yang dituju, Sophia langsung turun bus dan Diego me
Dini hari.Sophia membantu Diego pulang.Diego sangat mabuk. Sekujur tubuhnya bau alkohol dan dia terlihat senang memegang uang empat juta di tangan."Ini." Diego menyerahkan uang itu pada Sophia, "Ini biaya makan dan biaya hidup, ini untukmu.""Nggak usah segini banyak." Sophia berkata, "Kamu simpan saja sendiri dan pakai dulu."Diego melambaikan tangannya, "Nggak, kamu aja yang pegang, kalau nggak kamu akan selalu bilang mau mengusirku."Setelah selesai bicara, Diego langsung terkulai di kursi. Kepalanya sakit, lututnya juga sakit."Aku benar-benar nggak nyangka setelah kerja sekeras itu, aku cuma dapat empat juta."Bagi Diego yang dulu, jangankan empat juta, 40 miliar pun bukan apa-apa.Tapi bagi Sophia, uang ini sudah lebih dari cukup. "Segelas anggur dapat 200 ribu. Menurutku sudah cukup bagus sih, lebih banyak dari pendapatan orang biasa."Diego menatapnya dengan bingung, "Kenapa?""Kamu tahu nggak gaji bulanan pekerja biasa itu paling juga cuma 12 juta." Sophia menghela napas, "
Suara Diego terdengar serak.Wajar saja. Dia baru menyanyi setidaknya selusin lagu tanpa jeda dan semuanya bernada tinggi, jadi suaranya mulai parau.Wanita itu spontan tersenyum dan menjawab dengan dingin, "Kamu bercanda? Beneran nih nggak mau?"Ekspresi Diego jadi kaku."Kukasih tiga detik!" Wajah wanita itu tampak dingin.Diego langsung ketakutan, dia langsung berlutut untuk minum.Secangkir demi secangkir.Diego merasa tidak nyaman dan sekarang tubuhnya semakin sakit.Para wanita tertawa terbahak-bahak dan melemparkan uang ke wajahnya.Ini semua rencana Reina. Reina memperlakukan Diego sebagaimana Diego dulu memperlakukan orang lain saat dirinya masih jadi tuan muda.Reina mau Diego merasakan apa yang orang lain rasakan.Sekarang Diego sadar, semua ini bukan hanya penyiksaan fisik, tetapi juga harga diri."Lanjut! Kamu pergi keluar sambil merangkak!" kata wanita itu.Diego terkesiap, "Keluar? Boleh nggak kalau nggak?"Di luar ada banyak orang. Mau taruh di mana mukanya kalau ketahu
Ari baru pulang dari ibukota. Sudah dari awal dia ingin menghubungi Reina, tapi entah mengapa selalu tidak kesampaian.Sekarang akhirnya dia punya kesempatan bertemu sambil membawa beberapa aktor ke perusahaan Reina."Master Rei, kukira kamu sudah lupa sama aku," ucap Ari sambil memasang tampang sedih.Reina menjawab pasrah, "Aku sibuk banget."Reina pun melihat aktor yang dibawa Ari."Mereka ... bisa?""Jangan khawatir, mereka cuma disuruh akting jadi wanita kaya dan membuat hidup Diego susah, 'kan? Gampang itu sih." Ari terdiam sesaat, lalu melanjutkan, "Apalagi aku juga ikut. Kalau akting mereka kurang meyakinkan, aku bisa langsung turun tangan."Sebenarnya, Ari ikut bukan untuk mengajari para wanita itu tapi untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekati Reina."Kamu mau ikut kami juga?" Reina bertanya."Kenapa? Nggak boleh?" Ari bertanya, lalu menundukkan kepalanya, "Hahh, sudah lama banget kita nggak ketemu. Kayaknya sekarang kita bukan sahabat lagi ya?"Reina buru-buru mengge
"Aku benar-benar nggak tahu kok kamu bisa sih tahan sampai sekarang."Diego meringis kesakitan, lalu dia berkata, "Aku boleh pinjam ponselmu nggak? Aku mau nelepon kakakku."Diego adalah satu-satunya putra Keluarga Andara. Kalau terus disiksa seperti ini, dia akan mati.Sophia pun memberi ponselnya pada Diego.Sayangnya Diego tidak ingat nomor telepon Reina, dia mencoba beberapa kali tapi selalu orang lain menjawab teleponnya."Kamu mau menelepon kakakmu tapi kok kamu nggak ingat nomor teleponnya?"Diego menggaruk kepalanya, "Ya siapa pula yang bakal ingat?"Tiba-tiba sesuatu terlintas di benaknya, "Aku telepon Grup Yinandar."Diego mencari nomor layanan pelanggan perusahaan dari situs web dan meneleponnya."Halo, ada yang bisa kami bantu?" terdengar suara layanan pelanggan yang ramah dari ujung telepon.Diego buru-buru berkata, "Aku mau cari Reina, manajer umum kalian. Aku adiknya, Diego. Tolong sambungkan ke dia."Orang di seberang telepon terdiam.Samar-samar Diego bisa mendengar pe